membentuk kebijakan nuklir Iran. Meskipun demikian, kelompok pendukung dan kelompok tengah sendiri memiliki tujuan akhir yang berbeda dan perbedaan
pemikiran tentang bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kelompok pendukung berusaha untuk mengembangkan nuklir sebagai
instrumen deterent berdasarkan keyakinan mereka, bahwa kekuatan militer akan memastikan status Iran di wilayah Timur Tengah. Sedangkan kelompok tengah
berusaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan ekonomi dan politik Iran dengan kebutuhan untuk mempertahankan kemampuan nuklir.
129
Kurangnya konsensus diantara para elit Iran tentang isu nuklir mengakibatkan Iran harus selalu menilai kembali strategi nuklirnya secara
berkala. Pergeseran kebijakan ini juga mempengaruhi kesediaan Iran untuk terlibat dalam negosiasi nuklir dengan Barat.
Pada akhirnya Pemimpin Tertinggi Supreme Leader Iran yang memegang keputusan akhir pada semua isu-isu kebijakan dalam dan luar negeri.
Namun, ia memerintah dengan konsensus, bukan dengan dekrit, melalui konsultasi dengan sejumlah penasehat.
130
Sementara, Khamenei sendiri cenderung berada di antara dua kelompok ini, tergantung pada tekanan domestik dan keadaan
geopolitik.
131
II.5. Kebijakan Nuklir Iran di Era Pemerintahan Ahmadinejad
Iran mengumumkan untuk memulai kembali konversi nuklir di Isfahan dan menekankan bahwa program nuklir mereka untuk kepentingan damai
129
Schmidt, Understanding Analyzing Iran’s, 40.
130
Gerami, Leadership Divided?, 19.
131
Schmidt, Understanding Analyzing Iran ’s Nuclear Intention, 40.
bersamaan dengan naiknya Ahmadinejad sebagai presiden Iran tahun 2005. Komunitas internasional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa menuntut Iran
untuk menghentikan pengayaan nuklirnya, namun Iran menolak untuk menghentikan program nuklirnya. Iran tetap melanjutkan program nuklirnya
setelah pemberian sanksi-sanksi. Usaha-usaha dunia internasional untuk menghentikan program nuklir Iran dianggap telah melanggar hak sah Iran sebagai
penandatangan NPT. Kebijakan nuklir di era pemerintahan Ahmadinejad dinilai berbeda dengan
kebijakan di era pemerintahan Khatami. Pemerintahan Khatami pada dasarnya menggunakan strategi kooperatif, dimana banyak negosiasi dan diplomasi
internasional yang dilakukan Iran dengan pihak-pihak terkait, khususnya IAEA dan Uni Eropa. Khatami cenderung ingin menormalisasi hubungan dan
menggunakan konsep soft balancing dalam menghadapi Amerika Serikat dan negara Barat terkait program nuklir Iran.
132
Terjadi pergeseran kebijakan luar negeri dan keamanan selama masa pemerintahan Ahmadinejad. Dari sudut pandang Ahmadinejad, kebijakan
Khatami tidak tegas untuk mencegah intervensi negara asing, terutama yang berkaitan dengan kebijakan nuklir.
133
Oleh karena itu, Ahmadinejad berusaha menghindari kepasifan Iran dalam mengehadapi negara asing dengan mengadopsi
kebijakan luar negeri yang konfrontatif.
132
Gerami, Leadership Divided?, 26.
133
Amir M. Haji-Yousefi, Irans Foreign Policy during Ahmadinejad: From Confrontation to Accommodation
, Presented to the Annual Conference of the Canadian Political Science Association, 2-3 Juni 2010, Concordia University, Montreal, Canada, 8.
Ahmadinejad menyajikan program nuklir sebagai persoalan kedaulatan nasional, kebanggaan dan martabat Iran, sembari menekankan urgensi tantangan
keamanan eksternal yang ditimbulkan oleh Amerika Serikat dan Israel.
134
Kebijakan ini dianggap sebagai strategi Ahmadinejad untuk mengamankan pengaruh dan kekuatan kelompok konservatif, fraksi garis keras di sistem politik
Iran. Pemerintahan Ahmadinejad cenderung menggunakan strategi konfrontatif
dan retorika yang lebih agresif, khususnya terhadap Israel dan Barat. Ahmadinejad menilai bahwa negosiasi dengan Barat adalah upaya yang sia-sia
dan satu-satunya pendekatan yang berguna adalah konfrontasi.
135
Setelah Ahmadinejad berkuasa, para pejabat Iran diyakinkan bahwa tujuan utama
Amerika Serikat dan Eropa tidak hanya menangguhkan program nuklir Iran, namun juga mengakhiri program nuklir Iran, sehingga pemerintahnya perlu
mengubah orientasi kebijakan luar negeri.
136
Melalui pidato, pernyataan dan kebijakan, Ahmadinejad membangun aksi yang berupa konsistensi terkait program nuklir Iran. Ahmadinejad menggunakan
pidato ofensif untuk mengumpulkan dukungan dan menyatukan penduduk Iran. Ahmadinejad dan fraksi garis keras menekankan pentingnya program nuklir untuk
meningkatkan status regional dan internasional Iran.
137
134
Mehran Kamrava, “Iranian National Security Debates – Factionalism and lost
Opportunities ”, Middle East Policy, Vol XIV, No. 2, 2007, 95.
135
Ali M. Anshari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru, Jakarta: Zahra Publishing, 2008, 225.
136
Yousefi, Irans Foreign Policy during Ahmadinejad, 9.
137
Kamrava, Iranian National Security Debates, 95.
Ahmadinejad sering menyerukan hak-hak nuklir Iran. Iran sendiri telah
menyatakan di bawah NPT, landasan hukum internasional tentang non proliferasi
nuklir, bahwa Iran mempunyai hak untuk mengembangkan program nuklir sipil. Pejabat Iran seringkali menyatakan bahwa senjata nuklir tidak penting bagi
doktrin pertahanan Iran.
138
Jika Iran sedang mengembangkan senjata nuklir, ini hanya karena kebutuhan untuk mengamankan pasokan energi untuk generasi masa
depan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
Ahmadinejad, khususnya kebijakan nuklir, yaitu faktor psikologi, faktor sosial, faktor politik, faktor sejarah dan faktor internasional.
139
Pertama , faktor psikologi berfokus pada kepribadian pemimpin
leadership personality, terutama sistem keyakinannya belief system. Nampaknya Ahmadinejad mirip dengan Ayatollah Khomeini. Sebagai seorang
revolusioner yang dipengaruhi oleh pengalaman perang Iran-Irak, Ahmadinejad percaya bahwa Iran tidak dapat mengandalkan dan bergantung pada negara-negara
asing, terutama negara Barat termasuk Amerika Serikat.
140
Di sisi lain, Ahmadinejad nampaknya sangat percaya bahwa musuh-musuh Iran, terutama Amerika Serikat dan Israel sedang berada dalam posisi yang lemah,
dimana kekuatan Amerika Serikat menurun dan pemerintah Israel melemah. Hal seperti ini telah meningkatkan rasa percaya diri Ahmadinejad dalam kebijakan
luar negerinya dan bergerak menuju kebijakan menjadi lebih tegas.
138
Wyn Q. Bowen dan Joanna Kidd, The Iranian Nuclear Challenge, International Affairs 80, No. 2, 2004, 258.
139
Yousefi. Irans Foreign Policy during Ahmadinejad, 16.
140
Trita Parsi, Treacherous Alliance: The Secret Dealings of Israel, Iran and the United States
, Princeton: Yale University Press, 2007, 6.
Gaya kepemimpinan leadership style dan pengambilan keputusan decision-making style serta kualitas manajemen informasi adalah varian faktor
psikologi lain yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Iran.
141
Ahmadinejad dan kelompoknya percaya bahwa mereka harus membuka jalan bagi munculnya
Mahdi pahlawan agama Syiah yang akan datang kembali di hari akhir dan membangun utopia di Iran dan dunia. Atas dasar ini, mereka mencari keadilan dan
sistem internasional yang adil serta mencoba untuk mengubah status quo. Dalam hal ini, salah satu taktik utama Ahmadinejad adalah menggunakan diplomasi
publik untuk membangun komunikasi dengan opini publik dunia.
142
Kedua adalah faktor sosial, yang menggarisbawahi status sosial para
pendukung utama Ahmadinejad. Berbeda dengan presiden sebelumnya, yakni Hashemi dan Khatami, yang didukung oleh kelas menengah, khususnya kaum
intelektual dan pengusaha, Ahmadinejad didukung oleh orang-orang dari kelas rendah. Dalam propaganda pemilihannya, Ahmadinjad mengatakan bahwa ia
adalah seorang dosen universitas dan tidak berkomitmen pada partai politik atau kelompok. Bahkan, dia populer di kalangan orang-orang tertindas, relijius dan
revolusioner.
143
Orang-orang seperti itu umunya tidak mempercayai negara Barat, terutama Amerika Serikat. Hal ini telah mempengaruhi kebijakan luar negeri
Ahmadinejad. Ketiga
adalah faktor politik, yang memfasilitasi ketegasan kebijakan Ahmadinejad. Ahmadinejad ingin tampil berbeda dengan pemerintahan
141
Jalal Dehghani, Discourse of Justice-oriented Fun damentalism in Ahmadinejad’s
Foreign Policy , Journal of Political Knowledge, No. 5, Spring and Summer, 2007, 70.
142
Yousefi. Irans Foreign Policy during Ahmadinejad, 17.
143
Hamid Molana dan M. Mohammadi, Foreign Policy of the Islamic Republic of Iran During Ahmadinejad
, Tehran: Dadgostar, 2008, 133.
sebelumya, yaitu pemernitahan Hashemi Khatami. Ahmadinejad percaya akan terjadinya revolusi ketiga pada masa kekuasaannya. Selain itu, permusuhan sayap
konservatif Iran terhadap Barat juga mempengaruhi kebijakan luar negeri Ahmadinejad. Ahmadinejad dan para pendukungnya sebagian besar merupakan
veteran Perang Iran-Irak yang melihat bahawa Barat telah mengkhianati Iran. Mereka percaya bahwa kebijakan pembangunan di pemerintah Hashemi
adalah rencana Amerika Serikat yang berusaha untuk mengembalikan dominasi Amerika Serikat dalam budaya, politik dan ekonomi Iran. Mereka juga melihat
bahwa kelompok reformis, yaitu Khatami dan kelompoknya, merupakan boneka politik Amerika Serikat.
144
Keempat adalah faktor sejarah, yang berkaitan dengan sikap Iran yang
secara tradisional telah pesimis terhadap Barat. Masalah ini yang memiliki akar sejarah yang mendalam, khususnya setelah Revolusi Islam Iran pada tahun 1979.
Memori sejarah Iran penuh dengan pengaruh negara asing dan kerusakan yang disebabkannya bagi negara.
145
Oleh karena itu faktor sejarah mempengaruhi persepsi Iran tentang membangun hubungan dengan negara adidaya, terutama
Amerika Serikat yang memiliki pengaruh besar dalam politik Iran pada masa pemerintahan Syah Pahlevi. Dan yang kelima adalah faktor internasional, yaitu
bagaimana negara-negara Barat memandang dan memposisikan Iran, dimana Iran ditempatkan sebagai “Axis of Evil” oleh Amerika Serikat. Cara negara Barat
memandang Iran tersebut, membuat Ahmadinejad semakin mempertegas sikapnya atas kebijakan nuklir Iran.
144
Yousefi, Irans Foreign Policy during Ahmadinejad, 17-18.
145
Yousefi, Irans Foreign Policy during Ahmadinejad, 17-18.
54
BAB III PERSPEKTIF UNI EROPA DALAM