Konsep Pengembangan Agropolitan Penelitian Sebelumnya

transfer pendapatan yang seimbang. Selain itu perlu juga dirumuskan kebijakan alternatif sebagai reserve dalam pembangunan pertanian Indonesia melalui pemberdayaan institusional dalam pembangunan input-input pertanian. Peubah institusi yang mempengaruhi tingkat penggunaan input modern bidang pertanian mungkin dapat dikelompokkan menjadi: a akses terhadap saranaprasarana publik yang meliputi; jalan, sekolah dan saluran irigasi; b kelembagaan pasar yang meliputi; pasar pupuk, kredit, tenaga kerja, dan pasar output; c penyebaran informasi pertanian; d struktur kepemilikan lahan dan sumberdaya penting lainnya, seperti sumur pompa dan traktor tangan; serta e karakateristik fisik, seperti jenis, iklim, dan struktur sosial yang mendukungnya Arifin, 2001.

2.5. Konsep Pengembangan Agropolitan

Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Mc.Douglass dan Friedmann sebagai strategi baru pengembangan pedesaan. Meskipun banyak makna yang terkandung di dalamnya, namun pada dasarnya pengembangan agropolitan adalah memberikan pelayanan di kawasan pedesaan atau istilah yang disebut Friedman “kota di ladang”. Dengan kata lain, masyarakat desa atau petani tidak perlu lagi pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran, maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari Syahrani, 2001. Universitas Sumatera Utara Agropolitan terdiri dari dua kata; yaitu ‘agro’ yang berarti pertanian. Dan ‘politan’ yang bermakna kota. Jadi, hakikat atau pengertian agropolitan adalah kota yang berbasiskan atau bersumber dari pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian agribisnis di wilayah sekitarnya. Sistem agribisnis merupakan pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu oleh petani dan pengusaha, baik usaha budidaya dan pembangunan agribisnis hulu, agribisnis hilir serta jasa-jasa pendukungnya Pindonga, 2003.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai perencanaan sektor pertanian dan pengembangan wilayah sebelumnya adalah: Ginting 2007 dalam penelitiannya “Perencanaan Strategi Sektor Pertanian Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah Studi Kasus: Kabupaten Karo”, menyimpulkan bahwa hasil analisis berdasarkan nilai bobot rangking nilai tambah, kaitan ke depan, kaitan ke belakang dan penyerapan tenaga kerja komoditi-komoditi unggulan yang menjadi prioritas utama pengembangan sektor di Kabupaten Karo adalah buah-buahan, sayur-sayuran dan peternakan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang bukan unggulan adalah perikanan, tanaman jagung dan tanaman padi. Sentra produksi yang sesuai tepat untuk tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran adalah di Kecamatan Simpang Empat sedangkan ternak di Kecamatan Laubaleng. Masing- Universitas Sumatera Utara masing komoditi sektor pertanian yang diteliti memiliki keterkaitan ke belakang backward linkages dan keterkaitan ke depan forward linkages yang tinggi masing- masing di atas 0.5, serta pengganda tenaga kerja sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Karo adalah rendah 1. Mukhyi 2007 dalam penelitianya “Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO”, menyimpulkan bahwa tingkat kontribusi margin Propinsi Jawa Barat dan Nasional unggul dalam 1 sektor industri pengolahan; 2 sektor perdagangan, hotel dan restoran; 3 sektor pertanian berdasarkan harga konstan. Dalam analisis shift-share, sumbangan terhadap Propinsi Jawa Barat pada sektor pertanian dalam 1 subsektor tanaman perkebunan; 2 Subsektor peternakan dan hasil-hasilnya; 3 subsektor kehutanan; dan 4 subsektor perikanan. Dengan pendekatan Location Quotient LQ, mempunyai keunggulan di 1 sektor industri pengolahan; 2 sektor listrik, gas dan air bersih; serta 3 sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedang di sektor pertanian hanya subsektor tanaman bahan makanan.

2.7. Kerangka Pemikiran