Sebagai sebuah metode yang menggunakan tehnik dasar talqin-taqlid, maka dalam hubungannya dengan pembelajaran ilmu tajwid, metode Jibril
menggunakan metode Jam’iy metode gabungan yakni menggabungkan
metode A ’radh yaitu sisw mendengar bacaan dari gurunya dan metode talqin
yaitu siswa membaca sedangkan guru mendengardan membenarkan jika salah.
Selain itu, tehnik tasbih juga terdapat dalam metode Jibril yaitu dimana siswa membaca dan guru hanya mendengarkan serta membenarkan jika ditemui
adanya bacaan siswa yang salah. Begitu pentingya keberadaan guru yang profesional dan memahami
metodologi pembelajaran membaca al- Qur’ān, sehingga pendekatan metode jibril
adalah pendekatan teacher-centris dimana eksistensi guru sebagai sumber ilmu haruslah seorang yang mampu memberi teladan yang baik dan benar.
Secara umum, jenjang pendidikan yang digunakan dalam penerapan metode Jibril terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1 Tingkat Pemula yaitu seseorang yang belum pernah mengenal dan
memepelajari baca tulis huruf Arab Hijaiyah. Skill yang dikenalkan pada tingkat pemula adalah membaca dan menulis. Kedua skill ini tidak bisa
dipisahkan dalam pembelajaran karena keduanya merupakan bagian dari skill bahasa. Oleh karena itu, penerapan yang tepat dalam tingkat pemula adalah
mendengar, berucap, membaca, dan menulis. 2
Tingkat Menengah yaitu seseorang yang sudah mengenal huruf arab
Hijaiyah dan bisa membacanya namun belum mampu membaca dengan
baik dan benar. Pada tingkat ini harus terus melatih para siswa dalam berucap teutama makharijul huruf dan sifat-sifatnya. Tingkat menengah ini disebut
juga dengan tahap tahqiq yakni membaca secara pelan-pelan dan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan tiap huruf secara jelas agar sesuai
dengan makhraj dan sifatnya. 3
Tingkat Lanjutan yaitu orang yang sudah fasih membaca al-Qur’ān dan
tidak terdapat kesalahan ketika membaca. Tingkat lanjut ini disebut juga dengan tahap tartil yakni membaca ayat-ayat al-
Qur’ān dengan artikulasi yang benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf , mampu membaca
dengan irama lambat, sedang dan cepat, bisa melagukan ayat dengan nada indah serta merenunngkan kandungannya.
7
B. Hal Yang Mendukung Keberhasilan Menghafal
Ada beberapa hal yang sangat mendasari dan mendukung keberhasilan seseorang ketika menghafalkan al-
Qur’ān, yaitu yang dikemukakan oleh M. Samsul Ulum sebagai berikut:
1 Memiliki niat yang ikhlas atau tekad yang kuat karena Allah. Niat atau
tekad yang kuat maka penghafal tidak akan terpengaruh oleh hal-hal yang dapat mengganggunya dalam mencapai keberhasilan.
2 Menanamkan sifat sabar. Maksudnya tidak tergesa-gesa dengan keinginan
untuk cepat selesai tetapi harus memulai dari ayat demi ayat, surat demi surat, serta sanggup mengulanginya hingga benar bacaannya. Berupaya
7
Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, ed., Bunga rampai mutiara al- Qur,ān, Jakarta:
Pimpinan Pusat Jam’iyatul Qurra’walHuffazh, 2006, h.1-8.
untuk tidak patah semangat karena berbagai hal yang membuatnya tidak bergairah lagi dalam melanjutkan hafalan maka harus menanamkas sifat
sabar dalam dirinya. 3
Bersifat istiqamah terus-menerus atau konsisten dalam melaksanakan proses hafalan.
4 Mencari pembimbing guru yang cocok dan tepat.
5 Selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Akan sangat baik apabila beberapa hal ini diperhatikan dengan baik seorang dalam menghafal al-
Qur’ān. Karena akan menjadi pendukung dalam membantu seorang untuk menjaga ayat al-
Qur’ān yang sudah dihafalkan.
C. Metode Menghafal al-
Qur’ān
Sebelum membahas tentang metode dalam menghafal al- Qur’ān maka
terlebih dahulu penulis akan menyampaikan beberapa strategi dalam menghafal yang sebenarnya sangat banyak. Bahkan setiap orang mampu membuat atau
mencari sendiri strategi-startegi atau metode yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing pribadi.
Bagi seseorang yang ingin atau sedang menghafal al- Qur’ān, namun telah
memiliki kesibukan tertentu seperti sekolah, kuliah, atau bekerja maka akan memiliki kesibukan ganda. Karena itu, harus melakukan metode-metode yang
dapat mendukung sehingga tidak menghambat keberhasilannya. Adapun strategi- strategi yang dikemukakan oleh M. Samsul Ulum sebagai berikut
8
: 1.
Manajemen Waktu.
8
M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya al- Qur’ān Malang: Penerbit UIN Malang
Perss, 2007, h.134-136.
Dalam menghafal, seorang penghafal harus menyediakan waktu khusus untuk menghafal atau mengulang hafalannya. Misalnya bagi pemula,
minimal harus menyadiakan waktu kurang lebih satu jam dalam sehari untuk menambah atau mengulang hafalannya dan dapat memilih waktu
yang luang tenang baik pagi, siang, sore, maupun malam. 2.
Manajemen Kegiatan. Penghafal harus mampu mengatur segala aktivitas yang berkaitan dengan
dirinya, selama menghafal hendaknya memilih aktivitas kegiatan-kegiatan yang tidak menguras tenaga atau pikiran memilih kegiatan yang memiliki
nilai lebih penting atau yang sifatnya lebih wajib sehingga tidak mengganggu jadwal khusus hafalan.
3. Manajemen Qalbu
Sebagai seorang muslim memang sudah seharusnya menjaga hatinya, sama halnya juga dengan dengan seorang penghafal al-
Qur’ān maka harus menjaga hatinya dari hal-hal yang dapat mengendorkan semangat,
memancing emosi, menimbulkan pikiran kacau, dan lain-lain agar tida mengganggu dirinya dalam menghafal. Maka sebaiknya carilah hal-hal
yang menumbuhkan motivasi, memberian semangat, dan membuat pikiran tenang yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Metode penghafalan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan oleh para penghafal al-
Qur’ān. Ada beberapa teknik atau metode menghafal al- Qur’ān antara lain; metode talqīn yaitu guru membaca lebih dahulu lalu murid
menirukannya dan jika salah dibenarkan, tasmi’ yakni setoran hafalan, muraja’ah
atau mengulang hafalan, mengkaji makna dari ayat-ayat yang di hafal, mempelajari tajwid perbaikan bacaan dan hukumnya dan menggunakan
terjemahan al- Qur’ān untuk menghafal.
9
Abū Anas bin „Alī bin Ḥusain Abū Luz dalam bukunya yang berjudul Penyimpangan Terhadap al-
Qur’ān
10
menyebutkan beberapa metode yang baik juga dalam menghafal al-
Qur’ān di antaranya: pertama ikhlas, orang yang mau menghafal al-
Qur’an wajib berniat dengan ikhlas dan memperbaiki tujuan,
menjadikan hafalan al- Qur’ān hanya untuk Allah semata, mencapai ridha-Nya
serta mendapat pahala dari Allah. Kedua, memperbaiki ucapan dan bacaan, hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan seorang yang baik dan lancar bacaannya
serta hafalannya. Ketiga, membuat target atau membatasi hafalan setiap hari, misalnya
menargetkan 1 atau 2 halaman, 18 juz dan seterusnya semampu kita. Setelah itu memulai hafalan setelah memberi batasan dan memperbaiki dengan mengulang-
ulang bacaan. Keempat, tidak menambah hafalan sebelum hafalan yang sebelumnya benar-benar sempurna. Kelima, pergunakan satu jenis
muṣḥaf dalam menghafal, hal ini disebabkan manusia itu menghafal dengan penglihatan
sebagaimana ia menghafal dengan mendengar. Sesungguhnya bentuk dan letak- letak ayat dalam
muṣḥaf itu akan dapat terekam dalam ingatan disebabkan sering membaca dan melihatnya. Sedangkan apabila menghafal dengan sering mengganti
9
Mahmud Mustofa, Sekelumit Rahasia al- Qur’ān, h.50.
10
Abū Anas bin „Alī bin Husain Abu Luz, Penyimpangan Terhadap al-Qur’ān. Penerjemah Ahmad Amin Sjihab, Muraja’ah, Aman Abdurrahman Jakarta: Darul Haq, 2002, h.
98-111.