Analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara (studi kasus di Kecamatan Medang Deras)

(1)

ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

TESIS Oleh

JULIWATI P BATUBARA 097004006/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

TESIS Oleh

JULIWATI P BATUBARA 097004006/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIWATI P BATUBARA 097004006/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(4)

Judul Penelitian : ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

Nama : JULIWATI P BATUBARA

Nomor Pokok : 097004006 Program Studi : PSL

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil

Anggota Anggota

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

Tanggal Lulus : 28 Februari 2012


(5)

Telah diuji pada

Tanggal 28 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill 2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

3. Prof. Dr. Ing. Tenala A. Barus, M.Sc 4. Drs. Chairuddin, M.Sc


(6)

ABSTRAK

ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

Kegiatan perikanan tambak mengeluarkan air buangan yang mengandung bahan organik ke perairan pesisir, limbah organik ini dinyatakan dalam bentuk Total Padatan Tersuspensi (TSS). Kemampuan perairan pesisir menampung limbah organik dipengaruhi oleh volume air yang tersedia di pantai dan jumlah limbah organik yang dibuang dari tambak. Penelitian dilakukan di Perairan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara dari bulan Mei sampai Juli tahun 2011 tentang analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara (studi kasus di Kecamatan Medang Deras) menggunakan metode survei. Daya dukung perairan ditentukan berdasarkan daya tampung perairan untuk menampung limbah organik dan volume air di pantai. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa total limbah organik dalam bentuk TSS yang dikeluarkan dari pertambakan ke perairan pesisir sebesar 193,52 kg/hari/ha dari luas tambak 3900 m2 sedangkan dari luas tambak 4300 m2 total limbah organik yang dikeluarkan sebesar 248,4 kg/hari/ha. Volume air yang tersedia di pantai sebesar 15.451.902 m3

Kata kunci : Limbah organik, tambak udang, daya dukung dan perairan pesisir

. Volume air di pantai masih memungkinkan menampung limbah organik dari tambak namun beban limbah dari tambak tersebut mengurangi kemampuan perairan (daya tampung) sebagai penerima limbah sehingga terjadi penuruan kualitas air. Berdasarkan volume air di pantai, luas tambak yang layak dioperasikan adalah 128,8 ha. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas tambak udang terhadap kualitas perairan pesisir dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter fisik dan kimia di beberapa stasiun pengamatan seperti stasiun muara sungai, pantai, laut, kolam pembesaran, tandon dan outlet tambak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter kualitas air yaitu kekeruhan, Total Padatan Tersuspensi (TSS), Nitrit dan pospat telah melampaui ambang batas persyaratan baku mutu air laut untuk biota laut dan budidaya perikanan.


(7)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF ORGANIC WASTE CAPACITY OF SHRIMP POND ON THE ENVIRONMENTAL CARRYING CAPACITY IN THE COASTAL WATERS

OF BATUBARA DISTRICT (A Case Study in Medang Deras Subdistrict) The fishery activity in the ponds increase organic materials as Total Suspended Solids (TSS) in the coastal waters. The capability of coastal waters to accept of organic the released depend on the volume of the water and the amount waste. This study was conducted in the coastal waters of Medang Deras Subdistrict, Batubara District from May to July 2011 by using survey method on the analysis of the analysis of organic waste capacity of shrimp pond on the environmental capacity in the coastal waters of Batubara District (a case study in Medang Deras Subdistrict). The coastal waters capacity is determined based on the capacity of coastal waters to retain organic waste and the volume of water in the coastal waters. The result of this study showed that the total amount of organic waste in the form of TSS disposed from the ponds with the area 3900 m2 to the coastal waters was 193.52 kg/day/ha, while from the ponds with the area of 4300 m2, the total organic waste disposed was 248.4 kg/day/ha. The volume of water in the coastal waters was 15,451,902 m3. This volume is still able to retain the organic waste from the pond but the load of the waste from the ponds minimizes the capacity of the coastal waters as waste receiver that the quality of water becomes less. Based on the volume of water in the coastal waters, the appropriate area of the pond to be operated is 128.8 hectares. To find out the influence of the activity of shrimp pond on the quality of coastal waters, several physical chemical parameters were observed at several observation stations such as the ones located at the estuaries, beaches, ocean, rearing ponds, reservoirs, and outlet ponds. The result of analysis showed that the parameters of turbidity, Total Suspended Solids (TSS), nitrite and phosphate have been beyond the threshold limit value of sea water quality standard for marine biota and fishery culture.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan baik. Tesis ini berjudul Analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara (studi kasus di Kecamatan Medang Deras).

Penulis menyadari bahwa Tesis ini dapat selesai karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil dan Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan selama ini.

2. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS sebagai Ketua program studi, Bapak Drs Chairuddin, M.Sc selaku Sekretaris program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberi support agar laporan ini tesis ini selesai.

3. Rektor Universitas Asahan dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Asahan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan sekolah ke pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI atas beasiswa yang diberikan.

5. Ibu R Simanjuntak dan Mertua E Hutapea yang telah memberikan bantuan dan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Orang tuaku di Medan A. Batubara dan T br Sitorus yang telah mendukung dan memperhatikan selama perkuliahan sampai selesai.

7. Suami Andi Siagian dan anakku Juan Siagian. Terima kasih atas dukungan, perhatian dan doanya selama ini sehingga tesis ini dapat selesai.

8. Abang dan kakak G. Hutabarat dan A. Batubara; H. Sibuea dan D. Batubara; B Siagian dan D Situmeang, Gurman Batubara serta adikku Tota,Timothi. Maince Batubara.Terima kasih buat bantuan dan doanya.

9. Bapak Janbuhar Hutabarat, S.Pi; Zainuddin; Ambri; Loren simanjuntak yang telah bersedia menyediakan tempat untuk lokasi penelitian dan membantu kelancaran penelitian.

10. Bapak Asprin tamba, S.Pi M.Si selaku Ketua Jurusan Perikanan Universitas Asahan dan Bapak Heron Surbakti yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

11. Rekan-rekan PSL USU angkatan 2009 (Rumei, Rabiatun, Erli, Aswin, Heron, Riswan, Rizauddin dan Radius) atas bantuan selama perkualiahan

12. Andre dan Jupentus buat bantuannya selama penelitian.

Semua pihak yang telah membantu, akhir kata dengan segala keterbatasannya, semoga Tesis ini memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

Medan, April 2012


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 30 Juli 1976 di Pematang Siantar dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayah Bimala Batubara (Almarhum) dan Ibu Rohani Simanjuntak.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dari SD Negeri No 125545 di Pematang Siantar tamat tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negeri 3 Pematang Siantar tamat 1992 dan Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 3 Pematang Siantar tamat tahun 1995 dan tahun 1996 melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Jurusan Budidaya Perikanan Universitas Riau dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan tahun 2001.

Penulis merupakan Dosen di Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Perairan Universitas Asahan mulai dari tahun 2001 sampai sekarang. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dengan beasiswa Dirjen Dikti dan lulus pada tanggal 28 Februari 2012.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………..……….. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar belakang ……….. 1

1.2. Perumusan masalah ………. 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4. Hipotesis ……….. 6

1.5. Manfaat Penelitian ………. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 8

2.1. Ekosistem tambak ……….. 8

2.2. Ekosistem wilayah pesisir ………. 11

2.3. Pencemaran perairan pesisir ……… 14

2.4. Beban limbah budidaya dan dampaknya terhadap pesisir ………. 18

2.5. Daya dukung pesisir ……… 22

2.6. Daya tampung perairan pesisir dari kegiatan pertambakan ……… 24

2.7. Kelayakan kualitas air untuk pertambakan ……… 27

III. METODE PENELITIAN/BAHAN ATAU METODE ……….. 31

3.1. Tempat dan waktu ……… 31

3.2. Bahan dan Alat ………. 31

3.3. Pelaksanaan penelitian/rancangan ………. 32

3.3.1.Pengamatan kualitas air ……… 32

3.3.2.Kuantifikasi limbah yang dikeluarkan dan daya tampung (volume) lingkungan pesisir ………. 33

A. Kuantifikasi limbah yang dikeluarkan dari pertambakan .. 34

B. Daya tampung (volume) lingkungan pesisir ……….. 35

3.4. Analisis Data ………. 36

3.4.1. Analisis kualitas perairan ……… 36


(12)

(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 39

4.1. Kondisi umum perairan pesisir Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara ………. 39

4.2. Karakteristik fisik perairan pesisir ……… 41

4.3. Sistem budidaya udang di Kecamatan Medang Deras ………….. 43

4.4. Kualitas perairan pesisir dan tambak di Kecamatan Medang Deras 50 4.4.1.Kualitas perairan di pertambakan ……….. 50

4.4.2. Kualitas perairan di pertambakan ……….. 55

4.5. Kuantifikasi faktor yang berpengaruh pada daya dukung ………… 57

4.5.1.Daya dukung kawasan berdasarkan ketersediaan volume air 58 4.5.2.Daya dukung kawasan berdasarkan daya tampung beban limbah organik dari kegiatan budidaya (tambak) ………….. 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 66

5.1. Kesimpulan ………. 66

5.2. Saran ……… 67

DAFTAR PUSTAKA ……… 68


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Standart kualitas air limbah dari kegiatan

2. Luas Areal Tambak Udang (ha) di Desa Kecamatan Medang Deras ….. 41 budidaya udang untuk kualitas air awal dan target ...………. 30

3. Jenis pakan, rata-rata berat badan dan umur udang yang dibudidaya ... 44 4. Potensi Hutan Mangrove di Kecamatan Medang Deras Kabupaten

Batu Bara ……….. 49 5. Nilai Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Stasiun Outlet,

Tandon, Kolam Pembesaran sebelum dibuang dan Kolam Pembesaran setelah air ditambahkan di pertambakan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara ...……….. 51 6. Nilai Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Stasiun Estuaria, Pantai dan

Laut di Perairan Pesisir Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara ……….. 55 7. Kondisi fisik perairan pesisir Kecamatan Medang Deras Kabupaten

Batubara ……… 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kerangka berpikir ……… 7 2. Peta Lokasi dan tempat pengambilan sampel air ……….. 33 3. Tipe Pasang surut di daerah Kecamatan Medang Deras ……….. 43


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Hasil perhitungan limbah organik tambak (TSS) yang dikelola secara intensif pada luasan 3900 m2 di daerah Kecamatan Medang Deras

Kabupaten Batubara …...………. 74

2. Hasil perhitungan limbah organik tambak (TSS) yang dikelola secara intensif pada luasan 4300 m2 di daerah Kecamatan Medang Deras


(17)

ABSTRAK

ANALISIS DAYA TAMPUNG LIMBAH ORGANIK TAMBAK UDANG TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BATUBARA (Studi Kasus di Kecamatan Medang Deras)

Kegiatan perikanan tambak mengeluarkan air buangan yang mengandung bahan organik ke perairan pesisir, limbah organik ini dinyatakan dalam bentuk Total Padatan Tersuspensi (TSS). Kemampuan perairan pesisir menampung limbah organik dipengaruhi oleh volume air yang tersedia di pantai dan jumlah limbah organik yang dibuang dari tambak. Penelitian dilakukan di Perairan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara dari bulan Mei sampai Juli tahun 2011 tentang analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara (studi kasus di Kecamatan Medang Deras) menggunakan metode survei. Daya dukung perairan ditentukan berdasarkan daya tampung perairan untuk menampung limbah organik dan volume air di pantai. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa total limbah organik dalam bentuk TSS yang dikeluarkan dari pertambakan ke perairan pesisir sebesar 193,52 kg/hari/ha dari luas tambak 3900 m2 sedangkan dari luas tambak 4300 m2 total limbah organik yang dikeluarkan sebesar 248,4 kg/hari/ha. Volume air yang tersedia di pantai sebesar 15.451.902 m3

Kata kunci : Limbah organik, tambak udang, daya dukung dan perairan pesisir

. Volume air di pantai masih memungkinkan menampung limbah organik dari tambak namun beban limbah dari tambak tersebut mengurangi kemampuan perairan (daya tampung) sebagai penerima limbah sehingga terjadi penuruan kualitas air. Berdasarkan volume air di pantai, luas tambak yang layak dioperasikan adalah 128,8 ha. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas tambak udang terhadap kualitas perairan pesisir dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter fisik dan kimia di beberapa stasiun pengamatan seperti stasiun muara sungai, pantai, laut, kolam pembesaran, tandon dan outlet tambak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter kualitas air yaitu kekeruhan, Total Padatan Tersuspensi (TSS), Nitrit dan pospat telah melampaui ambang batas persyaratan baku mutu air laut untuk biota laut dan budidaya perikanan.


(18)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF ORGANIC WASTE CAPACITY OF SHRIMP POND ON THE ENVIRONMENTAL CARRYING CAPACITY IN THE COASTAL WATERS

OF BATUBARA DISTRICT (A Case Study in Medang Deras Subdistrict) The fishery activity in the ponds increase organic materials as Total Suspended Solids (TSS) in the coastal waters. The capability of coastal waters to accept of organic the released depend on the volume of the water and the amount waste. This study was conducted in the coastal waters of Medang Deras Subdistrict, Batubara District from May to July 2011 by using survey method on the analysis of the analysis of organic waste capacity of shrimp pond on the environmental capacity in the coastal waters of Batubara District (a case study in Medang Deras Subdistrict). The coastal waters capacity is determined based on the capacity of coastal waters to retain organic waste and the volume of water in the coastal waters. The result of this study showed that the total amount of organic waste in the form of TSS disposed from the ponds with the area 3900 m2 to the coastal waters was 193.52 kg/day/ha, while from the ponds with the area of 4300 m2, the total organic waste disposed was 248.4 kg/day/ha. The volume of water in the coastal waters was 15,451,902 m3. This volume is still able to retain the organic waste from the pond but the load of the waste from the ponds minimizes the capacity of the coastal waters as waste receiver that the quality of water becomes less. Based on the volume of water in the coastal waters, the appropriate area of the pond to be operated is 128.8 hectares. To find out the influence of the activity of shrimp pond on the quality of coastal waters, several physical chemical parameters were observed at several observation stations such as the ones located at the estuaries, beaches, ocean, rearing ponds, reservoirs, and outlet ponds. The result of analysis showed that the parameters of turbidity, Total Suspended Solids (TSS), nitrite and phosphate have been beyond the threshold limit value of sea water quality standard for marine biota and fishery culture.


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk suatu ekosistem. Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia yaitu sebagai penyedia sumber daya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan (Bengen, 2000).

Wilayah pesisir menyediakan berbagai sumber daya dan jasa yang digunakan manusia untuk kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertanian, pemukiman, parawisata, industri dan pelabuhan. Kegiatan perikanan budidaya di tambak merupakan kegiatan yang memanfaatkan dan mengelola wilayah pesisir untuk memelihara ikan dan udang, tambak dibentuk dengan cara menggali areal pantai sehingga terbentuk kolam dan diberi saluran untuk memasukkan air dan mengeluarkan air pada saat pasang surut.

Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki kawasan pesisir dengan panjang garis pantai + 62 km dari total garis pantai yang dimiliki Sumatera Utara dan luasan tambak sebesar 750 ha (Wahyudi,


(20)

2010), kabupaten ini mempunyai potensi untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan di tambak.

Di satu sisi, pengembangan budidaya tambak untuk meningkatkan produksi perikanan adalah pilihan yang tepat pada saat kegiatan perikanan tangkap cenderung menurun produksinya akibat eksploitasi yang berlebihan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perikanan tambak ditingkatkan dengan cara mengembangkan teknologi budidaya dari sistem tradisional menjadi sistem intensif, namun pengembangan teknologi budidaya tersebut berpengaruh negatif bagi kualitas lingkungan pesisir.

Penyebab timbulnya pengaruh negatif karena umumnya pembukaan tambak dilakukan dengan membabat habis hutan mangrove sehingga tidak tersedia lagi jalur hijau atau “green belt”. Hilangnya mangrove menyebabkan hilangnya fungsi mangrove sebagai ekosistem seperti perangkap sedimen (agen pengikat dan perangkap polusi), biofilter (pengolahan air yang dapat menyaring limbah tambak), sebagai daerah asuhan ikan dan udang, habitat satwa liar, sumber plasma nuftah, perlindungan pantai, pengendali banjir, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut (Primavera, 2006; Gunarto, 2004).

Perkembangan teknologi budidaya udang dari sistem tradisional menjadi sistem semi intensif dan intensif menjadi permasalahan bagi perairan pesisir, terutama tingginya buangan limbah organik dari kegiatan pertambakan. Limbah organik dari tambak berhubungan dengan penggunaan pakan (pellet).


(21)

Pakan (pellet) yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan udang pada tambak intensif dan semi intensif tidak seluruhnya termanfaatkan udang, kira-kira 35% dari pakan yang diberikan merupakan limbah organik dimana 15% berupa sisa pakan dan 20% berupa sisa metabolisme. Limbah organik dari sisa kegiatan budidaya

udang yang terbuang biasanya dinyatakan dalam bentuk padatan tersuspensi (Total Suspended Solid).

Dari hasil penelitian Rustam (2005), tambak intensif dengan luas 4000 m2, padat tebar 30 ekor/m2, total pakan yang diberikan 2623 kg menghasilkan limbah organik dalam bentuk TSS sebesar 924,86 kg selama 120 hari pemeliharaan sedangkan tambak semi intensif dengan luas 5000 m2, padat tebar 20 ekor/m2, total pakan yang diberikan 1637 kg

Limbah organik yang dibuang dari pertambakan ditampung di perairan pesisir, buangan limbah ini akan mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pesisir. Terjadinya perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan akan menurunkan kualitas perairan sehingga mengurangi kemampuan lingkungan perairan untuk menerima limbah atau mengurangi daya dukung perairan pesisir.

menghasilkan limbah organik dalam bentuk TSS sebesar 526,56 kg selama 124 hari pemeliharaan. Menurut Boyd (2001) banyaknya TSS yang dibuang pada saat pergantian air selama pemeliharaan sebesar 2.400 kg/ha dan menghasilkan 3.200 kg/ha TSS saat dilakukan pengosongan kolam, karena itu kadar TSS merupakan variabel kualitas air yang penting dalam pengendalian pencemaran dan dapat dijadikan salah satu indikator kualitas suatu perairan.


(22)

Melimpahnya bahan organik dari sisa pakan pada usaha budidaya udang secara intensif di lingkungan perairan pantai menyebabkan bakteri oportunistik patogen berubah menjadi betul-betul patogen seperti bakteri Vibrio harveyi, tingginya kelimpahan dan serangan bakteri menyebabkan kematian udang yang dibudidaya selain itu kandungan bahan organik ini nantinya akan mengalami dekomposisi sehingga perairan mengalami eutrofikasi dan pada kondisi anaerobik dekomposisi limbah organik ini akan menghasilkan gas-gas beracun (Maarif dan Somamiharja, 2000; Gunarto, 2004).

Kemampuan perairan pesisir dalam menerima limbah ditentukan oleh jumlah limbah yang dihasilkan oleh usaha budidaya dan ketersediaan volume air laut untuk mengencerkan (menurunkan) konsentrasi limbah. Jumlah limbah yang dihasilkan tergantung kepada luas dan tingkat teknologi yang diterapkan sementara ketersediaan volume air yang tersedia di pantai ditentukan oleh panjang garis pantai, kemiringan dasar perairan pantai, kisaran pasang surut, frekuensi pasang surut dan jarak pengambilan air dari garis pantai ketika air surut. Semakin luas areal pertambakan dan semakin tinggi teknologi yang digunakan maka makin besar jumlah limbah organik yang dibuang ke perairan pesisir. Oleh karena itu, dengan mengetahui volume air di pantai dan jumlah limbah organik dari tambak maka diketahui kemampuan perairan dalam menerima limbah (daya tampung) dengan tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir.


(23)

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara.

1.2. Perumusan masalah

Perumusan permasalahan dari penelitian ini adalah:

a. Berapa jumlah limbah yang dikeluarkan dari kegiatan tambak udang?

b. Berapa volume air laut dan beban limbah yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir?

c. Berapa luasan tambak berdasarkan jumlah limbah dan ketersediaan volume air laut dengan tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir untuk keberlanjutan kegiatan budidaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Jumlah limbah organik yang dihasilkan dari usaha budidaya tambak.

b. Volume air laut dan beban limbah organik yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga daya dukung alami dari perairan pesisir dapat ditentukan.


(24)

c. Luasan tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk keberlanjutan usaha budidaya.

1.4. Hipotesis

Jumlah limbah organik dari usaha budidaya udang di tambak dapat ditampung oleh volume air di perairan pesisir maka luasan tambak dapat ditentukan sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk keberlanjutan usaha budidaya.

1.5. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada petambak dan pemerintah luasan tambak dan penerapan teknologi yang sesuai dengan daya dukung perairan pesisir di kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara.


(25)

Kegiatan Budidaya Udang di Tambak

Luas tambak dan Tingkat teknologi

Intensif Semi intensif

Sisa pakan/sisa metabolisme udang

Limbah Organik Tambak

Kualitas Perairan

Jumlah limbah dari tambak

Volume perairan

Daya dukung perairan pesisir

Layak

Tidak Layak


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem tambak

Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut dan hewan air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Kebutuhan air tawar dipenuhi dari sungai yang bermuara di laut (Sudarmo dan Ranoemihardjo, 1992).

Menurut BBPBAP (2007) manajemen yang baik akan berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha tambak, pengertian sistem tambak dan fungsinya berdasarkan pengelolaan tambak yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) mendapatkan air pasok yang bebas hama penular dan logam berat yang berbahaya; b) tambak dapat menampung air dan mempertahankan kedalaman sesuai yang diinginkan (tidak rembes); c) mengeluarkan limbah dengan tingkat sedimen dan bahan organik terlarut yang rendah; d) dapat menjaga keseimbangan proses mikrobiologis; e) menggunakan bahan kimiawi/obat-obatan yang aman bagi manusia dan lingkungan dan f) menebar benih yang sehat. Untuk memenuhi persyaratan di atas maka unit tambak terdiri dari : 1) Saluran pengairan (sumber air pasok), 2) Unit tandon (terdiri dari petak karantina, petak pengendapan, petak biofilter), 3) Petak pemeliharaan dan 4) Petak pengolahan.


(27)

Lokasi tambak umumnya terletak di salah satu ekosistem pesisir yakni hutan mangrove karena itu dalam pembangunan tambak yang berkelanjutan maka lingkungan alami hutan mangrove tidak terlalu banyak dirubah/dirusak sehingga peran penting mangrove sebagai jalur hijau dapat dipertahankan. Pemilihan lokasi tambak yang berwawasan lingkungan harus mengetahui tipe kawasan pantai tempat tambak akan dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi tambak seperti: a) sumber air (suplai air laut dan tawar harus tercukupi, kesempurnaan pengeluaran air buangan dan pengeringan

dasar tambak secara sempurna); b) amplitudo pasang surut dan ketinggian elevasi; c) topografi; d) kualitas tanah; e) vegetasi, jalur hijau dan kawasan penyangga (harus

mempertahankan jalur hijau berupa bentangan mangrove selebar 50-400 m

disepanjang pantai dan sekitar 10 m disepanjang sungai); f) kondisi iklim; g) ketersediaan sarana penunjang; h) ketersediaan sarana produksi dan kemudahan

pemasaran dan i) tata guna lahan dan kebijakan pemerintah (Purnamawati dan Dewantoro, 2007).

Widigdo (2000) menambahkan bahwa lokasi tambak yang dipilih juga harus memperhatikan 2 faktor lain seperti a) pola arus dan pasang surut; b) tipe dasar pantai. Pola arus pasang surut yang tinggi memungkinkan air yang berlalu lalang di kawasan pesisir kuantitasnya semakin banyak begitu juga gelombang yang tinggi menyebabkan difusi udara lebih cepat ke perairan sehingga pengaruh limbah tambak dapat diminimalisasikan.


(28)

Primavera (2006) menyatakan pemilihan lokasi budidaya harus memperhatikan beberapa faktor agar budidaya ramah lingkungan dan usaha budidaya berkelanjutan. Kriteria lokasi budidaya meliputi faktor-faktor fisik standart seperti pasokan air, rezim pasang surut, topografi, kualitas tanah dan iklim serta kemampuan lingkungan untuk menyerap limbah. Kerapatan dari ikan/udang yang dibudiyakan di tambak, hal ini berhubungan dengan limbah yang dihasilkan dari usaha budidaya sehingga limbah yang dibuang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan.

Menurut Boone (1931), udang vanamei diklasifikasikan ke dalam Filum Arthropoda; Subfilum Crustacea; Kelas Malacostraca; Subkelas Eumalacostraca; Super ordo Eucarida; Ordo Decapoda; Sub ordo Dendrobrachiata; Famili Penaeidae; Genus Litopenaeus; Species Litopenaeus vannamei. Secara morfologi udang vanamei memiliki tubuh yang dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Udang vanamei memiliki tubuh yang berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting (Haliman dan Adijaya 2004). Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu udang introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati karena memiliki banyak keunggulan antara lain tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, sintasan selama pemeliharaan tinggi dan FCR rendah (Hendrajat et al, 2007).

Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan lokasi tambak udang vannamei harus memenuhi persyaratan tambak secara teknis maupun non teknis. Secara teknis lokasi tambak udang terletak di daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan surut 2-3 m, jenis tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran air, mempunyai


(29)

sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar. Sedangkan secara non teknis lokasi tambak udang dekat dengan produsen benih udang vannamei, sumber tenaga kerja, sentra perekonomian sehingga mudah mendapatkan berbagai bahan pokok untuk produksi udang serta lokasi bisa dijangkau oleh saluran penerangan dan alat komunikasi.

2.2. Ekosistem wilayah pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah berbatasan (peralihan) antara daratan dengan laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air, wilayah ini masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut, intrusi garam. Batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan proses mengalirnya air tawar ke laut serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Dilihat dari segi ekologi, wilayah pesisir merupakan lokasi dari beberapa ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis dan produktif. Ekosistem tersebut adalah 1) estuaria; 2) mangrove; 3) padang lamun dan 4) terumbu karang (Bengen, 2000).

Menurut Dahuri (1998) ekosistem pesisir dan lautan memberikan 4 fungsi

utama yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup umat manusia yaitu: 1) sebagai penyedia sumberdaya alam dapat pulih dan sumberdaya alam tak dapat

pulih, 2) sebagai penyedia ruang untuk tempat tinggal, kegiatan budidaya pertanian (perikanan dan peternakan), industri, rekreasi dan parawisata serta perlindungan


(30)

alam, 3) sebagai penampung atau penyerap limbah (residu) sebagai hasil samping dari kegiatan konsumsi, produksi dan transportasi yang dilakukan manusai dan 4) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan dan jasa-jasa pendukung kehidupan seperti udara bersih, siklus hidrologi, siklus hara, keanekaragaman hayati dan sebagainya.

Ditinjau dari perspektif ekologi, terdapat 4 pedoman pembangunan pesisir secara berkelanjutan yaitu (1) keharmonisan spasial; (2) pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan; (3) membuang limbah sesuai dengan kapasitas asimilasinya dan (4) mendesign dan membangun prasarana dan sarana sesuai dengan karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan. Pembangunan perikanan secara berkelanjutan hanya dilakukan pada zona konservasi dan bila pesisir dijadikan tempat untuk membuang limbah dari perikanan maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas asimilasi perairan tersebut (Dahuri, 1998).

Wilayah pesisir merupakan pusat dari kegiatan manusia, hal ini dimungkinkan karena wilayah ini memiliki produktivitas yang tinggi. Banyaknya barang dan jasa yang disajikan pesisir sehingga wilayah ini dimanfaatkan manusia untuk berbagai kegiatan seperti perikanan, budidaya, pertanian, pemukiman manusia, pelabuhan, pariwisata dan industri. Agar kondisi lingkungan pesisir mendukung untuk keberlanjutan kegiatan manusia maka pengelolaan wilayah ini harus dilakukan secara terpadu, berkoordinasi dengan berbagai sektor perekonomian serta perikanan, budidaya perikanan, kehutanan, pemukiman dan industri (Primavera, 1998; 2006).


(31)

Mangrove berfungsi secara fisik, biologis dan ekonomis di wilayah pesisir.

Secara ekologis mangrove berfungsi menjaga kondisi pantai agar stabil,

melindungi tebing pantai dan sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air

laut serta sebagai perangkap zat pencemar. Secara biologis mangrove berperan

sebagai habitat benih ikan, udang dan kepiting untuk hidup dan mencari makan,

sebagai tempat keanekaragaman biotik akuatik dan non akuatik seperti burung,

ular, kera, kalelawar dan tanaman anggrek, sumber plasma nuftah. Secara

ekonomi mangrove berfungsi sebagai bahan bakar, bahan tektil, makanan dan

obat-obatan (Gunarto, 2004).

Pemanfaatan zona pesisir untuk perikanan berdampak negatif terhadap lingkungan karena pembukaan lokasi pertambakan di wilayah mangrove menyebabkan kerusakan mangrove. Kehilangan mangrove menyebabkan fungsi mangrove sebagai ekosistem hilang seperti nursery ikan dan udang, habitat satwa liar, perlindungan pantai, pengendali banjir, perangkap sedimen dan pengolahan air (Primavera, 2006).

Pa´Ez-Osuna (2001) menambahkan bahwa peranan mangrove lainnya adalah sebagai filter di daerah pertambakan. Untuk dapat menghilangkan padatan dan nutrisi dari limbah budidaya tambak maka diperkirakan luasan mangrove sebesar 2 – 3 ha pada tambak dengan luas 1 ha. Sementara kolam intensif memerlukan luasan hutan mangrove 22 ha agar dapat memproses nitrogen dan posfor yang terkandung dalam limbah, sementara diperkirakan 0,04 – 0,12 ha hutan mangrove untuk menghapus beban nitrogen anorganik terlarut dari limbah yang dihasilkan tambak semiintensif


(32)

dengan luasan 1 ha. Dengan demikian, kerusakan mangrove menurunkan peranan mangrove sebagan tanaman filter sehingga pencemaran di pesisir akan sulit dihindari.

2.3. Pencemaran perairan pesisir

Undang-undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 menyatakan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pencemaran pesisir dan lautan terjadi karena kegiatan manusia yang ada di daratan. Sumber pencemaran pesisir dan lautan berasal dari kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian( termasuk pertanian dalam arti luas seperti perikanan dan peternakan), bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketiga sumber tersebut berupa sedimen, unsur hara, pestisida, organisme patogen dan sampah (Dahuri, 1998).

Pencemaran di wilayah pesisir terjadi karena limbah yang masuk melebihi kemampuan asimilasi wilayah pesisir dan karena adanya kerusakan ekosistem mangrove yang dikonversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman dan lain-lain sehingga kemampuan substrat mangrove untuk mengikat bahan pencemar berkurang (Bengen, 2000).

Pengaruh polusi terhadap badan air tergantung pada polutan dan kapasitas perairan untuk mengencerkan dan mengasimilasi polutan. Perairan yang luas dan adanya tiupan angin serta terjadinya pergantian air karena pengaruh pasang surut dan


(33)

arus berpotensi mengurangi pencemaran air. Dengan demikian, agar limbah udang tidak menyebabkan penurunan kualitas air maka harus diketahui masukan limbah dari berbagai aktivitas manusia (Boyd dan Green, 2002).

Dari penelitian yang dilakukan ada sekitar 120 kg/ha BOD5 dan 2400 kg/ha

TSS yang dikeluarkan dari kolam melalui pergantian air selama pemeliharaan karena itu BOD5 dan TSS adalah variabel kualitas air yang penting dalam pengendalian

pencemaran. Untuk menghilangkan tingginya TSS dan BOD5 di perairan sekitar

tambak perlu adanya kolam penampungan di lokasi pertambakan sebelum air di buang ke perairan sekitar, dari penelitian kasar diperoleh bahwa kadar TSS menurun 60-80% dan BOD5

Pakan, kotoran dan limbah metabolik meningkatkan konsentrasi nutrisi terutama nitrogen dan fosfor dalam air kolam, keberadaan nutrisi ini dalam kolam merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pada usaha budidaya intensif dan semi intensif dilakukan pergantian air untuk mengurangi konsentrasi nutrisi, fitoplankton, amonia dan metabolit serta bahan organik yang berpotensi racun di kolam selanjutnya di buang ke perairan sekitar tambak. Buangan air dari kolam intensif dan semi intensif secara langsung ke ekosistem perairan tanpa dilalui dengan perlakuan terhadap buangan limbah tambak menyebabkan eutrofikasi, kekeruhan berlebihan, sedimentasi, toksisitas dan salinisasi habitat perairan (Boyd dan Green, 2002).

sekitar 15-30% dapat hilang dalam kolam penampungan dengan hanya menahan air selama 6 – 8 jam (Boyd, 2001).


(34)

Dampak negatif dari buangan tambak mengurangi nilai dari ekosistem pesisir untuk keperluan lain dan dapat mempengaruhi flora dan fauna asli perairan, karena itu penting mengurangi volume dan meningkatkan kualitas limbah tambak udang serta meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang merugikan dengan cara memperbaiki manajemen dalam usaha budidaya seperti penggunaan pupuk dan pakan yang efisien, pengurangan pertukaran air, kontrol erosi, membatasi penggunaan bahan kimia dan mengurangi sedimentasi (Boyd dan Green, 2002).

Boyd dan Weddig (1997) mengatakan permasalahan yang dihadapi lingkungan perairan pesisir akibat kegiatan budidaya tambak adalah terjadinya eutrofikasi dan sedimentasi di perairan alami di sekitar pertambakan akibat limbah tambak yang dibuang. Pencemaran perairan pesisir terjadi karena buangan air dari kolam budidaya mengandung 3 jenis bahan kontaminan utama seperti nutrisi, obat-obatan dan antibiotik serta bahan kimia. Peningkatan jumlah total kontaminan di perairan sejalan dengan pembuangan air budidaya ke perairan terdekat yang menyebabkan penurunan kualitas air dan penyebaran penyakit. Nutrisi dari tambak berupa sisa pakan menyebabkan hypernutrisi di perairan dekat tambak. Bahan kontaminan dari nutrisi terakumulasi didalam sedimen perairan yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen, hidrogen sulpida, penipisan oksigen dan meningkatkan populasi bakteri (

Dalam usaha budidaya a Tobey et al, 1988).

ntibiotik dan bahan kimia digunakan untuk mengontrol penyakit, pencegahan penyakit, pengendali hama, diseinfektan, anestesi namun penyalahgunaan bahan ini menyebabkan kekuatiran pada lingkungan di dekat


(35)

tambak. Penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan patogen resisten terhadap antibiotik. Antibiotik yang terdapat dalam pakan tertransfer ke ikan liar dan kerang disekitar pertambakan dan terakumulasi dalam jaringan ikan dan kerang, selain itu kehadiran antibiotik dalam sedimen perairan akan mempengaruhi dekomposisi bakteri alami sehingga mempengaruhi ekologi mikroba bentik. Bahan kimia yang terbuang ke perairan mungkin memiliki efek mematikan atau sub lethal pada organisme di lingkungan sekitar pertambakan selain itu bahan kimia dapat menimbulkan bahaya kesehatan terhadap pekerja, penduduk di dekatnya dan konsumen. Kekuatiran timbul karena ditemukan udang yang terkontaminasi dengan merkuri, kadmium organochloride, dan organo-fosfat pestisida, dioxin dan antibiotik (Tobey et al, 1988).

Efek limbah domestik, limbah pengolahan ikan lebih kecil dari efek yang ditimbulkan oleh limbah tambak. Walaupun limbah tambak kurang berbahaya dibandingkan dengan limbah lain yang masuk ke perairan pesisir namun volume limbah yang dibuang dalam jumlah yang besar pada area yang kecil dimana pasokan air terbatas menimbulkan polusi di daerah budidaya udang (Lacerda, 2006).

Pakan yang tinggi di dalam kolam meningkatkan konsentrasi nutrisi dan fitoplankton. Limbah tambak memiliki karakteristik dimana pH, amoniak, fosfor,

BOD5 dan TSS lebih tinggi dari perairan sekitar sementara konsentrasi DO

rendah dari perairan sekitar. Limbah tambak ini merupakan beban polutan di perairan umum (Boyd, 2011).


(36)

2.4. Beban limbah budidaya dan dampaknya terhadap perairan pesisir

Pakan dipergunakan udang untuk pertumbuhannya tetapi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan udang sebagian berupa limbah organik dalam bentuk hasil metabolisme dan sisa pakan yang tidak termanfaatkan. Budidaya udang intensif menghasilkan limbah organik terutama yang berasal dari pakan, feses dan bahan-bahan terlarut, yang terbuang ke perairan dan akan mempengaruhi kualitas lingkungan pesisir. Pakan buatan menyediakan sebagian besar nitrogen (92%); fosfor (51%) dan bahan organik (40%) dalam tambak intensif. Dari total pakan udang hanya 16,7% yang dirubah menjadi biomassa, sisanya adalah sisa pakan yang tidak dikonsumsi, kotoran dan dieleminasi menjadi metabolit (Primavera, 1998) selanjutanya Primavera dan Apud (1994) menambahkan kira-kira 35% merupakan limbah organik berupa sisa pakan (15%) dan sisa metabolisme udang (20%).

Menurut Boyd dan Weddig (1997), pupuk dan pakan yang diaplikasikan kedalam kolam mengandung nitrogen dan posfor digunakan untuk meningkatkan produksi kolam tambak, kedua senyawa ini dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pakan diberikan di kolam tidak semuanya dimakan udang tetapi ada sisa yang tidak termakan udang, sisa pakan yang tidak dimakan mengendap di dasar kolam dan diuraikan mikroorganisme menjadi bahan anorganik seperti amonia, fosfat, dan karbon dioksida sedangkan pakan yang dimanfaatkan udang sebagian dirubah untuk penambahan bobot tubuhnya dan dikeluarkan atau diekresikan ke air dalam bentuk karbon dioksida, amonia, dan metabolit lainnya. Bahan anorganik di dalam kolam ini selanjutnya dimanfaatkan fitoplankton melalui proses asimilasi


(37)

sehingga menambah kesuburan (eutrofikasi) di kolam. Peningkatan pemberian pupuk dan pakan dalam kolam akan meningkatkan pertumbuhan fitoplankton di kolam. Dengan demikiaan

Boyd dan Weddig (1997) menambahkan air buangan dari limbah tambak kaya akan nutrisi dan mengandung bahan organik yang terlarut dan tersuspensi, bahan-bahan ini keluar pada saat pertukaran air selanjutnya masuk ke perairan alami di dekat pertambakan.

tidak mungkin untuk meningkatkan produksi dengan pupuk dan pakan tanpa tidak menyebabkan eutrofikasi di kolam.

Rönnbäck (2001), dampak lingkungan dari budidaya udang timbul dari pemanfaatan sumberdaya seperti tanah, air, benih dan pakan. Efek yang ditimbulkan usaha budidaya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Efek budidaya secara langsung berupa pelepasan zat eutrofikasi, bahan kimia beracun dan transfer penyakit dan parasit sedangkan efek secara tidak langsung berupa hilangnya habitat dan ruang niche serta perubahan dalam jaring-jaring makanan.

Buangan limbah dari pertambakan ini akan mengalami pengenceran dan diasimilasi di perairan pesisir, apabila buangan dari tambak tidak melampaui kapasitas asimilasi perairan maka eutrofikasi perairan tidak akan terjadi sebaliknya perairan pesisir akan mengalami eutrofikasi apabila buangan limbah melebihi kapasitas asimilasinya.

Budidaya udang secara intensif menghasilkan rata-rata buangan nitrogen berkisar 6 – 664 kg/km2/tahun dan menghasilkan buangan pertahunnya sebesar 9 – 485 ton/tahun, sedangkan buangan fosfor berkisar antara 0,4 – 77 kg/km2/tahun dan buangan tahunan sebesar 0,7 – 35 ton/tahun. Untuk mengurangi dampak dari


(38)

buangan limbah tambak diajurkan dibuat kolam pengendapan yang diisi ikan, moluska dan ganggang laut (Lacerda, 2006). Hitungan besar limbah tambak dalam bentuk Nitrogen (N) dan Pospor (P) yang lebih sederhana sebagai berikut, apabila pakan yang diberikan bermutu tinggi yaitu dengan kadar protein pakan 35% (kandungan N dan P masing-masing 84 g dan 18 g) akan dapat menghasilkan FCR 1,5 (Food Corversion Ratio) yang artinya untuk menghasilkan 1 kg berat udang dibutuhkan 1,5 kg pakan. Dalam kondisi tersebut hanya 27,5 g N dan 3 g P yang dikonversi menjadi daging dan 56,6 g N dan 15 g P yang terbuang ke perairan. Limbah yang terbuang dalam bentuk N dan P sangat ditentukan oleh kapasitas produksi tambak, sehingga semakin tinggi produksi tambak persatuan luas (kg/ha) maka semakin besar limbah N dan P yang terbuang ke perairan (Boyd, 2001).

Konsentrasi BOD5 dan TSS terus meningkat selama masa pemeliharaan,

mendekati panen konsentrasi BOD5 meningkat menjadi 10mg/L sementara TSS

meningkat menjadi 150 mg/L. Beban limbah yang diterima perairan dari 20% limbah yang dibuang pada saat pengeringan adalah BOD5 33% dan limbah TSS 35% yang

dilepaskan selama panen, dengan demikian ada sekitar 180 kg/ha beban BOD5 dan

3200 kg/ha beban TSS yang dikeluarkan pada saat pengosongan kolam (Boyd, 2001). Nyanti et al (2011), konsentrasi TSS, COD, BOD5, total nitrat, total fosfat

dan Clorophil-a tinggi di perairan pesisir. Besarnya beban dari masing-masing parameter ini yang dibuang ke perairan dari lokasi pertambakan secara berurut adalah: 3.533,3 kg/ha (TSS) ; 7.824,4 kg/ha (COD); 735,6 kg/ha (BOD5); 167,8


(39)

Kandungan protein pellet (pakan udang buatan) cukup tinggi yaitu sekitar 40%, sehingga pelet yang mengalami pembusukan (perombakan) menghasilkan senyawa nitrogen anorganik berupa N-NH3/N-NH4+

Tingginya kandungan limbah organik menyebabkan bakteri di perairan meningkat sehingga menyebabkan timbulnya penyakit pada udang dan menyebabkan kematian udang. Limbah organik di dalam tambak berupa sisa pakan akan mengalami dekomposisi menjadi CO

(amonia/amonium) yang merupakan salah satu senyawa toksid bagi udang (Boyd, 1990).

2

Manajemen limbah diperlukan untuk keberlanjutan usaha budidaya ikan/udang di tambak. Jumlah limbah yang dibuang ke perairan dapat diminimalkan dengan sistem air tertutup dan semi tertutup, sistem ini dilakukan dengan cara mendaur ulang air melalui serangkaian waduk, kolam treatment (dengan menempatkan ikan, bivalva dan ganggang) dan kanal selanjutnya air kembali ke kolam produksi. Sistem air tertutup dan semi tertutup juga dapat meminimalkan masuknya organisme penyakit dari perairan alami dan menciptakan kualitas air masuk yang cocok untuk keberlanjutan usaha budidaya (Primavera, 2006).

, amoniak, fosfat dan mikro nutrien lain yang hadir di dalam kolam dan menambah kesuburan tambak, namun keberadaan amoniak dan nitrat menyebabkan media pemeliharaan tidak nyaman bagi kehidupan udang dan mengakibatkan udang stress sehingga berpeluang menimbulkan serangan penyakit. Dengan meningkatnya kesuburan tambak, kelimpahan fitoplankton dalam air akan meningkat hal ini berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen (Maarif dan Somamiharja, 2000).


(40)

2.5. Daya dukung lingkungan perairan pesisir

Undang-Undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Menurut Purnomo (1992), daya dukung lingkungan merupakan nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam satu kesatuan ekosistem.

Daya dukung lingkungan erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan. Kapasitas asimilasi adalah kemampuan ekosistem untuk menyerap atau mengubah beberapa atau semua kontaminan melalui proses secara alami atau buatan manusia menjadi bentuk yang memiliki dampak minimal terhadap proses biologis ekosistem (UNEP, 2007).

Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk menampung limbah dari berbagai aktivitas atau tingkat dari aktivitas tanpa menimbulkan dampak terhadap perubahan lingkungan (GESAMP, 1986; 1996).

Menurut FAO (2010), daya dukung lingkungan dalam konteks budidaya di suatu area tertentu dan badan air dinyatakan dengan penambahan nutrisi ke lingkungan tanpa menyebabkan eutrofikasi, tingkat aliran organik ke organisme bentos tanpa menyebabkan gangguan besar untuk proses bentik alami dan penurunan oksigen terlarut yang dapat ditampung perairan tanpa menyebabkan kematian biota alami. Usaha budidaya harus menyesuaikan produksinya dengan daya dukung lingkungan lokal atau konteks sosial setempat, karena masing-masing ekosistem


(41)

memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menyerap dan mengasimilasi senyawa organik dan nutrisi. Daya dukung untuk keberlanjutan usaha budidaya berupa a) daya dukung fisik: total areal budidaya dan pengguna lain di perairan yang dapat ditampung ruang fisik perairan; b) daya dukung produksi: kepadatan stock yang dapat dipanen secara berkelanjutan; c) daya dukung ekologi: jumlah budidaya tidak menimbulkan dampak ekologi dan d) daya dukung sosial: pengembangan tingkat budidaya yang menyebabkan dampak sosial tidak diterima (FAO, 2010).

Kelestarian lingkungan dapat tercapai apabila limbah dari suatu kegiatan masih sesuai dengan kapasitas lingkungan. Ada empat komponen kapasitas lingkungan yang relevan untuk usaha budidaya yaitu: 1) penyebaran dan pengenceran nutrisi dalam air penerima; 2) asimilasi nutrisi dalam kolom air atau sedimen; 3) efek konsentrasi dan asimilasi nutrisi terhadap fungsi dan integritas ekosistem; 4) standar kualitas lingkungan berdasarkan konsentrasi nutrisi atau dampak fisik dan ekologis yang lebih luas dari konsentrasi. Berdasarkan hal tersebut, pengertian kapasitas lingkungan (daya dukung lingkungan) adalah loading total nutrisi (atau penghapusan) yang dapat dipertahankan dalam suatu area tertentu tanpa menyebabkan pelanggaran standart

Menurut Sutrisno dan Ambarwulan (2003), kapasitas daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan yang sebanding dengan pemanfaatannya. Ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan udang yang berbasis lingkungan yaitu 1) tanah; 2) ekologis; 3) luas lahan dan 4) sosial ekonomi. Aspek tanah mengkaji kemampuan kualitas lingkungan (Hambrey et al, 1999).


(42)

dan kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya udang. Aspek ekologis mengkaji kualitas air berkaitan dengan aktivitas budidaya tambak udang terutama sedimentasi dan kandungan bahan organik, keragaman hayati, keberadaan spesies-spesies endemik serta spesies-spesies lain yang menunjang kehidupan penduduk setempat. Aspek luas lahan mengkaji luas lahan yang diperuntukan bagi udang berdasarkan analisis zonasi yang ditetapkan perundang-undangan, ekosistem dan ekologi. Aspek sosial ekonomi mengkaji daya dukung maksimum lingkungan terhadap populasi manusia dan aktivitas tambak udang, nilai ekonomi lingkungan tambak udang.

Menurut Widigdo (2000), untuk menjaga kelestarian usaha tambak dan meminimalisasi penurunan kualitas lingkungan akibat limbah tambak maka luasan/jumlah tambak yang dibuka di suatu kawasan harus sesuai dengan kemampuan alam setempat (daya dukungnya). Daya dukung tambak ditentukan oleh beberapa faktor seperti faktor geo-oceanografi, hidrologis, sifat-sifat fisika tanah dan air, pola arus pantai, pasang surut serta tipe dasar pantai.

2.6. Daya tampung perairan pesisir dari kegiatan pertambakan

KEPMENLH No 110 (2003) menyatakan bahwa daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Daya tampung pakan maksimum untuk 1 ha tambak yang dikelola secara intensif yaitu 100-150 kg/hari, lebih dari itu perairan tidak mampu lagi mempertahankan kualitasnya (Boyd, 1992). Limbah buangan tambak yang masuk ke perairan


(43)

berdampak potensial menyebabkan penurunan kualitas air. Agar kualitas perairan tidak menurun maka ada 3 faktor yang diperhatikan yaitu: 1) besarnya debit limbah, 2) komposisi kimia limbah tambak udang (padatan tersuspensi, nutrisi dan bahan organik, 3) karakteristik perairan penerima seperti tingkat pengenceran limbah, waktu tinggal limbah dan kualitas air penerima (Pa´Ez-Osuna, 2001).

Aktivitas pertambakan berpotensi memberikan kontribusi dalam meningkatkan jumlah bahan pencemar kedalam perairan. Bahan pencemaran diindiksikan dari BOD5, TSS, NO2 dan NH3

Limbah tambak yang masuk ke perairan akan mengalami pencampuran dan pengenceran. Kemampuan pengenceran perairan dipengaruhi oleh kapasitas dan daya tampung perairan sebagai penerima limbah yang berbanding lurus dengan kualitas dan kuantitas perairan. Dengan demikian, kemampuan pengenceran perairan dipengaruhi oleh volume air yang tersedia di pantai. Volume air yang tersedia pantai ditentukan dengan pendekatan rumus Widigdo dan Pariwono (2003) sebagai berikut:

-N, adanya masukan bahan pencemar ini mempengaruhi kualitas perairan. Bahan pencemar ini akan mengalami degradasi (asimilasi) dimana kemampuan asimilasi tergantung kepada proses hidrodinamika perairan termasuk proses pencampuran dan waktu pembilasan yang dipengaruhi periode pasang surut dan arah arus (Sanusi et al., 2005).

Vo = 0,5 h.y 

     − θ tg h x

2 ... (1)

Vs = 0,5 h.y

(

)



     − θ tg h

x 2 1


(44)

Dimana : y = panjang garis pantai kawasan; h = kisaran pasang surut;

tg θ = Kemiringan dasar laut/pantai dan x = Jarak dari garis pada air pasang

kearah laut sampai mencapai titik dimana kedalaman air pada saat surut adalah satu meter dan tidak terpengaruh gerakan turbelen air pasang

Proses pencampuran limbah di perairan dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika seperti pasang surut. Pasang surut (Pasut) merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya sentrifugal dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomis terutama oleh matahari, bumi dan bulan (Triatmodjo, 2007; Wibisono, 2005).

Menurut Wibisono (2005), Tipe pasang surut dapat ditentukan dari hasil pembagian jumlah amplitudo komponen K1 dan O1 serta jumlah amplitudo komponen M2 dan S2 dengan rumus:

)

3

(

)

2

2

(

)

01

1

(

S

M

A

K

A

F

+

+

=

Dimana:

K1 adalah konstanta diurnal yang diakibatkan oleh deklinasi bulan-matahari O1 adalah konstanta diurnal yang diakibatkan oleh deklinasi bulan

M2 adalah konstanta semidiurnal yang diakibatkan oleh bulan S2 adalah konstanta semidiurnal yang diakibatkan oleh matahari


(45)

Bila harga F memenuhi salah satu perjanjian seperti dibawah ini:

0 < F < 0,25 : tipe pasang surut sebagai harian ganda (semi diurnal)

0,25 < F < 1,50 : tipe pasang surut sebagai campuran (mixed type) condong ke harian ganda

1,50 < F < 3,00 : tipe pasang surut sebagai campuran (mixed type) condong ke harian tunggal

F > 3,00 : tipe pasang surut sebagai harian tunggal murni (diurnal type)

Menurut Triatmodjo (2007), tipe pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 tipe pasang surut yaitu: 1) pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) adalah

pasang surut dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara teratur; 2) pasang surut harian tunggal (diurnal tide) adalah pasang surut dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali air surut; 3) pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) adalah pasang surut dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi dan periodenya berbeda dan 4) pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) adalah tipe pasang surut dimana satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

2.7. Kelayakan kualitas perairan untuk kegiatan pertambakan

Kualitas air merupakan faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dari suatu kegiatan budidaya ikan. Dengan demikian, kualitas air yang masih layak untuk usaha budidaya apabila air penerima limbah (perairan) dari budidaya memiliki


(46)

volume 100 kali lebih banyak dari volume limbah yang masuk ke perairan. Volume air laut yang masuk ke perairan pantai dihitung berdasarkan panjang pantai, jangkauan pasang, frekunsi pasang, kemiringan (kelandaian pantai), dan jarak dari garis pantai pada air pasang ke arah laut sampai mencapai titik kedalaman air pada saat surut dan tidak terpengaruh terhadap turbelen air dasar (Alison, (1991)

dalam Rustam (2005)).

Pasokan kualitas air yang baik merupakan faktor yang penting bagi budidaya perairan karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan kelangsungan

hidup organisme aquatik (Chien, 1992). Beberapa nilai optimum parameter kualitas air yang mendukung budidaya udang antara lain oksigen terlarut > 4 mg/L, pH 7,5 – 8,5 (Chien, 1992); suhu 28 – 30 0C, kecerahan 30 – 40 cm (Hirono, 1992); Salinitas 15 – 25 0/00, H2

Apabila sumber air untuk tambak udang mengalami penurunan kualitas karena polusi maka kualitas air pada kolam akan terganggu dalam memproduksi udang seperti lingkungan kurang efisien dalam mendukung udang, kerentanan terhadap penyakit lebih besar dan tingkat kematian lebih tinggi. Dengan demikian, penting untuk diketahui informasi tentang status kualitas air dalam usaha budidaya udang (Boyd dan Green, 2002).

S < 0,005 mg/L (Boyd, 1991).

Metode yang digunakan untuk memperbaiki dampak limbah tambak udang kepada kualitas air penerima antara lain: a) desain kolam diperbaiki; b) pembangunan kolam oksidasi air limbah-sedimentasi; c) pengurangan pergantian


(47)

kolam berlumpur dan f) sistem budidaya menggunakan sistem tertutup dan didalam kolam pengolahan dilakukan pemeliharaan secara polikultur serta penggunaan mangrove sebagai biofilter air dikeluarkan (Rönnbäck, 2001).

Buangan limbah dari tambak dapat diminimalkan dengan pola sistem tertutup atau sistem semi-tertutup. Pergantian air dengan sistem tertutup dan semi tertutup

dilakukan cara mendaur ulang kembali air buangan melalui serangkaian proses perjalanan air di mulai dari waduk, kolam treatment (dimasukkan ikan, bivalva dan ganggang) dan kanal lalu air dimasukkan kembali kedalam kolam produksi.

Sistem ini bertujuan untuk mengurangi limbah yang keluar dari kolam ke perairan sekitar dan meminimalkan masuknya organisme penyakit dari perairan alami

(Tobey et al, 1998).

Menurut Boyd (2001), merumuskan standart kualitas air buangan limbah tidak mudah karena penetapan standart kualitas untuk buangan limbah belum pernah ada sebelumnya selain itu penetapan standart tidak boleh terlalu ketat karena peraturan yang ketat akan membuat petani tambak tidak melakukannya. Adapun tujuan dari penetapan standart kualitas air buangan adalah untuk melindungi lingkungan. Penetapan standart kualitas air buangan untuk budidaya udang dapat dilihat dari Tabel 1.


(48)

Tabel 1. Standart kualitas air limbah dari kegiatan

Variabel

budidaya udang untuk kualitas air awal dan target (Boyd, 2001)

Satuan awal target

pH - 6,9 – 9,5 6,0 – 9,0

TSS (Total Suspended Solid) mg/L < 100 < 50

Total posfor mg/L < 0,5 < 0,3

Total amonia Nitrogen mg/L < 5,0 < 3,0

BOD5 mg/L < 50 < 30

Oksigen terlarut mg/L > 4,0 > 5,0

Sumber air untuk budidaya yang berasal dari air sungai dan air laut harus memenuhi persyaratan fisik dan kimiawi, bebas bahan polutan serta tidak keruh. Air harus memenuhi baku mutu untuk mendukung kehidupan organisme air. Baku mutu air laut adalah kadar ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut (KEPMEN LH No 51, 2004).

Air yang akan ditebari udang harus mempunyai kualitas sifat fisika-kimia. Udang Vannamei dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas yang lebar (20-35 ppt), oksigen terlarut antara 4,99 mg/L dan 10,03 mg/L dan pH diantara 7,83 dan 8,89 sedangkan suhu tidak berpengaruh terhadap udang vannamei (Mustafa et al., 2007). Utojo dan Tangko (2008) menambahkan persyaratan kualitas air lainnya yang diperhatikan untuk budidaya udang vannamei antara lain suhu air 260C – 320C; alkalinitas total 120 – 150 mg/L; bikarbonat >80 mg/L; kesadahan total > 2.500 mg/L; H2S <0,1 mg/L; PO4 0,5-1 mg/L; transparansi 30-60 cm; plankton dominan


(49)

III. METODE PENELITIAN/BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di tambak dan Perairan Pesisir Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara dari bulan Mei sampai Juli 2011. Secara geografis terletak pada 03˚22'54,7'' - 03˚25'33,2'' Lintang Utara (LU) dan 099˚21'39,0'' - 099˚25'10,8'' Bujur Timur (BT). Analisis parameter kualitas air dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan laboratorium Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara. (Peta lokasi penelitian terlampir pada Gambar 2).

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan untuk penelitian ini adalah air dari masing-masing stasiun pengamatan, data berupa data biogeofisik lingkungan seperti kemiringan dasar perairan, panjang garis pantai, frekuensi pasang surut dan lain-lain yang diperoleh dengan berkoordinasi dengan instansi terkait. Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari: GPS, termometer, pH meter, secchi dish, turbidimeter, calorimeter, botol sampel, botol winkler, refraktometer, papan berskala, stopwatch, cool box, gabus dan meteran.


(50)

3.3. Pelaksanaan penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksploratif untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari lokasi penelitian berupa data kualitas air, jumlah limbah dari tambak yang dihasilkan selama pergantian air. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa data biogeofisik lingkungan dan wawancara dengan petambak yang berhubungan dengan pruduktivitas tambak.

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan adalah:

3.3.1. Pengamatan kualitas air

Sampel air diambil dari 7 stasiun pengamatan yaitu stasiun 1 yaitu tambak sebelum air dibuang (A1 dan A2); stasiun 2 outlet tambak (B1 dan B2); stasiun 3 tandon (C1 dan C2); stasiun 4 yaitu tambak setelah air dibuang (D1 dan D2); stasiun 5 muara sungai (E1 dan E2); stasiun 6 pantai (F1 dan F2) dan stasiun 7 laut (G1 dan G2). Posisi masing-masing stasiun pengamatan ditentukan dengan alat bantu Global Position System (GPS). Sampel air dianalisis langsung di lapangan dan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara serta di laboratorium Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.


(51)

Keterangan: A1 dan A2 : Tambak sebelum air dibuang B1 dan B2 : Outlet tambak

C1 dan C2 : Tandon

D1 dan D1 : Tambak setelah air dibuang E1 dan E2 : Muara sungai

F1 dan F2 : Pantai G1 dan G2 : Laut

3.3.2.Kuantifikasi limbah yang dikeluarkan dari pertambakan dan daya tampung (volume) lingkungan pesisir

Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui daya dukung perairan pesisir dilakukan melalui pendekatan a) kuantifikasi limbah yang dikeluarkan dari pertambakan b) daya tampung (volume) lingkungan pesisir berupa kuantifikasi volume air yang tersedia di pantai dan di tambak.


(52)

A. Kuantifikasi limbah yang dikeluarkan dari pertambakan

Kuantifikasi limbah dari pertambakan ditentukan menggunakan asumsi yang diambil dari kegiatan budidaya yaitu:

1. Beban limbah organik yang dihasilkan sesuai dengan analisis yang dihasilkan oleh Primavera dan Apud (1994) bahwa 35% dari pakan yang diberikan dalam bentuk limbah yaitu 20% dalam bentuk feses dan 15% berupa sisa pakan yang tidak termakan.

2. Perhitungan limbah organik berdasarkan teknologi budidaya yang dilakukan yaitu semi intensif dan intensif karena kedua teknologi ini menggunakan pellet sebagai sumber pakannya

3. Konsentrasi limbah organik tambak berupa feses dan sisa pakan mengalami penurunan karena terurai, namun perhitungan penurunan jumlah limbah tersebut tidak dilakukan karena metode kuantifikasi untuk itu belum ada.

Berdasarkan asumsi pendugaan limbah organik dalam bentuk Total Suspended Solid (TSS) dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan dari pendekatan rumus Rustam (2005) sebagai berikut:

Ca =

(

(

)

)

mg l

Vtb x LxP / 1000 ... (4)

C (n-1) =

(

(

(

)

)

(

(

)

)

)

mg l

Vtb x n LxP xVtb n Cb / 1000 1

1 + −

... (5)


(53)

Dimana:

C an = konsentrasi limbah tambak (mg/L)

C t = konsentrasi total limbah tambak yang dibuang kedaerah pesisir (mg/L) Q % = prentase pergantian air (%)

Ca (n-1) = konsentrasi limbah yang dibuang pada hari sebelumnya (n-1) V tb = volume tambak

P = pakan yang diberikan

L = persentasi jumlah pakan yang menjadi limbah n = hari ke 1, 2, 3, ... hari ke n ( sampai hari panen)

B. Daya tampung (volume) lingkungan pesisir

Daya tampung lingkungan pesisir ditentukan berdasarkan volume air yang tersedia di pantai, metode penentuan daya dukung untuk menentukan volume air perairan yang masuk ke pantai dengan pendekatan rumus Widigdo dan Pariwono (2003). Volume air dinyatakan sebagai berikut:

Ketika pasang naik dengan rumus Vo = 0,5 h.y 

     θ tg h x 2

Ketika surut Vs = 0,5 h.y

(

)



     − θ tg h

x 2 1

2

Dimana :

y = panjang garis pantai kawasan h = kisaran pasang surut

tg θ = kemiringan dasar laut/pantai

x = Jarak dari garis pada air pasang kearah laut sampai mencapai titik dimana kedalaman air pada saat surut adalah satu meter dan tidak terpengaruh gerakan turbelen air pasang


(54)

Volume air laut dihitung berdasarkan panjang pantai, jangkauan pasang, frekuensi pasang, kemiringan (kelandaian pantai) dan jarak dari garis pantai pada air pasang ke arah laut sampai mencapai titik kedalaman air pada saat surut dan tidak terpengaruh oleh gerakan turbelen air dasar. Ketersediaan volume air laut ini di pengaruhi oleh dinamika perairan dan telah dicerminkan dari hasil pengukuran parameter tersebut. Dengan demikian, volume total air yang ada di pantai dalam satu siklus pasang surut adalah volume air yang masuk ke pantai pada saat pasang naik dan surut. Sedangkan penentuan volume air di tambak berdasarkan pengamatan parameter-parameter yang terkait dengan kondisi tambak seperti tinggi rata-rata air tambak dan luas tambak saat itu.

3.4. Analisis Data

3.4.1.Analisis kualitas perairan

Data kualitas air seperti suhu, kecerahan, pH, salinitas, kekeruhan, DO, BOD5,

TSS, amoniak, nitrit, nitrat dan total posfat yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium dari masing-masing stasiun pengamatan dianalisis, untuk mengetahui kriteria baku mutu air untuk biota laut dan kriteria budidaya udang dengan mengacu kepada KEPMENLH No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut, Boyd (1990); Boyd (2001); Boyd (2003) dan Widigdo (2002).


(55)

3.4.2.Analisis daya dukung kawasan perairan pesisir

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan perairan pesisir untuk kegiatan budidaya udang yaitu pendekatan daya dukung berdasarkan analisis kapasitas dan daya tampung perairan pesisir sebagai penerima limbah.

Kapasitas dan daya tampung perairan pesisir merupakan kemampuan perairan untuk menampung limbah organik dari suatu usaha budidaya yang mengacu kepada kuantitas air (volume air) sebagai penerima limbah (perairan pesisir), sementara kuantitas air penerima (perairan pesisir) merupakan penentu berapa banyak limbah organik yang dihasilkan tambak yang dapat ditampung perairan untuk menentukan kualitas air yang mendukung keberlanjutan usaha udang.

Analisis data pada penelitian ini antara lain : (1) Analisis daya dukung lingkungan perairan yang mengacu pada kuantitas air (volume air di pesisir); (2) Analisis daya tampung perairan berdasarkan beban limbah organik dari kegiatan budidaya.

Analisis 1. Analisis daya dukung lingkungan perairan yang mengacu pada kuantitas air (volume air di pesisir). Kuantitas air penerima limbah merupakan penentu berapa banyak limbah yang dapat diterima oleh suatu badan perairan agar kualitasnya masih layak untuk kegiatan budidaya yang berkelanjutan.

Analisis ini berdasarkan asumsi Alison (1981) dalam Rustam (2005) yang menyatakan bahwa perairan penerima limbah harus memiliki volume 60 – 100 kali lipat dari volume air yang dibuang ke perairan. Memperhatikan pernyataan tersebut


(56)

maka luas tambak maksimum yang masih dapat didukung oleh kawasan pesisir atau luasan tambak lestari dapat ditentukan.

Analisis 2 Analisis daya tampung perairan berdasarkan beban limbah organik dari kegiatan budidaya. Analisis ini mengacu kepada jumlah limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan budidaya. Jumlah limbah organik dipengaruhi oleh dosis pakan, jumlah pakan yang dimakan dan tidak dimakan, waktu pemeliharaan, volume tambak, volume air buangan, luas tambak dan teknologi yang digunakan.

Analisis ini berdasarkan asumsi Boyd (1992), menyatakan bahwa daya tampung pakan maksimum untuk 1 ha tambak yang dikelola secara intensif yaitu 100-150 kg/hari, lebih dari itu perairan tidak dapat lagi mampu mempertahankan kualitasnya. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis ini adalah:

a. Setiap kg pakan yang diberikan untuk budidaya udang baik yang dikelola secara intensif dan semiintensif akan terurai menjadi limbah organik dalam bentuk TSS 35% sesuai dengan hasil penelitian Pramivera dan Apud (1994)

b. Perhitungan beban limbah hanya didasarkan budidaya secara intensif dan semi intensif, budidaya tradisional tidak diperhitungkan karena sistem budidaya ini lebih banyak mengandalkan pakan alami dari pakan buatan.

c. Laju masukan limbah dalam bentuk TSS dihitung berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan dan luasan areal dari masing-masing teknologi.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi umum perairan pesisir Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara

Secara geografis Kabupaten Batu Bara terletak pada 2˚03'00'' - 3˚26'00'' Lintang Utara dan 99˚01'00'' - 100˚00'00'' Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 50 meter di atas permukaan laut (dpl). Kabupaten ini terdiri atas 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Sei Balai, Tanjung Tiram, Talawi, Lima Puluh, Air Putih, Sei Suka dan Kecamatan Medang Deras dan 100 Desa/Kelurahan defenitif. Luas areal kabupaten ini adalah 90.496 Ha atau 904,96 km2

Kabupaten Batu Bara merupakan wilayah pesisir yang cukup potensial di Pantai Timur Sumatera Utara dengan garis pantai + 62 km. Pada kawasan pesisir ini dijumpai kawasan industri, pemukiman, perkebunan dan perikanan. Kabupaten Batu Bara memiliki kondisi pantai yang berpasir dan di beberapa estuaria atau sekitar muara sungai terdapat jenis pantai dengan substrat campuran pasir dan lumpur. Keadaan pantai umumnya sangat landai, dimana dengan kedalaman laut 10 meter baru dicapai setelah jarak 8 – 10 km dari garis pantai.

dan mempunyai topografi yang bervariasi dari kondisi landai, datar, bergelombang, curam dan terjal dengan kemiringan lereng umumnya relatif datar berkisar 0 – 30% (Bapeda Kabupaten Batu Bara, 2010).

Kecamatan Medang Deras merupakan salah satu wilayah pesisir yang ada di Kabupaten Batu Bara, Kecamatan ini terletak pada 3˚20'1'' - 3˚24'20'' Lintang Utara dan 99˚18'35'' - 99˚19'4'' Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 5 meter di atas


(58)

permukaan air laut. Pangkalan Dodek merupakan ibukota kecamatan Medang Deras yang memiliki 12 desa dan 2 kelurahan dengan luas areal 6.547 Ha (65,47 km2

Di wilayah pesisir Kecamatan Medang Deras bermuara sungai seperti sungai Pagurawan, Sipare-pare, Putat, Sono, Sei Padang, Bah Bolon dan sungai Sei Suka. Aliran sungai ini membawa substrat ataupun sedimen menuju muara sungai dan berakhir di laut, karena itu kondisi pantai dan laut dipengaruhi oleh kegiatan atau aktivitas disepanjang sungai. Kegiatan perkebunan, penambangan pasir, pemukiman dan dermaga merupakan kegiatan yang dapat dijumpai disepanjang aliran sungai di kecamatan ini.

). Kondisi suhu udara daerah ini, saat dilakukannya pengamatan berkisar 23 – 33˚C dengan curah hujan 104 – 141 mm (BMKG wilayah 1 Medan, 2011).

Muara sungai atau Estuaria merupakan daerah dimana dijumpai adanya hubungan bebas antara laut dengan sumber air tawar atau daerah dimana air tawar dan air laut bertemu dan bercampur (Nyabaken, 1982). Pada daerah ini terjadi percampuran air sungai dan air laut, air inilah nantinya yang dimanfaatkan pertambakan sebagai sumber air untuk mengisi petakan tambak.

Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya di tambak adalah kuantitas dan kualitas sumber air yang masuk ke pertambakan, kuantitas sumber air dari kawasan pesisir masuk ke pertambakan dengan memanfaatkan tenaga pasang surut sementara untuk memperbaiki kualitas air dari kawasan pesisir maka air ditampung terlebih dahulu di kolam-kolam penampungan (tandon) sebelum ditempatkan di kolam-kolam pembesaran. Kecamatan Medang Deras memiliki


(59)

potensi perairan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk-produk perikanan melalui kegiatan perikanan tangkap dan usaha budidaya perikanan di tambak. Usaha budidaya udang vannamei dan kerapu merupakan jenis komoditi yang diusahakan di kecamatan ini dan udang vannamei ini dibudidayakan secara intensif.

Dari 12 desa dan 2 kelurahan yang dimiliki Kecamatan ini ada 4 desa yang melakukan usaha budidaya udang vannamei, desa tersebut antara lain: Desa Lalang, Medang, Nenas Siam dan Desa Durian. Masing-masing desa tersebut memiliki luas areal tambak yang berbeda-beda seperti Desa Lalang memiliki luas areal tambak sebesar 20 Ha, Desa Medang dengan luas 15 Ha, Desa Nenas Siam dengan luas 24,8 Ha dan Desa Durian memiliki luas areal tambak sebesar 25 Ha (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Areal Tambak Udang (ha) di Desa Kecamatan Medang Deras (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batu Bara, 2010)

Nama Desa Teknologi Luas areal Tambak (ha)

Lalang Intensif 20

Medang Intensif 15

Nenas Siam Intensif 24,8

Durian Intensif 25

TOTAL 84,8

4.2. Karakteristik fisik Perairan Pesisir

Pasang surut merupakan fenomena fisika laut berupa gerak naik turunnya permukaan air laut sebagai akibat dari gaya tarik bulan dan matahari. Pemanfaatan tenaga pasang surut ini yang dimanfaatkan pertambakan di sekitar pesisir sebagai sumber air bagi kegiatan usaha budidaya tambak. Masuknya air ke lokasi pertambakan dilakukan dengan cara memompa air dari pantai pada saat pasang kemudian ditempatkan kedalam kolam penampungan/tandon (reservoir).


(1)

Umur (Hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi Limbah

Dalam Tambak (C) Air Buangan Limbah Total (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

67 70 24,50 73,54 13,75 390 74,73 29,14

68 65 22,75 72,02 13,19 390 73,54 28,68

69 68 23,80 70,92 13,30 390 72,02 28,09

70 71 24,85 70,20 13,46 390 70,92 27,66

71 73 25,55 62,71 20,59 780 70,20 54,75

72 76 26,60 56,99 19,36 780 62,71 48,91

73 76 26,60 52,41 18,22 780 56,99 44,45

74 78 27,30 48,93 17,48 780 52,41 40,88

75 81 28,35 46,41 17,05 780 48,93 38,16

76 82 28,70 44,49 16,64 780 46,41 36,20

77 84 29,40 43,13 16,44 780 44,49 34,70

78 86 30,10 42,22 16,34 780 43,13 33,64

79 81 28,35 41,05 15,71 780 42,22 32,93

80 82 28,70 40,20 15,57 780 41,05 32,02

81 81 28,35 39,43 15,31 780 40,20 31,35

82 83 29,05 38,99 15,33 780 39,43 30,75

83 63 22,05 36,85 13,45 780 38,99 30,41

84 59 20,65 34,77 12,66 780 36,85 28,74

85 60 21,00 33,20 12,34 780 34,77 27,12

86 62 21,70 32,13 12,20 780 33,20 25,90

87 61 21,35 31,17 11,90 780 32,13 25,06

88 63 22,05 30,59 11,89 780 31,17 24,32

89 64 22,40 30,22 11,86 780 30,59 23,86

90 64 22,40 29,92 11,79 780 30,22 23,57

91 64 22,40 29,68 11,73 780 29,92 23,34

92 66 23,10 29,67 11,86 780 29,68 23,15

93 66 23,10 29,66 11,86 780 29,67 23,14

94 68 23,80 29,83 12,03 780 29,66 23,13

95 68 23,80 29,96 12,07 780 29,83 23,27

96 70 24,50 30,25 12,27 780 29,96 23,37

97 70 24,50 30,48 12,33 780 30,25 23,60

98 52 18,20 29,05 10,76 780 30,48 23,78

99 39 13,65 26,74 9,31 780 29,05 22,66


(2)

Umur (Hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi Limbah

Dalam Tambak (C) Air Buangan Limbah Total (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

101 36 12,60 23,15 8,21 780 24,89 19,42

102 40 14,00 22,11 8,22 780 23,15 18,05

103 44 15,40 21,63 8,37 780 22,11 17,24

104 37 12,95 20,63 7,65 780 21,63 16,87

105 37 12,95 19,82 7,45 780 20,63 16,09

106 36 12,60 19,09 7,20 780 19,82 15,46

107 37 12,95 18,59 7,14 780 19,09 14,89

108 35 12,25 18,01 6,86 780 18,59 14,50

109 35 12,25 17,55 6,74 780 18,01 14,05

110 36 12,60 17,27 6,74 780 17,55 13,69

111 33 11,55 16,78 6,42 780 17,27 13,47

112 36 12,60 16,65 6,59 780 16,78 13,09

113 37 12,95 16,64 6,65 780 16,65 12,99

114 41 14,35 16,99 7,01 780 16,64 12,98

115 42 14,70 17,37 7,17 780 16,99 13,26

116 44 15,40 17,84 7,42 780 17,37 13,54

117 44 15,40 18,22 7,52 780 17,84 13,92

118 45 15,75 18,62 7,68 780 18,22 14,21

119 45 15,75 18,93 7,76 780 18,62 14,52

120 45 15,75 19,18 7,82 780 18,93 14,77

121 46 16,10 19,47 7,96 780 19,18 14,96

122 46 16,10 19,71 8,02 780 19,47 15,19

123 46 16,10 19,89 8,07 780 19,71 15,37

124 47 16,45 20,13 8,20 780 19,89 15,52

125 48 16,80 20,41 8,33 780 20,13 15,70

JUMLAH 5871,05 1105,15 5077,67 2278,68

PENGGELONTORAN 79,62

Keterangan:

Ca : Konsentrasi TSS dalam tambak sebelum pengenceran Ce : Konsentrasi TSS dalam tambak setelah pengenceran Vb : Volume air tambak yang dibuang ke perairan Cb : Konsentrasi TSS pada air tambak yang di buang DOC 0 - 30 tidak dilakukan pergantian air

DOC 30 - 50 pengeluaran air sebanyak 5 cm dari volume tambak DOC 50 - 70 pengeluaran air sebanyak 10 cm dari volume tambak DOC 70 - panen pengeluaran air sebanyak 20 cm dari volume tambak


(3)

Lampiran 2 : Hasil perhitungan limbah organik tambak (TSS) yang dikelola secara

intensif pada luasan 4300 m2 di daerah Kecamatan Medang Deras

Kabupaten Batu Bara

Umur (hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi limbah

dalam tambak (C) Air buangan Total limbah (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

1 4 1,40 0,03

2 4 1,40 0,36

3 5,5 1,93 0,81

4 7,5 2,63 1,42

5 8,5 2,98 2,11

6 11 3,85 3,00

7 13 4,55 4,06

8 15 5,25 5,28

9 17 5,95 6,67

10 19 6,65 8,21

11 21 7,35 9,92

12 25 8,75 11,96

13 29 10,15 14,32

14 32 11,20 16,92

15 35 12,25 19,77

16 37 12,95 22,78

17 39 13,65 25,96

18 42 14,70 29,38

19 45 15,75 33,04

20 48 16,80 36,95

21 50 17,50 41,02

22 54 18,90 45,41

23 58 20,30 50,13

24 62 21,70 55,18

25 65 22,75 60,47

26 69 24,15 66,08

27 74 25,90 72,11

28 40 14,00 75,36

29 45 15,75 79,03


(4)

Umur (hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi limbah

dalam tambak (C) Air buangan Total limbah (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

32 57 19,95 80,24 8,62 215 79,58 17,11

33 60 21,00 81,12 8,90 215 80,24 17,25

34 63 22,05 82,19 9,18 215 81,12 17,44

35 65 22,75 83,37 9,40 215 82,19 17,67

36 67 23,45 84,65 9,62 215 83,37 17,92

37 69 24,15 86,04 9,85 215 84,65 18,20

38 67 23,45 87,19 9,76 215 86,04 18,50

39 65 22,75 88,12 9,65 215 87,19 18,75

40 63 22,05 88,84 9,53 215 88,12 18,95

41 60 21,00 89,28 9,33 215 88,84 19,10

42 57 19,95 89,46 9,10 215 89,28 19,20

43 57 19,95 89,63 9,11 215 89,46 19,23

44 60 21,00 90,03 9,37 215 89,63 19,27

45 64 22,40 90,74 9,71 215 90,03 19,36

46 67 23,45 91,65 9,99 215 90,74 19,51

47 70 24,50 92,77 10,28 215 91,65 19,71

48 70 24,50 93,83 10,34 215 92,77 19,95

49 74 25,90 95,16 10,71 215 93,83 20,17

50 74 25,90 91,67 15,54 430 95,16 40,92

51 77 26,95 88,77 15,43 430 91,67 39,42

52 79 27,65 86,32 15,31 430 88,77 38,17

53 79 27,65 84,12 15,06 430 86,32 37,12

54 80 28,00 82,22 14,92 430 84,12 36,17

55 80 28,00 80,51 14,73 430 82,22 35,35

56 83 29,05 79,21 14,81 430 80,51 34,62

57 85 29,75 78,21 14,84 430 79,21 34,06

58 87 30,45 77,47 14,90 430 78,21 33,63

59 87 30,45 76,81 14,83 430 77,47 33,31

60 88 30,80 76,29 14,84 430 76,81 33,03

61 79 27,65 75,09 14,06 430 76,29 32,80

62 80 28,00 74,09 14,02 430 75,09 32,29

63 81 28,35 73,28 14,00 430 74,09 31,86

64 72 25,20 71,81 13,19 430 73,28 31,51


(5)

Umur (hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi limbah

dalam tambak (C) Air buangan Total limbah (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

66 70 24,50 69,28 12,76 430 70,65 30,38

67 65 22,75 67,65 12,22 430 69,28 29,79

68 67 23,45 66,33 12,22 430 67,65 29,09

69 70 24,50 65,40 12,33 430 66,33 28,52

70 73 25,55 64,80 12,48 430 65,40 28,12

71 76 26,60 58,03 19,15 860 64,80 55,73

72 76 26,60 52,61 17,79 860 58,03 49,90

73 78 27,30 48,43 16,87 860 52,61 45,24

74 81 28,35 45,34 16,28 860 48,43 41,65

75 82 28,70 42,95 15,74 860 45,34 38,99

76 84 29,40 41,19 15,43 860 42,95 36,93

77 86 30,10 39,96 15,24 860 41,19 35,43

78 81 28,35 38,56 14,58 860 39,96 34,36

79 81 28,35 37,44 14,30 860 38,56 33,16

80 82 28,70 36,63 14,16 860 37,44 32,20

81 83 29,05 36,06 14,08 860 36,63 31,50

82 78 27,30 35,19 13,56 860 36,06 31,01

83 76 26,60 34,34 13,22 860 35,19 30,27

84 72 25,20 33,33 12,73 860 34,34 29,53

85 70 24,50 32,36 12,36 860 33,33 28,67

86 66 23,10 31,26 11,84 860 32,36 27,83

87 68 23,80 30,55 11,79 860 31,26 26,89

88 70 24,50 30,13 11,81 860 30,55 26,27

89 73 25,55 30,05 11,97 860 30,13 25,92

90 73 25,55 29,98 11,95 860 30,05 25,84

91 76 26,60 30,17 12,18 860 29,98 25,78

92 74 25,90 30,16 12,06 860 30,17 25,95

93 72 25,20 29,99 11,89 860 30,16 25,94

94 60 21,00 28,87 10,88 860 29,99 25,79

95 64 22,40 28,31 10,98 860 28,87 24,83

96 66 23,10 28,02 11,03 860 28,31 24,35

97 60 21,00 27,30 10,49 860 28,02 24,10

98 58 20,30 26,56 10,18 860 27,30 23,48


(6)

Umur (hari)

Dosis Pakan (Kg/hari)

0,35 % TSS (Kg)

Konsentrasi limbah

dalam tambak (C) Air buangan Total limbah (Kg)

Ca Ce Vol (m3) C (mg/L)

100 54 18,90 25,04 9,56 860 25,81 22,19

101 52 18,20 24,26 9,24 860 25,04 21,53

102 50 17,50 23,48 8,92 860 24,26 20,87

103 48 16,80 22,69 8,60 860 23,48 20,19

104 48 16,80 22,06 8,45 860 22,69 19,52

105 50 17,50 21,72 8,48 860 22,06 18,97

106 52 18,20 21,61 8,58 860 21,72 18,68

107 50 17,50 21,36 8,39 860 21,61 18,58

108 48 16,80 20,99 8,18 860 21,36 18,37

109 46 16,10 20,54 7,94 860 20,99 18,05

110 44 15,40 20,01 7,69 860 20,54 17,66

111 46 16,10 19,75 7,75 860 20,01 17,21

112 48 16,80 19,71 7,86 860 19,75 16,99

113 48 16,80 19,67 7,85 860 19,71 16,95

114 50 17,50 19,81 8,00 860 19,67 16,92

115 52 18,20 20,08 8,19 860 19,81 17,04

116 52 18,20 20,30 8,25 860 20,08 17,27

117 54 18,90 20,63 8,45 860 20,30 17,46

118 54 18,90 20,90 8,52 860 20,63 17,74

119 50 17,50 20,79 8,25 860 20,90 17,98

120 45 15,75 20,30 7,82 860 20,79 17,88

JUMLAH 5606,00 1043,94 4867,01 4185,63

PENGGELONTORAN 87,27

Keterangan:

Ca : Konsentrasi TSS dalam tambak sebelum pengenceran Ce : Konsentrasi TSS dalam tambak setelah pengenceran Vb : Volume air tambak yang dibuang ke perairan Cb : Konsentrasi TSS pada air tambak yang di buang DOC 0 - 30 tidak dilakukan pergantian air

DOC 30 - 50 pengeluaran air sebanyak 5 cm dari volume tambak DOC 50 - 70 pengeluaran air sebanyak 10 cm dari volume tambak DOC 70 - panen pengeluaran air sebanyak 20 cm dari volume tambak