25
informasi penting yang dimiliki oleh individu informational influence. Jadi acceptance adalah konformitas yang didasari oleh penerimaan seseorang
terhadap bukti realitas yang diberikan orang lain. Dengan kata lain jika individu tidak tahu harus berbuat apa maka ia akan menjadikan perilaku kelompok
sebagai pedoman perilaku dan meyakini hal tersebut yang benar.
2.3.3 Alat ukur konformitas
Pengukuran yang akan peneliti gunakan untuk mengukur konformitas dalam penelitian ini yaitu berdasarkan pada dimensi-dimensi konformitas yang telah
dijelaskan di teori menurut Myers 2005, yaitu compliance dan acceptance. Akan tetapi, Myers 2005, tidak mencantumkan item-item dari alat ukur konformitas
tersebut. Oleh karena itu peneliti berusaha mencari alat ukur baku lainnya yang berkaitan dengan konformitas, namun sejauh ini peneliti belum menemukan alat
ukur baku yang sesuai untuk mengukur konformitas. Peneliti selanjutnya memutuskan untuk membuat alat ukur sendiri yang
sesuai dengan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Myers 2005. Alat ukur tersebut terdiri atas 10 item yang berisi 5 item dari dimensi compliance dan 5 item
dari dimensi acceptance.
2.4 Kerangka Berpikir
Pada umumnya belanja adalah sebuah perilaku yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Belanja adalah bagian dari keseharian anggota
masyarakat. Hampir seluruh individu mengetahui jika perilaku impulsive buying merupakan suatu perilaku berlebihan dan sebaiknya tidak harus dilakukan dalam
26
keseharian mereka. Secara umum tidak menyetujui jika perilaku impulsive buying bagian dari sebuah gaya hidup. Harus diakui bahwa masyarakat memang
terkadang suka melakukan belanja yang berlebih. Wanita biasanya lebih menikmati waktu berbelanja karena saling memberi
masukan tentang barang-barang yang akan dibeli. Tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki pun berusaha memenuhi kebutuhannya dengan berbelanja. Saat
ini dari fenomena yang ada terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara kegemaran pria maupun wanita dalam hal berbelanja.
Faktor personality trait juga mempengaruhi konsumen untuk melakukan impulsive buying. Tidak mampunya konsumen untuk menahan impuls membuat
dirinya melakukan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Suasana hati konsumen mendorong terjadinya impulsive buying karena konsumen merasa puas
setelah berbelanja. Faktor lain yaitu pertentangan antara konsumen dengan keinginan yang mendesak dalam dirinya untuk berbelanja, yang sering dipicu oleh
stimulus yang didapat konsumen tersebut. Tidak jarang konsumen mengabaikan kegunaan dari barang yang dibelinya, sehingga timbul penyesalan saat konsumen
sudah membeli brang tersebut. Saat berbelanja biasanya konsumen tidak pergi sendirian, teman maupun
keluarga yang biasa menemani. Konsumen dalam berbelanja kadang meminta pendapat dari temannya. Hal demikian bisa menimbulkan impulsive buying karena
konsumen yakin apa yang disarankan teman tersebut merupakan yang paling baik. Tujuan utama konsumen untuk berbelanja seringkali tidak sesuai dari tujuan
27
semula, bahkan apa yang sebenarnya konsumen ingin beli berubah menjadi barang yang konsumen tidak butuhkan. Ini terjadi ketika konsumen merasa
percaya pada apa yang disarankan teman. Dalam kehidupan, kita tidak ingin merasa tersaingi dalam hal apapun. Maka dari itu timbullah konformitas di
kehidupan. Kehidupan konsumen harus sama dengan orang lain agar eksistensi nya diakui di masyarakat.
Variabel demografi dalam penelitian Robertson, Bellenger, Hirschman, 1978 memiliki pengaruh terhadap impulsive buying. Variabel demografi tersebut
meliputi jenis kelamin dan usia. Untuk demografi usia, konsumen berusia muda yakni 19-39 tahun cenderung sering melakukan impulsive buying dalam
Verplanken Herabadi, 2001 dibandingkan dengan konsumen yang berusia lebih dari 39 tahun. Kemudian untuk demografi jenis kelamin, konsumen
perempuan lebih sering melakukan impulsive buying daripada konsumen laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan berbelanja untuk menunjukkan identitas sosial
mereka, sedangkan laki-laki berbelanja lebih kepada fungsi atau kegunaan barang tersebut Dittmar, 1995 dalam Lee, 2002.
28
Dari kerangka berpikir diatas dapat diilustrasikan kedalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Berdasarkan gambar diatas dalam penelitian ini peneliti ingin mencari pengaruh personality trait, konformitas, usia dan jenis kelamin terhadap impulsive buying.
Selanjutnya peneliti juga ingin mencari pengaruh dimensi-dimensi personality Control
Stress Reaction Absorption
Compliance Acceptance
Jenis Kelamin Usia
Personality Trait
Konformitas
Faktor Demografi
Impulsive Buying
29
trait yang terdiri atas control, stress reaction dan absorption terhadap impulsive buying. Kemudian juga ingin mencari pengaruh dimensi-dimensi konformitas
yang terdiri atas compliance dan acceptance terhadap impulsive buying. Selanjutnya juga ingin melihat pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap
impulsive buying pada pengunjung Mall di kota Bogor.
a. Hipotesis Penelitian