BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat menghindari pergaulan sesama. ia pun punya kebebasan bergaul dan memasuki berbagai komunitas yang beragam.
Namun kebebasan tidak selamanya absolut. Tentu ada batas–batas tertentu yang secara normatif disetujui oleh masyarakat Pemerintah maupun ajaran agama yang
dapat di yakini kebenarannya. Tanpa batasan itu ia akan kehilangan kemuliannya, karena ia akan terjebak pada kebejatan moral yang tidak mustahil merusak jasmani.
1
Kebebasan yang dilakukan secara absolut, sering diterapkan orang pada kebebasan antara lelaki dan wanita. Akan tetapi bila sudah meningkat pada kebebasan
hubungan seksual, sadar atau tidak, hal itu mengakibatkan perilaku yang abnormal, dari pandangan sosial maupun agama. Akibat lebih jauh adalah timbulnya kerusakan
moral dan kehormatan yang tidak jarang mengakibatkan kerusakan jasmani. Berjangkitnya penyakit kelamin seperti AIDS, lahir dari kebebasan seksual, tanpa
kontrol terhadap kebersihan lawan seks. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah di beri bekal hidup berupa aturan-
aturan untuk dijadikan pedoman dalam sebuah kehidupan agar tidak menyimpang dari garis-garis yang telah di tentukan. Salah satu yang diatur dalam Islam adalah
1
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih sosial, Yogyakarta:LkiS, 1994, cet ke-1, h.94
masalah hukuman bagi tindak kejahatan. Al-Qur’an membatasi teksnya pada ketentuan lima macam tindak kejahatan bersama sanksinya. Yaitu; Pembunuhan,
pencurian, melakukan pengrusakan, zina, dan tuduhan zina terhadap wanita baik- baik.
2
Guna terciptanya suatu kemaslahatan dan ketentraman dalam masyarakat serta menjaga manusia dari hal-hal yang mafsadah maka diadakanlah pembalasan atas
kejahatan atau pelanggaran agar merasa jera dan berfikir untuk tidak mengulangi masalah yang sama. Sebagaimana diadakannya hukuman dalam Islam.
Salah satu hukuman dalam Islam adalah hudûd atau hukuman rajam bagi pelaku zina. Kasus hukum rajam bagi pelaku zina bukanlah inti ajaran yang di
kehendaki syariah. Adapun hukum rajam adalah hukum pendukung dalam menegakkan larangan zina.
Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal yaitu; Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Larangan Islam terhadap pelacuranperzinaan, ini
berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap kehormatan diri dan kesucian keturunan. Islam mensyari’atkannya hâd dera bagi lelaki atau perempuan yang
berzina, dan bagi penuduh pembuat zina.
3
Islam sangat melarang keras perbuatan zina, seperti pelacuran dan sejenisnya, pelanggaran terhadap ketentuan ini akan
menimbulkan dampak yang buruk sangat serius terhadap masyarakat luas.
2
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya Jakarta : Sinar Grafika,2007 hal. 191
3
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh. Penerjemah Masdar Helmy, Bandung,Gema Risalah Press,1996 ,hal.359
Penyakit AIDS yang sangat di takuti masyarakat dewasa ini, di derita terus terutama oleh para pelaku homo-seksual, serta orang-orang yang suka jajan seks di luar
pernikahan.
4
Di Indonesia sendiri pelacuran tidak dianggap sebagai kejahatan akan tetapi hanya permasalahan sosial biasa. Yang dianggap kriminal adalah profesi sebagai
germo yang diancam dengan hukuman maksimal 4 tahun Pasal 297 KUHP. Karena pelacuran dianggap sebagai permasalahan sosial maka penanganannya pun dilakukan
dengan pendekatan sosial. Prostitusi atau pelacuran adalah persenggamaan antara pria dan wanita tanpa
terikat oleh piagam pernikahan yang sah. Perbuatan ini dipandang rendah dari sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama, tercela dan jijik menurut penilaian
masyarakat di Indonesia. Akan tetapi belakangan ini, pelacuran adalah salah satu profesi dan lahan bisnis untuk tujuan ekonomi.
5
Walaupun pelakunya selalu berdalih dengan alasan ekonomi, namun juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan alasan yang secara rasional bukan moral bisa
dipahami. Misalnya, mundurnya usia perkawinan, tingginya angka perceraian, meningkatnya mobilitas penduduk, gaya hidup, pendapatan masyarakat, dan
tantangan yang dihadapi. Tidak dapat dipungkiri banyak berita media massa membukakan mata bahwa globalisasi juga berdampak pada penyebaran dan perluasan
ruang lingkup operasi pelacuran, dan sekarang telah banyak industri seks komersil
4
Hasanuddin, Perdagangan Perempuan dalam perspektif hukum Islam”Ahkam V”, No.12 2003: h.131
5
Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, h.95
dikarenakan banyak peminat, baik itu dalam pemenuhan kebutuhan di Indonesia sendiri ataupun untuk diperdagangkan ke mancanegara dengan penghasilan yang
cukup besar dan setingi-tingginya dari sistem pelacuran. Pelacuran tetap bagian tak terjangkau dari hukum yang ada. Tidak salah, kalau pelacuran merupakan komoditi
seks yang menggiurkan.
6
Pelacuran memiliki sisi positif dan negatif pula. Diantara sisi positifnya adalah ia memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Baik sebagai usaha kecil
sampai industri seks komersial ternyata jumlahnya yang sangat besar. Industri seks merebak di daerah yang membuka lapangan kerja baru. Karena dalam sejarahnya
pelacuran memang berkembang sejalan dengan tumbuhnya kota-kota kecil dan kota- kota besar. Di tahun 1995 saja jumlah pekerja seks, di Indonesia berkisar antara
65.582 pelacur, dan diperkirakan mereka yang bekerja nyambi rangkap bisa mencapai angka 500.000. Lokalisasi atau komplek bordello secara resmi diatur oleh Pemerintah
Daerah. Hasil dari industri seks ini diperkirakan US 1,27 milyar sampai US 3,6 milyar atau sama dengan 4-11 APBN 1995 Republik Indonesia.
7
Namun di balik sisi positifnya itu ternyata tersimpan berbagai sisi negatif yang tidak bisa dibayar dengan jumlah materi berapapun. Pelacuran bukan hanya
sebuah gejala individual akan tetapi sudah menjadi gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang normal dan juga agama. Karena pelacuran bukan hanya memiliki
6
Armaidi Tanjung, dan Elfi Delfita, Mengapa Zina dilarang, Solo:CV Pustaka Mantiq, 1997, h.69
7
Ibid, h.68
dampak terhadap individu-individu pelaku dan pemakai jasa ini secara personal, akan tetapi juga memiliki dampak terhadap masyarakat umum.
8
Di era desentralisasi seperti sekarang , penanganan masalah ketertiban dan sosial diserahkan pada pemerintah kota dan kabupaten setempat. Dan beberapa dari
mereka kemudian menerbitkan perda mengenai masalah ini. Salah satunya adalah Perda No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Tangerang. Tepatnya pada usia ke-13 Pemerintah Kota Tangerang mulai melaksanakan
Perda No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Dengan disahkannya Perda tersebut, maka siapapun dilarang melacur ataupun melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pelacuran. Adapun bagi pelanggar ketentuan-ketentuan Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 ini diberikan ancaman pidana bagi pelakunya
yaitu kurungan paling lama 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 15.000.000 lima belas juta rupiah.
Di samping itu Drs. H. Wahidin Halim, M.S.i, sebagai Walikota Tangerang ingin mewujudkan sebuah Kota yang berhias dan bertaqwa menuju peradaban
pembangunan masyarakat yang berakhlakul karimah, bahkan semua aspek pemerintahan diarahkan bagaimana membentuk masyarakat yang berakhlak mulia
8
Abdul Moqsit Ghazali dkk, Tubuh, seksualitas, dan kedaulatan perempuan, Jakarta: Rahima, 2000, h.211
guna membendung dekadensi moral ke jurang kehancuran untuk menjadi landasan moral dan etika dalam berbangsa dan bernegara.
9
Pada dasarnya, tujuan mulia mengiringi niat Pemerintah Kota Tangerang membuat Perda itu, selain ingin menciptakan masyarakat yang berakhlakul karimah,
pemerintah juga ingin membantu kepolisian dalam rangka menekan angka kriminalitas yang kerap ada dan terjadi. Harus diakui, sejak disahkan DPRD Kota
Tangerang pada akhir November 2005, perda No 8 tahun 2005 sedikit banyak telah membawa pengaruh positif bagi warga Kota Tangerang.
Terbukti kini keberadaan PSK tidak sesemarak dulu, sebelum adanya perda tersebut. Kepala Dinas Ketentraman dan Ketertiban Kota Tangerang, Ahamad Lutfi
mengatakan semenjak Perda No 8 tahun 2005 diberlakukan, jumlah PSK diwilayahnya menurun, yaitu dari 200 PSK, kini tinggal 50 orang PSK. Sisa yang
masih nekat beroperasi di Kota Tangerang, selalu kucing-kucingan dan berdandan tidak seronok.
10
Itikad baik Pemda Tangerang untuk membenahi moral masyarakat juga mendapat sambutan negatif dari kalangan yang tidak sepaham. Bahkan ada yang
menganggap hal ini sebagai upaya penegakan Syariat Islam di tingkat pemda.
9
http:www.Tangerangkota.go.idview.php?mode=9sort no=22, artikel diakses pada
tanggal 15 maret 2008.
10
Sumantri Handoyo, Tangerang MIOL, artikel diakses pada 15 Juli 2008 dari http:www.Kaskus.usshowthread.php?t=308011
Berbagai macam isu yang mendeskreditkan Pemda Tangerang bertebaran di media massa, mereka bersuara lantang mencabut pembatalan Perda tersebut.
11
Penyebabnya adalah Perda ini memberi kewenangan pada aparat Tramtib untuk menangkap perempuan mana saja yang dicurigai sebagai pelacur. Akibatnya
banyak terjadi penangkapan terhadap perempuan baik-baik yang kebetulan keluar malam seperti pulang kerja. Padahal dalam sistim hukum manapun seseorang tidak
boleh ditangkap dan dihukum hanya dilandasi oleh kecurigaan. Ambil kasus salah tangkap yang dialami saudari Lilis Lindawati, seorang ibu
rumah tangga yang bekerja di sebuah restoran Cengkareng, di tangkap oleh petugas Tramtib pada tanggal 27 Februari 2006 di daerah Grendeng Kecamatan Karawaci
pada saat pulang kerja.
12
Dengan kasus tersebut Perda No. 8 Tahun 2005 dalam Implementasinya telah menimbulkan kriminalisasi terhadap perempuan yang bekerja
di malam hari. Sehingga terjadi adanya pro dan kontra mengenai Perda tersebut. Akan tetapi, dibutuhkan sebuah regulasi untuk menertibkan aktivitas mereka dengan
terus berpikir bagaimana mencari penyelasaian permasalahan mereka. Bertolak pada itu semua maka dianggap perlu untuk mengetahui bagaimana
tanggapan dan reaksi masyarakat Kota Tangerang sendiri yang berlatar belakang masyarakat yang menjunjung tinggi agama memandang fenomena pelacuran yang
11
Chairil Akhmad, Orang Kerdil Takut Islam Besar, artikel diakses pada 20 juli 2008 dari http:
www.mail-archive.comppiindiayahoogroups.commsg39478.html ,
12
Soelastri soekirno dan Ninuk M Pambudy, Perempuan, perda, dan Domestikasi, kompas, Sabtu 04 maret 2006
terjadi di masyarakat dengan dikeluarkannya Perda Kota Tangerang No 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan melaporkannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul :
“Respon Masyarakat Kota Tangerang terhadap Peraturan Daerah Kota Tangerang No 8 Tahun 2005 Tentang Pelarangan Pelacuran”
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih sistematis dan terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah yang akan dianalisa. Untuk itu pembatasan masalah dalam
penulisan karya ilmiah ini adalah ; 1.
Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. 2.
Pelaksanaan Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
3. Pelaksanaan Perda Kota Tangerang di Kecamatan Karawaci dan Kecamatan
Cipondoh. 4.
Respon masyarakat Kota Tangerang terhadap Perda No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
Dengan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, fokus penulisannya diharapkan mampu memberikan pemahaman bagi para pembaca. Berkenaan dengan
ini, maka pokok masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1.
Apa yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran?
2. Bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap Peraturan Daerah No. 8 Tahun
2005 Kota Tangerang tentang Pelarangan Pelacuran? 3.
Bagaimana sikap dan respon masyarakat Kota Tangerang terhadap Peraturan Daerah No. 8 tahun 2005 Kota Tangerang tentang Pelarangan Pelacuran?
C Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Setelah penulis menentukan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran
2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Kota Tangerang terhadap Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran
3. Untuk mengetahui sikap dan respon masyarakat Kota Tangerang terhadap Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Manfaat secara Teoritis yakni memperkaya khazanah keilmuan khususnya di lingkungan
Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan Manfaat secara praktis yaitu memberikan Informasi pada masyarakat umum sebagai bahan
untuk kebijakan Kota Tangerang dalam hal ini Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
D. Review Studi Terdahulu