Keterbatasan Penelitian Risiko Kurang Energi Kronis KEK pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Penggunaan desain studi cross sectional hanya dapat melihat hubungan antar variabel tetapi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel tersebut. 2. Variabel penyakit infeksi tidak dilakukan pemeriksaan klinis atau hanya dilihat dari gejala-gejala umum saja yang dilakukan dengan wawancara pertanyaan mendalam. 3. Pengukuran pola konsumsi yang mengandalkan daya ingat responden.

6.2 Risiko Kurang Energi Kronis KEK pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa risiko Kurang Energi Kronis KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat sebesar 40,7. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surasih 2005 di Kabupaten Banjarnegara yang memperlihatkan fakta bahwa risiko KEK pada ibu hamil sebesar 41,2 . Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Susenas Survey Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 1999 yang menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK berkisar 27,6. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi dibanding hasil survey Badan Pusat Statistik BPS tahun 2000-2005 bahwa ibu hamil risiko KEK sebesar 15,49. Selain itu hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapni 2004 di DKI Jakarta dimana didapatkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 17,1, dan pada penelitian yang dilakukan Azma 2002 di Kota Sukabumi didapatkan risiko KEK yaitu 28,8. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5 menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9 berarti harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19 menunjukkan situasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30 situasi rawan pangan gawat dan lebih dari 30 situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan berdasarkan acuan Departemen Kesehatan tahun 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko KEK, yaitu 20 ringan, 20-30 sedang, dan 30 berat. Menurut WHO 2005, ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga bulan 7-9 dan meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi Depkes RI, 1995. Menurut FAO 1988, jika seseorang mengalami sekali atau lebih kekurangan energi, maka dapat terjadi penurunan berat badan dengan aktifitas ringan sekali pun dan pada tingkat permintaan energi BMR yang rendah sehingga mereka akan mengurangi sejumlah aktivitas untuk menyeimbangkan masukan energi yang lebih rendah tersebut. Ketidakseimbangan energi yang memicu rendahnya berat badan dan simpanan energi dalam tubuhnya akan menyebabkan kurang energi kronis KEK. KEK mengacu pada lebih rendahnya masukan energi dibandingkan besarnya energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun Norgan, 1987 dalam Syahnimar 2004. Dalam penelitian ini, sebagian besar pola konsumsi ibu tidak sesuai anjuran makan ibu hamil seperti pola konsumsi makanan pokok yang sesuai 42,6, lauk hewani 46,3, lauk nabati 67,6, sayuran 39,8, dan buah hanya 31,5. Menurut Guthrie 1995 dalam Hapni 2004, ibu hamil yang menderita risiko KEK dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR.

6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis KEK berdasarkan Pola Konsumsi