Capital Asset Pricing Model CAPM

dibandingkan dengan gelombang 3. Investor yang mengetahui hal ini akan mulai mengadakan transaksi short-selling. Pada saat ini saham dapat bergerak kembali ke gelombang 1, atau mulai mengkoreksi diri. 6. Gelombang ABC Saat ini saham akan mengkoreksi dengan melakukan gerakan turun, naik dan turun. Volatilitas pada periode ini biasanya berkurang dibandingkan dengan kelima gelombang sebelumnya, karena pasar sedang mengevaluasi ulang dan sedang dalam tahap istirahat. Berdasarkan teori random walk dan teori Elliot Wave yang telah dijelaskan di atas maka diduga pergerakan IHSG sangat erat kaitannya dengan kedua teori tersebut. Pergerakan IHSG memang tidak bisa diprediksi secara tepat, namun secara umum pergerakan IHSG akan berfluktuasi mengikuti pola Elliot seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 2.1.

2.5. Capital Asset Pricing Model CAPM

Financial Accounting Standar Board FASB mendefinisikan nilai tukar sebagai rasio antara satu unit mata uang dan jumlah mata uang lainnya yang dapat ditukar pada suatu waktu tertentu. Gain atau loss transaksi mata uang asing akan dimasukkan dalam laba bersih pada periode terjadinya transaksi nilai tukar. Dalam usaha untuk menentukan apakah kerugian dari nilai tukar berpengaruh terhadap reaksi pasar modal maka digunakan harga saham sebagai proxy. Bodie et al. 2005 menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model CAPM merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model CAPM memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian expected return. Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, Capital Asset Pricing Model sudah luas digunakan karena Capital Asset Pricing Model akurasi yang cukup pada aplikasi penting. Capital Asset Pricing Model CAPM mencoba untuk menjelaskan hubungan antara risk dan return. Dalam penilaian mengenai risiko biasanya saham biasa digolongkan sebagai investasi yang berisiko. Risiko sendiri berarti kemungkinan penyimpangan perolehan aktual dari perolehan yang diharapkan possibility, sedangkan derajat risiko degree of risk adalah jumlah dari kemungkinan fluktuasi amount of potential fluctuation. Risiko ada dua macam, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang dialami oleh semua investasi tanpa terkecuali. Oleh karena itu risiko ini dinamakan juga risiko pasar market risk. Namun demikian besar kecilnya risiko sistematis tiap investasi, termasuk juga saham, sangat berbeda. Sedang risiko tidak sistematis adalah risiko yang hanya dialami oleh investasi tersebut, yang bisa disebabkan oleh faktor manajemen, ciri khusus jenis industri, jenis persaingan usaha dan sebagainya. Untuk mengatasi risiko ini maka biasanya investor mengkombinasikan investasinya dalam berbagai macam asset, yang dinamakan portofolio. Markowitz dalam Bodie et al. 2005 mengembangkan suatu bentuk diversifikasi yang efisien, yang bisa menurunkan risiko tanpa menurunkan return portofolio. Markowitz menyarankan agar portofolio seharusnya adalah pengkombinasian asset-asset yang berkorelasi kurang dari positif sempurna agar dapat mengurangi risiko. Sharpe dalam Bodie et al. 2005 menyempurnakan model portofolio Markowitz ditambah dengan asumsi: 1 adanya tingkat bebas risiko; 3 investasi bisa dipecah-pecah dalam bentuk yang sekecil mungkin; 3 adanya kebebasan short sales 4 semua aktiva bisa diperjualbelikan. Dengan demikian maka portofolio yang efisien suatu garis pasar modal capital market line yang intersepnya adalah tingkat bebas risiko rf. Untuk mengambarkan trade-off antara risiko dan return untuk seluruh surat berharga, baik yang efisien maupun yang tidak, maka ukuran yang dipakai bukanlah varian, tetapi adalah risiko sistematisnya . Hubungan antara risiko sistematis dengan return tersebut apabila digambarkan dalam suatu model akan membentuk Capital Asset Pricing Model CAPM. Model tersebut bisa dituliskan: ERi = Rf + [ERm-Rf] i 2.1 Di mana: ERi = return yang diharapkan dari surat berharga i = fungsi dari risiko sistematis tingkat bunga. ERm-Rf] dinamakan dengan harga risiko atau premi risiko, yaitu selisih antara return pasar saham yang diharapkan ERm dengan tingkat bebas risiko Rf yang diukur dari SBI. Namun demikian dalam kenyataannya akan senantiasa terdapat surat-surat berharga yang returnnya di luar yang diharapkan CAPM. Penyebabnya antara lain: 1 adanya biaya transaksi; 2 adanya pajak capital gain yang membuat para investor enggan menjual surat-surat berharga yang ternilai rendah oleh CAPM undervalued; 3 adanya ketidaksempurnaan informasi pasar. Oleh karena itulah dalam kenyataannya CAPM lebih merupakan sebuah band daripada sebuah garis. Demikian pula apabila unsur tingkat bebas risiko Rf dihilangkan dari model, karena dalam kenyataan tidak mungkin investor bisa meminjam dan meminjamkan pada tingkat yang sama, maka akan membentuk Zero Beta CAPM, dengan model sebagai berikut: ERi = ERz + [ERm-ERz] i 2.2 Di mana: Rz = asset yang tidak berkorelasi dengan portofolio pasar ini misalnya adalah obligasi pemerintah yang berjangka panjang, yang mempunyai return riil yang tetap suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, mudah diperjualbelikan, dan bisa dipecah- pecah dalam satuan yang kecil-kecil. Saham berisiko dapat dikombinasi dalam sebuah portofolio menjadi investasi yang lebih rendah risiko daripada saham biasa tunggal. Diversifikasi akan mengurangi risiko sistematis systematic risk, tetapi tidak dapat mengurangi risiko yang tidak sistematis unsystematic risk. Unsystematic risk adalah bagian dari risiko yang tidak umum dalam sebuah perusahaan yang dapat dipisahkan. Systematic risksystematic risk. adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan yang berhubungan dengan seluruh pergerakan pasar saham dan tidak dapat dihindari. Informasi keuangan mengenai sebuah perusahaan dapat membantu dalam menentukan jumlah. Investor biasanya menghindari risiko, investor menginginkan perolehan tambahan additional returns untuk menanggung risiko tambahan additional risks. Oleh karena itu saham berisiko tinggi High-risk securities harus mempunyai harga yang menghasilkan perolehan lebih tinggi daripada perolehan yang diharapkan dari saham berisiko lebih rendah. Persamaan risiko dan perolehan Equation Risk and Return adalah: Rs = Rf + Rp 2.3 Rs = Expected Return on a given risky security Rf = Risk-free rate Rp = Risk premium nilai tukar Bila nilai = 1 artinya adanya hubungan yang sempurna dengan kinerja seluruh pasar seperti yang diukur indek pasar market index, contohnya nilai yang diukur oleh Dow-Jones Industrials dan Standard and Poor’s 500-stock-index. Hubungan ini dapat digambarkan dalam contoh pada gambar. adalah ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa dengan seluruh tren dalam pasar saham. Bila 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada pasar. 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah daripada indek pasar secara umum general market index. Perubahan persamaan risiko dan perolehan Equation Risk and Return dengan memasukan faktor dinyatakan sebagai: Rs = Rf + s Rm – Rf 2.4 Rs = Expected Return on a given risky security Rf = Risk-free rate Rm = Expected return on the stock market as a whole s = Stock’s beta, yang dihitung berdasarkan waktu tertentu CAPM bertahan bahwa harga saham tidak akan dipengaruhi oleh unsystematic risk, dan saham yang menawarkan risiko yang relatif lebih tinggi higher s akan dihargai relatif lebih daripada saham yang menawarkan risiko lebih rendah lower s. Riset empiris mendukung argumen mengenai s sebagai prediktor yang baik untuk memprediksi nilai saham di masa yang akan datang future stock prices. Prediksi nilai saham juga dipengaruhi oleh adanya inflasi. Dampak inflasi terhadap harga saham dapat dijelaskan dengan membedakan variabel riil dengan variabel nominal Manurung, 2009. Hubungan variabel nominal dengan variabel riil dari penilaian saham dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 1 1 − + + = π R g g 2.5 1 1 1 − + + = π R k k 1 1 1 − + + = π R ROE ROE R D D 1 1 π + = 2.6 1 1 1 1 1 1 − + + − + + = π π R R R ROE xROE b b Di mana: [......] R = nilai riil variabel π = tingkat inflasi Misalkan ekpektasi pertumbuhan pendapatan tanpa dampak inflasi [b] adalah 4 persen. Diketahui E 1 =Rp 1 per lembar, ROE R = 10 persen, b R 0.01 dan k R =10 persen. Harga Saham [P ], ekspektasi hasil dividen riil [D IR P , dan tingkat apresiasi modal riil [G R ] masing-masing adalah Rp 10, 0.6 persen, dan 4 persen [1-0,41,10- 0,04, 1-0,4x110, dan 0,4 x10 ]. Jika penerimaan dan dividen tidak dipengaruhi inflasi dan ekspektasi inflasi 6 persen maka tingkat pertumbuhan dividen nominal [g], ekspektasi hasil dividen nominal [D 1 P ], ekspektasi ROE dan tingkat laba ditahan niminal [b] masing-masing adalah 10,24 persen,6,36 persen, 16,56 persen, dan 0,6169 [1,04,x1,06-1, 0,06x1,06,1,10 x 1,06-1,dan 0,10240,166]. Semua asumsi di atas mengimplikasikan bahwa semua investor akan memilih portofolio berisiko dengan cara duplikasi aset atau portofolio pasar M yang mencakup semua aset yang diperdagangkan. Tidak hanya portofolio pasar pada batas efisien tetapi juga alokasi modal efisien pada garis alokasi modal semua untuk investor. Akibatnya garis pasar modal capital market line merupakan garis di mana tingkat bunga bebas risiko melalui portofolio pasar M. Premi risiko pada portofolio pasar proporsional terhadap risiko dan derajat keengganan terhadap risiko degree of risk aversion, yaitu: Er M – r f = A x0,01 2.7 2 M σ Di mana: Er M = ekspektasi imbal hasil pasar sebagai ukuran tingkat diskonto r f = tingkat bunga modal berisiko A = rata-rata derajat keengganan terhadap risiko 0,01 = kontanta varians imbal hasil pasar 2 M σ Premi risiko dari aset individu proposional terhadap premi risiko pasar dan koefisien risiko beta sekuritas terhadap portofolio pasar, yaitu : 2 , M m i i r r Cov σ β = Kemudian untuk premi risiko: [ ] [ f M i f M M m i f i r r E r r E r r Cov r r E − = − = − , 2 β σ ] 2.8 Premi risiko dibagi varians merupakan harga pasar risiko dari portofolio pasar persamaan di atas merupakan aset modal pasar, yaitu: [ ] f M f i r r E r r E i − + = β 2.9 Untuk menilai satu sekuritas digunakan koefisien α i , yaitu perbedaan ekspektasi imbal hasil dengan nilai imbal hasil berdasarkan penetapan harga aset modal, yaitu: [ ] f M i f i i r r E r r E − + − = β α 2.10 Nilai α i yang lebih besar menjelaskan saham lebih baik untuk dipegang. Jika hubungan ekspektasi imbal hasil – beta untuk setiap aset yang dipegang pada setiap kombinasi aset, dan portofolio mempunyai bobot w k untuk saham k [1,2,...,n] maka penetapan harga aset modal adalah: [ ] f M M f M r r E r r E − + = β 2.11 1 , 2 2 2 = = = M M M M M M r r Cov σ σ σ β 2.12 Persamaan ini disebut garis sekuritas pasar, yaitu hubungan antara risiko β pasar dengan ekspektasi imbal hasil pasar.Misalkan saham A mempunyai ekspektasi imbal hasil 15 persen dan risiko β A adalah 1,20. Saham B mempunyai ekspektasi imbal hasil 16 persen dan risiko β B adalah 1,50. Ekspektasi imbal hasil pasar 14 persen dan r f =7 persen. Menurut penetapan harga aset modal nilai α A adalah negatif 0,40 dan nilai α B adalah negatif 1,50 persen. Oleh sebab itu, memegang saham B. Penetapan harga aset modal juga dapat digunakan untuk mengevaluasi satu proyek perusahaan, yaitu membandingkan nilai penetapan harga aset modal dengan IRR. Misalkan proyek perusahaan B mempunyai IRR sebesar 17,00 persen. Menurut penetapan harga aset modal, proyek investasi perusahaan B memerlukan imbal hasil 17,50 persen.Dengan kata lain nilai penetapan harga aset modal lebih tinggi dari IRR sehingga proyek investasi perusahaan B ditolak. Nilai penetapan harga aset modal merupakan tingkat diskonto k yang digunakan pada model pertumbuhan, yaitu: 17,50 persen Pada tingkat k = 17,50 persen nilai sekarang dari proyek investasi perusahaan B adalah negatif. Jika tingkat diskonto yang digunakan 17 persen maka nilai sekarang dari proyek investasi perusahaan B adalah nol, artinya jika k = IRR maka nilai sekarang dari suatu proyek investasi sama dengan nol. CAPM dikritik sebagai penyebab masalah kompetisi di Amerika Serikat. Manajer di sebuah perusahaan di Amerika Serikat yang menggunakan CAPM terpaksa membuat investasi yang aman dalam jangka pendek dan perolehannya dapat diprediksi dalam jangka pendek daripada investasi yang aman dan perolehan dalam jangka panjang. Para peneliti telah menggunakan CAPM untuk menguji hipotesa yang berhubungan dengan hipotesa pasar efisien. Markowitz dalam Bodie et al. 2005 mengusulkan sebuah model untuk menjelaskan korelasi di antara return sekuritas. Model ini mengasumsikan bahwa return dari sekuritas ke-i tergantung pada sebuah faktor yang mendasari, nilai yang diwakili oleh indeks, dalam notasi matematika dinyatakan sebagai: ri = ai + Bi.F + ui 2.13 ri = return sekuritas i IHSG Bi = Beta dari sekuritas i F = indeks belum tentu indeks pasar ui = error term walaupun selanjutnya markowitz mengusulkan bahwa persamaan itu seharusnya tidak linier, karena ada faktor lain yang mendasarinya lalu pada tahun 1963, William Sharpe menguji persamaan tersebut sebagai penjelasan bagaimana return sekuritas cenderung naik dan turun seiring dengan naik turunnya indeks umum pasar, secara spesifik Sharpe menggunakan persamaan sebagai berikut: rit = ai + Bi.rmt + uit 2.14 rit = return dari aset i pada periode t rmt = return dari indeks pasar pada periode t ai = komponen non-pasar dari return aset i Bi = rasio kovarian dari return aset i dan return indeks pasar terhadap varians return indeks pasar uit = zero mean random error term Model ini disebut model pasar indeks tunggal single index market model atau sering disebut market model. Dilihat di sini pada model markowitz, indeksnya belum tentu indeks pasar, tetapi pada market model digunakan indeks pasar.

2.6. Nilai Tukar

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh The Fed Rate, Indeks Dow Jones Dan Nikkei 225 Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2013

9 83 85

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

2 39 90

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

Analisis pengaruh harga emas dunia, variabel makro ekonomi dan indeks dow Jones terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia ( BEI)

0 7 135

Pengaruh indeks Dow Jones dan kurs mata uang Rupiah terhadap perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI0

0 15 1

Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs Rupiah dan Tingkat SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

0 0 1

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI , TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 8