Selat Malaka Pola Umum Pelaksanaan Perompakan

Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 perbuatan kekerasan dan ketiganya masing-masing diancam dengan hukuman maksimum lima belas tahun penjara. Tindak pidana dari pasal 439 KUHP dinamakan pembajakan pantai kustroof dan dirumuskan sebagai : dengan mempergunakan kapal dalam laut teritorial Indonesia laut wilayah Indonesia, melakukan perbuatan kekerasan terhadap kapal lain atau terhadap orang-orang atau barang-barang di atas kapal itu. Jadi, sebenarnya kini ada pembajakan di laut dekat pantai. 4

a. Afrika Barat

3. Pola Umum Pelaksanaan Perompakan

Berdasarkan laporan dari badan-badan resmi, seperti Buletin IMO pada Bulan Januari tahun 2000, tindak pidana perompakan telah tumbuh sebagai tindak pidana internasional yang bersifat global dan terorganisir. Adapun informasi yang diperoleh pada Buletin IMO tersebut antara lain adlah mengenai pola-pola umum pelaksanaan perompakan yang diuraikan sebagai berikut : Pada periode 1986 – 1992 di Afrika Barat, khususnya di Negeria telah terjadi aktivitas kejahatan perompakan dan perampokan bersenjata lebih kurang 25 kasus per tahunnya. Dan pada tahun 1998 saja telah terjadi perompakan sebanyak 25 kasus, khususnya terhadap kapal yang sedang berlabuh.

b. Selat Malaka

4 Wirjono Prodjodikoro, op. cit, hal. 143. Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 Sebelum tahun 1989 Selat Malaka dipandang sebagai wilayah lautan yang relatif aman. Namun pada masa-masa berikutnya menjadi kawasan yang cukup rawan. Setiap tahunnya dilaporkan telah terjadi sekitar 28 kali penyerangan dan sejak tahun 1991 jumlahnya terus bertambah hingga 50 kali serangan per tahun. Kebanyakan penyerangan tersebut adalah terhadap kapal-kapal dagang yang sedang berlayar. Perlu juga diketahui bahwa kejahatan perompakan yang terjadi di Selat Malaka mungkin tidak murni bersifat mencari keuntungan semata-mata tetapi mengandung tujuan politis sebagaimana dilaporkan oleh beberapa ICC Commercial Crimes Services tanggal 23 September 2003. Dalam laporan tersebut dinyatakan : . . . .There was evidence to suggest Aceh rebels are responsible for the growing piracy in the area. Their principal motivation … Is to fund their political cause by holding hostages for ransum. Yang secara bebas dapat diartikan sebagai berikut : ……….terdapat bukti yang mengarahkan bahwa pemberontak di Aceh bertanggung jawab atas pertumbuhan perompakan di wilayah ini. Tujuan utama mereka……… adalah untuk mendanai usaha politik mereka dengan melakukan penyanderaan untuk persediaan.

c. Laut Cina Selatan