Konvensi tentang Laut Lepas dalam Hal Pengamanan di Wilayah

Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009

B. Konvensi tentang Laut Lepas dalam Hal Pengamanan di Wilayah

Perairan Indonesia Laut lepas atau laut bebas ini sendiri Pasal 1 Konvensi diartikan sebagai “semua bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial atau periran pedalaman sesuatu negara” Konvensi tentang laut lepas bebas ini pada dasarnya mengatur antara lain sebagai berikut : 1. Laut lepas bebas terbuka untuk semua bangsa. Semua bangsa memiliki kebebasan atas laut lepas dalam hal : a. melakukan navigasi; b. melakukan perikanan; c. memasang kabel atau pipa saluran; d. melakukan penerbangan. 2. Kebebasan tersebut diatur dalam hukum internasional. 3. Tiap negara berhak melakukan pelayaran dengan benderanya masing- masing di laut lepas. 4. Kapal-kapal harus mengibarkan bendera satu negara saja tidak diperkenankan berganti-ganti kecuali berpindah pemilik owner. 5. Jika satu kapal mengibarkan dua bendera kapal maka kapal tersebut dianggap tidak berkebangsaan. 6. Tiap negara bekerjasama untuk memberantas pembajakan di laut. 7. Kapal atau pesawat terbang yang melakukan pembajakan akan diadili negara yang benderanya dipergunakan. 8. Tiap negara harus mengatur untuk mencegah pengotoran laut. Membuang minyak, membuang sisa radio aktif serta mengatur eksploitasi dan eksplorasi. 9 Adapun hak sebuah negara untuk melakukan pengejaran terhadap kapal yang dicurigai melakukan tindak pidana ditentukan sebagai berikut ; • Pengejaran hanya dilakuakan kapal perang, pesawat terbang militer atau kapalpesawat yang sedang menjalankan tugas pemerintahan. 9 Ibid, hal. 19-21 Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 • Pengejaran dilakukan terhadap kapal yang diduga keras melanggar undang- undangperaturanperaturan negara yang mengejar. • Pengejaran yang dilakukan secara tidak terputus dapat dilakukan sampai batas laut teritorial negara lain. Jika telah sampai di laut teritorial negara lain maka pengejaran harus dihentikan. • Perintah harus dilakukan dari laut teritorial dan hanya boleh dimulai setelah diberikan semboyan yang dapat dilihatdidengar kapal asing tersebut. • Kapal yang dikejar dikawal menuju suatu pelabuhan untuk diperiksadisidik. • Jika kecurigaan ternyata tidak terbukti maka diberikan ganti rugi. Dalam buku Wirjono Prodjodikoro, SH “Hukum Laut bagi Indonesia” membicarakan tentang International Law Comission PBB, yang antara lain memuat : Tentang hal ini hanya diusulkan satu pasal, yaitu pasal 66 yang berbunyi sebagai berikut : 1. Dalam suatu bagian samudera raya yang merupakan lanjutan dari suatu laut teritorial dari negara pesisir, maka negara ini dapat melakukan pengawasan yang perlu untuk : a. menghindrkan pelanggaran peraturan-peraturan undang-undangnya yang berlaku di perairan itu tentang bea masuk atau pajak lain atau tentang kesehatan; b. menghukum perbuatan-perbuatan melanggar peraturan undang-undang itu yang dilakukan dalam laut wilayah itu. 2. Wilayah lanjutan itu tidak boleh lebih luas dari 12 mil terhitung dari titik dari mana dihitung jarak luas dari laut wilayah. 10 10 Wirjono Prodjodikoro, “Hukum Laut bagi Indonesia”, Bandung : Penerbit Sumur, 1963, hal. 49 Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009

C. Tindak Pidana yang Menyertai Tindak Pidana Perompakan di Selat Malaka