Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian

Tabel 4.3. Hasil Uji Autokorelasi DW tabel DL DU DW hitung Kesimpulan 1,336 1,710 1,755 Tidak ada autokorelasi Sumber: Output Eviews Least Square Method Diketahui dari Tabel 4.3 tersebut, bahwa nilai DW hitung sebesar 1,755 lebih besar daripada nilai DU pada DW tabel, sehingga dengan kriteria dudw4-du, maka terletak pada daerah tanpa kesimpulan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model yang diuji ini terbebas dari persoalan autokorelasi.

4.3. Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian

Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas independent variable terhadap variabel terikat dependent variable dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda. Hasil perhitungan analisis regresi ganda dengan menggunakan program Eviews Versi 5.1 lampiran hasil regresi dapat dilihat seperti data berikut: Y = 7513,37 + 0,460Kurs - 129,35SBI + 49,58INF + 0,483DJ Std Error 0.073 42.873 19,97 0.035 t-statistic 6.327 -3.017 2.481 13.584 R 2 = 0.768 F-Statistic = 47.316 R 2 = 0.752 Prob-Stat = 0.00000 Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat menunjukkan bahwa R 2 = 0.768 yang bermakna bahwa variabel independen kurs, SBI, inflasi dan indeks Dow Jones mampu menjelaskan variasi IHSG sebesar 76,8 persen dan sisanya sebesar 23.2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam modal estimasi. Dari hasil uji simultan serempak yang dilakukan melihat signifikansi secara bersama-sama variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat dependent variable. Dari estimasi tersebut diperoleh nilai F-Statistik sebesar 47.316 yang berarti secara bersama-sama SBI, inflasi dan indeks dow jones dapat mempengaruhi IHSG dengan tingkat keyakinan 95 persen. Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara partial dilakukan dengan membandingkan nilai t- hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi sig pada hasil estimasi. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai t-hitung variabel probabilitas pada kurs sebesar 0,000 g 0.05 sehingga kurs berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Kemudian untuk SBI walaupun nilainya negatif, namun nilai probabilitas sebesar 0,0038 g 0.05 sehingga SBI masih berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kemudian inflasi nilai probabilitas sebesar 0,016 g 0.05 sehingga inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Untuk indeks Dow Jones masih signifikan di mana probabilitas 0,000 g 0.05. Berdasarkan hasil uji kesesuaian data diketahui bahwa semua variabel memiliki pengaruh yang nyata terhadap IHSG. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa: 1. Koefisien regresi untuk kurs sebesar 0,460 mengandung arti bahwa peningkatan terhadap 1 RpUS nilai kurs maka IHSG juga akan meningkat sebesar 0,460 basis point, ceteris paribus. Hasil elastisitas kurs terhadap IHSG diperoleh sebagai berikut: 8 , 2 18 , 6 46 , 35 , 1520 29 , 9396 46 , = = ∂ ∂ = ∂ ∂ = x x IHSG Kurs x Kurs IHSG X Y Kurs s Elastisita 2,8 1 berarti elastis. Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai positif yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan kurs maka IHSG juga akan meningkat, kemudian hasil elastisitas menunjukkan nilai elastis, artinya persentase peningkatan terhadap kurs akan menghasilkan persentase penambahan terhadap IHSG yang lebih besar. Adanya pengaruh antara kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang berasal dari Octavia 2007 yang menyatakan secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah US terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai t hitung lebih besar dari ttabel 6,327 2,034 dan signifikansi sebesar 0,000. Jadi terbukti bahwa kurs memiliki pengaruh yang nyata terhadap IHSG. Meskipun hasil tersebut bertolak belakang dengan Gupta 2000 yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat bunga, nilai tukar, dan harga saham. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sitinjak dan Kurniasari 2003 dan mereka menyimpulkan bahwa kurs berpengaruh signifikan negatif dan SBI berpengaruh signifikan positif terhadap pasar saham. Persamaan ataupun perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena Gupta 2000 menggunakan data sebelum terjadinya krisis moneter di Indonesia 1993-1997, sedangkan Sitinjak dan Kurniasari 2003 serta penelitian ini menggunakan data setelah krisis monetersedang dalam masa pemulihan krisis moneter 1999-Sekarang. Sehingga antara pasar uang dan pasar modal di Indonesia saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Setelah diuji secara parsial, Nilai Tukar RupiahUS mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap IHSG karena nilai thitung ttabel 6,327 2,034 dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ajayi dan Mougoue 1996 yang menunjukkan adanya hubungan dinamis antara harga saham dan nilai tukar di 8 delapan negara maju Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Demikian juga penelitian Sudjono 2002, memiliki pendapat yang senada bahwa variabel ekonomi makro yang direfleksikan dengan nilai rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Hal ini dapat dijelaskan bahwa terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Kemudian bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pula pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok. Begitu pula sebaliknya, jika nilai rupiah meningkat maka besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa menurunkan biaya produksi, serta meningkatkan laba perusahaan. 2. Koefisien regresi untuk SBI sebesar -129,350 mengandung arti bahwa peningkatan terhadap 1 persen nilai SBI maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar 129,350 persen, ceteris paribus. Hasil elastisitas SBI terhadap IHSG diperoleh sebagai berikut: 133.561,55 56 , 1032 35 , 129 10 , 9 29 , 9396 35 , 129 = = ∂ ∂ = ∂ ∂ = x x IHSG SBI x SBI IHSG X Y SBI s Elastisita 1 berarti elastis. 133.561,55 Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai positif yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan SBI maka IHSG juga akan meningkat, kemudian hasil elastisitas menunjukkan nilai elastis, artinya persentase peningkatan terhadap SBI akan menghasilkan persentase penambahan terhadap IHSG yang lebih besar. Kesimpulan ini mempertegas penelitian Lee 1992 serta Sitinjak dan Kurniasari 2003 yang menyimpulkan bahwa Tingkat Bunga berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Berdasarkan hasil tersebut berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan emiten untuk memenuhi kewajibanutang kepada bank sehingga dapat menurunkan laba perusahaan dan akhirnya harga saham pun turun. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Sedangkan sebaliknya, jika tingkat suku bunga turun, maka beban perusahaan pun menurun sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan yang akhirnya dapat meningkatkan pembagian jumlah dividen kas kepada investor, kemudian harga saham perusahaan pun meningkat. 3. Koefisien regresi untuk inflasi sebesar 49,580 mengandung arti bahwa peningkatan terhadap 1persen nilai inflasi maka IHSG juga akan meningkat sebesar 49,580 point Ceteris paribus. Hasil elastisitas inflasi terhadap IHSG diperoleh sebagai berikut: 50.145,71 41 , 1011 58 , 49 29 , 9 29 , 9396 58 , 49 = = ∂ ∂ = ∂ ∂ = x x IHSG Inflasi x Inflasi IHSG X Y Inflasi s Elastisita 50.145,71 1 berarti elastis. Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai positif yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan inflasi maka IHSG juga akan meningkat, kemudian hasil elastisitas menunjukkan nilai elastis, artinya persentase peningkatan terhadap inflasi akan menghasilkan persentase penambahan terhadap IHSG yang lebih besar. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Handayani 2007 yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Naiknya inflasi disebabkan adanya kenaikkan jumlah uang beredar, turunnya suku bunga dan permintaan masyarakat akan barang juga meningkat. Inflasi yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 hingga mencapai level di atas 18 persen pertahun. Tingginya inflasi tersebut disebabkan adanya adanya peningkatan dari permintaan masyarakat akan barang sehigga nilai uang akan menurun, di mana pergerakan harga-harga yang secara terus-menerus mendorong terjadinya inflasi. Turunnya inflasi juga terjadi akibat membaiknya kondisi ekonomi khususnya awal tahun 2004, di mana tidak terjadi penyebab naiknya inflasi seperti pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terpenuhi dan daya beli yang tidak signifikan mengalami peningkatan, oleh sebab itu rendahnya inflasi dapat dikatakan sebagai efek membaiknya kondisi ekonomi baik dalam permintaan maupun penawaran barang yang relatif seimbang. 4. Koefisien regresi untuk indeks Dow Jones sebesar 0,483 mengandung arti bahwa peningkatan terhadap 1 point nilai Dow Jones maka IHSG juga akan meningkat sebesar 0,483 point, ceteris paribus. Hasil elastisitas Dow Jones terhadap IHSG diperoleh sebagai berikut: 0,40 84 , 48 , 64 , 11226 29 , 9396 48 , Jones Dow Jones Dow Jones Dow = = ∂ ∂ = ∂ ∂ = x x IHSG x IHSG X Y s Elastisita 0,40 1 berarti inelastis. Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai positif yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan Dow Jones maka IHSG juga akan meningkat, kemudian hasil elastisitas menunjukkan nilai elastis, artinya persentase peningkatan terhadap Dow Jones akan menghasilkan persentase penambahan terhadap IHSG yang lebih kecil. Peningkatan indeks Dow Jones pada tahun 2004 disebabkan kondisi ekonomi Amerika dan dunia yang membaik sedangkan penurunan indeks Dow Jones terjadi karena kondisi krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan di dunia. Krisis subprime morgage mendorong turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan Amerika Serikat sehingga saham- saham hampir semuanya mengalami penurunan. Berdasarkan nilai elastisitas diketahui bahwa total elastisitas sebesar 173.710,46 Kurs=2,8, SBI=123.561,55, Inflasi=50.145,71,Dow Jones=0,40. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa nilai total elastisitas untuk kurs, SBI, inflasi dan Dow Jones mempunyai tingkat elastisitas di atas 1 173.710,46 1, yang digolongkan bersifat elastis. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan terhadap variabel independen akan meningkatkan variabel dependen yang lebih besar lagi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi IHSG sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan IHSG tergolong tinggi. Dengan tingkat R 2 = 0.768 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian Test of goodness of fit cukup baik, dan hanya 0.232 persen dari determinan yang mempengaruhi IHSG dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. 2. Secara serempak simultan variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada g = 5 persen terhadap IHSG. Dari koefisien masing- masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel kurs, SBI dan inflasi sangat signifikan mempengaruhi IHSG. 3. Berdasarkan nilai elastisitas diketahui bahwa total elastisitas sebesar 173.710,46 Kurs=2,8, SBI=123.561,55, Inflasi=50.145,71,Dow Jones=0,40. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa nilai total elastisitas untuk kurs, SBI, inflasi dan Dow Jones mempunyai tingkat elastisitas di atas 1 173.710,46 1, yang digolongkan bersifat elastis.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh The Fed Rate, Indeks Dow Jones Dan Nikkei 225 Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2013

9 83 85

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

2 39 90

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

Analisis pengaruh harga emas dunia, variabel makro ekonomi dan indeks dow Jones terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia ( BEI)

0 7 135

Pengaruh indeks Dow Jones dan kurs mata uang Rupiah terhadap perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI0

0 15 1

Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs Rupiah dan Tingkat SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

0 0 1

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI , TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 8