Pahala Yang Didapat Membaca dan menghafal al-qur’ān di kalangan mahasiswa tafsir hadis UIN Jakarta: studi kasus Mahasiswa Tafsir Hadis semester 3 dan 5 Tahun 2013
perilaku yang dianjurkan oleh agama seperti melakukan shalat tepat waktu, melakukan amalan-amalan sunnah seperti berpuasa hari senin dan kamis, shalat
sunnah Qabliah dan Ba’diah, shalat tahajud, shalat dhuha, berperilaku hormat
kepada yang lebih tua dan menyayanyi yang lebih muda. Disiplin dalam menjalankan kewajibannya baik sebagai mahasiswa dan juga sebagai penghafal
al- Qur’ān.
Menghafal al- Qur’ān bukanlah aktifitas kognitif semata melainkan sangat
di pengaruhi oleh hal-hal di luar proses masuknya informasi ke otak. Dalam berinteraksi dengan kitab suci harus berdasarkan keimanan. Keimanan inilah yang
nantinya akan melahirkan daya mantra dan intuisi tentang kehadiran Tuhan dalam diri seseorang. Salah satu pernyataan aspek keimanan adalah dengan meniatkan
setiap tindakan dan perbuatan semata-mata untuk memperoleh ridha Allah SWT. Oleh karena itu kelurusan niat menjadi aspek motivasional spiritual yang penting
dalam upaya ini. Niat yang menyimpang seringkali dirasakan responden mempengaruhi
kemampuannya dalam memanggil kembali informasi yang telah masuk ke otak dan tidak jarang pula para penghafal merasa menjadi sulit berkonsentrasi. Untuk
mengatasi hal ini biasanya penghafal akan segera melakukan introspeksi diri dan kembali meluruskan niatnya. Upaya-upaya batin yang biasa dilakukan adalah
melakukan puasa sunnah dan beberapa amalan shalat sunnah seperti shalat hajat dan tahajjud. Dalam perspektif sufisme, membaca al-
Qur’ān dapat di pandang sebagai salah satu bentuk teknik pembersihan diri, termasuk di dalamnya kontrol
diri. Maka wajar saja pada fase tertentu remaja penghafal al- Qur’ān ini pada
akhirnya dapat merasakan adanya makna pada proses menghafal al- Qur’ān.
Pemaknaan dan pengalaman spiritual inilah yang mengantarkan remaja-remaja penghafal al-
Qur’ān dapat merasakan kehadiran yang maha kuasa dan merasa dijaga langsung oleh Allah SWT.
14
Berikut merupakan dampak yang dirasakan oleh para responden. Pertama, M. Irfan Apri Syahrial bahwasannya setelah ia menghafal al-
Qur’ān ada beberapa dampak positif yang Ia rasakan di antaranya banyak keberkahan yang datang
dalam kehidupan sehari-hari seperti di hindarkan dari kecelakaan, dimudahkan rezekinya dan disukai banyak teman. Sementara itu Rizkiyah, merasakan kalau
hatinya menjadi tenang, dan merasa di permudah dalam kehidupannya. Sedangkan Hafidza merasa semakin mudah memperoleh
harta “dari arah mana pun”, makin mudah dalam membaca dan mentadaburi al-Qur’ān, jadi di hormati
dan di hargai sama orang lain, dan disamping itu semua mendapat pahala dari Allah SWT.
Nurul mengaku bahwa dampak yang dirasakan mungkin lebih ke keinginannya yaitu menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi pribadi yang
Qur’āni. Listatik berkata, ia bisa menemukan ketenangan dan ketentraman dalam hidup. Sedangkan Arinal Bellamy bercerita bahwa Ia merasa lebih dekat dengan
Allah SWT, menjadi orang yang selalu ingat akan Allah, setelah itu hati menjadi tenang, dan juga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menjaganya
14
Lisya Chairani, M.A.Subandi, Psikologi Santri penghafal al-
Qur’ān Yogyakarta, Penerbit: Pustaka Pelajar, 2010, hal.260.
kembali. Yang terakhir Ahmad Mahfudz berkata “aktifitas sehari-hari saya serasa
lebih mudah ketimbang sebelum saya menghafalkan al- Qur’ān”.
Kemudian ketika ditanya mengenai sejak kapan masing-masing memulai atau mengawali niatnya untuk menjadi seorang penghafal al-
Qur’ān yang nantinya memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga hafalan mereka.
Maka bermacam-macam pula jawaban mereka sepertiini: Pertama, Ahmad Mahfudz menjawab
sepertiini, “Saya menempuh 15 juz selama satu setengah tahun. Namun karena ada beberapa kendala jadi saya tidak melanjutkan untuk
menambah hafalan dan memilih hanya muraja’ah dulu.
Kedua, Arinal Ballamy menjawab “Saya mulai menghafal semenjak kelas
1 satu Madrasa Aliyah. Ketiga, Hafidzah “Sejak kelas 6 enam Sekolah Dasar
saya sudah menghafal. Keempat, Listatik “sejak kelas 3 tiga Madrasah Aliyah”.
Kelima, Rizkiyah sama seperti Arinal yakni sejak kelas 1 satu Madrasah Aliyah. Keenam,
Irfan “saya menghafal semenjak kelas 1 Aliyah”, ketujuh, Nurul “saya mulai menghafal ketika kelas 2 aliyah”.
Namun tidak bisa dipastikan bahwa semua responden bisa menahan diri untuk tidak bisa menghindar dari hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam al-
Qur’an seperti ketika ditanya mengenai apakah mereka pernah melaksanakan perbuatan yang di larang dalam al-
Qur’an? Maka seperti ini jawaban dari masing- masing: Ahmad Mahfudz
menjawab “pernah, yaitu: “pacaran”. Sedangkan Hafidzah, Arinal Bellamy dan Listatik memberikan jawaban yang sama yakni
“pernah, yaitu berbohong”. Sementara itu lain halnya dengan Rizkiyah yang menjawab “Insya Allah saya selalu berusaha untuk menghindari hal-hal seperti itu