Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009
meresahkan masyarakat dan menurunkan nama baik Negara Indonesia di mata dunia internasional dalam hal keamanan di laut.
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Sir Charles Hedges, seorang hakim tahun 1600 pada Mahakamah Pelayaran Inggris mengemukakan bahwa “perompak pirates adalah
perampok yang merampas kapal danatau muatannya melalui cara yang keras di lautan.”
1. Pengertian Perompakan
Perompakan secara gamblang dapat diartikan sebagai perampokan yang terjadi di wilayah lautan. Namun dalam pengertian secara ilmiah, istilah
perompakan ini memiliki beberapa pengertian yang antara lain akan dikemukakan dalam paragraf berikut.
1
Di dalam Bab III Protap yang berjudul “Peranan TNI AL dalam Pengawasan dan Penegakkan Hukum di Laut”, disebutkan dengan tegas defenisi
dari perompakanpembajakan ini yaitu adalah setiap tindakan Konvensi Genewa tahun 1958 juga memuat arti dari “pembajakan.
Pembajakan diatur dalam pasal 15 konvensi laut lepas yang antara lain mencantumkan sebagai berikut :
“Pembajakan di laut meliputi salah satu perbuatan sebagai berikut : 1 setiap perbuatan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum, menyetopmenahan, atau
perbuatan merampok . . . .”
1
M. Arif Nasution, dkk, Isu-isu Kelautan “dari Kemiskinan hingga Bajak Laut”, Yogyakarata : Pustaka Pelajar, 2005, hal. 118
Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009
kekerasanperampasan atau penahan yang tidak sah, atau setiap tindakan memusnahkan terhadap orang atau barang, yang dilakukan untuk tujuan pribadi
oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal. Defenisi perompak pirates ini kemudian diatur dalam Pasal 101 United
Nations Convention on the Law of the Sea UNCLOS tahun 1982; dimana pengertian perompak mengandung makna :
a Any illegal acts of violence or detention, or any act of depredation
commited for private ends by crew or passengers of a private ship or a private aircraft, and directed :
i On the high seas, against another ship or aircraft, or against persons
or property on board such ship or aircraft; ii
Against a ship, aircraft, persons or property in aplace outside the jurisdiction of any State;
b Any act of voluntary participation in the operation of ship or of an
aircraft with knowledge of facts making it a pirate ship or aircraft; c
Any act inciting of intentionally facilitating an act described in sub- paragraph a or b.
Secara bebas defenisis tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut : a Setiap perbuatan illegal atas kekerasan atau penahanan, atau setiap
perbuatan pembinasaan yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh Anak Buah Kapal ABK atau penumpang dari sebuah kapal pribadi atau
pesawat pribadi, dan ditujukan :
Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009
i Di wilayah laut lepas, terhadap kapal atau pesawat lain, atau terhadap
orang atau benda-benda di atas kapal atau pesawat tersebut; ii
Terhadap sebuah kapal, pesawat, orang atau benda-benda di suatu wilayah di luar yurisdiksi negara manapun;
b Setiap perbuatan ikut serta secara sukarela di dalam penyelenggaraan suatu kapal atau sebuah pesawat sedang diketahuinya secara nyata bahwa kapal
atau pesawat tersebut digunakan sebagai kapal atau pesawat perompak; c
Setiap perbuatan menghasut secara sengaja dengan memberi fasilitas untuk suatu perbuatan sebagaimana dimaksud dalam sub-paragraf a atau
b. Pada perkembangan selanjutnya, defenisi tersebut dirasa tidak cocok lagi
dengan kenyataan di lapangan. Hal ini dikarenakan perompakan tidak lagi terbatas dilkukan pada harta benda saja melainkan juga mengancam nyawa manusia yang
berada di atas kapal tersebut. Selain itu, perompakan tidak hanya terjadi di wilayah internasional saja sebagaimana disebutkan dalam sub-paragraf a pada
butir i, tetapi juga terjadi di wilayah laut teritorial, bahkan sampai ke anak sungai seperti yang terjadi di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Oleh karena itulah, beberapa negara di dunia menyatakan bahwa perlu didirikan suatu badan internasional untuk mengatasi masalah keamanan di laut
secara lebih efektif. Untuk itu pada tahun 1948, sebuah konferensi internasional yang diadakan di Genewa mengadopsi sebuah konvensi yang selanjutnya secara
resmi mendirikan Inter Governmental Maritime Consultative Organization atau IMCO. Selanjutnya pada tahun 1982. IMCO ini berubah nama menjadi IMO.
Eka Krisnawati : Tindak Pidana Perompakan Di Wilayah Perairan Selat Malaka, 2007. USU Repository © 2009
Adapun tujuan dari didirikannya organisasi ini adalah untuk menyediakan sarana kerja sama antar negara untuk membantu pemerintah dalam bidang keamanan di
laut. Pada pertemuan IMO pada tahun 1991, organisasi ini menyetujui Resolusi A 682 17 dalam rangka pencegahan dan penindsan tindakan dari perompak
bersenjata yang menyerang kapal-kapal di lautan. Berikutnya, Swedia pada tahun 1983 mengjukan kertas kerja untuk
mendirikan Maritime Safety Committee MSC. Dan pada tahun 1999 International Chamber of Commerce mendirikan pula International Maritime
Bureau IMB untuk menangani kasus kriminal di lautan dengan lebih serius karena perompakan yang terjadi terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar di
seluruh dunia telah mencapai angka lebih kurang 1.587 serangan pada tahun 1984 sampai akhir November 1999.
Berbicara tentang Kitab Undng-undang Hukum Pidana KUHP tentu tidak terlepas dari penggolongan tindak pidana-tindak pidana yang harus dimuli
dengan mencari persamaan sifat semua tindak pidana. Dari persamaan sifat ini kemudian dapat dicari ukuran-ukuran atau kriteria untuk membedakan suatu
golongan tindak pidana dari golongan lain; dan dari setiap golongan ini mungkin bisa dipecah lagi ke dalam dua atau lebih subgolongan.
2. Pengaturan Tindak Pidana Perompakan di dalam KUHP