Penerapan Perda Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan

pelarangan pelacuran. Padahal, banyak kalangan menilai Perda itu multitafsir Pemberlakuan peraturan daerah perda itu didukung Ketua Komisi A DPRD Kota Tangerang Iskandar Zulkarnain PPP dan anggota Komisi A.Suratno Abubakar PAN, yang menjadi ketua panitia khusus rancangan Perda tersebut. Menurut mereka, perda itu sudah cukup baik meski tidak tertutup kemungkinan dievaluasi. penegasan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim bahwa penyidikan maupun penegakan Perda dilakukan secara selektif, tidak serabutan, dan tidak asal tangkap karena menghargai hak-hak masyarakat Tangerang. 76 Dalam pelaksanaan Perda Kota Tangerang No. 82005 tentang pelarangan pelacuran diperlukan kerjasama semua pihak tidak hanya aparat pemerintahan tetapi juga semua masyarakat harus berperan aktif, bahkan pihak pemerintah dengan senang hati menerima kritik atau saran untuk kesempurnaan Perda itu, serta berani melakukan evaluasi terhadap Perda jika dinilai menimbulkan dampak yang kurang bagus, hanya saja kritikan yang disampaikan tidak tendensius.

3. Penerapan Perda Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan

Pelacuran Menurut Lawrence M.Friedman, sebagaimana dikutip oleh Jaenal Aripin dalam bukunya Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, menyebutkan bahwa struktur dari sistem hukum merupakan bentuk dari keseluruhan 76 http:www.kompas.comkompas-cetak060304utama2482226.htm diakses pada tanggal 12 Desember 2008 instansi-instansi penegak hukum. 77 Di Indonesia yang merupakan struktur dari sistem hukum tersebut, yaitu: Advokat, Polisi, Jaksa, Hakim dan para penegak hukum lainnya. 78 Para penegak hukum lainnya adalah mereka ditunjuk undang-undang atau peraturan-peraturan seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang No 8 Tahun 2005 yaitu selain aparat penegak hukum pada umumnya juga dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Tangerang yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelarangan pelacuran yaitu dengan langkah preventif dan represif. Langkah prefentif yaitu dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai pelarangan pelacuran. Penyuluhan diberikan kepada tokoh-tokoh masyarakat, pemuda anggota masyarakat, di berbagai desa, kelurahan, serta kecamatan yang ada di wilayah Kota Tangerang. Selanjutnya tindakan yang tergolong sebagai langkah represif yaitu melakukan tindakan terhadap pelarangan pelacuran yang ada di Kota Tangerang tidak dengan hukum pidanaKUHP, karena sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa tidak ada pasal-pasal yang berhubungan langsung dengan pelacur, melainkan hanya dengan germonya dan perdagangan perempuan yang dapat diancam pidana. Ketentuan atau aturan yang digunakan adalah dengan menggunakan ketentuan- 77 Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, cet-1, h. 116-112 78 Ni Putu Sawitri Nandari, Penanggulangan Pelacuran Ditinjau Dari Perspektif Hukum dan Gender, T.tp ketentuan pemerintah daerah baik dituangkan dalam Perda ataupun kebijakan operasional lainnya. Tindakan-tindakan tersebut berupa: a. Tindakan razia terhadap pelacuran. b. Melaksanakan dengan tegas Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Langkah represif lainnya terhadap pelarangan pelacuran yang dilaksanakan oleh tim penertiban, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasikan lokasi pelacuran dan personal pelacurnya sendiri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada waktu mengidentifikasi petugas melakukan penyamaran, dengan mendatangi lokasi-lokasi pelacuran untuk mengetahui lebih jelas. 2. Apabila lokasi dan pelacurnya telah dapat diidentifikasi, maka kemudian dilakukan razia siang maupun malam hari. 3. Para pelacur yang telah ditangkap langsung dimasukkan di panti rehabilitasi. 4. Mereka kemudian diadili oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Adapun hasil operasi penertiban Perda No 82005 tentang pelarangan pelacuran tidak hanya pelacur, tetapi juga razia terhadap pasangan yang selingkuh, serta para waria, untuk lebih jelasnya akan ditampilkan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: Razia Dinas Tramtib Data tahun 2006-2008 NO TAHUN PSK P.SELINGKUH WARIA JMLH KETERA NGAN 1 2006 269 275 orang 8 orang 552 orang - 50 orang dikirim ke panti rehabilitasi - 25 orang Sidang Tipiring 2 2007 114 455 orang 64 orang 633 orang - 54 orang dikirim ke Panti rehabilitasi 3 2008 58 232 orang 4 orang 294 orang - 20 orang dikirim ke Panti rehabilitasi JUMLAH 441 962 orang 76 orang 1479 - 124 orang dikirim ke Panti rehabilitasi - 25 orang sidang tipiring Sumber: Dinas Ketentraman dan ketertiban Kota Tangerang, data diolah dari hasil penelitian 2008 Pelarangan pelacuran bukan suatu masalah yang mudah, sebab hal ini menyangkut banyak faktor didalamnya, seperti faktor sosial, budaya dan ekonomi. Tidak setiap orang menginginkan agar pelacuran ini dituntaskan, karena ada yang tetap menginginkan keberadaan pelacuran, yang kiranya menguntungkan dari mereka. Dengan demikian pelarangan pelacuran tentu tidak akan dapat berjalan dengan efektif

BAB IV PERDA KOTA TANGERANG NO 8 TAHUN 2005 TENTANG

PELARANGAN PELACURAN DALAM PANDANGAN MASYARAKAT

A. Kondisi Objektif Wilayah Penelitian

1. Sekilas tentang Kecamatan Karawaci

Kecamatan Karawaci adalah salah satu kecamatan dari 13 kecamatan di Kota Tangerang yang baru saja terbentuk berdasarkan Perda Kota Tangerang No.16 tahun 2000 tentang pembentukan tujuh Kecamatan diamana salah satunya adalah Kecamatan Karawaci, yang merupakan pemecahan dari Kecamatan Tangerang, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kecamatan Jatiuwung; 2. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Batuceper dan KecamatanTangerang; 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cibodas; 4. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamtan Neglasari. Luas wilayah kecamatan Karawaci adalah : 1221.10 Ha 13,34 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak, 149,640 jiwa yang terdiri dari Laki-laki 75.708 jiwa dan perempuan 73.932 jiwa, 38.222 KK, 522 Rt, 126 Rw, dan 16 Kelurahan.