Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
59
negara.
58
F. Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA, Nomor 13 Tahun 2008
Pers menjadi tiga kepentingan yang berbeda untuk negara, ekonomi dan masyarakat. Menurutnya, sanksi terhadap wartawan, adalah mendisplinkan, bukan
sanksi yang mematikan media dan wartawan. Kalau ada media diberikan saksi denda 10 miliar, dan media tutup, masyarakat dirugikan.
Keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 13 Tahun 2008 memberi peluang Undang-undang Pers dapat lebih efektif dilaksanakan. SEMA
tersebut menganjurkan hakim yang menyidangkan kasus pers untuk meminta keterangan ahli dari Dewan Pers. Bila berita pers yang diperkarakan adalah karya
jurnalistik, payung hukumnya adalah dengan mempedomani ketentuan Undang- undang Pers.
59
Dewan Pers menolak kriminalisasi pers atau pemenjaraan wartawan terkait karya jurnalistik. Sebab sanksi semacam itu dapat melumpuhkan fungsi kontrol pers.
Namun, berita pers yang bertujuan malpraktik, seperti untuk memeras, dapat diproses dengan KUHP. Dewan Pers menolak ketentuan pembredelan pers dan
menolak politik hukum yang mengkriminalkan pers, karena dua alas kendali kekuasaan itu akan melumpuhkan fungsi kontrol pers.
60
Pada kesempatan yang sama, Hakim Agung Mahkamah Agung, Andi Abu Ayyub menielaskan, SEMA Nomor 13 Tahun 2008 bukan sebuah dasar hukum
namun menjadi acuan untuk mengisi kekosongan. Supaya hukum jangan kaku. Orang yang dapat memberi keterangan ahli dari Dewan Pers, tidak harus lulusan sarjana
58
Ibid
59
Leo Batubara, Wakil Ketua Dewan Pers, dalam diskusi Saksi Ahli Bidang Pers
60
Ibid.
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
60
hukum. Syarat yang terpenting, is memiliki keahlian di bidang pers
61
G. Penyelesaian Sengketa Pers
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Sumatera Utara, Ronny Simon mengungkapkan, saat sengketa pers ada di
tingkat penyidikan, banyak penyidik yang tidak memahami Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Pertanyaan yang sering diajukan oleh penyidik, menurut Ronny, menyangkut siapa yang bertanggung jawab terhadap berita serta bagaimana proses pemuatan
berita ter jadi. la merekomendasikan Dewan Pers membuat pedoman mengenai keterangan ahli di bidang pers yang dapat menjadi acuan bagi organisasi wartawan.
Kemerdekaan pers yang bisa kita mkmati sekarang bukan datang dengan sendirinya namun buah dari pergulatan panjang. Setiap tahap atau tingkat pergulatan
itu dapat kita lihat dari peraturan perundang-undangan yang meregulasi pers. lbaratnya dari kepompong hingga kupu-kupu yang bisa terbang bebas seperti
sekarang. Namun tafsir atas kebebasan pers sering mengalami distorsi makna dan
praktik yang selalu dianggap tidak bertanggung jawab. Pers bebas yang dikehendaki sebagian besar jurnalis sering mendapat tantangan terlebih ketika
melihat dari realita. Meningkatnya gugatan terhadap media massa atau pers. Prinsip-prinsip jurnali8tik, kode etik jurnalis dan Undang-undang Pers acap
kali tidak implemetatif SehiDgga kasus-kasus pers bermunculan. Dalam situasi demikian adalah benar kemudian Undang-undang Pers menetapkan
adanya suatu badan yakni Dewan Pers sebagai institusi penyelesaian
61
Andi Abu Ayoub, SEMA Nomor 13 Tahun 2008, supaya hukum jangank kaku, Penjelasan Hakim Agung MA, dalam diskusi Saksi Ahli Bidang Pers yang digelar Dewan Pers di Jakarta, rabu 15
April 2008.
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
61
Sengketa pers.
62
Hal ini bukanlah suatu kesalahan apabila korban mengacu pada Pasal 19, Ketentuan Peralihan, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,
yang mengatakan; 1 Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundangundangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau
lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-
undang ini .
63
Namun, jangan lupa prinsip-prinsip hukum umum dan bangsa beradab meyebabkan kita perlu menempuh penyelesaian sengketa pers. Disemua negara-
Menurut ayat dalam pasal ini, bila ditafsirkan dalam kepentingan korban dapat ditempuh dengan laporan ke polisi untuk pidana dan gugatan bila menyangkut
perdata. Namun, tidak ada suatu keharusan untuk menempuh penyelesaian sengketa pers dengan mengajukannya ke Dewan Pers atau penggunaan hak jawab.
Korban dengan atau melalui kuasa hukumnya dapat mengirimkan Surat Teguran demikian juga permintaan ralat atau hak jawab kalau merasa teguran tidak di
gubris langsung melaporkan ke polisi atau gugatan. Paham legisme yang diadopsi di republik ini menuntun kita untuk patuh
kepada hukum positif dan apa yang diaturnya. Undang-undang Pers pun sejatinya tidak menutup pinto untuk laporan polisi atau gugatan. Lantas apa dasar bila terjadi
sengketa yang memang kepentingan korban harus dilindungi tetapi harus dengan berlama-lama berdialog, bermediasi di Dewan Pers sementara kerugian korban terns
berakumulasi.
62
Kie Chang Liem, Pers di Indonesia dan Upaya Penyelesaiannya Sengketa Pers, Jakarta; Radar, Terbitan 3 Januari 2009, halaman 4.
63
Leo Batubara, Op. Cii, Dalam Diskusi Saksi Ahli Bidang Pers yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Rabu 15 April 2009.
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
62
negara demokrasi sengketa pers diselesaikan tidak dengan pemidanaan melainkan dengan jalur perdata, yakni dengan jalan mengkompensasi kerugian korban secara
proporsional. Kasus pers di Amerika Serikat selalu telak dengan adanya Amandemen Pertama Konstitusi AS yang jelas menjamin kebebasan pers.
Di Indonesia gugatan atas media dapat tidak ada ukuran jelas atas kerugian yang dikompensasi atau kadar proporsionalitasnya. Dalam kasus Haji
Muhammad Soeharto melawan Time Magazine, Inc, Majelis Hakim Kasasi menjatuhkan vonis Rp. 1 Triliyun setara dengan 100 juta USD kurs 1 USD
= Rp. 10.000,-, Praktik ini dalam Undang-undang Pers hendak dibatasi dengan denda. Rp. 500 juta namun bagaimana bila asset media atau pers
hanya 2-3 Milyar Rupiah. Membayar Rp. 500 juta sama dengan menghabiskan semua keuntungan dan sekian persen asset perusahaan, belum
termasuk bila harus di vonis mengiklankan permintamaafan.
64
Ketiadaan proporsionalitas dalam penghukuman ini yang membuat keter-ketir kalangan media massa atau pers. Guna menjembatani kepentingan korban dan media
massa itu Dewan Pers mengambil peran kunci dalam penyelesaian sengketa pers. Demikian pula, korban sepatutnyalah menghormati lembaga penyelesaian sengketa
pers dan media massa pers tidak pula patut berteriak-teriak kebebasan dan Hak Asasi Manusia telah disingkirkan. Dengan penyelesaian sengketa pers model ini, kits
berharap pers lebih terlindungi dari upaya-upaya hukum yang kontra produktif bagi Bahkan dalam kasus, Asian Agri Group melawan Majalah Tempo, biaya Man
permintaan maaf diberbagai stasiun televisi dan media cetak hampir 5 kali lipat denda maksimal sebagaimana diatur Undang-undang Pers. Jelas sama dengan yang
selalu didengungkan kalangan pers pembangkrutan atau bredel gaya baru.
64
Hendrayana, Op.Cit, saat membuka acara Workshop Aparatur Perspektif Pers di Indonesia yang digelar oleh AJI Batam, LBH Pers, USAID, DRSP di Panorama Regency
Fransiska Delima Silitonga : Analisis Kekuatan Surat Perjanjian Perdamaian Dibawah Tangan Dalam Kasus Penyelesaian Sengketa Pers Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, 2009.
63
kemerdekaan pers. Hal ini bukanlah tidak mungkin ketiadaan standar hukum atau setidaknya yurisprudensi yang mampu menjadi rujukan bagi para penegak hukum
dalam berhadapan dengan pers. Selain itu secara ekonomis, perkembangan industri media atau pers di masa
sekarang tumbuh menjadi basis ekonomi yang penting. Hal ini bukan saja karena semakin banyaknya pers yang tumbuh dan menyerap tidak hanya tenaga profesional
tapi juga angkatan kerja pendukung. Tapi juga, industri pers telah melahirkan dan menjadi lahan suburnya industri kreatif, terlihat dengan munculnya media online,
industri iklan dan sebagainya. Disisi lain, perlindungan korban tidak dapat diabaikan begitu saja atas narna demokrasi dan kemerdekaan pers. Pers atau media harus
bertanggung jawab atas pencemaran yang mereka buat.
H. Kriminalisasi Kasus Bersihar Lubis Dalam Sengketa Pers