c. Terorisme
Terorisme merupakan isu yang hangat diperbincangkan di masyarakat sekarang ini. Aksi-aksinya sungguh sangat meresahkan masyarakat. Terorisme
merupakan sebuah paham yang berlebihan terhadap konsep Jihad di dalam Islam. Pada dasarnya pandangan terorisme ini bersumber dari sebuah racikan
ideologi yang belebihan dalam memaknai konsep bejuang di jalan Allah SWT. Tindakan yang dilakukannya tersebut diyakini sebagai jalan jihad menuju ridha
Allah SWT. Selain karena pemahamannya yang rigid terhadap teks kitab suci, kelompok teroris ini juga mendapatkan doktrin Jihad yang menurutnya dengan
memerangi oang-orang kafir dengan cara-cara keras sekalipun
41
. Selain itu, kelompok teroris juga menghendaki adanya pembaharuan
renewal
42
ajaran Islam yang menurutnya sudah melenceng jauh dari yang sebenarnya. Maka dengan demkian, mereka meyakini bahwa aksi-aksi yang
dilakukannya adalah demi menegakkan ajaran Islam. Gerakan terorisme ini akan sangat mengganggu hubungan Islam dengan
agama-agama lainnya lantaran belakangan ini mereka kelompok teroris menamakan diri sebagai aksi Jihad di jalan Allah SWT. dalam memerangi orang-
orang kafir.
4. Isu Pluralisme, Liberalisme, Sekularisme
a. Pluralisme
41
Azyumardi Azra, Contemporary Islamic Militan Movements in Indonesia, makalah simposium internasional, IACS, Tokyo, 2005
42
Ibid., h. 5
Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang layaknya agama- agama lain. Ia tidak sekedar menghendaki kerukunan bagi umat Islam saja tetapi
bagi semua makhluk di dunia ini. Dan, Islam juga membenci kekerasan dan kemunafikan. Tak ada jaminan yang lebih jelas untuk menghindari kedua hal
buruk tersebut kecuali ajakan Al-Qur’an kepada ummat manusia untuk menghormati keyakinan-keyakinan agama di dunia ini. Keragaman yang terjadi di
dunia ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh siapapun dan kapanpun serta dimanapun. Nabi Muhammad saw. telah menggariskan perbedaan
sebagai rahmat Allah SWT. untuk makhluk hidup di bumi. Harold Coward dalam bukunya Pluralisme Tantangan Bagi Agama-
Agama, menginventarisasi tantangan atas isu pluralisme keagamaan yang menghasilkan beberapa prinsip umum, diantaranya; pertama, pluralisme dapat
dipahami dengan baik dan logis, jika dapat memahami al-Ahad berwujud dalam yang banyak. Hal ini memang bisa dimengerti bahwa Tuhan hanya Satu dan sama
bagi semua agama. Maka hidup berdampingan dengan tanpa memperbandingkan secara timbal balik, masih dimungkinkan. Dan hambatan teologis dalam berbagai
dialog keagamaan relatif tidak tampak. Kedua, adanya pengalaman bersama mengenal kualitas pengalaman agama partikular sebagai alat. Di sini dapat
dimengerti bahwa agama sebagai alat kompetisi sehat, alat pengendali kehidupan manusia, dan sebagai alat untuk mencapai Tuhan yang sama. Dalam hal ini tentu
juga harus diwaspadai soal kemungkinan munculnya faham relativisme
43
dan liberalisme beragama. Karena pada dasarnya, sejauh mana pun seorang pluralis
43
Menurut WJS. Poerwadarminta, Relative itu sesuatu yang dapat berubah-ubah dan tidak mutlak.
harus tetap bersandar pada satu agama yang diyakininya dengan penuh konsisten serta harus mampu bersikap bijaksana terhadap agama lain.
44
Menanggapi berbagai macam kondisi tersebut di atas bahwa keberagaman pluralitas sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Islam, maka
kalangan agamawan pun turut bicara tentang pluralitas tersebut. Dan, kini ia menjadi isu dalam kajian Islam modern. Pluralitas adalah bentuk kemajemukan
yang terdapat dalam kehidupan beragama dan tidak bisa dihindari. Namun, di satu sisi nilai pluralitas ini kerap menimbulkan konflik agama yang berkepanjangan. Ia
juga bisa menjadikan suatu penganut agama menjadi radikal untuk mencegah nilai pluralitas ini. Dan, di sisi lain ada tugas dan tanggung jawab sebagai manusia
yang harus menjaga nilai-nilai pluralitas ini menjadi karakter baik, saling menghormati dan saling menghargai.
45
Pada dasarnya pengertian pluralisme tidak berada pada satu kesepakatan umum yang menggariskan bahwa pluralisme sebagai suatu paham yang meng-
cover perbedaan menjadi persatuan dan persamaan. Namun diskursus kajian Islam tentang pluralisme telah mendapat perhatian banyak kalangan dan terutama pada
dekade 1980-an. Tema ini juga telah menjadi isu bagi bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan. Bertolak dari pandangan bahwa Islam adalah agama
fithrah, yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal, Islam juga dikenal sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
46
44
Harold Coward, Pluralisme Tantangan bagi Agama-agama, terj. Basco Carvallo, Yogyakarta: Kanisius, 1992
45
Ibid.
46
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Nurcholish Madjid alm. berpendapat bahwa cita-cita masyarakat Islam di Indonesia sejajar dengan cita-cita masyarakat Indonesia pada umumnya. Oleh
karenanya, ia meyakini pluralisme sebagai bagian penting dari pandangan hidup keberagamaan masyarakat Indonesia.
47
Kesadaran masyarakat Indonesia tentang keberadaan bangsanya yang sangat pluralistik, baik dari segi etnis, adat istiadat
maupun agama membuat Islam di Indonesia menjawab realitas itu sebagai nilai positif bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam
menunjukkan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar dapat berkembang subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia. Dalam hal ini
Nucholish Madjid menyatakan : “Kenyataan bahwa sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam
disebut sebagai dukungan, karena Islam adalah agama yang pengalamannya dalam melaksanakan toleransi dan pluralisme adalah unik
dalam sejarah agama-agama. Sampai sekarang bukti hal itu kurang lebih tampak jelas dan nyata pada berbagai masyarakat dunia: dimana agama
Islam merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain tidak mengalami kesulitan berarti; tapi sebaliknya di mana mayoritas bukan Islam dan kaum
Muslim menjadi minoritas, mereka ini selalu mengalami kesulitan yang tidak kecil, kecuali di Negara-negara demokratis Barat. Di sana sejauh ini
umat Islam masih memperoleh kebebasan beragama yang menjadi hak mereka.”
48
Cita-cita Islam di Indonesia nampak terlihat mengarah kepada esensi pluralisme sebagai gambaran kemajemukan bangsa Indonesia. Terlebih lagi M.
Syafi’i Anwar juga menegaskan bahwa universalitas Islam juga mengandung
pengertian teologis, yaitu perkataan àl-Islam yang berarti “sikap pasrah kepada Tuhan.”
Dengan pengertian tersebut Nucholish Madjid berpendapat semua
47
M. Syafi’I Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995. Cet. 1, h. 229
48
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992.
agama yang benar pasti bersifat àl-Islam karena mengajarkan kepasrahan kepada Tuhan. Syafi’i Anwar melanjutkan pandangannya jika tafsir àl-Islam seperti ini
akan bermuara pada konsep kesatuan kenabian the unity of prophecy, kesatuan kemanusiaan the unity of humanity.
49
Kedua konsep tersebut merupakan kelanjutan dari konsep ke-Maha Esa-an Tuhan the unity of God atau lebih
jelasnya adalah konsep Tauhid. Semua konsepsi kesatuan ini menjadikan Islam bersifat kosmopolit dan menjadi rahmat seluruh alam rahmatan lil ‘alamin.
Posisi seperti ini menjadikan Islam sebagai penengah al-wasith dan saksi diantara sesama manusia.
Sikap pluralisme yang ditunjukkan oleh Nurcholish Madjid ini merupakan bagian dari teologi inklusif yakni memberikan formulasi bahwa Islam itu
merupakan agama terbuka open religion dan sebaliknya tidak menghendaki adanya penyempitan tafsir terhadap Islam sebagai agama yang diperuntukkan bagi
umat manusia. Sebagai konsekuensi dari paham kemajemukan beragama ini, umat Islam di Indonesia harus menjadi mediator sekaligus moderator di tengah
pluralitas agama-agama di Indonesia. Problem umat Islam di era moden ini adalah bagaimana menyikapi pemahaman pluralisme ini. Maka dengan demikian,
hendaknya setiap para da’i memuatkan materi pluralisme pada aktivitas dakwahnya. Hal ini diperuntukkan agar masyarakat mampu memahami pluralisme
dengan objektif mengingat pluralisme bagian dari isu-isu Islam modern. Dengan demikian, pluralisme merupakan topik terkini untuk dakwah
dalam rangka membina masyarakat Islam agar terhindar dari hal-hal yang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dalam mengartikan pluralisme.
49
M. Syafi’i Anwar, Ibid.
Berbicara pluralisme sebagai isu atas Islam modern, juga memberikan pandangan khusus bagi kaum liberal. Masyarakat muslim Indonesia dihadapkan
pada isu-isu agama yaitu Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme. Wacana tersebut telah menjadi diskursus kajian pada lembaga-lembaga Islam yang