Politik Domestik Iran dalam Program Nuklir

fraksi garis keras menyoroti pentingnya program nuklir untuk memperkuat status regional dan internasional Iran. 114 Sesuai dengan Konstitusi Republik Islam Iran tahun 1979, dimana salah satu aspek utama dari kebijakan luar negerinya adalah penolakan dari setiap hegemoni atau dominasi asing. Oleh karena itu, kepemilikan senjata nuklir bisa menjadi simbol bagi kemandirian Iran dan penolakan intervensi asing dalam urusan domestik dan regional Iran. 115 Dengan ketiga alasan tersebut, logis bagi Iran untuk membangun senjata nuklir. Rekam jejak Iran dalam program nuklirnya, seperti adanya fasilitas pengayaan rahasia, keengganan untuk mematuhi IAEA Safeguards Agreement, keraguan Iran untuk dilakukan inspeksi terhadap kegiatan pengembangan nuklirnya, perselisihan antara Iran dengan PBB dan IAEA, semakin memberikan petunjuk tambahan bahwa Iran memang berniat untuk membangun senjata nuklir.

II.4. Politik Domestik Iran dalam Program Nuklir

Dalam konteks hubungan Iran dengan dunia luar, ada dua tipe pembuat kebijakan di Iran, yaitu mereka yang sedikit percaya dengan dunia luar, khususnya Barat dan mereka yang sama sekali tidak percaya dengan dunia luar. Namun, para analis yang mempelajari Iran setuju bahwa negara ini harus dilihat sebagai aktor 114 Mehran Kamrav, Iranian National Security Debates – Factionalism and lost Opportunities , Middle East Policy, Vol. XIV, No. 2, 2007, 95. 115 Schmidt, Understanding Analyzing Iran’s Nuclear Intention, 64. rasional, dimana para elitnya membuat keputusan dengan mempertimbangkan resiko dan kesempatan atau cost and benefit. 116 Pemimpin Iran menyadari bahwa program nuklir merupakan sebuah aset strategis penting sekaligus batu sandungan utama dalam hubungan antara Iran dengan dunia internasional. Berbeda dengan kelompok garis keras, kaum reformis bersikeras bahwa Iran perlu berintegrasi ke dalam tatanan internasional dan ekonomi global sehingga Iran harus menerima pembatasan program nuklir. 117 Sejak revolusi tahun 1979, politik domestik Iran sendiri dalam program nuklir ini terpecah. Senjata nuklir lebih dari sekedar alat keamanan nasional, senjata nuklir adalah objek politik penting yang sering diperdebatkan dalam ranah domestik dan pertarungan kepentingan birokrasi dalam negeri. Shahram Chubin berpendapat bahwa upaya Iran untuk mengembangkan nuklir lebih merupakan produk dari politik dalam negeri dan tuntutan legitimasi revolusioner daripada sebuah keharusan strategis. 118 Selama periode 2002-2005, program nuklir menjadi perhatian besar para elit politik Iran. Beberapa pejabat Iran khawatir bahwa pengungkapan fasilitas nuklir oleh National Council of Resistance in Iran NCRI akan menyebabkan peningkatan sanksi atau tindakan militer terhadap Iran, terutama mengingat 116 Reuven Pedatzur, “The Iranian Nuclear Threats and the Israeli Options”, Contemporary Security Policy , Vol 28, No 3, 2007, 514. 117 Ray Takeyh, Iranian reformers oppose governments nuclear ambitions, Los Angeles Times 7 Januari 2015, http:www.latimes.comopinionop-edla-oe-takeyh-iranian-left-20150108- story.html diakses pada 4 Maret 2015. 118 Shahram Chubin, Iran: Domestic Politics and Nuclear Choices, Strategic Asia. 2007, 301. pasukan militer Amerika Serikat di wilayah tersebut pada waktu itu akan menginvasi Irak. 119 Secara umum, ada tiga kelompok yang berbeda pandangan tentang program nuklir Iran. Pertama adalah kelompok pendukung nuklir, yaitu mereka yang berpendapat bahwa Iran memiliki hak untuk mengembangkan senjata nuklir sebagai deterent terhadap ancaman eksternal yang dirasakan. Mereka berada di sayap konservatif. Menurut pandangan kelompok ini, Barat memaksakan kehendaknya terhadap Iran melalui hukum dan lembaga-lembaga internasional. 120 Oleh karena itu, Iran akan berada di posisi terkuatnya ketika memiliki kemampuan untuk mencegah ancaman eksternal yang melalui penggunaan kekuatan, dan mereka percaya bahwa instrumen deterent yang kredibel adalah kepemilikan nuklir, yang juga diperlukan untuk memastikan keamanan dan status politik Iran. Pendukung nuklir berulang kali mengkritik perundingan nuklir dengan Barat karena dinilai gagal mempertahankan hak untuk mengaya uranium dan kepentingan nasional Iran. 121 Kedua adalah kelompok pengkritik nuklir, yaitu mereka yang mendukung untuk menghentikan program nuklir Iran demi mengejar kepentingan nasional lainnya. Mereka mengklaim bahwa konflik berkepanjangan atas program nuklir Iran akan menyebabkan peningkatan isolasi dan jatuhnya ekonomi negara. Sanksi 119 Nima Gerami, Leadership Divided? The Domestic Politic of Iran’s Nuclear Debate. Washington: The Washington Institute for Near East Policy, 2014, 32. 120 Gerami, Leadership Divided?, 20. 121 Gerami, Leadership Divided?, 22. internasional yang keras adalah akibat langsung dari keengganan Iran untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan Barat. 122 Bagi mereka, program nuklir tidak mengedepankan kepentingan keamanan nasional Iran, justru sebaliknya, membuat Iran menjadi kurang aman dengan adanya banyak tekanan asing. Kelompok pengkritik semakin menyuarakan kritikannya terhadap program nuklir Iran selama dua tahun terakhir pemerintahan Ahmadinejad. Yaitu, ketika kekhawatiran tentang keselamatan nuklir dan memburuknya perekonomian Iran yang menyebabkan kemungkinan adanya koalisi antara kelompok konservatif Ahmadinejad dan kelompok penentang reformis. 123 Ketiga adalah kelompok tengah, yaitu mereka yang bersedia menerima hambatan sementara pada pengayaan uranium Iran dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pemrosesan kembali, untuk mengakhiri isolasi internasional yang dihadapi oleh Iran. Mereka menggarisbawahi adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah nuklir Iran dengan Barat melalui diplomasi, sambil meningkatkan kemampuan Iran untuk menghadapi ancaman melalui deterent. 124 Dengan demikian, Iran dapat memanfaatkan perjanjian dan kesepakatan internasional untuk mengubah ancaman menjadi peluang. Kelompok tengah mengklaim bahwa mereka dapat mengurangi sanksi sambil terus melanjutkan kemampuan pengolahan bahan bakar nuklir. Para perwakilan atau negotiator nuklir Iran umumnya berasal dari kelompok ini. 122 Gerami, Leadership Divided?, 23. 123 Gerami, Leadership Divided?, 34. 124 Gerami, Leadership Divided?, 25. mereka berusaha meyakinkan dunia internasional bahwa program nuklir Iran adalah bertujuan damai. 125 Periode pertama Ahmadinejad menjadi presiden Iran 2005-2009, merupakan fase terdalam perpecahan internal Iran dalam program nuklir. 126 Jika diamati lebih dekat, politik nuklir Iran menggambarkan bahwa perpecahan elit pada masalah nuklir terkait erat dengan adanya perbedaan persepsi ancaman, kalkulasi politik dalam negeri, dan perdebatan tentang evolusi Republik Islam dan tempatnya di dunia internasional. Pada dasarnya, para pejabat Iran memiliki pandangan berbeda tentang definisi kepentingan keamanan nasional Iran, tujuan akhir yang diinginkan negara untuk program nuklir, dan cara terbaik untuk mengejar tujuan strategis negara. 127 Keputusan anti-nuklir akan ditetapkan ketika lobi anti nuklir yang kuat dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan atau dukungan publik. Itu berarti, keputusan pro-nuklir ditetapkan jika kelompok aktor politik yang kuat dapat mempengaruhi perdebatan politik dan mendapatkan dukungan pemerintah dalam hal keputusan pro-nuklir. 128 Namun, pada tahun 2005 ketika Ahmadinejad terpilih menjadi presiden, cabang eksekutif maupun parlemen didominasi oleh kelompok garis keras dan konservatif. Kelompok pengkritik nuklir berada diposisi terpinggirkan dari posisi kekuasaan sehingga memiliki pengaruh yang kecil, sementara kelompok pendukung dan kelompok tengah berada di posisi paling berpengaruh dalam 125 Chubin, The Politics of Irans Nuclear Program, 16. 126 Shahram Chubin, The Politics of Irans Nuclear Program, The Iran Primer http:iranprimer.usip.orgresourcepolitics-irans-nuclear-program diakses pada 2 Maret 2015. 127 Chubin, The Politics of Irans Nuclear Program, 19. 128 Schmidt, Understanding Analyzing Iran’s, 57. membentuk kebijakan nuklir Iran. Meskipun demikian, kelompok pendukung dan kelompok tengah sendiri memiliki tujuan akhir yang berbeda dan perbedaan pemikiran tentang bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kelompok pendukung berusaha untuk mengembangkan nuklir sebagai instrumen deterent berdasarkan keyakinan mereka, bahwa kekuatan militer akan memastikan status Iran di wilayah Timur Tengah. Sedangkan kelompok tengah berusaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan ekonomi dan politik Iran dengan kebutuhan untuk mempertahankan kemampuan nuklir. 129 Kurangnya konsensus diantara para elit Iran tentang isu nuklir mengakibatkan Iran harus selalu menilai kembali strategi nuklirnya secara berkala. Pergeseran kebijakan ini juga mempengaruhi kesediaan Iran untuk terlibat dalam negosiasi nuklir dengan Barat. Pada akhirnya Pemimpin Tertinggi Supreme Leader Iran yang memegang keputusan akhir pada semua isu-isu kebijakan dalam dan luar negeri. Namun, ia memerintah dengan konsensus, bukan dengan dekrit, melalui konsultasi dengan sejumlah penasehat. 130 Sementara, Khamenei sendiri cenderung berada di antara dua kelompok ini, tergantung pada tekanan domestik dan keadaan geopolitik. 131

II.5. Kebijakan Nuklir Iran di Era Pemerintahan Ahmadinejad