Latar Belakang Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia IPM yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu Kementerian Kesehatan, 2010. Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi AKB dan angka kematian ibu AKI adalah dengan upaya penanggulangan Kurang Energi Kronis KEK pada ibu hamil yang merupakan salah satu cara untuk mencegah BBLR Depkes RI, 1995. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat Depkes RI, 2003. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2007, sekitar 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir 0-28 hari meninggal setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian balita adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan AKI melahirkan di Indonesia adalah 228 per 100.000 bayi kelahiran hidup. Diharapkan pada 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Pencapaian pada 2015 merupakan target komitmen global Tujuan Pembangunan Milenium UNICEF, 2010. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapat perhatian khusus dalam penerapan pedoman umum gizi seimbang PUGS selain ibu menyusui. Hal ini didasarkan pada jenis masalah gizi yang dijumpai pada ibu hamil dan menyusui serta dampak negatif yang ditimbulkan karena status gizi yang buruk pada ibu hamil dan menyusui tidak hanya mengenai diri yang bersangkutan, tetapi juga pada perkembangan janin yang akan dilahirkan serta perkembangan dan pertumbuhan anak dikemudian hari Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa Achadi, E. L, 2007. Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar, masukan gizi pada ibu hamil sangat menentukan kesehatannya dan janin yang dikandungnya. Apabila masukan gizi pada ibu hamil tidak sesuai kebutuhan maka kemungkinan akan terjadi gangguan dalam kehamilan, baik terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya Huliana, 2001 dalam Paath, E.F, et.al, 2004. Menurut Klein, Susan, et.al 2009, masukan gizi yang buruk khususnya saat hamil dapat menyebabkan kelelahan, lemas, kesulitan melawan infeksi, masalah kesehatan serius lainnya, keguguran atau bayi tidak bisa tumbuh dengan baik kecil atau cacat lahir, serta meningkatkan peluang pada bayi dan ibu meninggal saat atau sesudah kelahiran. Kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam termasuk buah segar dan sayuran berwarna. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu makanannya Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000. Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil seperti berbagai jenis ikan, telur, udang, cumi, dan sebagainya. Dengan adanya pantangan dalam makanan maka semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang beragam. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat Suhardjo, 1989. Menurut Depkes RI 1994, ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas LILA 23,5 cm, pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur WUS termasuk ibu hamil. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi Depkes RI, 1996. BBLR akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan intelektual serta produktivitas dikemudian hari, selain itu dampak pada ibu hamil itu sendiri adalah akan mudah terkena penyakit dan resiko kematian Kementerian Kesehatan RI, 2010. Dari penelitian Puffer diperoleh gambaran bahwa AKB dari BBLR adalah 5- 9 kali lebih besar dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 2.500- 2.999 gram. Selanjutnya AKB pada BBLR apabila dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 3.000-3.499 gram adalah 7-13 kali lebih besar Depkes RI, 1995. Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu Achadi, E.L, 2007. Hasil penelitian Rosikin di Kota Cirebon tahun 2004 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto tahun 2006 di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berisiko KEK. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2007 prevalensi risiko KEK pada WUS termasuk ibu hamil sebesar 13,6. Dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional Susenas pada tahun 1999 menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK 27,6, sedangkan laporan surkesnas 2002 menunjukkan 34 ibu hamil termasuk ke dalam risiko KEK, dan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik BPS tahun 2000-2005 ibu hamil yang menderita KEK sebesar 15,49. Dalam Riskesdas 2007, salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi diatas 10 adalah Provinsi Banten yaitu sebesar 12,6. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Provinsi Banten, kota ini berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tangerang. Menurut data dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010, AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidup dimana salah satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10. Dalam jurnal Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al 2007 disebutkan penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO menunjukkan 90,5 ibu hamil menderita infeksi. Penyakit infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian Achadi, E. L, 2007. Sedangkan untuk angka kematian bayi 2,76 per 1000 kelahiran hidup dan jumlah kematian neonatal tahun 2010 sebanyak 54 bayi dan penyebab terbanyak yaitu BBLR sebesar 46. Meskipun untuk angka kematian masih jauh di bawah angka kematian nasional, namun sebagai daerah perkotaan dimana berbagai sarana telah tersedia, kualitas pelayanan kesehatan tentu saja harus lebih baik, sehingga bisa menekan jumlah kematian, terutama kematian ibu dan bayi Dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2010. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat mempunyai prevalensi KEK ibu hamil tertinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Prevalensi KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2009 sebesar 0,24 dan tahun 2010 meningkat menjadi 6,68. Angka ini melebihi prevalensi KEK ibu hamil Kota Tangerang Selatan yang hanya sebesar 1,26. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5 menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9 berarti harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19 menunjukkan situasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30 situasi rawan pangan gawat dan lebih dari 30 situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan menurut acuan Departemen Kesehatan 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko KEK, yaitu 20 dikategorikan ringan, 20-30 termasuk sedang, dan 30 dikategorikan berat. Berdasarkan data bulanan Puskesmas Ciputat, pada bulan Januari tidak terdapat ibu hamil yang KEK, tetapi pada bulan Februari terdapat 7 orang dari 25 ibu hamil, bulan Maret 6 orang dari 27 ibu hamil dan bulan April meningkat menjadi 13 orang dari 31 ibu hamil. Menurut Depkes 1995, penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington 1985 dalam Soetjiningsih 1995 faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan factor sosio-ekonomi. Menurut penelitian Azma di Kota Sukabumi 2003 pola konsumsi makan lauk nabati mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Saraswati di Kota Sukabumi 2005 dan penelitian Albugis di Depok Jawa Barat 2008 menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Berdasarkan penelitian Surasih di Kabupaten Banjarnegara 2005, pola konsumsi dan pantang makanan mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Mei 2011 yang dilakukan dengan cara pengukuran LILA dan wawancara pada 10 ibu hamil, didapatkan 60 ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80 pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40 ada pantang makanan selama kehamilan seperti telur, ikan, udang. Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan dan berdasarkan acuan Depkes 2003 dapat dikategorikan tingkat ringan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah