hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
Tindak pidana korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-
faktor penyebab terjadinya korupsi bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi itu sendiri sebagai pemegang amanah berupa jabatan dan wewenang yang
diembannya, dan bisa juga berasal dari eksternal berupa sistem pemerintahan dan kepemimpinan serta pengawasan yang tidak seimbang sehingga membuka
peluang untuk melakukan korupsi
14
dan situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Sarlito W. Sarwono, ada dua hal yang mendorong terjadinya korupsi: faktor dorongan dari dalam diri sendiri dan faktor rangsangan dari luar.
AS Harris Sumadiria mengatakan bahwa korupsi lahir karena memburuknya nilai-nilai sosial, korupsi kambuh karena adanya
penyalahgunaan tujuan wewenang dan kekuasaan, dan korupsi hidup karena sikap dan mental para pejabat yang semakin memburuk, baik pejabat tinggi
maupun pejabat rendahan.
15
14
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Fiqih Jinayah disertasi, Sekolah Pascasarjana, UIN Syahid Jakarta, 2008, h.40.
15
Juniadi Soewartoyo, Korupsi Pola Kegiatan dan Pendekatannya Serta Peran Pengawasannya dalam Penanggulangannya Jakarta: Restu Agung 1992, h. 30.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu :
a. Penegakan hukum yang tidak konsisten : penegakan hukum hanya
sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, takut dianggap bodoh kalau
tidak menggunakan kesempatan. c.
Langkanya lingkungan yang anti korup : sistem dan pedoman anti korupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
d. Rendahnya pendapatan penyelenggara Negara. Pendapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat. e.
Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan
melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
f. Budaya member upeti, imablan jasa dan hadiah.
g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi :
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
h. Budaya permisif atau serba membolehkan : tidak mau tahu : menganggap
biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
i. Gagalnya pendidikan agama dan etika : Agama menjadi pembendung
moral bangsa dalam mencegah perbuatan yang tidak baik.
16
. Menurut Andi Hamzah, tentang kuasa atau sebab orang melakukan
perbuatan korupsi di Indonesia, berbagai pendapat telah dilontarkan. Ditambah dengan pengalaman-pengalaman selama ini, kita dapat membuat
asumsi atau hipotesa misalnya sebagai berikut:
17
a. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai Negeri dibandingkan dengan
kebutuhan sehari-hari semakin meningkat. b.
Ada juga yang menunjuk latar belakang ke budayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
c. Management yang kurang baik dan control yang kurang efektif dan
efisien. d.
Penyebab korupsi adalah modernisasi. Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa yang menjadi penyebab utama terjadinya korupsi adalah budaya matrealistik yang sudah sangat melekat pada jiwa seseorang, sehingga cara
16
Arya Maheka, KPK komisi pemberantasan korupsi, h. 23
17
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, h.13.
apapun akan dilakukan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya walaupun itu sangat merugikan masyarakat ataupun Negara.
4. Penanggulangan Korupsi