Qur’an yang disandarkan pada hermeneutika Al-Qur’an antar teks inter-textual. Menurut Fazlur Rahman, Fundamentalis sejati adalah orang yang memiliki
komitmen terhadap proyeksi rekonstruksi atau rethinking.
37
Pemikirannya yang baku terhadap satu pengertian menjadikan kelompok ini sebagai kelompok yang
tidak memiliki sikap keberanian menelaah dan menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits dalam menentukan hukum.
Prof. Dr. Azyumardi Azra mengkategorikan prinsip dasar fundamentalisme dalam agama sebagai berikut :
1. Oposisionalisme ; yaitu pemikiran yang mengharuskan perlawanan
terhadap arus perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama. 2.
Penolakan terhadap hermeneutika ; pada titik ini teks suci serta merta menjadi ruang yang kedap kritik.
3. Penentangan akan pluralisme sosial ; yaitu menghendaki agar masyarakat
tidak boleh berbeda-beda dan diharuskan untuk seragam. 4.
Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat manusia.
38
b. Radikalisme
Di awal abad ke-20 hingga kini gerakan radikalisme Islam semakin menampakkan diri ke dalam arus perubahan modernisme, karenanya gerakan
dakwah Islam harus mampu menjadi penyeimbang atas lahirnya gerakan-gerakan Islam yang memiliki sikap radikal dalam dakwahnya agar dakwah Islam tetap
dalam pandangan santun dan bijaksana.
37
Fazlur Rahman, Ibid., h. 14
38
Azyumardi Azra, Contemporary Islamic Militants Movement in Indonesia, Makalah Simposium Internasional, CIU, Tokyo, 2005
Beberapa pengalaman telah mengukir sejarah Islam radikal yang kemudian dijadikan komoditas politik negara-negara yang berkepentingan dalam
persoalan ini. Imam Khatami, seorang mantan Presiden Iran pernah mengkritik kelompok fundamentalis Islam di Iran yang dengan kaku mereka memahami
prinsip-prinsip agama sebagai ramuan masa lalu. menurut Imam Khatami bahwa prinsip-prinsip agama telah terjadi sesuai dengan sosio-historis sendiri. Historis-
sosiologis membentuk doktrin agama dengan menyesuaikan karakteristik konteks sosiologis yang melingkupinya.
39
Sedangkan kelompok fundamentalis tidak menyadari hal tersebut. Dalm orasinya, Imam Khatami mengatakan bahwa
fundamentalisme itu terbagi menjadi dua macam, yaitu : -
Ushuliyyah Mutharrifah Fundamentalis yang berlebihan Fundamentalis seperti ini memiliki kapasitas memahami teks yang
berlebihan tidak disertai pemaknaan secara kontekstual. Aksi-aksi yang dilakukannya cenderung menggunakan prinsip “ketegasan tanpa batas” dan pada
akhirnya melahirkan aksi kekerasan radikal. -
Ushuliyyah Mathlubah Fundamentalis yang dikehendaki Dalam hal ini Islam memberikan apresiasi terhadap fundamentalis yang
mengupayakan masyarakat untuk kembali kepada ajaran Islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ketika memberikan fatwa atau hendak
menghasilkan produk hukum fikih, merujuk kepada sumber utama ajaran Islam Al-Qur’an adalah sesuatu yang dinilai baik dan memiliki keutamaan dalam
berpendapat.
40
39
Imam Khatami, petikan wawancara Harian al-Fagr, Edisi Sabtu, 31 Maret 2007
40
Lih. Harian al-Fagr, Edisi Sabtu, 31 Maret 2007.
c. Terorisme