Analisis Kondisi Disparitas Pemidanaan Kasus Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta

dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan DKI Jakarta No S-8644PW0952008 tanggal 2 Juni 2008. Dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara alternatif, 1 mendakwakan: Primair : Melanggar pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 KUHP. Subsidar : Melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 KUHP. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusannya tanggal 1 Desember 2008, No. 1287Pid.B2008PN.Jkt.Sel, 2 yang menyatakan bahwa terdakwa Drs. Tri Witjaksono S., M.Si bersalah telah melakukan tindak pidana: “korupsi”, sehingga pengadilan dalam diktumnya: Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun. a. Menghukum terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000. b. Menetapkan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan hukuman kurungan selama 2 bulan.

2. Analisis

Dalam putusannya tanggal 1 Desember 2008, No. 1287Pid.B2008PN.Jkt.Sel, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan 1 Artinya, bila salah satu dari beberapa perbuatan tersebut telah terbukti, makan unsur yang dimaksud secara keseluruhan sudah terbukti menurut hukum. 2 Kopi salinan resmi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 1 Desember 2008 No. 1287Pid.B2008PN.Jkt.Sel. bahwa terdakwa Drs. Tri Witjaksono S., M.Si dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana “korupsi” telah menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 Tahun dan denda Rp. 50.000.000 lima puluh juta rupiah. Penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa dalam perkara pidana korupsi pada sistem hukum di Indonesia adalah merupakan kewenangan dari pengadilan, jadi apabila menginginkan antara sanksi yang diberikan dengan sanksi yang ada dalam undang-undang korupsi adalah sama, akan sangat bergantung pada majelis hakim yang menyidang perkara tersebut. Di sisi lain, hakim juga memiliki kebebasan untuk menjatuhkan putusan berdasarkan bukti-bukti dan keyakinannya, sesuai menurut sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana Indonesia. Para saksi dalam persidangan menyatakan kesaksian yang pada pokoknya membenarkan bahwa sejak tahun 2003 terdakwa menjabat sebagai Kasubag Pemeliharaan dan Perawatan pada Bagian Perlengkapan Setkodya Jakarta Selatan. Terdakwa ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dengan tugas yang telah ditetapkan berdasarkan SK Walikotamadya Jakarta Selatan Nomor 151 Tahun 2006 tanggal 19 April 2006. Terdakwa juga terbukti telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan Negara demi kepentingan pribadi, orang lain atau suatu korporasi. Pada putusan tersebut di atas nampak jelas adanya disparitas yang tejadi terhadap putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa Drs. Tri Witjaksono S., M.Si. karena dalam undang-undang tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimuat dalam pasal 2 ayat 1 satu dengan rumusan sebagai berikut: “ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dua ratus juta dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 satu miliar rupiah”. Mengingat produk perundang-undangan ini adalah hasil dari kesepakatan wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif, tentu dalam pembuatannya tidak terlepas dari pertimbangan rasa keadilan yang hadir dan hidup ditengah-tengah masyarakat. Putusan yang tidak didasari atas pertimbangan rasa keadilan dikhawatirkan masyarakat nantinya akan memunculkan adanya pengadilan jalanan, dimana masyarakat merasa lembaga peradilan sudah mandul dan sudah saatnya rakyat turun untuk menindak pelaku korupsi. Dengan ini semua pemerintah bersama masyarakat yang membentuk suatu lembaga yaitu gerakan anti korupsi yang merupakan sebuah political wiil yang didukung persiapan dan kesiapan piranti hukum, yang tidak kalah pentingnya adalah partisipasi sebanyak-banyaknya warga masyarakat dengan langkah pertama untuk memantapkan kodifikasi hukum normatif yang minimal bisa membuat siapapun menjadi jera melakukan korupsi. Selain itu, juga perlu memberikan sanksi seberat-beratnya bagi pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus dibedakan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan, yaitu: a. Pengadilan Negeri dalam memeriksa perkara langsung menghadirkan para terdakwa dan melakukan pembuktian atas kejahatan yang telah diperbuat dengan memberikan penilaian sosiologis para terdakwa serta kesesuaian antara pengakuan terdakwa, keterangan saksi dan kejadian yang sebenarnya. b. Pengadilan tinggi hanya melakukan pemeriksaan ulang terhadap berkas perkara tanpa menghadirkan atau melibatkan pihak yang berperkara sehingga tidak dapat menilai sisi sosiologis para terdakwa secara benar. Sedangkan pada kasus korupsi dipengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1287Pid.B2008PN.Jkt.Sel dinyatakan Drs. Tri Witjaksono divonis pidana penjara 1 tahun, dengan demikian sudah sangat jelas sekali adanya perbedaan antara vonis yang dijatuhkan dengan bunyi undang-undang yang berlaku di wilayah hukum Indonesia.

B. Dampak Disparitas Pemidanaan