- Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang sendiri dari
pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip milik bank
3 Syarat umum KPR Syariah adalah sebagai berikut :
- WNI
- Usia minimal 21 tahun
- Memiliki penghasilan yang dapat menjamin kelangsungan pembayaran kewajiban
- Tidak memiliki pembiayaan bermasalah dengan bank manapun
- Memiliki NPWP Nomor Pajak Wajib Pajak
4. Akad dan Perjanjian KPR Syariah
Dalam islam, pembiayaan untuk membantu masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan rumah pun bias menjadi prioritas dalam mewujudkan keadilan sehingga target
pasarnya pun tidak hanya orang-orang yang memenuhi criteria bank, tidak hanya orang yang mampu saja yang berhak mendapatkan pinjaman, tetapi juga masyarakat yang tidak mampu pun
berhak untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan KPR Syariah ini. Sebuah instrument pembiayaan perumahan syariah ini harus memenuhi akad atau
perjanjian yang sesuai dengan aturan syariah. Akad – akad tersebut adalah Ba‘I Bithaman Ajil,
Ijarah Muntahia Bittamlik, Istisna wal Istisna, dan akad Musyarakah Mutanaqisah. Keseluruhan akad tersebut tidak mengandung riba, maysir dan gharar.
a. Akad Bai‘ Bithaman Ajil BBA
Bai‘ Bithaman Ajil BBA secara definisi terdiri dari tiga kata berbeda. Al-Bai‘ berarti jual, thaman berarti harga, dan ajil berarti menunda. Akad Bai‘ Thaman Ajil
merupakan akad transaksi jual beli, dengan melakukan penjualan pada tingkat keuntungan yang disepakati, dengan pembayaran yang di tunda. Jadi, BBA bukan
merupakan transaksi pinjaman.
9
Dengan kata lain, BBA merupakan akad murabahah dengan pembayaran yang di tunda.
Pada akad BBA ini, pembiayaan syariah dilakukan untuk membantu memfasilitasi masyarakat agar dapat memiliki rumah yang di inginkan sesuai kemampuan. Akad ini
merupakan akad jual beli,yaitu bank melakukan pembelian rumah terlebih dahulu, dan menjualnya kepada konsumen dengan keuntungan yang disepakati. Apabila pembeli
rumah tidak memiliki kemampuan untuk membayar penuh, maka bank dapat memberikan keringanan kepada pembeli rumah. Pembeli rumah berutang kepada bank
untuk nilai uang yang disepakati setelah pembelian rumah dilakukan. Dan dari pinjaman ini, bank tidak diperbolehkan untuk mengambil riba berupa bunga dari pembeli rumah.
Transaksi BBA ini biasa kita kenal dengan transaksi jual beli murabahah. Akad Bai‘ Thaman Ajil ini memiliki tahapan sebagai berikut :
1. Konsumen melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
2. Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
3. Bank menjual rumah kepada konsumen dengan harga jual merupakan penjumlahan
harga beli di tambah besar keuntungan
9
Saiful Azhar Rosly, Critical Issues on Islamic Banking and Financial Markets, Kuala Lumpur:Dinamas Publishing,2007, hal.87-88
4. Konsumen membayar rumah yang sudah di beli bank dengan cara mencicil.
Dari tahapan-tahapan tersebut, terdapat tiga kontrak perjanjian yang harus dilakukan
agar Bai‘ Bithaman Ajil ini dapat berjalan. Perjanjian pertama adalah Perjanjian Pembelian Properti PBP, perjanjian ini melibatkan bank dengan penjual
rumah. Perjanjian kedua adalah Perjanjian Penjualan Properti PJP, perjanjian ini melibatkan bank dengan konsumen yaitu Bank menjual rumah kepada konsumen pada
akad yang telah disepakati didalam akad Bai‘ Bithaman Ajil. Perjanjian yang terakhir adalah Perjanjian Penjaminan PP, yang melibatkan bank dengan konsumen dalam hal
penjaminan rumah. Konsumen menjaminkan rumahnya kepada bank sampai konsumen menyelesaikan pembayarannya.
b. Akad Ijarah Muntahia Bittamlik IMBT
Akad Ijarah Muntahia Bittamlik IMBT ini merupakan akad sewa ijarah dari suatu asset riil, yaitu pembeli menyewa rumah yang terlah di beli oleh bank, dan diakhiri
dengan perpindahan kepemilikan dari bank kepada pembeli rumah. Didalam IMBT ini terdapat dua buah akad, yaitu akad jual-beli Al-
Bai‘ dan akad IMBT sendiri, yang merupakan akad sewa menyewa yang di akhiri dengan perpindahan kepemilikan diakhir
masa sewa.
10
Secara bahasa, IMBT memiliki arti dengan memecah dua kata didalamnya. Pertama adalah kata al-ijaarah, yang berarti upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah
terhadap pekerjaan. Dan kata kedua adalah at-tamlik, secara bahasa memiliki makna yang dapat menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan menurut istilah, at-
10
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan,Edisi Ketiga: Rajagrafindo Persada,2006 hal.149