Kualitas perairan di pertambakan

4.4. Kualitas perairan di pertambakan dan pesisir di Kecamatan Medang Deras

4.4.1. Kualitas perairan di pertambakan

Hasil pengukuran kualitas perairan di pertambakan yang diambil dari masing- masing stasiun pengamatan yaitu: Outlet tambak, Tandon, Kolam Pembesaran disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Stasiun Outlet, Tandon, Kolam Pembesaran sebelum dibuang dan Kolam Pembesaran setelah air ditambahkan di pertambakan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara Keterangan Telah Melampaui Batas yang diperbolehkan untuk kegiatan budidaya berdasarkan kriteria Boyd 1990; Boyd 2001; Boyd 2003; KEPMENKLH No 512004 dan Widigdo 2002 Parameter Satuan Stasiun Baku Mutu Outlet Tambak Tandon Kolam Sebelum air dibuang Sesudah air dibuang Suhu ˚C 32,25 31,63 29,33 31,50 21 – 32 Kecerahan cm 12,33 34,25 15 21,50 5 pH - 6,95 7 7,15 6,40 6,5 - 8,5 Salinitas 20 00 20 21,33 22,50 5 – 35 Kekeruhan NTU 56,36 17,11 397,98 169,89 30 DO mgL 3,78 5,10 6,60 5,35 3 BOD mgL 5 - 1,65 3,10 2,80 25 TSS mgL 2440 960 1320 920 25 – 80 TDS mgL 19400 20440 24340 20780 - Amoniak mgL 0,65 0,21 0,55 0,57 1,0 Nitrit mgL 22,25 9,28 19,67 20,75 0,25 Nitrat mgL 30,70 20,80 52,60 62,73 - Total Pospat mgL 2,10 2,11 2,75 2,13 0,05 - 0,50 Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 5 diketahui ada beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu yang diperbolehkan untuk biota laut seperti kekeruhan, TSS dan nitrit. Tingginya konsentrasi dari masing-masing parameter ini berhubungan dengan manajemen tambak itu sendiri seperti manajemen pupuk, pakan dan air, manajemen budidaya yang buruk akan menurunkan kualitas air tambak. Pemberian pakan seyogianya mendukung pertumbuhan udang namun manajemen pakan yang buruk justru menganggu pertumbuhan udang karena itu pemberian pakan yang berkualitas akan mendukung pertumbuhan udang dan juga mengurangi limbah di kolam. Pakan yang baik harus terhindar dari pestisida dan bahan kimia lainnya, pakan juga harus memiliki stabilitas dimana pakan tidak langsung hancur saat diberikan di kolam sehingga dapat dimanfaatkan udang selain itu pemberian pakan tidak melebihi kebutuhan udang dan kandungan pakan tidak lebih banyak nitrogen dan posfor Boyd, 2001. Fomulasi pakan yang baik harus mudah dicerna, bertahan lebih lama sehingga dapat dimanfaatkan udang dan menghasilkan limbah lebih sedikit karena itu formulasi pakan menggunakan jumlah protein nabati lebih banyak dari protein hewani Rönnbäck, 2002. Pakan buatan pellet yang diberikan pada udang sebagian dimanfaatkan untuk pertumbuhan udang atau menambah bobot udang melalui proses metabolisme dan menghasilkan hasil ekresi yang dikeluarkan ke dalam air, sebagian pakan yang tidak dimanfaatkan atau sisa pakan mengendap di dasar tambak dan mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme di dalam air. Dekomposisi sisa pakan dan hasil ekresi dari udang hadir di dalam air dalam bentuk karbondioksida, amoniak, Universitas Sumatera Utara posfat dan bahan nutrien lainnya. Bahan anorganik dari proses dekomposisi akan dilepaskan kedalam air selanjutnya dimanfaatkan fitoplankton sehingga merangsang pertumbuhan fitoplankton eutrofikasi dikolam Boyd dan Musig, 1992; Boyd, 1992. Sisa pakan, karbondioksida, amonia, posfat, sisa-sisa organisme air yang mati mengendap di dasar kolam, lumpur, dan keberadaan fitoplankton membentuk Total Suspended Solid TSS. Dari pengamatan yang dilakukan konsentrasi TSS dari masing-masing stasiun seperti stasiun outlet tambak sebesar 2440 mgL, tandon sebesar 960 mgL dan kolam pembesaran sebesar 1320 mgL dan 920 mgL telah melewati baku mutu yang disarankan, tingginya konsentrasi TSS berhubungan dengan peningkatan pemberian pakan ke dalam kolam. Semakin lama pemeliharaan udang, jumlah pakan yang diberikan juga semakin banyak sehingga bahan organik yang mengendap didasar dan didalam kolam ikut bertambah maka kadar TSS dalam kolam ikut bertambah. Menurut Boyd dan Musig 1992, Peningkatan pakan, fitoplankton dan organisme lainnya yang berada dalam tambak dan didasar tambak menyebabkan peningkatan konsentrasi bahan organik didasar tambak dan konsentrasi bahan organik terlarut dalam air. Boyd 2001 menambahkan bahwa konsentrasi TSS terus meningkat sejalan dengan bertambahnya lama pemeliharaan udang, sampai mendekati panen konsentrasi TSS bisa mencapai 150 mgL. Konsentrasi TSS yang terbuang sebesar 1000 mgL dari 20 air buangan atau sekitar 2400 kgha yang keluar dari kolam Universitas Sumatera Utara melalui pergantian air sementara konsentrasi limbah yang disarankan untuk budidaya udang 30 mgL dan batasan hingga 100 mgL. TSS berkolerasi dengan kekeruhan, jika konsentrasi TSS meningkat di dalam kolam maka konsentrasi kekeruhan juga ikut meningkat. Bahan organik yang mengendap di dasar dan di dalam kolam akan mengalami proses dekomposisi sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam menurun, agar suplai oksigen dapat ditingkatkan maka di kolam ditempatkan aerator Boyd, 1992. Penggunaan aerator di kolam menyebabkan bahan organik di dasar dan di kolam teraduk dan naik ke permukaan, hal ini yang menyebabkan kekeruhan di kolam pembesaran tinggi yaitu sebesar 397,98 mgl dan 169,89 mgl, sementara tingginya kekeruhan pada outlet tambak sebesar 56,36 mgL dikarenakan adanya pergantian air. Pergantian air dilakukan dengan cara membuang sediment dasar kolam melalui saluran pengeluaran, hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas air kolam yang disebabkan oleh tingginya bahan organik di dasar dan dalam kolam. Pergantian air harus dilakukan karena penurunan kualitas air kolam menyebabkan timbulnya penyakit, kematian, pertumbuhan lambat dan produksi udang rendah Boyd dan Musig, 1992. Sisa pakan yang mengendap di dasar perairan akan mengalami dekomposisi, dekomposisi protein pakan menimbulkan limbah senyawa nitrogen anorganik yang hadir di air kolam dalam bentuk amonia dan nitrat, melalui proses nitrifikasi amonia dirubah menjadi nitrit dan nitrat. Penguraian bahan organik dalam sedimen tambak dipengaruhi pH, suhu dan oksigen terlarut, sementara kehadiran nitrit di dalam air terjadi secara anaerob Boyd dan Pillai, 1984, Chien, 1992; Boyd dan Musig, 1992. Universitas Sumatera Utara Tingginya konsentrasi Nitrit dari masing-masing stasiun seperti pada stasiun oulet tambak sebesar 22,25 mgL, tandon sebesar 9,28 mgL dan kolam pembesaran sebesar 19,67 mgL dan 20,75 mgL diduga karena kualitas air di kolam kurang mendukung penguraian bahan organik. Menurut Boyd 1992, penguraian bahan organik terjadi pada tanah yang ber-pH 7,5 – 8,5 dan suhu 25 – 35 ˚C, kisaran suhu ini merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme pengurai bahan organik, sementara untuk proses penguraian diperlukan 1,4 gr oksigen untuk mengoksidasi tiap 1 gr bahan organik menjadi karbondioksida.

4.4.2. Kualitas perairan pesisir