Landasan Teori Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013. 2014

9 oleh karena pada pasien lansia telah terjadi perubahan anatomi apendiks yaitu lumen apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering menimbulkan gejala yang tidak spesifik dan keterlambatan diagnosis. 1,3 Berdasarkan jenis kelamin, kejadian apendisitis akut umumnya sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, pada laki-laki dewasa usia 20-30 tahun insidensi apendisitis akut lebih tinggi yaitu 1.4 kali lebih besar. Rasio perbandingannya antara laki-laki dan perempuan adala 3 : 2. Sedangkan menurut buku ajar patologi, rasio kejadian apendisitis akut antara laki-laki dan perempuan yaitu 1.5 : 1. 1,5 Pada penelitian di Liaquat University Hospital Hyderabad, Pakistan tahun 2003-2004 melaporkan bahwa dari 227 pasien apendisitis akut yang diteliti terdiri dari 150 pasien laki-laki 66.07 dan 77 pasien perempuan 33.92 dengan rata-rata usianya 20.47 tahun. 13 Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian di teaching hospital, India Tengah tahun 2009-2010 melaporkan dari 200 pasien apendisitis akut terdiri dari 112 pasien laki-laki 56 dan 88 pasien perempuan 44 dengan rata-rata usianya 29.12 tahun dan rasio insidensi apendisitis akut antara laki-laki dengan perempuan adalah 1.27 : 1. 14 Angka mortalitas apendisitis secara keseluruhan 0,2-0,8 yang disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan keterlambatan diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1-1, pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun, angka mortalitasnya diatas 20, hal ini terjadi terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi. 3 2.1.2.2 Etiologi Apendisitis akut umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri. Ada berbagai keadaan yang berperan sebagai faktor pencetusnya. Lumen apendiks yang tersumbat merupakan faktor pencetus terjadinya apendisitis akut. Keadaan yang dapat membuat sumbatan pada lumen apendiks yaitu hiperplasia jaringan limfe, adanya fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris pada jaringan apendiks. Selain itu, erosi pada mukosa apendiks 10 akibat parasit seperti E.histolytica diduga dapat pula menimbulkan peradangan pada apendiks. 1 Studi epidemiologi menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menimbulkan kejadian konstipasi yang berpengaruh terhadap kejadian apendisitis. Tekanan intrasekal akan meningkat karena adanya konstipasi yang dapat berakibat timbulnya obstruksi fungsional pada jaringan apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal pada kolon. 1 a. Obstruksi Lumen Apendiks Obstruksi lumen apendiks adalah penyebab utama apendisitis akut. Obstruksi lumen akan menstimulus sekresi mukus pada mukosa apendiks. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan dalam lumen dimana tekanannya melebihi tekanan pada submukosa venula dan limfatik sehingga menyebabkan distensi jaringan apendiks. Keadaan itu membuat semakin meningkatkan tekanan pada dinding apendiks dan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi dan limfatik sehingga dapat terjadi iskemia pada mukosa apendiks dan berakhir dengan nekrosis jaringan. Dalam keadaan normal, kapasitas lumen apendiks sekitar 0.1 mL dan jaringan apendiks dapat menghasilkan sekitar 1-2 mL mukus perhari. Adanya obstruksi pada lumen apendiks akan meningkatkan produksi mukus sekitar 0,5 mL, yang akan meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menstimulus serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen di bawah epigastrium. 1,15 Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Ketika tekanan intraluminal meningkat, maka akan mengganggu aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal tersebut semakin meningkatkan tekanan intraluminal apendiks dan menyebabkan gangguan aliran vaskularisasi apendiks sehingga dapat terjadi iskemia jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangrene. Setelah itu bakteri dapat melakukan invasi ke dinding apendiks. Invasi 11 bakteri akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi. Dan ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga terasa nyeri lokal pada titik McBurney. b. Peran Flora Normal Pada Kolon Jaringan apendiks yang meradang memiliki flora yang berbeda dengan flora normal apendiks pada umumnya, dimana 60 cairan aspirasi dari apendisitis ditemukan bakteri jenis anaerob, sedangkan pada cairan aspirasi apendiks normal hanya ditemukan sekitar 25. Hal ini terjadi ketika ada obstruksi pada lumen apendiks dapat meningkatkan tekanan intraluminal dan menganggu aliran darah serta limfatik sehingga pertahanan mukosa terganggu dan terjadi iskemia pada jaringan intraluminal apendiks yang memudahkan bakteri untuk invasi ke mukosa apendiks. 15 Apendisitis merupakan penyakit infeksi dengan polimikrobial. Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa terdapat 14 mikroorganisme yang berbeda yang ditemukan pada pasien apendisitis perforata. Bakteri yang umumnya terdapat di jaringan apendiks normal, apendisitis akut, dan apendisitis perforata adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. 15,16 2.1.2.3. Patologi Peradangan pada jaringan apendiks diawali pada bagian mukosa, kemudian mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Proteksi dari tubuh dalam membatasi terjadinya proses peradangan tersebut yaitu adanya omentum, usus halus, atau adneksa yang menutupi apendiks sehingga terbentuk massa periapendikuler. Sementara itu, dalam waktu 24-48 jam pertama, peradangan apendiks sudah dapat mengenai seluruh lapisan dinding apendiks, dimana dapat terjadi nekrosis jaringan yang dapat membentuk abses sehingga dapat terjadi perforasi pada tahap selanjutnya. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa 12 periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah mengalami peradangan tidak akan kembali ke bentuk normal atau sembuh sempurna melainkan membentuk jaringan parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan ini dapat menimbulkan keluhan nyeri berulang di regio abdomen kanan bawah. Jika terjadi peradangan akut kembali pada jaringan apendiks tersebut maka dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. 1 2.1.2.4. Gambaran Klinis Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium atau di periumbilikus adalah gejala klasik dari apendisitis yang dapat disertai dengan keluhan mual dan muntah. Selain itu, nafsu makan pada penderita apendisitis akut akan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen bisa tidak begitu jelas apabila letak apendiks di retrosekal retroperitoneal, rasa nyeri lebih dirasa kearah abdomen sisi kanan dan timbul ketika sedang berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 1 Bila apendiks terletak di rongga pelvis, peradangan pada apendiks dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat. Bila jaringan apendiks melekat pada vesica urinaria, peradangan pada apendiks dapat menimbulkan stimulus terhadap dinding vesica urinaria sehingga untuk gejalanya terjadi peningkatan frekuensi urinasi. 1 Pada bayi dan anak, gejala apendisitis akut tidak spesifik karena bayi dan anak kurang mampu menggambarkan rasa nyeri yang dialaminya. Gejala awalnya biasanya hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah dan menjadi lemah 13 dan letargik. Hal ini menyebabkan insidensi apendisitis perforasi tinggi pada usia bayi dan anak yaitu sekitar 80-90. 1 2.1.2.5. Pemeriksaan Tabel 2.1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut Gambaran Klinis Apendisitis Akut Tanda awal - Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney - Nyeri tekan - Nyeri lepas - Defans muscular Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung - Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri Rovsing sign - Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepaskan Blumberg sign - Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam, berjalan, batuk, mengedan Sumber : Sjamsuhidayat, 2011 Pada pemeriksaan fisik untuk pasien apendisitis akut, umumnya terjadi peningkatan suhu sekitar 37.5-38.5 C, bila suhu lebih tinggi, kemungkinan sudah terjadi perforasi. Tidak ditemukan gambaran spesifik pada pemeriksaan inspeksi abdomen. Ditemukan adanya nyeri tekan pada regio iliaka kanan, disertai nyeri lepas pada pemeriksaan palpasi abdomen. Selain itu, ditemukan adanya defans muskular yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Ditemukan juga tanda Rovsing yaitu ketika abdomen sebelah kiri bawah ditekan, akan dirasakan nyeri diabdomen sebelah kanan bagian bawah. Pada pemeriksaan auskultasi abdomen, umumnya bising usus normal, tetapi bisa saja hilang akibat 14 adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata. Pada apendisitis pelvika, nyeri dapat dirasakan saat pemeriksaan colok dubur. Namun, bila peradangan apendiks menempel pada otot psoas mayor, maka akan ditemukan rasa nyeri pada uji psoas. Uji psoas dilakukan dengan memberi stimulus pada otot psoas melalui hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Selain itu, bila apendisitis bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul minor, dapat dirasakan nyeri saat dilakukan uji obturator yaitu melalui gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. 1 2.1.3. Skor Alvarado Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis akut pada usia dewasa. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk mendiagnosis pasien apendisitis pada penelitian kohort terhadap 305 pasien suspek apendisitis di Nazareth Hospital, Philadelphia, United States of America. Sistem skoring ini didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana yang sering didapatkan pada pasien apendisitis akut. 17 Pada penelitian di Armed Forces Hospital, Saudi Arabia tahun 2001-2002 pada 125 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas skor Alvarado 53.8 dan spesifisitas 80 untuk semua pasien, pada pasien wanita sensitifitas skor Alvarado 48 dan spesifisitas 62.5 sedangkan untuk pasien laki-laki sensitifitas skor Alvarado 54.6 dan spesifisitas 100. 18 Penelitian di teaching hospital Saudi Arabia tahun 2011-2012 pada 121 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas skor Alvarado 59.57 dan spesifisitas 85.13, nilai duga positif 71.79 , nilai duga negatif 76.82 dimana pada 39 pasien dengan skor Alvarado ≥7, ditemukan 28 pasien apendisitis akut 71.79 dan pada 47 pasien dengan skor Alvarado 4-6, ditemukan 16 pasien apendisitis akut 34.04, 15 sedangkan untuk 35 pasien dengan skor Alvarado ≤ 3, hanya ditemukan 3 pasien apendisitis akut 8.57. 6 Ada juga penelitian yang melakukan uji diagnositik pada salah satu faktor penilaian dalam skor Alvarado yaitu batas angka leukosit pada apendisitis. Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009-2011 dengan 155 pasien yang terdiri dari 85 pasien apendisitis akut dan 70 pasien apendisitis perforasi menghasilkan sensitivitas batas angka leukosit cut off point 15.050mm 3 , sensitivitasnya 90 dan spesitifitasnya 84.6. 11 Tabel 2.2. Skor Alvarado Characteristics Score 3 Symptoms Migration of pain to the right lower quadrant 1 Nausea and vomiting 1 Anorexia 1 3 signs Tenderness in right iliac fossa 2 Rebound tenderness in right iliac fossa 1 Elevated temperature 1 2 Laboratory finding Leukocytosis 2 Shift to left of neutrophils 1 Total 10 Sumber : Tamanna Zikrullah, 2012 Sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sistem skoring sederhana ini dapat menentukan tindakan selanjutnya pada pasien apendisitis akut. 16 Tabel 2.3. Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado Sumber : Michael, 2000. Menurut kepustakaan, skor Alvarado dapat menurunkan kejadian apendisitis perforasi, menurunkan angka mortalitas dalam 2 tahun terakhir ini, dan dapat menurunkan nilai negatif apendektomi. 17 Nilai negatif apendektomi merupakan persentase ditemukannya gambaran jaringan apendiks normal pada pemeriksaan patologi anatomi pasca apendektomi. 19 Pada studi sebelumnya di Mandeville Regional Hospital tahun 2010 melaporkan bahwa nilai persentase negatif apendektomi 15-40 dan sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dari 35.8 menjadi 30.2 dimana skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi sebesar 71-94 karena sesuai dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi. 7 2.1.4. Pemeriksaan Patologi Anatomi Pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks sering digunakan sebagai gold standar dalam uji diagnositik apendisitis akut, karena memiliki sensitifitas paling baik diantara pemeriksaan lain. 11 Skor Alvarado Manajemen 0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi apendektomi, dan segera kembali ke dokter jika tidak ada perbaikan dari gejala. 4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6 dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan maka dilakukan apendektomi. 7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi, sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian apendektomi. 17 18 terakhir negative appendicectomy artinya jaringan apendiks yang ditemukan berupa jaringan normal. Selain itu, terdapat beberapa penyakit yang memiliki gambaran klinis mirip dengan apendisitis akut, diantaranya adalah limfadenitis mesenterium setelah infeksi virus sistemik, gastroenteritis dengan adenitis mesenterium, penyakit radang pelvis dengan keterlibatan tuba falopi dan ovarium, ruptur ovarium saat ovulasi, kehamilan ektopik, dan divertikulitis Meckel. 19 Penelitian di Khyber Teaching Hospital Peshawar tahun 2003, pada 54 pasien dengan skor Alvarado lebih 7, dimana terdapat 32 pasien wanita dan 20 pasien laki- laki yang dilakukan pemeriksaan patologi anatomi didapatkan hasil berupa adanya inflamasi pada jaringan apendiks pada 45 pasien dan pada 7 pasien ditemukan jaringan apendiks yang normal. 20 Penelitian yang dilakukan di Liaquat University Hospital Hyderabad, Sindh, Pakistan tahun 2003-2004 diperoleh 178 pasien 96 memiliki gambaran radang pada apendiks yang terdiri dari radang akut 108 pasien 58,37, perforasi apendiks 45 pasien 24.32, gangrenosa apendiks 17 pasien 9.18 dan massa apendikular 8 pasien 4.32, sedangkan terdapat 7 pasien 4 yang memiliki gambaran bukan radang akut, yaitu 2 pasien 1.08 dengan adenitis mesenterium, 1 pasien 0.54 dengan ruptur kista ovarium, 1 pasien 0.54 dengan divertikulitis Meckel, 1 pasien 0.54 dengan kista ovarium terpuntir, dan 2 pasien 1.08 dengan normal apendiks. 13

2.2. Kerangka Konsep

Variabel Independen 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Skor Alvarado Variabel Dependen Hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pasca apendektomi 19

2.3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur dan Cara Ukur Skala Usia Usia pasien saat pemeriksaan dilakukan Sesuai tertulis dalam rekam medis Ordinal 1. 5-14 tahun 2. 15-24 tahun 3. 25-44 tahun 4. 45-65 tahun 5. 65 tahun Jenis Kelamin Indikasi jenis kelamin ketika lahir:  Laki-laki  Perempuan Sesuai tertulis dalam rekam medis Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan Skor Alvarado Sistem skoring untuk diagnosis apendisitis akut, didasarkan pada 8 faktor yang sering didapatkan pada apendisitis akut yaitu  migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah abdomen  anoreksia  mualmuntah  nyeri tekan di kuadran kanan bawah abdomen  nyeri lepas cepat  suhu tubuh 37.5 C  leukositosis  konfigurasi leukosit Sesuai tertulis dalam rekam medis  Very unlikely acute appendicitis : 1-4  Probable acute appendicitis : 5-6  Definitely acute appendicitis : 7-8 Ordinal 1. Skor Alvarado 7 2. Skor Alvarado 7 20 bergeser ke kiri. Pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks yang dilakukan pasca apendektomi. Hasil laboratorium patologi anatomi pada jaringan apendiks, sesuai tertulis dalam rekam medis. Kriteria radang akut yaitu adanya infiltrasi neutrofilik pada mukosa submukosa muskuluaris propia pada jaringan apendiks. Nominal 1. Radang akut 2. Radang kronik 21 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan desain potong lintang cross sectional dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks pasca apendektomi sebagai gold standar. Bahan diambil dari data sekunder pasien yang memiliki hasil pemeriksaan klinis dengan diagnosis apendisitis akut, telah dilakukan apendektomi, dan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks setelah operasi di RSUD Serang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian : RSUD Serang Waktu Penelitian : Februari – Juli 2014

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut yang dilakukan operasi apendektomi dan setelah operasi dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks di RSUD Serang tahun 2013. 22 Penghitungan besar sampel menggunakan metode analitik kategorik tidak berpasangan : √ √ • Zα = 1.96 kesalahan 5 • Zβ = 0.84 kesalahan 20 • P 2 = 0, 0123 • Q 2 = 1- P 2 • = 1-0,0123 • = 0,987 • P 1 - P 2 = 0,2 • P 1 = 0,0123 + 0,2 • = 0,2123 • Q 1 = 1 – P 1 • = 1 – 0,2123 • = 0,787 • P = P 1 +P 2 2 = 0.2123+0.01232 = 0.1123 • Q = 1 – P • = 1- 0,1123 • = 0,887