Intelektual Tradisional Pengertian Cendekiawan atau Intelektual

18 bahwa pandangan dunia sesuai dengan kapitalisme telah diterima oleh semua kelas. 20 Sedangkan intelektual kontra-hegemonik adalah bertugas memisahkan kaum proletar dari pandangan-pandangan tadi serta mengukuhkan dunia sosial. 21 Intelektual organik membentuk budaya perlawanan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran kritisnya agar sanggup merebut posisi vital tanpa harus terjebak perlawanan secara terbuka yaitu revolusi. 22

2. Intelektual Tradisional

Intelektual tradisional menurut Gramsci adalah intelektual yang mengikuti sejarah orang pada masa lampau. Yaitu intelektual yang hanya bergabung di dalam kelompoknya tapi tidak berbaur dengan masyarakat. 23 Menurut Yudi Latif yang termasuk ke dalam golongan intelektual tradisional adalah filosof, sastrawan, ilmuan, pengacara, dokter, guru, pendeta, dan pemimpin militer. 24 Intelektual disini jauh dari pengaruh kekuasaan dan tidak ingin masuk untuk terjun langsung dalam masalah sosial. Syed Hussein memberikan ciri-ciri sosial kaum intelektual sebagai berikut: pertama , mereka direkrut dari segala kelas, sekalipun dalam proporsi yang berbeda. Kedua, ditemui dalam gerakan mendukung ataupun menentang pemerintah. Ketiga, pekerjaan umum mereka adalah dosen, wartawan, penyair dsb. Keempat, menjauh dari masyarakat, dan bergaul dengan kelompoknya sendiri. Kelima, mereka tidak hanya tertarik pada segi pengetahuan teknis dan 20 H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan Magelang: Indonesia Tera, 2003, h.77. 21 Ibid. 22 Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto. ed. Teori-teori Kebudayaan Yogyakarta: Kanisius, 2005, h. 32. 23 Adde Oriza Rio, “Antonio Gramsci, pemikir dari Balik Jeruji. 24 Yudi Latif, Intelegentsia Muslim dan Kuasa Gramsci, 1971:7,9 h. 23 19 mekanis saja, ide-ide tentang agama, kehidupan yang lebih baik, seni, budaya, ekonomi dsb. Keenam, mereka bagian kecil dari masyarakat. 25 Fungsi intelektual tradisional adalah, menegakkan kebenaran yang diyakininya tidak terkait oleh otonomi manapun, hanya otonominya sendiri. Mereka lebih sering merasa prihatin terhadap keadaan bangsa yang carut marut dibanding pemimpinnya. 26 Dalam hal ini, intelektual tradisional dikatagorikan Gramsci sebagai intelektual yang hanya bekerja, tetapi tidak mau terlibat dalam masalah yang dihadapi masyarakat. Seperti itulah intelektual yang digambarkan oleh Julien Benda. Benda mengungkapkan bahwa seorang intelektual yang turun ke gelanggang hanya untuk memenangkan suatu gairah realistis mengenai kelas, ras atau bangsa, maka dia akan mengkhianati fungsinya. 27 Menurut Benda, seorang intelektual apabila disewa oleh individu atau kelompok kepentingan maka dia mengkhianati fungsinya. Benda menggambarkan seperti Sokrates dan Yesus. Menurutnya, “apakah ada sebuah patokan yan pasti untuk mengetahui apakah cendekiawan yang terjun di gelanggang memang bersifat sesuai dengan fungsinya: ia langsung diaibkan oleh si awam, yang kepentingannya terganggu olehnya.” 28 Bentuk-bentuk kehidupan intelektual dan cendekiawan yang terorganisir adalah Persatuan Intelektual Kristen Indonesia PIKI, Ikatan Sarjana Katholik Indonesia ISKA, dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI. 29 Organisasi-organisasi ini diharapkan merupakan penjelmaan dari cita-cita harapan 25 Tulisan ini dikutip dari Syed Hussein, dalam Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan Sejarah , h. 22-23. 26 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Kontruksi Sosial Berbasis Agama Yogyakarta: LkiS, 2007, h.67-68. 27 Julien Benda, Pengkhianatan Kaum Cendekiawan Jakarta: Gramedia, 1999, h. 31. 28 Ibid, h. 31. 29 “ ICMI: Sebuah Refleksi,” Harian Republika, 6 Februari 2006. 20 dan amanat umat Islam. ICMI menurut Azumardy Azra, organisasi Islam ini tidak menampilkan politik praktis dan juga tidak menampilkan Islam Politik. 30 “ICMI dengan cita-cita dan pemikiran memajukan Islam Indonesia sebagai sebuah kekuatan pembaruan, menampilkan Islam dalam wajah yang modern, moderat dan siap menerima gagasan baru yang membawa kemajuan dan siap bekerjasama dengan kelompok manapun. Melalui ICMI, para intelektual Islam berjuang di dalam dan di luar pemerintahan.” 31 Pengamat-pengamat politik Indonesia seperti Indra Jaya Piliang, Ulil Abshar, Bima Arya dan Fadli Zon telah menjadi intelektual organik seperti dikatakan Gramsci. Tetapi implementasi dan aplikasi terhadap masyarakat masih seperti yang digambarkan oleh Julien Benda sebagai intelektual modern.

B. Partai Politik