Dampak terhadap Materi dan Psikologis atas Terjadinya Tindak Pidana Perompakan

Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 tidak asing lagi karena inilah yang menjadi lambang pemberontakan gerakan separatis di Aceh pada waktu lalu. Pihak partai GAM sendiri menanggapi nama GAM sebagai nama partainya sebagai hal yang tidak perlu dipersoalkan karena istilah GAM disini tidak memiliki kepanjangan apapun. Pihak Partai GAM juga berdalih bahwa pendirian partai ini tidak melanggar isi perjanjian di Helsinki, karena di dalamnya juga disebutkan bahwa warga diberikan wewenang untuk mendirikan partai lokal maupun nasional sebanyak-banyaknya di Aceh. Berdirinya Partai GAM ini merupakan konsekwensi dari perjanjian Helsinki karena hal itu merupakan satu paket, namun perlu diingat bahwa sebagai partai lokal, Partai GAM tidak bisa berlaku pada tingkat nasional. Namun demikian, juru bicara Komite Peralihan Aceh KPA Ibrahim bin Syamsuddin menyatakan bahwa pendirian partai tersebut adalah sebagai tindak lanjut perjuangan masyarakat Aceh yang mana selama 30 tahun dilakukan dengan senjata dan sekarang dilakukan dengan alat yang berbeda yaitu melalui politik.

B. Dampak terhadap Materi dan Psikologis atas Terjadinya Tindak Pidana Perompakan

Tidak seperti yang kebanyakan dari kita yang menduga bahwa akibat suatu tindak pidana itu hanya diderita oleh pihak korban, sebenarnya selain korban ada pihak-pihak lain yang juga terkena dampaknya. Akibat-akibat kejahatan itu dapat tertuju pada : Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 1. korban si penjahat perorangan 2. masyarakat umum 3. individu diri si penjahat 16 Dari keterangan di atas dapat kita lihat bahwa selain korban, masyarakat dan yang paling mengejutkan bahwa pelaku juga menerima akibat dari terjadinya suatu tindak pidana. Dalam hal ini penulis akan memberikan penekanan pada pembahasan kerugian yang diterima oleh korban, karena bagaimanapun juga, korban tindak pidanalah yang menerima akibat paling besar atas terjadinya suatu peristiwa pidana. Tindak pidana perompakan ini memiliki akibat-akibat antara lain : Korban Bagi korban sendiri akibatnya antara lain : a. Kerugian materil yang diderita akibat dirampasnya peralatan dan barang- barang lain yang ada di kapal, seperti ikan, hasil tangkapan lain oleh nelayan, unit GPS, unit komputer ikan, pesawat radio, uang, bahkan terjadi penenggelaman oleh pelaku. Kerugian materiil yang tidak sedikit ini tentu saja menimbulkan suatu perasaan tidak enak bagi korban yang terpaksa harus kehilangan harta dan sarana mata pencahariannya. Seperti pembajakan yang baru saja terjadi atas kapal tanker milik Malaysia, MT. Penrider, 12 Agustus 2007 lalu. Kerugian materiil yang 16 Ibid, hal.43 Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 diterima oleh korban adalah bahwa mereka harus rela kehilangan uang sejumlah RM 10 ribu 22,4 juta rupiah, sebuah telepon seluler dan dokumen-dokumen penting. Menurut keterangan yang ada di Harian The Straits Times edisi Hari Kamis, modus operandi yang dipergunakan oleh perompak adalah mereka bersikap seolah-olah seperti pedagang barter saat mereka mendekati kapal tanker ini dengan dua kapal boat. Pada saat itu kapal berada pada jarak 22 km dari Pelabuhan Klang saat para perompak mulai melepaskan tembakan dan memerintahkan kapten untuk mematikan mesin. Perompak biasanya setelah menaiki kapal sasarannya mulai mencari barang-barang berharga yang bisa diambil dari atas kapal tersebut, tidak peduli apakah barang tersebut kepunyaan pemilik kapal sebagai alat pendukung pelayaran, seperti radar atau telepon satelit, maupun milik pribadi awak kapal, seperti handphone atau uang pribadi mereka. Kerugian terbesar dalam hal materi tentu saja diderita oleh pemilik kapal yang kapalnya dirompak oleh pelaku. Kehilangan alat navigasi yang harganya mencapai ratusan bahkan milyaran rupiah itu tentu saja bukan hal yang remeh bagi pemilik kapal, belum lagi apabila kapal mereka ditenggelamkan oleh perompak. Tebusan yang harus mereka bayarkan demi pembebasan awak kapalnya juga menjadi tanggung jawab pemilik kapal yang tidak bisa mereka elakkan. Oleh karena itulah, para pemilik kapal biasanya harus rela untuk Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk membayar iuran bulanan yang diminta oleh para perompak agar mereka dapat menghindarkan diri dari kerugian yang lebih besar yang mengancam mereka apabila mereka tidak melakukannya. b. Kerugian personilimmateril, yaitu disandera dan dianiayanya awak kapal beberapa awak kapal sehingga korban menderita tekanan psikologis dan trauma. Kerugian personil ini juga dialami oleh kapten kapal kargo asal Taiwan Dong Yih pada tanggal 9 Agustus lalu ketika mereka berlayar melintasi perairan dekat Aceh. Kapten kapal dimaksud menderita luka di bagian kepala saat kapal mereka ditembaki oleh para perompak. Begitu pula yang terjadi pada awak kapal Indonesia, tak jarang mereka mengalami penyiksaan di atas kapal mereka yang sedang dibajak tersebut, baik itu dipukuli dengan tangan kosong atau menggunakan senjata. Dan bagi mereka yang disandera oleh para perompak juga mengalami traumatis yang mendalam akibat penyanderaan yang mereka alami. Salah seorang sandera yang berhasil dibebaskan dengan uang tebusan mengalami syok dan sekujur tubuhnya gemetar saat ia diantarkan petugas ke rumahnya. Apabila rasa trauma ini tidak diatasi maka ada kemungkinan bahwa korban akan kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayanawak kapal akibat tidak berani melaut lagi karena takut akan terjadinya perompakan di atas kapalnya lagi. Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 Masyarakat umum Bagi masyarakat umum, kerugian yang dialami adalah rasa takut dan khawatir atas keamanan di laut dalam diri masyarakat itu sendiri untuk melakukan penangkapan ikan sebagai mata pencahariannya. Rasa khawatir bagi keluarga dan kerabat awak kapal yang berlayar di sekitar perairan rawan perompakan pun juga dapat dianggap sebagai kerugian tersendiri yang harus diderita akibat adanya perompakan. Rasa percaya akan keamanan dari perairan Negara Indonesia ini menjadi suatu hal yang diragukan oleh masyarakat umum. Individudiri pelaku Adalah suatu hal yang mengejutkan bagi penulis mengetahui bahwa pelaku perompakan juga dapat terkena akibat dari hasil perbutannya. Tapi hal ini kemudian disadari oleh penulis sebagai hal yang nyata dialami oleh pelaku. Pelaku sendiri akan menderita kerugian karena ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan pidana penjara, dan secara moral ia adalah seorang yang berdosa dan kepercayaan orang lain kepadanya akan hilang. Kerugian yang harus diterima pelaku perompakan adalah secara spirituil bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah dan hal tersebut adalah dosa, apabila pelaku memang menyadari bahwa dirinya melakukan sesuatu yang salah. Dan secara lahiriah, apabila mereka tertangkap mereka harus menjalani hukuman penjara dan terpaksa harus kehilangan kebebasan mereka dengan terkurung di dlam penjara untuk waktu tertentu. Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009 Dengan melihat daftar kerugian yang diterima oleh warganya, hendaknya pemerintah mampu melakukan suatu usaha agar kerugian-kerugian di atas tidak sampai terjadi lagi di kemudian hari, atau paling tidak menekan angka terjadinya tindak pidana perompakan ini. Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009

BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PEROMPAKAN DI

PERAIRAN SELAT MALAKA A. Peranan TNI AL sebagai Aparatur Negara dalam Menangani Tindak Pidana Perompakan Pengaturan tindak pidana perompakan ini, di luar KUHP, tidak dituangkan ke dalam suatu peraturan khusus, atau dengan kata lain tindak pidana perompakan ini termasuk ke dalam tindak pidana umum. Patokan yang lain sama sekali dipakai oleh Scholten yang memakai patokan “berlaku umum” dan “berlaku khusus” yang mengatakan semua hukum pidana yang berlaku umum disebut sebagai hukum pidana umum. Hukum pidana khusus ialah perundang-undangan bukan pidana umum yang bersanksi pidana khusus yang disebut hukum pidana pemerintahan. 17 Demikian pula menurut P. Mostert yang menunjukkan bahwa dengan menggunakan perundang-undangan pidana yang khusus ini maka yang utama bukanlah perbuatan secara individual, melainkan melaksanakan suatu kebijaksanaan yang bersifat umum. Kadang-kadang disebut juga “ordeningstrafrecht” yang menurut Roeslan Saleh tidak lebih hanya suatu penutup atas suatu pengaturan yang bersifat memaksakan. 18 17 W.P. Prins, Kosim Adisaputro, “Pengantar Hukum Tata Usaha Negara”, Jakarta : Aksara Baru, 1957, hal. 42 18 Roeslan Saleh ,”Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif”, Jakarta : Aksara Baru, 1981, hal. 5 TNI AL sebagai aparatur negara yang bertugas untuk menjaga keamanan di laut, dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan tindak pidana ini, memiliki suatu panduan khusus yang tercantum dalam sebuah Protap Prosedur Tetap yang berjudul “Peranan TNI AL dalam Pengawasan dan Penegakkan Hukum di Laut”.