Kedudukan Akta Otentik dalam Sistem Hukum Pembuktian

Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 52 orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. vide Pasal 1857 KUHPerdata. 46

C. Kedudukan Akta Otentik dalam Sistem Hukum Pembuktian

Alat bukti yang diajukan dalam acara persidangan di Pengadilan dapat dikategorikan sebagai : alat bukti yang mencapai batas minimal yang ditentukan hukum dan alat bukti yang tidak mencapai batas minimal, dimana yang terakhir dapat dikategorikan menjadi 2 bagian lagi yaitu, sebagai alat bukti yang tidak sah atau tidak memenuhi syarat dan sebagai alat bukti permulaan atau begin van bewijs. Sebagai Batas Minimal Alat Bukti, Menurut M Yahya Harapan, Secara teknik dan populer dapat diartikan yaitu suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit hum terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebenaran yang dialilkan atau dikemukakan; apabila alat bukti yang diajukan di persidangan tidak mencapai batas minimal, alai bukti itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan. 47 Alat bukti yang sah atau memenuhi syarat adalah alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil, apabila alat bukti yang diajukan tidak memenuhi ke 2 syarat tersebut, maka alat bukti tersebut tidak sah sebagai alat bukti dan oleh karena itu tidak memenuhi batas minimal pembuktian. Alat bukti permulaan adalah alat bukti yang tidak memenuhi batas minimal pembuktian apabila tidak ditambah paling sedikit satu alat bukti lagi, contohnya sebagaimana tercantum dalam pasal 1905 KUHPerdata juncto pasal 169 HIR atas seorang saksi bukanlah saksi atau emus testis mullus testis; Agar dapat memenuhi ketentuan batas minimal, maka perlu ditambah satu alat bukti lagi. 48 Patokan yang dapat digunakan agar alat bukti yang diajukan di persidangan mencapai batas minimal pembuktian adalah tidak tergantung pada jumlah alat bukti 46 Lihat Lebih Lanjut Dalam Pasal 1857 KUlPerdata 47 Teguh Yowono, Pembuktian Akta Otentik Sebagai Alat Bukii, Semarang : FH Univesitas Diponegoro, 2005, Halaman 6 48 Ibid Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 53 atau sebagai faktor kuantitas, namun pada faktor Icualitas alat bukti yaitu alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil. Setiap alat bukt i mempunyai syarat formil dan materiil yang berbeda-beda, misalnya alat bukti saksi, seperti: Syarat formil, orang yang tidak dilarang menjadi saksi Pasal 1910 KIJBPerdata, Pasal 145 jo Pasal 172 HIR; mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sesuai Pasal 1911 KUHPerdata. Syarat materiil; keterangan yang diberikan berisi segala sebab pengetahuan bukan berdasarkan pendapat atau dugaan yang diperoleh dengan menggunakan pikiran sesuai pasal 1907 KUHPerdata jo Pasal 171 HIR, keterangan yang diberikan saling bersesuaian dengan yang lain atau alat bukti lain Pasal 1906 KUHPerdata jo Pasal 170 HIR. Tidak seperti di dalam sistem pembuktian dalam Hukum Pidana yang tidak mengenal alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan, maka di dalam sistem pembuktian dalam Hukum Perdata, setiap alat bukti memiliki batas minimal dan nilai kekuatan pembuktian yang berbeda-beda. Nilai kekuatan pembuktian atau bewijskracht yang melekat pada Akta Otentik diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata jo Pasal 285 RBG adalah sempurna atau volledig bewijskracht, dan mengikat atau bindende bewijskracht, sehingga Akte Otentik dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain Akta Otentik yang berdiri sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian. Namun yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah nilai pembuktian Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 54 yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya. Akta Otentik dapat saja mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna serta batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan atau begin van bewijs bij geschrifte yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan atau tegenbewijs yang setara dan menentukan. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan atau beslissend atau memaksa atau dwinged. Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.

D. Kriminalisasi Sengketa Pers di Indonesia