Masa Penjajahan Sejarah Pelacuran di Indonesia

Memang,tradisi itu belum mencapai segi komersialisasinya sebagai industri seks dengan sistem germo dan pelacur profesionalnya. 41

2. Masa Penjajahan

Sejarah Prostitusi Pondasi pelacuran modern di Indonesia dibangun pada zaman kerajaan Mataram.Tradisi penyerahan perempuan sebagai upeti diteruskan dengan perdagangan wanita dan menemukan bentuknya yang mutakhir didorong faktor-faktor ekonomi dan kemiskinan nilai-nilai agama. Seperti perdagangan yang lain, pelacuran lahir oleh adanya penawaran dan permintaan. Aktivitas pelacuran meningkat drastis setelah ada pembenahan hukum agraria, 1870. Yaitu dibukanya perekonomian negara jajahan bagi para penanam modal swasta. Area perkebunan diperluas di Jawa Barat, industri gula tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Sumatera, perkebunan didirikan. Gerakan ekonomi ini menarik migrasi tenaga kerja laki-laki. Mayoritasnya bujangan secara besar- besaran. Sarana pun dibangun. Misalnya jalan kereta api untuk menghubungkan kota- kota di Jawa: Batavia-Bogor-Cianjur, Bandung-Cilacap, Yogya, Surabaya. Fisik kota kota ini juga dibenahi, termasuk didirikannya tempat penginapan. Ini yang membuat aktivitas pelacuran tumbuh di sekitar stasiun kereta api di setiap kota. 42 Di Indonesia dari pertengahan 1890-an sampai sekitar 1913, pelacuran diatur oleh pemerintah Kolonial bagi Netherlands Indies Army agar para serdadu 41 Panji Mas, Wanita Publik dari masa ke masa, diakses pada tgl 13 agustus dari http:www.hamline.eduapakabarbasisdata199707260018.html 42 Abu Al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, h.100 dapat memuaskan dahaga seksualnya melalui cara “alamiah”, mengingat berlakunya sikap menghinakan terhadap matsurbasi dan homoseksualitas pada masa itu. Pelacuran teratur seperti itu dibela berdasarkan kepercayaan bahwa pelacuran dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan seksual alami pria dan untuk menjaga agar mereka tetap “jantan”. Pelacur dipandang sebagai keniscayaan untuk membantu mempertahankan “kejantanan” pria seraya pada saat yang sama para serdadu didorong untuk tidak menikahi perempuan pribumi. Pelayanan medis disediakan bagi para pelacur untuk menjaga mereka tetap sehat dan kuat untuk digunakan. Segregasi spasial antara serdadu dan pelacur diberlakukan untuk mencegah hidup bersama atau perkawinan. 43 Sebagai contoh, di Nairobi sekitar pertengahan 1930-an, “pusat-pusat a- susila”, ditoleransi oleh Negara sebagai tempat-tempat reproduksi pekerja upahan kota. Pusat-pusat ini menyediakan sekaligus pelayanan seksual dan kerumah- tanggaan seperti tempat tidur, makanan matang, air mandi, minuman keras, dan sebagainya. Pusat-pusat a-susila juga menguntungkan pemerintah daerah dalam hal menghemat dana “perumahan layak” bagi pekerja pribumi karena “kebutuhan delapan pekerja mungkin dapat dipenuhi hanya dengan menyediakan dua kamar bagi para pria dan satu kamar bagi pelacur”. 44 43 Than-Dam Thruong, seks,uang, …, h.143 44 Davis dalam white, 1986:256, sebagaiman dikutip oleh Than-Dam Thruong dalam bukunya seks, uang, dan kekuasaan Than-Dam Thruong, seks,uang, …,h.143 Contoh lain adalah kasus perkebunan di sejumlah wilayah Kolonial di Asia Tenggara. Di Sumatra pada abad ke-19,perluasaan perkebunan menciptakan kebutuhan akan pekerja upahan yang kemudian dipenuhi oleh arus migrant pria dari Jawa. Para pelacur direkrut untuk menemani para kuli agar tetap berada di depot pada masa menunggu yang panjang. Di perkebunan, pekerja kontrakan perempuan diboyong ke dalam untuk menarik para pekerja pria dan untuk menjaga agar mereka tetap berada dalam kontrak. Kuli para perempuan berfungsi sebagai tukang masak dan “pelayan tempat-tempat tidur” bagi pekerja pria yang tidak menikah yang berada dalam lilitan utang dan kekeurangan uang. Ditunjukkan Stoler 1985, perdagangan kuli perempuan oleh para manajer, mandor, dan pekerja pria pribumi sangat menguntungkan dan berlaku umum di Sumatra pada peralihan abad ini. 45 Di zaman pemerintahan Hindia Belanda merasakan perlunya ada hiburan dan pelayanan seksual bagi tentaranya, pelacur diperbolehkan berkunjung ke penjara untuk menghilangkan keresahan politik. Berbagai bentuk pelacuran telah dikenal pula dalam seni tari tradisional. Dongbret, lenong, ronggeng, ledek, punya bagian sentral terdiri atas tari-tarian, dan sering diadakan untuk meramaikan hajatan atau selamatan, sering pula diikuti dengan transaksi seks. 46

3. Masa Kemerdekaan