Pembuktian Dalam Perkara Perdata Dan Dalam Perkara Pidana

3. Pembuktian Dalam Perkara Perdata Dan Dalam Perkara Pidana

Pada setiap proses perkara yang penyelesaiannya melalui pengadilan negeri pada asasnya diperlukan pembuktian, baik itu terjadi dalam proses perkara perdata maupun dalam proses perkara pidana. Hukum pembuktian dalam hukum acara merupakan suatu hal yang sangat penting, karena tugas hukum acara yang terpenting adalah menentukan kebenaran dalam suatu pertentangan kepentingan. Dalam menentukan kebenaran inilah dicari bukti-bukti yang turut memberi kejelasan bagi hakim dalam mengambil putusan akhir. Sebagai cara untuk memperoleh kebenaran tersebut, maka hukum pembuktian mengenal beberapa ajaran atau teori pembuktian. Menurut Satochid Kartanegara, dalam bidang hukum pembuktian dikenal 4 ajaran yaitu : 1. Negatief wattelijk bewijsleer Bewijs theorie 2. Positief wettelijk bewijsleer Bewijs theorie 3. Conviction in Time blood Gemoedelijkke Overtuinging 4. Conviction raisonnee Beredeneerde Overtuinging. 4 Terdapat dua dasar pembuktian dalam hukum acara pidana yaitu: a. Harus ada cukup alat-alat bukti upaya pembuktian yang diakui undang-undang 4 Teguh Samudera, Op Cit, hlm. 26. Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 b. Keyakinan hakim” Alat-alat bukti yang sah serta keyakinan hakim tersebut merupakan dasar dan teori negatief, sedangkan teori positeif mempunyai arti bahwa hakim hanya boleh menentukan kesalahan terdakwa, bila ada bukti minimum yang ditentukan undang- undang. Titik berat dari teori ini adalah positiveit. artinya tidak ada bukti maka tidak dapat dihukum, ada bukti meskipun sedikit harus dihukum. Unsur keyakinan hakim tidak menjadi syarat dalam teori ini. Conviction in time merupakan pembuktian yang semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan hakim saja, artinya walaupun dalam memeriksa perkara terdapat alat-alat pembuktian, jika hakim tidak yakin maka hakim harus membebaskan terdakwa, sebaliknya walaupun tidak ada alat-alat pembuktian apabila hakim yakin akan kesalahan terdakwa, maka terdakwa harus dijatuhi hukuman. Ajaran pembuktian lainnya adalah Conviction Raisonnee, Yang cara pembuktiannya didasarkan pada keyakinan hakim dan alasan-alasan yang menyebabkan keyakinan tersebut. Menurut ajaran ini hakim tidak terikat pada alat-alat pembuktian yang sah diakui undang-undang saja, melainkan dapat mempergunakan alat-alat pembuktian yang ada diluar undang-undang sebagai alasan yang menguatkan keyakinan hakim Berdasarkan uraian tersebut maka dalam hukum acara pidana ajaran yang digunakan adalah ajaran positief. Perbedaan tersebut mengakibatkan terdapat ciri-ciri khusus baik dalam hukum acara perdata maupun hukum acara pidana yaitu: Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formal yaitu kebenaran berdasarkan anggapan dari para pihak yang berperkara, sedangkan dalam hukum acara pidana yang dicari adalah kebenaran materil yaitu kebenaran sejati yang harus diusahakan tercapainya 2. Dalam hukum acara perdata hakim bersifat pasif yaitu hakim memutus perkara semata-mata berdasarkan hal-hal yang dianggap benar oleh pihak- pihak yang berperkara dan berdasarkan bukti-bukti yang dibawa di persidangan. Jadi hakim tidak mencampuri terhadap hak-hak individu yang dilanggar selama orang yang bersangkutan tidak melakukan penuntutan di pengadilan, sedangkan dalam hukum acara pidana hakim bersifat aktif yaitu hakim berkewajiban untuk memperoleh bukti yang cukup mampu membuktikan dengan sungguh-sungguh apa yang dituduhkan kepada terdakwa. 3. Dalam hukum acara perdata alat-alat pembuktiannya terdiri dari: bukti surat, bukti saksi, bukti persangkaan, bukti pengakuan dan bukti sumpah Pasal 164 H.I.R., sedangkan dalam hukum acara pidana alat-alat pembuktiannya terdiri dari: bukti keterangan saksi, bukti surat, bukti pengakuan, dan bukti petunjuk Pasal 295 H.I.R . 5 Berdasarkan alat-alat pembuktian terlihat bahwa dalam hukum acara perdata alat pembuktian yang utama adalah bukti surat, sedangkan dalam hukum acara pidana alat pembuktian yang utama adalah keterangan saksi Dalam hukum acara pidana tidak dikenal alat pembuktian sumpah sebagaimana dimaksud dalam hukum acara perdata. Hal ini dapat dimengerti karena sumpah yang dijadikan alat pembuktian itu dimaksudkan untuk mengakhiri suatu sengketa.

4. Alat-Alat Bukti