Fundamentalisme Isu Fundamentalisme, Radikalisme, Terorisme

mengatasnamakan Islam. Sehingga kemudian munculah isu Islam Indonesia tidak lagi seperti yang tergambarkan dahulu melainkan radikal, teroris. Dikarenakan sifatnya sebagai pergeseran wacana, maka isu dapat juga dijadikan sebagai momentum politik bagi sekelompok golongan yang hendak mencapai tujuan dan cita-citanya. Dengan demikian isu sangat rentan dengan wacana kajian dan dialog. Jadi, dakwah Islam mesti turut serta dalam menghadapi isu-isu Islam modern. berikut ini adalah isu-isu Islam modern yang melahirkan dialog dan literatur. Dengan demikian, dapat disederhanakan pengertian isu yang berarti gejala sosial yang menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Isu Islam modern adalah gejala-gejala sosial masyarakat yang menjadi fenomena agama dan berkembang menjadi pengetahuan. Isu Islam modern bagian dari pergeseran wacana klasik ke dalam wacana modern. Ada banyak macam isu-isu Islam modern, diantaranya adalah Isu pluralisme, liberalisme, sekularisme, hak asasi manusia, kesetaraan gender, krisis sosial, moral, spiritual, dan isu terorisme, radikalisme, fundamentalisme.

3. Isu Fundamentalisme, Radikalisme, Terorisme

a. Fundamentalisme

Pasca peristiwa pengeboman gedung World Trade Center WTC, 11 September 2001 di Amerika Serikat, posisi umat Islam semakin tersudutkan lantaran diketahui bahwa pelaku pemboman tersebut adalah kelompok jaringan Al-Qaeda, yaitu kelompok Islam yang berbasis ideologi keras ekstrem. Terlebih lagi, di Indonesia menyusul serangan-serangan teroris yang diketahui pelakunya adalah dari kalangan muslim. Semakin menguatkan dunia internasional bahwa Islam memiliki doktrin membunuh, menyerang dan melakukan tindakan terorisme. Pada mulanya, kelompok Islam yang tergolong radikal ini memiliki konsep ideologi yang menekankan kepada ajaran berbakti kepada agama. Melalui pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan Hadits ia tidak berusaha menjabarkan kandungan-kandungan ayat Al-Qur’an serta memberikannya tafsiran secara kontekstual dalam perilaku hidupnya, sehingga apa-apa yang tertulis di dalam teks Al-Qur’an dipandang sebagai keputusan mutlak dan tidak dapat boleh diberikan tempat untuk diadakan tafsir, pemaknaan secara kontekstual, dan semacamnya. Maka, dalam tindakan dan pengamalannya pun cenderung mutlak mengikuti teks Al-Qur’an tersebut. Seperti dalam Al-Qur’an : ☺ Artinya : “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu Mekah, ..........” QS. Al-Baqarah,2:191 Ayat tersebut jika dipahami berdasarkan teksnya saja tanpa mengetahui asbabun nuzulnya, konteksnya dalam hal apa, jelas akan memberikan pengertian bahwa umat Islam diperintahkan membunuh serta mengusir mereka musuh-musuh Islam dengan cara kekerasan. Kemudian ayat lain yang mendasari pemahaman kelompok fundamentalis-radikal, yaitu Surat Al-Baqarah 2 ayat 120 : ☺ ⌧ Artinya : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk yang benar. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” QS. Al- Baqarah,2:120 Ayat tersebut kemudian dijadikan sebagai patokan oleh kaum fundamentalis sebagai legitimasi permusuhan Islam dan Yahudi serta Nashrani. Dalam hal ini William M. Watt mendefinisikan bahwa “fundamentalisme Islam adalah kelompok muslim yang secara sepenuhnya menerima pandangan dunia tradisional serta berkehendak mempertahankannya secara utuh”. 34 Sepertinya ada perbedaan pandangan diantara ulama-ulama modern dalam memberikan pengertian fundamentalisme Islam ini. Dalam kaitannya, Fazlur Rahman justeru tidak memiliki ketertarikan untuk menggunakan istilah fundamentalisme ini sebagai sebutan bagi kelompok muslim yang terbelakang, memiliki pemikiran jumud, baku. 35 Ia lebih memilih menggunakan istilah revivalis Islam. Revivalis ini diartikannya sebagai “kelompok muslim yang cenderung memiliki arah terhadap gerakan purifikasi Islam, ajarannya untuk mengembalikan persoalan kepada Al-Qur’an dan Hadits”. 36 Namun demikian, gerakan kaum fundamentalis cenderung konservative dan tidak mau menerima pendapat-pendapat hasil dari penafsiran terhadap Al- 34 William Montgomery Watt, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Jakarta: Grafindo Persada, 1997, h. 3-4 35 Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam; Studi Tentang Fundamentalisme Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2009 36 Ibid. Qur’an yang disandarkan pada hermeneutika Al-Qur’an antar teks inter-textual. Menurut Fazlur Rahman, Fundamentalis sejati adalah orang yang memiliki komitmen terhadap proyeksi rekonstruksi atau rethinking. 37 Pemikirannya yang baku terhadap satu pengertian menjadikan kelompok ini sebagai kelompok yang tidak memiliki sikap keberanian menelaah dan menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits dalam menentukan hukum. Prof. Dr. Azyumardi Azra mengkategorikan prinsip dasar fundamentalisme dalam agama sebagai berikut : 1. Oposisionalisme ; yaitu pemikiran yang mengharuskan perlawanan terhadap arus perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama. 2. Penolakan terhadap hermeneutika ; pada titik ini teks suci serta merta menjadi ruang yang kedap kritik. 3. Penentangan akan pluralisme sosial ; yaitu menghendaki agar masyarakat tidak boleh berbeda-beda dan diharuskan untuk seragam. 4. Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat manusia. 38

b. Radikalisme