Kemerdekaan Pers dan Komitmen Elit Politik

Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 110 kepolisian tidak boleh memeriksa perkara ini. Apabila polisi tetap memeriksa perkara ini, sama artinya polisi melecehkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 dan Dewan Pers. 120

D. Kemerdekaan Pers dan Komitmen Elit Politik

Untuk itu, Aliansi j urnalis. Indonesia meminta agar Edhie Baskoro Yudhoyono menggunakan Hak Jawab terlebih dahulu. Dalam Hak Jawab tersebut, yang bersangkutan bisa menyampaikan fakta-fakta tandingan terhadap pemberitaan tigas media . itu. Apabila Edhie Baskoro Yudhoyono tidak puns dengan layanan Hak Jawab, yang bersangkutan bisa mengadu ke Dewan Pers. Kepada Dewan Pers yang bersangkutan dapat meminta agar Dewan Pers memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik jurnalis oleh media yang menulis berita tersebut. Aliansi Jurnalis Indonesia AJI juga perlu mengingatkan, kriminalisasi pemberitaan merupakan bentuk tekanan terhadap kebebasan pers. Oleh karena itu, Aliansi Jurnalis Indonesia meminta agar Edhie Baskoro Yudhoyono menghormati kebebasan Pers dengan menyelesaikan masalah ini sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan menghargai keberadaan Dewan Pers. Kemerdekaan pers yang notabene dihadirkan oleh elit politik tak lama setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri di tahun 1998, dalam dua tahun belakangan mulai dipertanyakan kembali, juga oleh elit politik. Kita tentu ingat sejumlah pernyataan dari para tokoh politik Indonesia, balk 120 ibid. Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 111 yang duduk di pemerintahan maupun di parlemen, yang terkesan tidak begitu senang menyaksikan pers yang merdeka di Indonesia. Keluhan adanya keberatan yang dari sejumlah kalangan masyarakat mengenai sepak terjang pers, seringkali pula dimanfaatkan oleh sebagai elit politik tadi untuk mengabsahkan tudingan mereka terhadap kemerdekaan pers. Termasuk juga lahirnya istilah pers kebablasan atau melampaui batas. Kemerdekaan pers ini juga tampak dari sejumlah peristiwa yang menimpa beberapa media di Indonesia, mulai dari tindakan anarkis dari sekelompok masyarakat, sampai kepada tindakan hukum yang menimpa sejumlah lembaga pers dan wartawan. Dalam hampir semua kejadian itu, amat jarang kita mendengar ada pernyataan elit politik yang mengecam, atau setidaknya memprihatinkan, situasi kemerdekaan pers yang jelas-jelas terancam. Tentu saja ada Segelincir elit politik yang masih peduli, dalam kasus hukum yang menimpa koran Tempo beberapa waktu lalu, misalnya, Ketua. MPR Amien Rais sempat berkunjung langusng ke kantor Tempo dan bertemu dengan pemimpin redaksi media yang bersangkutan fotonya kemudian dimuat di koran ini. Andaikata cara seperti ini lebih sering dilakukan oleh para elit politik, tentulah sedikit banyak akan berdampak positif, dan bukan mustahil pula membuat pihak-pihak yang ingin membungkam kemerdekaan pers berpikir lebih series sebelum bertindak. 121 Tugas semua pihaklah-lembaga pers, para wartawan, masyarakat secara lugs, Tanpa bermaksud untuk mengatakan bahwa. pers adalah makhluk yang can do no wrong alias tak bisa berbuat kesalahan. Tentu saja pers berpotensi untuk melakukan kesalahan. Namun kesalahan-kesalahan itu hendaknya juga ditempatkan pada konteksnya, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: pertama, kemerdekaan pers di Indonesia belumlah panjang usianya, baru lewat masa balita sehingga ibarat seorang bocah ia masih berjalan dengan tersandung-sandung di sana-sini. 121 Siaran Pers Margiono Ketua Umum AJI dan Nezar Patric, Koordinator Divisi Advokasi, Jakarta,8 April 2009. Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009. 112 dan elit politik, untuk itu mendewasakannya, Pers hares ter-us menerus radar diri bahwa kiner anya masih jauh dari sempuma sehingga hares melakukan pembenahan yang menyeluruh, terutama dalam segi standar profesionalisme dan etika, dilengkapi pula dengan pembenahan manajerial. J ika pers bersalah, tegurlah dengan proporsional termasuk menggnakan perangkat hukum yang mengatur pers, dalam hal ini Undang-Undang Pers, dengan niat konstruktif, dan bukan dengan keinginan tersembunyi untuk membatasi ruang gerak pers lewat berbagai cara. Kedua, haruslah pula dipahami bahwa sisi lemah yang dibawa oleh kemerdekaan pers seyogianyalah masih dapat ditoleransi dibandingkan manfaat yang dihadirkannya. Berbagai literatur telah menguraikan manfaat ini dengan panjang lebar, yang apaibla dirinci menunjukkan bahwa pers yang merdeka akan memainkan peran sebagai forum dialog yang demokratis, termasuk memberikan kesempatan bagi suara yang selama ini mungkin terabaikan, sebagai sumber infarmasi yang berharga, sebagai pelengkap atau bahkan bisa pula menjadi alai utama bagi proses pendidikan, serta sebagai alat kontrol yang efektif terhadap kineda penguasa dan proses pernbangunan. 122

E. Penyelesaian Sengketa Menurut Undang-Undang Pers dan Kode Etik