tersebut, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam aktanya sebab jabatan yang dipangku oleh seorang notaris adalah jabatan kepercayaan.
4. Hak Ingkar dari Notaris
Mengenai hak ingkar vershoningsrecht ini diatur dalam Pasal 1909 KUHPerdata, Pasal 174 ayat 3 RBg
Pasal 1909 KUH.Perdata mewajibkan setiap orang yang cakap untuk menjadi saksi, untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan.
Ketentuan-ketentuan ini tidak berlaku terhadap orang, yang berdasarkan ketentuan– ketentuan perundang–undangan tidak diperbolehkan untuk berbicara, dan juga
tidak berlaku terhadap orang, yang berdasarkan Pasal 1909 ayat 2 KUH.Perdata dan Pasal 174 RBg yang disebut diatas, dapat mempergunakan haknya untuk mengundurkan diri
sebagai saksi, dengan jalan menuntut penggunaan hak ingkarnya verschoningsrecht Hak ingkar merupakan pengecualian terhadap ketentuan umum yang disebut tadi,
yakni bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi, wajib memberikan kesaksian. Hak ingkar menurut pasal 174 RBg dan Pasal 1909 ayat 3 KUHPerdata yaitu hak
untuk mengundurkan diri dari memberikan kesaksian di muka pengadilan baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana.
Menurut Van Bemmelen ada tiga dasar untuk dapat menuntut penggunaan hak ingkar ini, yaitu :
“ 1. Hubungan keluarga yang sangat dekat; 2. Bahaya dikenakan hukuman pidana gevaar voor strafrechtelijke
verordeling;
Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007.
USU e-Repository © 2008
3. Kedudukan–pekerjaan dan rahasia jabatan.”
4
Dalam praktek para notaris sering mendapat perlakuan yang kurang wajar dalam hubungannya dengan hak ingkar ini, apabila seorang notaris dipanggil untuk diminta
keterangannya mengenai suatu hal atau dipanggil sebagai saksi dalam hubungannya dengan suatu perjanjian yang dibuat dengan akta di hadapan notaris yang bersangkutan.
Bagi pihak–pihak tertentu, apakah itu oleh karena disengaja atau karena tidak mengetahui tentang adanya peraturan perundang–undangan mengenai itu, seolah–olah
dianggap tidak ada rahasia jabatan notaris, dan tidak ada hak ingkar dari notaris. Dasar untuk hak ingkar bagi jabatan–jabatan kepercayaan terletak pada
kepentingan masyarakat. Sebagian pakar berpendapat, bahwa hak ingkar ini hanya bagi kepentingan individu dan bukan kepentingan masyarakat umum, sehingga pihak tersebut
menganggap tidak ada gunanya hak ingkar ini. Pendapat tersebut tidak benar dan tidak dapat diterima, karena dibalik
kepentingan individu ini terdapat kepentingan masyarakat, dan peraturan atau undang– undang tidaklah dibuat hanya untuk dan bagi kepentingan individu, akan tetapi adalah
untuk kepentingan seluruh masyarakat. Hak ingkar notaris didasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4
Undang-Undang Jabatan Notaris, dimana notaris tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan kesaksian, sepanjang yang menyangkut isi akta–aktanya.
Sumpah Jabatan Notaris, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 butir ke-2 Undang-Undang Jabatan Notaris, mewajibkan notaris untuk tidak bicara sekalipun di
muka pengadilan artinya notaris tidak diperbolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya.
4
Ibid, hlm 120.
Merry Natalia Sinaga: Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Di Legalisasi Dan Registrasi Oleh Notaris, 2007.
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka hak ingkar yang diberikan oleh undang– undang bagi notaris merupakan hak untuk tidak bicara, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
sama sekali tidak ada pengecualian terhadap ketentuan–ketentuan terhadap Pasal tersebut. Kewajiban untuk tidak berbicara bagi notaris dikesampingkan dalam hal terdapat
kepentingan–kepentingan yang lebih tinggi, yang mengharuskan notaris memberikan kesaksian atau karena perturan perundang–undangan yang berlaku membebaskannya
secara tegas dari sumpah rahasia jabatannya. Notaris wajib untuk merahasiakan tidak hanya apa yang tercantum dalam akta,
tetapi juga semua yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya dalam kedudukannya sebagai notaris, meskipun tidak dicantumkan dalam akta tersebut.
B. Syarat-Syarat Otensitas Suatu Akta