absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71 dari keadaan normalnya Gibney, et al, 2008.
2.3.3 Sosial Ekonomi
2.3.3.1 Pekerjaan
Ketersediaan bahan pangan dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Ibu
yang bekerja dan mempunyai pengahasilan sendiri akan dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi
dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja Khumaidi, 1989.
2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar anak yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Jika
pendapatan keluarga terbatas sedangkan anak banyak, maka pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang
bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan dengan
demikian penyakit pun terus mengintai Apriadji, 1986.
2.3.3.3 Pendidikan
Menurut Hardinsyah 1999 dalam Mulyaningrum 2009 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian KEK pada ibu hamil dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan suami biasanya diikuti dengan meningkatnya pendapatan keluarga termasuk kesehatan dan gizi ibu hamil
pada perhatian terhadap istri yang hamil semakin meningkat. Menurut Schultz 1984 dan Cadwell 1979 dalam
Mulyaningrum 2009 mengatakan bahwa pendidikan itu dapat memperbaiki cara penggunaan sumberdaya keluarga, sehingga
akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup keluarga, salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu dengan
pendidikan tinggi tidak banyak dipengaruhi oleh praktik tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas
maupun kuantitas makanan untuk konsumsi setiap harinya.
2.3.3.4 Pantang Makanan
Makanan pantang atau pantang makanan adalah bahan makanan atau masukan yang tidak boleh dimakan oleh
para individu dalam masyarakat karena alasan-alasan yang bersifat budaya. Biasanya pihak yang diharuskan memantang
memiliki ciri-ciri tertentu, atau sedang mengalami keadaan
tertentu misalnya karena sedang hamil atau menyusui, dan karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan
tertentu terhadap bahan makanan tersebut misalnya berkenaan dengan sifat keramatnya. Adat memantang makan itu diajarkan
secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin
akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang bersangkutan, dan sekedar karena patuh akan tradisi setempat
Swasono, 1998. Sedangkan menurut Sediaoetama 1990, pantang
makanan yaitu tidak boleh makan jenis makanan tertentu dijumpai pada masyarakat karena alasan budaya dan kesehatan
di berbagai negara seluruh dunia. Dari sudut ilmu gizi, pantang makanan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok pertama,
pantang makanan
yang tidak
berdasarkan agama kepercayaan 2. Kelompok kedua, pantang makanan yang berdasarkan
agama kepercayaan 3. Kelompok ketiga, pantangan yang jelas akibatnya terhadap
kesehatan. Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi
seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut
ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adatkepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat
berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya
mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan Baliwati, dkk, 2004.
Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan
makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan
yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja.
Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap
dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul.
Sehingga masyarakat
yang demikian
akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang
kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat. Suhardjo, 1989.
A. Berg 1986 dalam Pudjiadi 2000, diberbagai negara atau daerah terdapat 3 kelompok masyarakat yang
biasanya mempunyai makanan pantangan, yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu yang menyusui. Khusus mengenai hal itu di
Indonesia antara lain dikemukakan sebagai berikut: a Pada anak kecil di banyak daerah, makanan yang bergizi
dijauhkan dari anak-anak, karena takut akan akibat-akibat yang sebaliknya. Di beberapa daerah ikan dilarang untuk
anak-anak karena menurut kepercayaan mereka ikan akan menyebabkan penyakit cacingan, sakit mata atau sakit kulit.
Di tempat lain kacang-kacangan yang kaya dengan protein seringkali tidak diberikan kepada anak-anak karena khawatir
perut anaknya akan kembung. b Pada ibu yang sedang hamil, berdasarkan hasil studi di
Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan yang merupakan makanan pantangan, dengan alasan apabila
ikan-ikan itu dimakan dapat menyebabkan maruyan gangguan pada kesehatan ibu, mabuk, merusak badan, sulit
melahirkan, peranakan bisa ke luar, dsb. c Pada ibu yang sedang menyusui, di Indonesia banyak wanita
mengurangi makan sesudah melahirkan anak untuk menjaga bentuk tubuhnya. Di Jawa, makan telur dipantangkan selama
ibu sedang menyusui anaknya, karena diduga telur bisa
menyebabkan pendarahan. Di Kalimantan Tengah ada berbagai jenis ikan tertentu yang dipantang karena bisa
menyebabkan air susu ibu berbau amis dan mengakibatkan bayinya sakit perut, dll.
Seringkali ditemukan seorang wanita yang sedang hamil diharuskan pantang terhadap berbagai jenis bahan makanan,
seperti ikan, dan sebagainya. Ada juga wanita hamil yang hanya dibolehkan makan nasi dengan sedikit garam saja, sedang
makanan lain tidak diperkenankan. Penjelasan yang luas akan faedah makanan, bahaya pantangan semacam itu haruslah
diberikan lebih dulu kepada wanita hamil, sehingga dia merasa yakin bahwa pantangan semacam itu akan merusak dirinya dan
bayinya Moehji, 2003. Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi
wanita hamil terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan tersebut mungkin saja
dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang makanan bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun
mengalami penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi makanan yang diinginkan dengan jumlah yang tidak berlebihan.
Adanya pantangan seperti itu akan menghambat pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu
serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya
pantangan Sulistyoningsih, 2011. Hasil penelitian Yuliani 2002 di Bogor, didapatkan
proporsi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan sebesar 15,3. Sedangkan penelitian Surasih 2005 di Banjarnegara
diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar 39,20 dan dari 39,20 yang berpantangan tersebut didapat
44,73 ibu hamil berpantangan terhadap ikan. Dalam penelitian Kamarullah 2001, diperoleh 50 ibu
hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll. Apabila diamati jenis makanan yang dipantang
dikonsumsi sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai gizi
tinggi. Disisi
lain kelompok
yang berpantang
mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan gizi. Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan
ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompk yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya
tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangan diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.
2.4 Pengukuran Pola Konsumsi
Pengukuran pola konsumsi dengan menggunakan survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran
tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perseorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
konsumsi makanan tersebut. Sedangkan tujuan khusus dari survei konsumsi makanan adalah:
1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat.
2. Menentukan status kesehatan, gizi keluarga dan individu. 3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan
4. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi 5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang
berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi 6. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,
kesehatan, dan gizi masyarakat Supariasa, 2002.
2.4.1 Pengertian Food Frequency Frekuensi Makanan
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan
atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada