wirjono Projodikoro,Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1975, hlm 108

Pegawai umum yang dimaksud disini ialah pegawai–pegawai yang dinyatakan dengan undang-undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya notaris, panitera jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan sebagainya. Pasal 1 butir ke-7 Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa “akta” adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. “Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan. Akta otentik yang memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya dan yang dilihat dihadapannya.” 25 “Akta otentik dapat juga berarti surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.” 26 Dengan demikian suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. akta itu harus dibuat “oleh” door atau “dihadapan” ten overstaan seorang pejabat umum; 2. akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; 3. pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Adapun akta otentik terbagi atas dua macam yaitu : 25 Victor M. Situmorang dan Cormentyana Sitanggang, Grosee Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 115. 26

R. wirjono Projodikoro,Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1975, hlm 108

Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Akta relaas atau akta pejabat yaitu akta yang dibuat oleh notaris yang menguraikan secara otentik suatu keadaan yang dilihat atau yang disaksikan oleh notaris itu sendiri, dibuat catatannya aktanya dan dalam hal ini notaris dalam membuat akta ditekankan pada jabatannya. 2. Akta partij yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris, notaris hanya menuangan apa yang diceritakan dan dikehendaki oleh para pihak kedalam aktanya. Perbedaan diantara kedua golongan akta ini dapat dilihat dalam bentuk akta-akta itu. Dalam akta partij dengan diancam akan kehilangan otensitasnya atau dikenakan denda, harus ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh dan lain sebagainya, keterangan tersebut harus dicantumkan oleh notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai ganti tanda tangan surrogaat tanda tangan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka akta partij penandatanganannya oleh para pihak merupakan suatu keharusan. Untuk akta relass tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang hadir tersebut menolak untuk menandatangani akta itu. Misalnya dalam hal pembuatan berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas dimana orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka cukup notaris menerangkan didalam akta, bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta otentik. Pasal 165 HIR285 RBg menyebutkan definisi tentang akta otentik sebagai suatu surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam akta itu. 27 b. Akta Dibawah Tangan. Berdasarkan bunyi Pasal 1868 KUHPerdata yang bunyinya telah disebutkan terlebih dahulu, menurut Effendi Peranginangin akta yang tidak dibuat secara demikian merupakan akta dibawah tangan yang dibuat oleh yang bersangkutan sendiri tanpa campur tangan pejabat umum. 28 Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 RBg merumuskan akta di bawah tangan sebagai yang memenuhi unsur-unsur berikut: 1. tulisan atau akta yang ditandatangani di bawah tangan; 2. tidak dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang pejabat umum tetapi dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak, 3. secara umum terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat, seperti register-register,surat-surat urusan rumah tangga dan lain lain. Akta dibawah tangan memuat pernyataan atau maksud para pihak dengan sepakat untuk menyatakan bahwa diantara mereka telah terjadi suatu perbuatan hukum dengan cara menuliskannya atau menuangkannya dalam suatu catatan sebagai bentuk pernyataan lisan mereka. Berbeda dengan akta otentik, akta dibawah tangan ini tidak dibuat dihadapan atau oleh pejabat umum tetapi dibuat oleh yang berkepentingan untuk dijadikan sebagai alat bukti. 27 Retnowulan Sutantio, Loc. cit, hlm. 58. 28 Effeindi Perangin Angin, Kumpulan Kuliah Pembuatan Akta I, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1991, hlm. 64. Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 Hal ini berarti bila para pihak mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian itu maka akta dibawah tangan itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta resmi, akan tetapi bila tanda tangan itu disangkal maka pihak yang mengajukan surat perjanjian itu diwajibkan untuk membuktikan kebenaran tentang penandatanganan atau isi akta itu. Agar pada akta dibawah tangan melekat kekuatan pembuktian harus memenuhi syarat formil dan materil yang mencakup ketentuan: 29 a. dibuat secara sepihak atau berbentuk partai sekurang-kurangnya dua pihak tanpa campur tangan pejabat yang berwenang; b. ditandatangani pembuat atau para pihak yang membuatnya; c. isi dan tandatangan diakui. Jika syarat tersebut diatas dipenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata dan Pasal 288 RBg, maka : 1. nilai kekuatan pembuktiannya sama dengan akta otentik, 2. nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya sempurna dan mengikat. Akta dibawah tangan yang sudah memenuhi syarat formil dan materil selain memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, juga mempunyai minimal pembuktian “mampu berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain dan dengan demikian pada dirinya sendiri terpenuhi batas minimal pembuktian”. Akan tetapi terhadap akta dibawah tangan terdapat dua faktor yang dapat mengubah dan mengurangi nilai minimal kekuatan pembuktian yaitu apabila “Terhadapnya diajukan bukti lawan atau isi dan tandatangan diingkari atau tidak diakui pihak lawan”. 30 29 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan Ke- 4, Sinar Grafika, Jakarta,2006, hlm. 546. 30 ibid, hlm. 547 Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 Dengan demikian jika terhadap akta di bawah tangan diajukan bukti lawan atau isi dan tandatangan tidak diakui lawan maka nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta dibawah tangan, semata-mata hanya dapat menjadi bukti permulaan tulisan sedangkan batas minimal pembuktiannya sendiri berubah menjadi alat bukti yang berdiri sendiri yang membutuhkan tambahan alat bukti yang lain. Akta di bawah tangan sebagai permulaan bukti tertulis dalam undang-undang tidak dijelaskan. Di dalam Pasal 1902 KUHPerdata ditemukan syarat-syarat bilamana terdapat permulaan bukti tertulis yaitu sebagai berikut: 1. Harus ada akta; 2. Akta itu harus dibuat oleh orang yang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang mewakilinya; 3. Akta itu harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Adapun fungsi akta di bawah tangan adalah sebagai berikut: a. sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan formalitas causa; b. sebagai alat pembuktian probationis causa; c. selain memiliki fungsi sebagaimana tersebut diatas, akta di bawah tangan juga memiliki kekuatan pembuktian. Karena di dalam akta di bawah tangan itu, selain tandatangan juga terdapat tanggal maka tentang tanggal ini terdapat ketentuan dalam pasal 1880 KUHPerdata bahwa terhadap pihak ketiga tanggal itu baru dapat diterima sebagai benar mulai: 1 tanggal akta itu diresmikan notaris, pejabat lainnya menurut undang- undang. 2 Tanggal dimana yang memberi tandatangan itu meninggal. 3 Tanggal dari akta lain yang menyebut akta itu. Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 4 Tanggal dimana pihak ketiga mengakui adanya akta tadi. 31 Oleh karena pembuktian dengan suatu akta memang suatu cara pembuktian yang paling utama, maka dapatlah dimengerti mengapa pembuktian dengan tulisan ini oleh undang-undang disebutkan sebagai cara pembuktian nomor satu. Begitu pula dapat dimengerti mengapa undang-undang untuk beberapa perbuatan atau perjanjian yang dianggap sangat penting mengharuskan suatu akte. Misalnya perjanjian perkawinan , pemberian shenking benda-benda yang tertulis atas nama, perjanjian hipotik, pendirian perseroan firma atau perseroan Terbatas. 32 Hakim tidak dapat menolak suatu perkara dengan alasan tidak tahu atau kurang jelas tentang hukumnya, dalam hal ini hakim dianggap sudah mengetahui peraturan–peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis, hakim diwajibkan untuk menggali, memahami dan mengikuti nilai–nilai yang hidup dalam masyarakat Tugas hakim dalam memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya harus memperhatikan dan melindungi kepentingan–kepentingan para pihak yang berperkara. Hal ini berarti bahwa kepentingan suatu pihak yang berperkara tidak boleh dirugikan oleh pihak yang lain dan sebaliknya. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Hakim tidak boleh begitu saja memberikan kepada salah satu pihak suatu kewajiban pembuktian, karena apabila dengan tanpa pertimbangan yang sungguh–sungguh memberikan suatu kewajiban untuk membuktikan sesuatu hal kepada satu pihak yang berperkara akan dapat menimbulkan kerugian pada pihak yang dibebani tersebut. 31 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian,Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 202 32 R. Subekti, Op Cit, hlm 180 Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 Dalam hal pembuktian apabila salah satu pihak diberi kewajiban untuk membuktikan sesuatu hal ternyata tidak dapat membuktikan, maka pihak yang tidak dapat membuktikan itu dikalahkan. Hal ini untuk menjamin para pihak yang berper kara untuk tidak dirugikan. Suatu pihak tidak selalu dapat membuktikan sesuatu yang benar, dan dimungkinkan seseorang membuktikan sesuatu yang tidak benar, maka masalah beban pembuktian dalam sidang di Pengadilan akan menentukan jalannya sidang dan sekaligus menentukan hasil perkara. Berdasarkan hal tersebut maka yang dimaksud dengan masalah beban pembuktian adalah masalah yang dapat menentukan jalannya pemeriksaan perkara dan menentukan hasil perkara, yang pembuktiannya itu harus dilakukan oleh para pihak dengan jalan mengajukan alat–alat bukti dan hakimlah yang akan menetukan pihak mana yang harus membuktikan serta kebenaran yang mana yang menjadi dasar untuk mengambil putusan akhir. Beban pembuktian diatur dalam Pasal 1865 KUHPerdata dan Pasal 283 RBg. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang mendalilkan sesuatu hak atau kejadian untuk meneguhkan haknya itu harus membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Ketentuan tersebut diatas tidak mutlak digunakan oleh hakim dalam menentukan beban pembuktian karena pada suatu kondisi yang nyata dan konkrit tidak hanya pada salah satu pihak saja yang harus membuktikan, melainkan kedua belah pihak harus pula mempunyai alasan–alasannya. Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 Suatu akta dapat mempunyai beberapa fungsi yang tergabung menjadi satu didalamnya, yaitu disamping menyatakan adanya suatu perbuatan hukum juga sekaligus mempunyai fungsi sebagai alat pembuktian dan sebaliknya. Suatu akta yang berfungsi untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum mengandung pengertian dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum itu tidak pernah terjadi. Contohnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 613 tentang penyerahan piutang atas nama, Pasal 1682, 1683, 1892 tentang cara menghibahkan, Pasal 1945 KUHPerdata tentang sumpah dimuka hakim untuk akta otentik; sedangkan untuk akta dibawah tangan seperti halnya dalam Pasal 1610 tentang pemborongan kerja, Pasal 1767 tentang meminjamkan uang dengan bunga, Pasal 1851 KUHPerdata tentang perdamaian. Fungsi akta sebagai alat pembuktian misalnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1548 KUHPerdata tentang perjanjian sewa menyewa, Pasal 258 KUHDagang tentang asuransi. Perbuatan hukum disini sebenarnya sudah sah dengan adanya kata sepakat antara para pihak yang berkepentingan, tetapi para pihak membuatnya dalam bentuk akta yang dimaksudkan untuk alat pembuktian dikemudian hari. Seperti telah disinggung diatas bahwa fungsi akta yang paling penting di dalam hukum adalah akta sebagai alat pembuktian, maka daya pembuktian akta dapat dibedakan sebagai berikut : 33 1. Kekuatan pembuktian lahir pihak ketiga Kekuatan pembuktian lahir dari akta yaitu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, bahwa suatu akta yang kelihatannya seperti akta, diterima dianggap seperti akta dan diperlakukan sebagai akta, sepanjang tidak terbukti kebalikannya. 33 ibid, hlm. 47 Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 2. Kekuatan pembuktian formal Kekuatan pembuktian formal dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa oleh penandatangan akta diterangkan apa yang tercantum di dalam akta 3. Kekuatan pembuktian material Kekuatan pembuktian material akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya isi dari pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta itu benar-benar telah terjadi. Mengenai bukti surat yang diajukan dalam sidang pengadilan, Buku IV KUHPerdata terutama Pasal 1874, 1874a,1880 KUHPerdata disana dinyatakan bahwa surat–surat yang dimaksud perlu ada legalisasi dan waarmerking dari notaris. Tugas dan pekerjaan dari seorang notaris tidak hanya membuat akta otentik tetapi juga melakukan pendaftaran dan mensahkan akta-akta yang dibuat dibawah tangan Legalisasi dan Waarmerking, memberikan nasehat hukum dan penjelasan undang-undang kepada para pihak yang membuatnya dan membuat akta pendirian dan perubahan Perseroan Terbatas di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Legalisasi merupakan pengesahan akta di bawah tangan yang dibacakan oleh notaris dan ditanda tangani oleh penghadap dimuka notaris pada waktu itu juga untuk menjamin kepastian tanggal dari akta yang bersangkutan. Dimana para penghadap yang mencantumkan tanda tangannya itu di kenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris. Pada waarmerking atau pendaftaran akta tersebut terlebih dahulu telah ditanda tangani atau dibubuhi cap ibu jari oleh penghadap di luar hadirnya atau tanpa sepengetahuan notaris. Notaris tidak mengetahui kapan akta itu ditanda tangani dan siapa yang menandatanganinya. Jadi tidak ada kepastian tentang tanggal dan tanda tangan. Para pihak Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 sendiri yang menetapkan isi dan menandatangani akta yang bersangkutan sedang notaris hanya membuat nomor pendaftarannya saja dalam buku daftar waarmerking. Mengenai legalisasi Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan : “Sebagai tulisan–tulisan dibawah tangan dianggap akta–akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat–surat, register–register, surat–surat urusan rumah tangga dan lain–lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seoarang pegawai umum. Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang–undang dimana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai umum. Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut Dengan undang–undang dapat diadakan aturan–aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.” Yang dimaksud dengan legalisasi dan waarmerking disini adalah : 1. Legalisasi adalah pengesahan dari surat–surat yang dibuat dibawah tangan dalam mana semua pihak yang membuat surat tersebut datang dihadapan notaris, dan notaris membacakan dan menjelaskan isi surat tersebut untuk selanjutnya surat tersebut diberi tanggal dan ditandatagani oleh para pihak dan akhirnya baru dilegalisasi oleh notaris. 2. Waarmerking adalah pendaftaran dengan membubuhkan cap dan kemudian mendaftarnya dalam buku pendaftaran yang disediakan untuk itu. 34 Terhadap Surat di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris, maka notaris bertanggung jawab atas 4 empat hal: 35 a. Identitas -Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan menandatangani surat akta di bawah tangan KTP,Paspor, SIM, atau diperkenalkan oleh orang lain. -meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum -meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani 34 Ida Rosida Suryana, Serba-serbi Jabatan Notaris, Univrsitas Padjajaran, Bandung, 1999, hlm. 19 35 H.M. Imron, Legalisasi Harus Dilengkapi Saksi, Renvoi Nomor 1034 Maret 2006, hlm.1 Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 suratakta b. Isi Akta Notaris wajib membacakan isi akta kepada pihak-pihak dan menanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak-pihak. c. Tandatangan Mereka harus menandatangani di hadapan notaris d. Tanggal Membubuhi tanggal pada akta di bawah tangan tersebut keudian dibukukan ke buku daftar yang telah disediakan untuk itu.” Adapun tujuan dari legalisasi atau waarmerking atas penandatanganan akta dibawah tangan adalah: 36 1 Agar terdapat kepastian atas kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta, dan juga kepastian atas kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah benar sebagai tanda tangan para pihak; 2 Dengan demikian, para pihak pada dasarnya tidak leluasa lagi untuk mengingkari tanda tangan yang terdapat pada akta.” Mengenai kewenangan untuk melegalisir dan me-waarmerking, Ordonantie Staatblad 1916 nomor 46 jo nomor 43 menyatakan: Pasal 1 : Selain Notaris, juga ditunjuk untuk melegalisir dan mewarmerking akta dibawah tangan adalah Bupati, Ketua Pengadilan Negeri dan Walikota. Pasal 2 ayat 2 : Akta dibawah tangan yang tidak dilegalisir bila mau dijadikan bukti di Pengadilan, bisa di waarmerking oleh notaris dengan dibubuhi perkataan “ditandai” dan ditandatangani oleh notaris dan menyebutkan pula hari, bulan, sewaktu di waarmerking 36

M. Yahya Harahap, Op Cit, ,2006, hlm. 597.