Subekti, Pokok_Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2006, hlm. Tresna, Op.cit, hlm. 142.

d. Catatan-catatan yang dicantumkan kreditur pada salinan suatu alas hak atau tanda pembayaran asal saja salinan atau tanda pembeyarannya itu berada dalam tangannya debitur. 2. Surat yang berupa akta Menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio, kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang merupakan bahasa latin yang mempunyai arti perbuatan-perbuatan. 20 Selain pengertian akta sebagai surat memang sengaja diperbuat sebagai alat bukti, ada juga yang menyatakan bahwa perkataan akta yang dimaksud tersebut bukanlah “surat”, melainkan suatu perbuatan. Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan: “Seorang istri,biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisah dalam hal itu sekalipun, namun tak bolehlah ia menghibahkan barang sesuatu atau memindahtangankannya, atau memperolehnya baik dengan cuma-cuma maupun atas beban, melainkan dengan bantuan dalam akta, atau dengan ijin tertulis dari suaminya.” R. Subekti menyatakan kata “akta” pada pasal 108 KUHPerdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan “perbuatan hukum” yang berasal dari bahasa Prancis yaitu “acte” yang artinya adalah perbuatan. 21 Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian mengenai akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai akta adalah surat yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti. 20 R.Subekti dan Tirtosudibio, Kamus Hukum, Pradnya, Jakarta 1980, hlm.9 21

R. Subekti, Pokok_Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2006, hlm.

Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 “Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian–kejadian atau hal–hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum....” 22 “Sehelai surat biasa dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti, apabila kemudian dijadikan bukti, hal itu merupakan suatu kebetulan saja. Berbeda dengan surat biasa, sehelai akta dibuat dengan sengaja, untuk dijadikan bukti.” 23 Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian mengenai akta sebagai berikut: “ Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa–peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.” 24 Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan : pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan–tulisan otentik maupun dengan tulisan–tulisan di bawah tangan. Menurut bentuknya akta dibagi dalam 2 dua bentuk yaitu: a. Akta Otentik Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang–undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai–pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. 22

R. Tresna, Op.cit, hlm. 142.

23 Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1989, hlm. 57. 24 Sudikno Mertokusumo, Loc Cit, hlm. 149. Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007. USU e-Repository © 2008 Pegawai umum yang dimaksud disini ialah pegawai–pegawai yang dinyatakan dengan undang-undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya notaris, panitera jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan sebagainya. Pasal 1 butir ke-7 Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa “akta” adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. “Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan. Akta otentik yang memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya dan yang dilihat dihadapannya.” 25 “Akta otentik dapat juga berarti surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.” 26 Dengan demikian suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. akta itu harus dibuat “oleh” door atau “dihadapan” ten overstaan seorang pejabat umum; 2. akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; 3. pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Adapun akta otentik terbagi atas dua macam yaitu : 25 Victor M. Situmorang dan Cormentyana Sitanggang, Grosee Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 115. 26

R. wirjono Projodikoro,Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1975, hlm 108