BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan secara teoritis untuk penelitian
selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan melalui analisis korelasi dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian
neuroticism dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 2.
Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian extraversion dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian
agreeableness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 4.
Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian openness dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian
conscientiousness dengan perilaku merokok pada remaja akhir. 6.
Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku
merokok pada remaja akhir. 8.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.
Selanjutnya, setelah dilakukan analisis lebih jauh mengenai pengaruh dari
kedelapan independent variable terhadap perilaku merokok dengan menggunakan analisis regresi, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
“ada pengaruh yang signifikan dari dimensi kepribadian big five, tingkat pendidikan, usia, dan jenis kel
amin terhadap perilaku merokok” berdasarkan proporsi varians seluruhnya, perilaku merokok yang dipengaruhi independent
variable dimensi kepribadian big five dan faktor demografi adalah sebesar 21,3.
5.2 Diskusi
Dalam penelitian ini, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dengan perilaku merokok, hal tersebut tidak sesuai dengan
apa yang di temukan oleh penelitian sebelumnya oleh Deasy Kartasamita 2007 dimana dalam penelitian tersebut ditemukan dua sub-dimensi dalam
dimensi neuroticism yang memiliki hubungan dengan perilaku merokok, yaitu sub dimensi anxiety kecemasan, jadi subjek cenderung merasa cemas dan khawatir
akan masa depan dan kemungkinan yang akan terjadi dan sub dimensi self- consciousness, individu cenderung takut terhadap orang lain yang posisinya lebih
tinggi darinya, serta cukup takut berbuat kesalahan yang mengecewakan orang lain. Hasil penelitian sebelumnya ini sangat sesuai dengan ciri-ciri dari dimensi
neuroticism yang ada di teori, dimana individu yang memiliki skor tinggi pada neuroticism akan lebih mudah mengalami kecemasan, depresi, emosional dan
rentan terhadap gangguan stress. Salah satu ciri kepribadian tersebut yaitu depresi merupakan salah satu karakteristik dari sifat kepribadian yang dimiliki oleh
remaja yang merokok Pederson, dalam Amelia 2009. Namun, hasil dari penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan seperti hasil dari
penelitian sebelumnya, hal ini mungkin terjadi karena pada penelitian terdahulu hanya terdapat dua sub dimensi saja yang berhubungan dengan perilaku merokok
sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa dimensi neuroticism berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok, karena kedua sub dimensi tersebut tidak
dapat mewakili keseluruhan dari dimensi neuroticism.
Berbeda dengan dimensi neuroticism, dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara dimensi extraversion dengan
perilaku merokok dimana hasil ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Terraciano dan Costa pada tahun 2004,
memperoleh hasil bahwa secara umum dimensi extraversion tidak terkait dengan perilaku merokok. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Deasy
Kartasamita 2007 dimana juga tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dengan perilaku merokok. Perbedaan hasil penelitian ini
dapat disebabkan karena kedua penelitian sebelumnya menggunakan skala NEO PI-R yang dapat mengukur facet-facet dalam setiap dimensi dengan lebih
mendetail sedangkan skala IPIP NEO yang digunakan oleh peneliti hanya mampu mengukur satu dimensi kepribadian secara keseluruhan tanpa diketahui hubungan
tiap facet. Kemudian item-item pada skala IPIP NEO yang digunakan merupakan hasil terjemahan mungkin ada item-item kalimat yang tidak sesuai dengan
kebudayaan di indonesia sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda dan hasil yang berbeda. Alasan peneliti menggunakan skala IPIP NEO dibandingkan
dengan NEO PI-R adalah karena peneliti ingin melihat bagaimana hubungan antara tiap dimensi kepribadian big five secara global dengan perilaku merokok.
Selain itu, sampel yang digunakan pun berbeda dimana kedua penelitian terdahulu menggunakan sampel dewasa sedangkan peneliti menggunakan sampel remaja
akhir. Sementara jika kita lihat pada teori yang ada, hasil penelitian ini sesungguhnya sudah sesuai dengan hipotesis yang peneliti rumuskan sebelumnya,
yaitu individu dengan skor extraversion yang tinggi memiliki kecenderungan socially outgoing dan senang berkumpul dengan teman-temannya saat merokok
dan pada diri remaja, sifat kepribadian extrovert juga berkaitan dengan konformitas sosial yang merupakan sifat prediktif perokok.
Selanjutnya juga ditemukan hasil yang bertolak belakang antara hasil dari penelitian sebelumnya dengan hasil yang peneliti dapatkan. Peneliti memperoleh
hasil bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness atau pun dimensi conscientiousness terhadap perilaku merokok,
sedangkan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Terracciano dan Costa 2004 ditemukan hubungan negatif yang signifikan antara dimensi agreeableness
dengan perilaku merokok, dimana mengindikasikan bahwa makin rendah skor
dimensi agreeableness maka semakin tinggi perilaku merokok. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana orang dengan skor agreeableness
yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan lebih mungkin terlibat dalam perilaku merokok. Hasil yang
sama juga diperoleh pada dimensi conscientiousness dimana dalam penelitian sebelumnya tersebut didapatkan hubungan negatif yang signifikan dengan
perilaku merokok hal ini sesuai dengan apa yang dirumuskan peneliti sebelumnya, karena orang yang memiliki skor yang rendah dalam dimensi conscientiousness,
cenderung kurang pertimbangan yang cermat mengenai konsekuensi dari perilaku yang mereka lakukan. Hal tersebut sangat sesuai dengan ciri dari perokok yang
cenderung tidak cermat mengenai dampak dari perilaku merokok bagi kesehatannya.
Kemudian hasil penelitian dimensi openess ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan positif dengan perilaku merokok dimana hasil ini sesuai
dengan asumsi peneliti bahwa dimensi openess diasumsikan akan memiliki hubungan yang positif dengan perilaku merokok, karena dimensi openness
memiliki ciri kepribadian yang mengarah pada originalitas, kreativitas, independensi dan senang akan sesuatu yang baru. Individu yang memiliki skor
yang tinggi pada dimensi ini cenderung merokok karena senang mencari sensasi dan memiliki keberanian mengambil resiko tanpa pertimbangan yang matang.
Dari ketiga faktor demografis yang dijadikan variabel dalam penelitian ini, hanya tingkat pendidikan yang ditemukan memiliki hubungan yang signifikan
dengan perilaku merokok. Sedangkan usia dan jenis kelamin ditemukan hubungan
yang tidak signifikan terhadap perilaku merokok. Namun jika melihat kategorisasi setiap variabel faktor demografis jenis kelamin dapat dilihat bahwa laki-laki lebih
banyak berpartisipasi dalam perilaku merokok dibandingkan dengan perempuan. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rachiotis dkk 2008 yang
mencatat bahwa kecenderungan merokok pada laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan.
5.3 Saran