Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
28
Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999,
E. Keaslian Penelitian
Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian di dalam masalah yang sama, maka peneliti melakukan penelitian tentang Analisis Kekuatan Surat
Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999.
Demikian pula berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan hal diatas, maka ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan oleh
peneliti lain dalam judul dan permasalahan yang sama. Sehingga hal ini perlu dibahas dan diteliti lebih lanjut, yang akan bermanfaat
bagi keaneka-ragaman hukum perjanjian yang berkaitan dengan Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa
Pers Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999, sehingga dengan demikian maka penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
1. Kerangka Teori
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang tedalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi
kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat
manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
29
perjanjian. Hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal
tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak- hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak
tertentu. Pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mans satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian
tersebut yang bersifat sepihak.
23
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung carat pada syarat
subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan atau vernietigbaar. Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum
dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif hal dan causa yang
Padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.
Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal
tersebut adalah: Kesepakatan para pihak, Kecakapan untuk membuat perikatan, misalnya cukup umur, tidak dibawah pengampuan dan lain lain, menyangkut hat
tertentu Berta adanya causa yang halal.
23
Lihat Lebih Lanjut Dalam Burgelijk Wetboek BW yang kemudian diterjemahkan oleh Prof R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata
KUHPerdata
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
30
halal, maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya
dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, dimana hat tersebut di tegaskan ;
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, Perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik
kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata
pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan,
kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat sesuai dengan Pasal 1337 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka
perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan
dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi Surat peringatan terlebih dahulu somasi. Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak
telah melanggar ketentuan per anjian, dimana hal ini harus jelas dicantumkan pasal dan ayat yang dilanggar. Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya
hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
31
dilayangkan. Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi
berikutnya kedua dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan
gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjukditentukan dalam perjanjian.
Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan: debitur dinyatakan lalai dengan Surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan
dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Sebagai konsekwensi atas
perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan
perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestasi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya,
kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu,
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan.
“Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam pelaksanaan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
32
tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.” “Berbeda halnya, jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau
hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana
dinyatakan diatas tidak perlu dilakukan Pasal 1245 KUHPerdata. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak,
tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai
berikut : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3.
Suatu hal tertentu 4.
Suatu sebab yang halal Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
overeenscomsrecht. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
33
yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Maka
hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dan Perjanjian adalah sumber perikatan.
Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan
suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian atau kontrak dapat dikemukakan dengan Adanya
kaidah hukum. Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni
tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah- kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti jual beli
lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas
kebebasan berkontrak atau freedom of contract, asas konsensualisme atau concsensualism, asas kepastian hukum atau pacta sunt servanda, asas itikad
baik atau good faith dan asas kepribadian atau personality. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata.
Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya per anjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan
asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
34
formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
24
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensimlisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan
perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata yang dalam hukum adat disebut secara kontan.
25
Asas kepastian hukum atau disebut jugs dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
Undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa tedadinya suatu
perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dart dikuatkan dengan sumpah.
Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan
bentuknya, yaitu tertulis baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan. Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat.
Yang artinya bahwa tedadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah berkaitan
dengan bentuk perjanjian.
26
Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan.
24
Dalam hukum perdata di kenal adanya asas dalam hukum per anjian yaitu; asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract, asas konsensualisme atau concsensualism, asas kepastian hukum
ataupacta sunt servanda asas itikad baik atau good faith dan asas kepribadian ataupersonality. Asas konsensualisme ini dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata.
25
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman
26
Muslim Abdurahman, Azas Itikad Baik dalam Hukum Perikatan, Jakarta, Warta Bangsa, 2006, halaman. 17
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
35
Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacts sent servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudes pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja. Asas
Itikad Baik atau good faith, yang mana asas itikad baik tersebut tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang berbunyi; Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak .
27
Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah
laku yang nyata dan subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan Berta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan atau penilaian
tidak memihak menurut norma-normsa yang objektif. Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan danatau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan. Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian,
orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi, Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Hal ini
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
27
Muslims Abdwahman, as Itikad Baik Dalam Hukum Perikatan, Jakarta, Penerbit: Warta Bangsa, 2006, halaman 17.
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
36
bagi mereka yang membuatnya. “Ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal
1317 KUH Perdata yang menyatakan, Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau
suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.
28
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson, dimana pengertian Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Di dalam Pasal.
1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat konsensus.
Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum,
dimana akibat hukum itu adalah timbulnya hak dan kewajiban. Sejak jaman Belanda, memang ada pejabat-pejabat tertentu yang ditugaskan untuk
membuat pencatatan-pencatatan serta menerbitkan akta-akta tertentu mengenai keperdataan seseorang, seperti misalnya kelahiran, perkawinan,
kematian, wasiat dan perjanjian-perjanjian diantara para pihak, dimana hasil atau kutipan dari catatan-catatan tersebut dianggap sebagai akta yang
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan pejanjiankontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang
ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan
untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan
demikian, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup yang luas.
28
Ibid, halaman 17
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
37
otentik.
29
1. Bentuknya yang bebas
Bentuk dari akta notaris, akta perkawinan, akta kelahiran dan lain lain, sudah
ditentukan format dan isinya oleh Undang-Undang. Namun ada juga akta-akta yang bersifat perjanjian antara kedua belah pihak yang isinya berdasarkan kesepakatan dari
kedua belah pihak sesuai dengan azas kebebasan berkontrak. Akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang,
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, Kalau disangkal mengenai kebenarannya, maka penyangkal harus membuktikan mengenai ketidak
benarannya. Berbeda dengan akta otentik, akta di bawah tangan memiliki ciri dan kekhasan tersendiri, berupa:
2. Pembuatannya tidak harus di hadapan pejabat umum
3. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama tdk disangkal oleh
pembuatnya 4.
Dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian tersebut harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi dan bukti lainnya.
Oleh karena itu, biasanya dalam akta di bawah tangan, sebaiknya dimasukkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat
pembuktian.
30
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang selanjutnya disebut juga Undang-undang Pers, sangat terlihat keinginan komunitas pers untuk
mengatur dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Dewan Pers sebagai lembaga independen yang anggotanya dipilih dari dan oleh komunitas pers sendiri dan
juga mempunyai fungsi dan kewenangan legislasi dan sedikit kewenangan yudisial dalam sengketa pers sebagaimana terlihat dalam Pasal 15.
31
29
Ibid, halaman 8.
30
Budi Ansari, Melihat Kekwan Akta Bawah Tangan, Jakarta.
,
Djendela Masa, 2001, halaman 12
31
Lihat Lebih Lanjut Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 15
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
38
Undang-undang Pers ini juga menegaskan jaminan kemerdekaan pers sebagaimana yang dinyatakan Pasal 2 dan Pasal 4.
Undang-undang Pers sendiri memuat mekanisme yang mengatur tentang hak masyarakat untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak untuk
memperoleh informasi yang diperlukan. Hak ini secara khusus diatur dalam Pasal 17 Pasal 1 angka 11, 12, dan 13, dan Pasal 15 ayat 2 huruf d .
Pengaturan ini tentang mekanisme penyelesaian sengketa pers menjadi kekhasan dalam Undang-undang ini. Beberapa mekanisme penyelesaian
sengketa pers yang diatur dalam Undang-undang Pers adalah: 1.
Penggunaan Hak Jawab Adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya
2. Penggunaan Hak Koreksi
Adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain
3. Penggunaan Kewajiban Koreksi Adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi,
data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
32
Undang-undang Pers juga menerapkan asas imunitas bagi penyingkapan somber informasi dalam pemberitaan pers yang dikenal dengan hak tolak yaitu hak
wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas Meskipun Undang Undang Pers tidak mengatur secara kaku tentang
bagaimana penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa pers, tetapi kiranya Dewan Pers telah mengambil sikap sebagai forum konsiliasi dimana Dewan Pers bertindak
sebagai konsiliator.
32
Zakaria Gitmo, Op. Cit, halaman. 3.
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
39
lainnya dari somber berita yang harus dirahasiakannya. Hak tolak ini dipergunakan untuk mempertanggungjawabkan pemberitaan di
depan hukum jika keterangan tersebut diminta oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Namur hak tolak ini dapat dibatalkan oleh putusan pengadilan
atas dasar kepentingan atau keselamatan negara atau ketertiban umum.
2. Kerangka Konsepsi