Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab satu ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Belanja merupakan kebutuhan bagi setiap individu, masing-masing mempunyai kebutuhan hidup yang berbeda. Individu merencanakan pengeluaran uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan berapa banyak uang yang akan dikeluarkan. Belanja bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi belanja juga sebagai suatu keinginan. Fenomena berbelanja dilakukan oleh setiap orang, yang kemudian berkembang menjadi gaya hidup. Bukan hanya gaya hidup, saat ini belanja juga menjadi trend di kalangan masyarakat. Gaya hidup merupakan sebuah penyelarasan dengan era modernisasi yang tumbuh perlahan menuruti tingkatan sosial. Gaya hidup merupakan pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang Engel Blackwell, 1994. Semakin banyaknya tempat-tempat perbelanjaan seperti pertokoan, ruko, maupun mall memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Lokasi yang tidak terlalu berjauhan pun memudahkan konsumen untuk menjangkaunya. 2 Penelitian yang dilakukan marketing research MARS Indonesia Indonesian Consumer Profile menunjukkan 82,2 konsumen khususnya di Jabodetabek gemar berbelanja di mall. Dalam sebulan mereka minimal sekali sampai dua kali mengunjungi tempat tersebut. Ini artinya, demam mall semakin menggejala di masyarakat. Kunjungan mereka ke pusat perbelanjaan tersebut 74,3 pada hari libur dan 25,7 pada hari kerja Zumar,, 2009. Long weekend merupakan puncak tertinggi peningkatan pengunjung pusat perbelanjaan. Penelitian yang dilakukan di Cibinong City Mall CCM pada masa weekdays pengunjung mencapai 8.000 orang per hari sedangkan long weekend pengunjung bisa mencapai 10.000 orang per hari atau naik 20 dari biasanya. Meningkatnya jumlah kunjungan, berimbas juga pada meningkatnya pendapatan di pusat perbelanjaan Hidayat, 2013. Banyak orang yang melakukan pembelian tanpa disertai pertimbangan terlebih dahulu. Mereka membeli karena apa yang mereka “lihat”, bukan yang mereka “butuhkan”. Keinginan membeli semakin kuat ketika melihat barang- barang yang berpenampilan menarik, warna yang indah, serta tampilan toko yang unik Youn Faber, 2000. Pembelian menjadi tidak wajar ketika seseorang tidak dapat mengontrol apa yang harus dan tidak penting untuk dibeli. Hal tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi pembeli yang impulsive. Verplanken Herabadi 2001 mendefinisikan impulsive buying sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, dipicu oleh 3 adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Pembeli yang impulsive seringkali menjadi tidak sadar ketika melakukan pembelian, hal ini dikarenakan dorongan yang tiba-tiba ketika seseorang melakukan impusive buying sehingga tanpa sadar seseorang akan melakukannya. Dari penjelasan di atas banyak dampak negatif dari impulsive buying bagi generasi muda penerus bangsa. Salah satunya sikap pemborosan, karena sebenarnya konsumen membeli barang tanpa perencanaan sebelumnya yang mengakibatkan tidak terpakainya barang tersebut. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian terhadap impulsive buying untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan hal tersebut khususnya dari segi personality trait dan konformitas. Rook 1987 menguraikan impulsive buying adalah sesuatu yang hedonis dan mungkin menimbulkan konflik emosional. Impulsive buying mudah hilang tergantung konsekuensi yang didapat ketika seseorang melakukan hal tersebut. Impulsive buying lebih ingin memiliki seluruh barang daripada memilih salah satu dari barang tersebut. Spontanitas yang lebih utama dibandingkan kehati-hatian untuk membeli suatu barang. Dalam impulsive buying berpikir emosional lebih mendominasi daripada rasional dan dipersepsikan seperti “buruk” daripada “baik”, akhirnya konsumen merasa kehilangan kontrol saat melakukannya. Impulsive buying dapat terjadi dalam kondisi apapun, konsumen adalah subjek sehari-hari untuk melakukan itu. 4 Sebuah penelitian terdahulu menunjukkan bahwa keputusan konsumen untuk membeli saat berada didalam toko semakin meningkat, karena adanya dorongan untuk membeli dan menyebabkan jumlah pembelian yang cukup besar. Sebagian besar diantaranya pembelian dilakukan tanpa perencanaan atau disebut dengan impulsive buying Jalan, 2006. Peneliti melakukan survey awal terhadap 10 pengunjung Mall pada bulan Mei 2014 di salah satu Mall yang berada di kota Bogor, dari hasil wawancara dengan pengunjung didapatkan informasi bahwa 7 dari 10 pengunjung sering melakukan pembelian tanpa perencanaan. Konsumen cenderung melakukan impulsive buying karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah personality trait. Jalan 2006 menyebutkan dalam personality trait terdapat tiga hal yang berkaitan dengan impulsive buying yaitu control, stress reaction, dan absorption. Control berkaitan dengan pengaruh diri sendiri terhadap emosi, kognisi,dan perilaku seseorang. Hal ini membuat konflik psikologis dalam diri konsumen saat melakukan pembelian. Tidak mudah bagi konsumen untuk menahan keinginannya dalam berbelanja, ini membuat kon sumen mengatakan kepada dirinya “saya tidak akan melakukannya”. Konflik psikologis dalam pembelian seringkali terjadi apabila seseorang tidak dapat mengontrol dirinya. Faktor selanjutnya yaitu stress reaction, hal ini mewakili perbedaan individu dalam menangkap respon yang diterimanya dengan keadaan emosi yang negatif, yaitu kecemasan, kemarahan, kesedihan dan rasa bersalah Youn Faber, 5 2000. Jalan 2006 mengatakan, bahwa emosi negatif yang dialami individu merupakan kondisi sehari-hari yang dialami setiap orang. Emosi ini melibatkan seseorang untuk melakukan impulsive buying. Gardner Rook 1988 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumen merasa bahwa dirinya lebih baik jika melakukan impulsive buying . Youn Faber 2000 mengatakan bahwa seseorang jika dalam keadaan stres yang tinggi melakukan impulsive buying maka seseorang tersebut mendapatkan kepuasan jangka pendek yang disertai dengan perasaan diri yang positif dan perubahan mood yang membuat dirinya jauh lebih baik. Konsumen yang merasa jenuh akan rutinitasnya setiap hari merasa lebih baik jika dirinya melakukan pembelian yang tidak direncanakan kerena menurutnya hal itu bisa mengubah suasana hati konsumen tersebut. Faktor berikutnya yakni absorption, dalam hal ini konsumen cenderung menahan keterlibatan dirinya dalam hal yang menarik perhatiannya dari stimulus eksternal maupun imajinasi yang didapatnya. Absorption berperan penting untuk konsumen sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap stimulus yang di dapat Youn Faber, 2000. Kesimpulan penelitian yang dilakukan Jalan 2006 menunjukkan hasil yang berbeda berdasarkan faktor personality trait. Control lebih tinggi kecenderungannya dibandingkan dengan stress reaction dan absorption dalam melakukan impulsive buying. Baik secara langsung maupun tidak, control dalam 6 literature yang ada menegaskan bahwa konsumen bertindak impulsive karena kurangnya akan kontrol diri mereka. Dalam kehidupan sehari-hari orang terdekat sangat mempengaruhi keputusan kita dalam melakukan pembelian, bahkan tidak jarang barang yang kita beli sebenarnya tidak kita butuhkan. Pada dasarnya individu mudah terbujuk untuk mengikuti saran orang lain agar dapat mengikatkan diri pada suatu kelompok. Hal ini dikarenakan setiap kelompok mempunyai tuntutan yang harus bisa dipenuhi oleh setiap individu yang ingin bergabung. Jika individu ingin diakui eksistensinya dalam kelompok, individu harus berusaha untuk menjadi bagian dari kelompoknya dengan jalan mengikuti peraturan yang ada dalam kelompok. Usaha tersebut dapat berupa kesepahaman dalam membeli produk tertentu Myers, 2005. Banyak orang tidak menyadari bahwa masukan dari teman itu sebenarnya tidak baik. Tetapi apabila tidak mengikuti apa yang disarankan oleh mereka ada perasaan tidak enak atau takut tidak ditemani. Hal ini disebut dengan konformitas. Konformitas ini rentan menjadi penyebab impulsive buying. Bujukan dan rayuan dari pelayan saat berbelanja sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli barang yang tidak direncanakan. Tekanan kelompok memaksa seseorang berperilaku sesuai keinginan kelompoknya. Seseorang yang tidak berniat membeli suatu barang, akhirnya menjadi membeli barang yang padahal tidak diperlukan. Pembelian juga tidak selalu berpengaruh dari luar saja, dalam diri seseorang juga terdapat dorongan untuk membeli yang diperkuat dengan suasana dari luar diri mereka YounFaber, 2000. 7 Yang Huang 2011 menyatakan bahwa faktor demografi juga mempengaruhi impulsive buying selain dari personality trait dan konformitas. Faktor demografi merupakan faktor-faktor kependudukan yang menunjukan keadaan dan karakter penduduk. Faktor demografi yang mempengaruhi impulsive buying yaitu, jenis kelamin dan usia. Faktor jenis kelamin juga sering digunakan untuk penelitian impulsive buying. Faktor ini digunakan sebagai bahan perbandingan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan impulsive buying. Perempuan berbelanja untuk menunjukkan identitas diri mereka dalam lingkungannya, sedangkan laki-laki melakukan impulsive buying lebih kepada kegunaan atau fungsi dari barang tersebut Lee, 2002. Penelitian Abdillah 2013 menunjukkan bahwa 75 pria juga melakukan impulsive buying yang didasari karena kecintaannya pada tim sepak bola, setiap melihat barang-barang yang bernuansa tim sepak bola yang mereka gemari pasti akan dibeli nya. Pada faktor usia, 18 hingga 39 tahun merupakan usia yang mengalami peningkatan hasrat untuk berbelanja Verplanken Herabadi,2011. Hasil penelitian Yang Huang 2011 menyatakan bahwa pada usia 40 tahun individu memiliki kecenderungan untuk melakukan impulsive buying yang lebih tinggi dikarenakan mereka telah memiliki pendapatan yang tetap. Perkembangan fisik manusia yaitu ada pada masa usia dewasa, hal inilah yang semakin membuat individu untuk melakukan pembelian, sebab individu semakin memperhatikan penampilan fisiknya dan berusaha tampil berbeda dari yang lain. . 8 Penelitian dilakukan di Mall yang berada di kota Bogor, karena kota Bogor termasuk kota yang besar dan maju dalam perekonomiannya, dan banyaknya mall dan outlet di kawasan tersebut. Penelitian akan dilakukan pada tiga tempat yang berbeda, yaitu Mall Ekalokasari, Botani Square dan Cibinong City Mall karena lokasi tersebut merupakan pusat perbelanjaan yang cukup ramai dan terdapat berbagai karakter pengunjung yang bisa menjadi objek penelitian. Dari uraian tersebut maka peneliti ingin menggunakan Personality Trait, Konformitas dan Faktor Demografi sebagai independent variable IV dan Impulsive Buying sebagai dependent variabel DV. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti “ Pengaruh Personality Trait, Konformitas dan Faktor Demografi terhadap Impulsive Buying Pengunjung Mall di kota Bogor “.

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah