Pengertian Pemidanaan Teori Tentang Tujuan Pemidanaan

BAB III DISPARITAS PEMIDANAAN DALAM HUKUM

A. Tujuan dan Fungsi Pemidanaan

1. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan atau pengenaan pidana berhubungan erat dengan kehidupan seseorang di dalam masyarakat, terutama menyangkut kepentingan benda hukum yang berharga, seperti nyawa dan kemerdekaan atau kebebasannya. Pidana atau pemidanaan adalah istilah hukum yang akrab diartikan sebagai penghukuman dalam perkara pidana. 1 Menurut prof. Mulyatno, pidana berasal dari kata “straf” yang artinya hasil atau akibat dari penerapan hukum itu sendiri. Sementara prof. Sudarto menyatakan pemidanaan penghukuman dalam perkara pidana sebagai menetapkan atau menentukan hukuman untuk suatu peristiwa. 2 Secara terminologi pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh prof. Sudarto. 3 Rupert Cross yang dikutip Muladi dalam bukunya mendefinisikan pidana 1 Joko Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, Cet ke-2 h. 13. 2 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: PT. Alumni, 2005, Cet ke-3, h. 1. 3 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h. 2. 39 sebagai pengenaan penderitaan oleh Negara kepada seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan. Dari beberapa definisi, para ahli hukum pidana mengelompokkan tiga ciri-ciri umum pidana: a. Hakekat dari pidana adalah pengenaan penderitaan atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. b. Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan kewenangan. c. Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. 4

2. Teori Tentang Tujuan Pemidanaan

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh kalangan ahli hukum, tersimpul adanya pandangan, perkembangan teori pemidanaan cenderung mengalami perubahan paradigma. 5 Bergesernya paradigma dalam pemidanaan ini dapat dengan mudah dipahami karena adanya perkembangan masyarakat. Dalam konteks ini dinamika selalu kearah yang lebih baik dan lebih beradab. 6 Oleh karenanya hukum pidana sebagai norma yang juga 4 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana h. 4. 5 Tongat, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2001, Cet ke-1 h. 31. 6 Pergeseran Paradigma dalam pemidanaan ini terlihat dari munculnya berbagai teori tentang tujuan pemidanaan yang disebabkan oleh banyak faktor. Teori tersebut dibagi dalam tiga golongan, yaitu teori pembalasan yang dikenal dengan teori absolut retributif, teori tujuan atau dikenal dengan teori relatif. Utilitarian dan teori gabungan atau dikenal dengan teori behavioral retributivis teologis. berlaku dalam masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan masyarakat tersebut. Perkembangan yang dimaksud, pertama berkenaan dengan aliran yang berkembang dalam hukum pidana itu sendiri yang melatarbelakangi pemunculan konsep pemidanaan dan kedua pergulatan teoritis konseptual mengenai pemidanaan yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lainnya.Aliran dalam hukum pidana dibagi atas: a. Aliran hukum pidana Klasik Daad Strafrecht Aliran ini lahir sekitar abad ke-18 dan merupakan aliran yang sangat kental bernuansa legisme. Dilihat dari sejarahnya, aliran klasik merupakan respons terhadap adanya kesewenang-wenangan penguasa yang terjadi di Prancis dan Inggris pada abad ke-18. Sebagai respons terhadap kesewenang-wenangan penguasa, aliran ini menghendaki agar setiap orang dapat memperoleh kepastian secara hukum, khususnya dalam hukum pidana. Karenanya hukum pidana harus dikembangkan sebagai norma tertulis yang sistematis. 7 Sesuai dengan paradigma yang melatar belakangi, yaitu aliran legisme, aliran klasik menghendaki adanya pidana yang seimbang. Pidana dijatuhkan sesuai dengan tindakan pidana yang dilakukan. 8 7 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kebijakan Pidana, h.25 8 Tongat, Pidana Kerja Sosial, h.32 Dalam konteks pemidanaan, rumusan yang pasti juga diberlakukan. Dalam aliran klasik, pidana yang dirumuskan dalam Undang-undang bersifat pasti definite sentence. 9 Pidana harus sesuai dengan yang dirumuskan dalam undang-undang, artinya bobot pidana sudah ditentukan dalam undang-undang dan hakim tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan pidana lain selain yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dengan paradigma tersebut dikatakan bahwa aliran klasik merupakan aliran dalam hukum pidana yang hanya berorientasi kebelakang backward-looking yaitu hanya berorientasi pada perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Tokoh yang sangat popular yang menjadi pelopor aliran ini antara lain Cesare Beccaria yang terkenal melalui karyanya yang monumental Dei delliti a delle pene. Melalui pemikiran Beccaria lahirlah doktrin “pidana harus sesuai dengan kejahatan”. Yang kemudian dipahami sebagai dasar lahirnya aliran klasik dalam hukum pidana. 10 b. Aliran hukum pidana Modern Daader Strafrecht Secara garis besar, konsep pemikiran tentang hukum pidana yang beraliran modern memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut: 9 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kebijakan Pidana h.26. 10 Tongat , Pidana Kerja Sosial, h.33. a. Titik sentral perhatian hukum pidana dan penegakannnya dalam aliran ini adalah pada diri si pelaku kejahatan. Jadi, ketika terjadi suatu tindak pidana maka tidaklah selalu otomatis pelakunya harus dijatuhi sanksi pidana tertentu sesuai dengan ketentuan hukum. Karena dalam ini harus diselidiki dibuktikan terlebih dahulu apa yang sesungguhnya menjadi latar belakang atau motivasi dari pelaku saat melakukan tindak pidana tersebut. b. Timbulnya konsep Daader Strafrecht diatas, secara teoritik adalah akibat adanya pengaruh kuat dari paham “ Determinisme”, yaitu paham yang memandang bahwa manusia dan perbuatannya adalah sama sekali tidak otonom. Artinya dipengaruhi oleh hal-hal eksternal diluar dirinya. Dalam perkembangannya Determinisme ini pun kemudian sampai pada gagasan perlunya mengganti konsep pemberian sanksi pidana yang cenderung bersifat punishment hukuman, menjadi pengenakan tindakan yang lebih bersifat treatment pembinaan. c. Apabila aliran pemikiran hukum pidana modern ini dikaitkan dengan salah satu konsep tentang tujuan diadakannya hukum pidana, maka bisa dikatakan bahwa aliran ini sesungguhnya adalah cermin atau malah penjabaran dari konsep mengenai tujuan diadakannya hukum pidana yang kedua yaitu melindungi kepentingan-kepentingan yang bersifat perseorangan dari setiap individu warga Negara. Hal ini terlihat dari konsep aliran modern ini yang menghendaki aspek kondisional dalam diri pelaku tujuannya ialah agar individu pelaku kejahatan yang menjadi calon terpidana tersebut pun dapat tetap terjamin perlindungan hak-haknya dari kemungkinan mengalami kesewenag-wenangan penguasa. 11 Dalam konteks tersebut para penganut aliran modern mengemukakan pemikiran agar penjatuhan pidana tidak didasarkan pada pelaku tindak pidana. Penjatuhan pidana harus didasarkan pada sifat-sifat dan keadaan pribadi dari pelaku. Aliran modern juga disebut dengan aliran positif, karena di dalam mencari sebab kejahatan didasarkan pada ilmu alam. Selain itu aliran ini bermaksud mendekati para pelaku kejahatan kearah yang lebih positif sepanjang masih dimungkinkan. Dengan paradigma yang demikian itu, aliran ini sering dianggap sebagai aliran yang berorientasi kedepan forwardlooking. Aliran modern juga menolak pandangan, bahwa pidana dijatuhkan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Penolakan ini didasarkan pada pemahaman aliran modern, bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan kehendak. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana yang didasarkan pada kesalahan subjektif pelaku harus diganti dengan sifat berbahaya pelaku 11 . M.Abdul Kholiq, Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta: 2002, hlm.20 kejahatan. Kalaupun digunakan istilah pidana, maka pidana yang dijatuhkan harus didasarkan serta berorientasi pada sifat-sifat sipelaku itu sendiri. 12 Setelah perang dunia II aliran modern berubah menjadi aliran gerakan perlindungan masyarakat. 13 Setelah tahun 1949 diadakan The second International Sosial Defence, aliran perlindungan msyarakat pecah menjadi dua konsepsi, yaitu konsepsi radikal dan tokohnya Fillipo Gramatika dan aliran moderat dengan tokohnya Mrc Ancel. 14 Konsepsi radikal dengan tokohnya Gramatika menghendaki agar hukum perlindungan masyarakat adalah mengintegrasikan individu kedalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya, pertanggung jawaban pidana kesalahan dan digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perubahan anti sosial. Dengan demikian, Gramatika secara prinsipil menolak konsepsi-konsepsi mengenai tindak pidana, penjahat dan pidana. 15 Sementara Marc Ancel dengan konsepsi yang moderat menghendaki agar ide-ide atau konsepsi-konsepsi perlindungan masyarakat diintegrasikan ke dalam konsepsi baru hukum pidana. 16 Marc Ancel dengan gerakannya defence sosiale nourelle New Sosial defence menghendaki agar munculnya ide-ide perlindungan masyarakat tersebut 12 Tongat, Pidana Kerja Sosial, h.35. 13 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kebijakan Pidana, h. 34 14 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Alumni, 1985, cet. Ke-1, h.38 15 Ibid., h.26 16 Ibid., h. 39. tidak menghapus hukum pidana. Menurutnya, konsepsi perlindungan masyarakat tersebut terintegrasi ke dalam hukum pidana, sehingga akan tercipta konsep baru hukum pidana tanpa menghilangkan esensi hukum pidananya. Secara konseptual, gagasan atau ide-ide yang dikemukakan oleh gerakan perlindungan masyarakat baru adalah: 1 Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai hukum pidana. Bertolak dari konsep tersebut, maka sistem hukum pidana, tindak pidana, penilaian hakim terhadap pelaku serta pidana merupakan institusi yang harus dipertahankan. Walaupun demikian harus menjadi catatan, bahwa penggunaan atas semua itu tidak dilakukan dengan fiksi-fiksi dan teknik-teknik yang yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial. 2 Kejahatan merupakan merupakan masalah kemanusiaan dan sosial a human and sosial problem yang tidak begitu saja dipaksakan ke dalam perundang-undangan. 3 Kebijakan pidana bertolak dari konsepsi pertanggungjawaban yang bersifat pribadi individual responsibility yang menjadi kekuatan penggerak utama dan proses penyesuaian sosial. Pertanggungjawaban 17 Apabila mengacu pada dua aliran di atas yaitu, aliran klasik dan aliran modern, dengan karakteristik yang ada pada masing-masing aliran, maka hanya pada aliran modernlah terdapat pembenaran disparitas pemidanan. c. Aliran neo-klasik Daad-Daader Strafrecht Aliran neo klasik adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas aliran klasik. Aliran ini pada dasarnya juga berasal dari aliran klasik. Sebagaimana aliran klasik, aliran neo-klasik juga bertolak dari paham kebebasan kehendak atau pandangan indeterminisme. Sekalipun demikian aliran ini berusaha memberikan koreksi terhadap aliran klasik yang dianggap kurang manusiawi. Kritik aliran neo-klasik terhadap pendahulunya ini terlihat pada pandangan terhadap pidana yagn dijatuhkan oleh aliran klasik. Menurut aliran neo-klasik, pidana yang dijatuhkan yang dihasilkan oleh aliran klasik sangat berat dan merusak semangat kemanusiaan yang berkembang saat ini. Dalam upayanya mengatasi sistem pemidanaan yang berlaku saat itu, aliran neo-klasik mencoba menawarkan system pidana yang lebih manusiawi. Untuk kebutuhan tersebut aliran klasik merumuskan pidana 17 Ibid., h. 40. dengan system pidana minimum dan maksimum. Selain adanyanya system pidana minimum dan maksimum dalam pemidanaan, aliran ini juga mengakui asas-asas tentang keadaan yang meringankan. Dengan denikian tampak disini bahwa aliran neo-klasik mulai mempertimbangkan hal-hal yang bersifat individual dalam kaitannya dengan penjatuhn pidana. Artinya pemidanaan tidak saja dijatuhkan berdasarkan pada perbuatan, tetapi juga berdasarkn pada pertimbangan individu pelaku tindak pidana. Satu hal yang sangat tampak dari adanya pergeseran pandangan antara aliran klasik dan aliran neo-klasik dalam hal ini adalah ditinggalkannya system perumusan pidana secara pasti definite sentence. Sebagi gantinya dikemukakan system pidana yang dirumuskan secara tidk pasti indefinite sentence.

B. Disparitas Pemidanaan