Membaca dan menghafal al-qur’ān di kalangan mahasiswa tafsir hadis UIN Jakarta: studi kasus Mahasiswa Tafsir Hadis semester 3 dan 5 Tahun 2013

(1)

Studi Kasus Mahasiswa Tafsir Hadis Semester 3 dan 5 Tahun 2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)

Oleh:

Nur Laila

NIM: 109034000041

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ب B B ظ

ت T T ع

ث Ts Th غ Gh Gh

ج J J ف F F

ح ق Q Q

خ Kh Kh ك K K

د D D ل L L

ذ Dz Dh م M M

ر R R ن N N

ز Z Z و W W

س S S ه H H

ش Sy Sh ء ʼ ʼ

ص ي Y Y

ض ه H H

Vokal Panjang

َا Ā

ىا Ī


(6)

Nur Laila

MEMBACA DAN MENGHAFAL AL-QUR’ĀN (di Kalangan Mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta: Studi Kasus Mahasiswa Tafsir Hadis Semester 3 & 5 Tahun 2013).

Memahami makna al-Qur‟ān adalah wajib. Hidup berdasarkan al-Qur‟ān adalah penting. Hidup di bawah lindungannya adalah suatu kenikmatan yang tidak bisa dirasakan kecuali oleh seseorang yang pernah merasakannya. Ia akan merasakan pengaruhnya, memperoleh kebahagiaan dan ketentraman yang luar biasa. Selain menjadi kompas atau menuntun dalam melakukan segala aktivitas kehidupan, al-Qurān akan menjadi penolong di hari kiamat, dan seseorang akan menjadi sebaik-baik manusia. Seperti hadis Nabi “Sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari al-Qur‟an dan mengamalkannya.

Dari beberapa pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa/i Tafsir Hadis yang menghafal al-Qur‟ān menganai metode menghafal, metode menjaga hafalan, dan manfaat yang diperoleh dalam menghafal al-Qur‟ān, maka sangat beragam jawaban dari mereka misalnya: metode menghafal yaitu niat yang ikhlas, mengatur waktu, memperbaiki bacaan sebelum menghafal, membuat target, menggunakan satu muhaf, memehami makna ayat, tidak putus asa. Metode menjaga hafalan yaitu: istiqamah dalam mengulang hafalan baik ketika shalat maupun di luar shalat, membuat target setiap harinya. Sedangkan manfaat yang diperoleh dalam menghafal adalah, mudah mempelajari ilmu pengatahuan yang lain, hidup menjadi tentram, mendapatkan beasiswa, disenangi banyak teman, lebih teliti dalam segala hal.


(7)

ميح رلا نمح رلا ها مسب

Alhamdulillahirabbil’alamīn, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena Atas kasih sayang dan kehendak-Nya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang tak pernah lekang di makan oleh zaman.

Tersusunnya skripsi yang berjudul “Membaca dan Menghafal al-Qur’ n (di Kalangan Mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta: Studi Kasus Mahasiswa Semester 3&5 Tahun 2013”) tidaklah berarti apa-apa tanpa adanya bantuan dan do‟a dari orang-orang yang tercinta, dan akhirnya ribuan terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin. 2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA sebagai Ketua Jurusan Tafsir Hadis, dan

Jauhar Azizy, MA sebagai Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis.

3. Eva Nugraha, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dan mengarahkan serta meluangkan waktunya dalam membantu penulis untuk penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di Jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat merekalah penulis mendapatkan banyak ilmu pengetahuan.

5. Untuk yang tercinta ayahanda Danial Nuban dan Ibunda Yachomina Sone yang tiada henti memberikan dukungan dan kasih sayang walaupun berbeda keyakinan namun tidak menjadi suatu masalah untuk terus


(8)

S1 dan terus mendukung untuk sukses di hari yang akan datang.

6. Untuk om (Gabrial Sone dan Istri), kakak (Rianto Nuban), adik (Marsalina Nuban dan suami), beserta keponakan ku (Nety Marcella Taek), saudara sepupu ku (Fer Sone, Nooh Sone), Bibi (Siti Rubiyanti Sone dan suami Sudirman Asbanu) yang juga selalu mendukung dalam meraih kesuksesan ini.

7. Teman-teman terdekat (Faridah, Salina, Nurul, Miya) dan semua teman TH/B angkatan 2009/2010.

8. Teman-teman separjuangan dan saudara-saudara dari kampung halaman (Chairull Sone, Wati, Diana, Ummu, Oman, Yahya, Boim, K‟ Yanti, K‟ Muna, K‟ Ida, Suryani, Dahlia, Almh. Idayanti Sone semoga Allah memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya, K‟ Thamrin, Husen, Abiyati, Ali Nuban, K‟ Dullah, Samsudin Selan, Zainudin Lenama, Bang Munir.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk penulisan yang lebih baik serta untuk pengembangan kajian ke depan.

Jakarta, 23 April 2014


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………

KATA PENGANTAR……….

DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... C.Tujuan Penelitian... D.Manfaat Penelitian... E. Tinjauan Pustaka... F. Metode Penelitian... G.Sistematika Penulisan... BAB II PROFIL JURUSAN TAFSIR HADIS DAN MAHASISWA

A.Profil Jurusan ………. 1. Sejarah Singkat Jurusan Tafsir Hadis……… 2. Visi dan Misi Jururusan Tafsir Hadis………. B. Profil Mahasiswa………...

1. Umum……….

2. Khusus………

BAB III METODE MEMBACA DAN MENGHAFAL AL-QUR’ĀN A.Metode Membaca al-Qur‟ān………...


(10)

C.Metode Menghafal al-Qur‟ān……… D.Pentingnya Guru dalam Menghafal... BAB IV METODE MENJAGA HAFALAN

A.Bagi yang Belum Khatam 30 Juz...… B. Bagi yang Sudah khatam 30 Juz... C.Kemampuan Individu Untuk Mempertahankan Hafalan…. D.Hambatan dalam Menghafal... BAB V PENGARUH/ DAMPAK HAFALAN

A.Ketenangan Jiwa... B. Pahala Yang Didapat... C.Pada Kehidupan Peribadatan………. D.Pada Kehidupan Akademik……… BAB VI PENUTUP

A.Kesimpulan………

B. Saran-saran………


(11)

11 A. Profil Program Studi

Ilmu tafsir dan ilmu hadis merupakan dua kajian klasik dalam studi Islam

yang selalu konsisten dengan misinya, namun terbuka terhadap perkembangan.

Bahkan Kajian tafsir dan hadis telah memberikan sumbangsih yang bermakna

dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman.1

Tujuan dari program studi Tafsir Hadis adalah menghasilkan sarjana yang

menguasai ilmu-ilmu yang berdasarkan dua sumber pokok islam yaitu ilmu-ilmu

al-Qur’ān dan ilmu-ilmu hadis sehingga mampu memproduksi pemikiran-pemikiran baru yang berasal dari dua sumber pokok Islam tersebut. Penguasaan

dan kemampuan interpretasi terhadap al-Qur’ān dan hadis akan lebih menjamin kesinambungan tradisi dan dinamika pemikiran intelektual dalam Islam. Pada

tahun 2003/2004 program studi Tafsir Hadis menawarkan beberapa pendekatan

modern terhadap kajian tafsir dan hadis yaitu pendekatan simiotik, hermaneutik,

sosiologis, antropologis, dan historis, di samping pendekatan-pendekatan klasik

yang sudah ada. Dengan pendekatan-pendekatan modern tersebut, kajian Tafsir

1

Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005/2006, h.39.


(12)

dan Hadis diharapkan mampu menjawab permasalahan dan tantangan yang

dihadapi umat Islam baik masa sekarang dan masa yang akan datang.2

1. Sejarah Singkat JurusanTafsir Hadis

Jurusan Tafsir Hadis di dirikan sejak tanggal 1 Maret 1989 berdasarkan

Surat Keputusan Rektor Institut Agama Islam Negeri (sekarang UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta Nomor: 09 tahun 1989 tentang pembentukan Jurusan Tafsir

Hadis di bawah naungan Fakultas Ushuluddin. Lalu diperkuat oleh Surat

Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam Nomor:

E/48/1999 tentang penyelenggaraan Jurusan dan Program Studi pada IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Pada tahun 1989/1990 program studi Tafsir Hadis baru mulai menerima

mahasiswa baru, dan setelah empat tahun kemudianya itu pada tanggal 10

Desember 1993 Jurusan Tafsir Hadis meluluskan alumni pertamanya. Sepuluh

tahun berselang, yaitu tahun akademik 2002/2003, jurusan Tafsir Hadis telah

meluluskan 675 orang sarjana Strata Satu. Pada waktu itu yang menjadi pemimpin

Jurusan Tafsir Hadis adalah Prof. Dr. H. Said Aqil Husin al-Munawwar, MA

2


(13)

(1989-1998); Drs. H. Harun Rasyid, MA (1998); Drs. Syamsuri, MA

(1998-2000); Drs. Zahruddin AR, MMSI (2000-2005).3 Dr. Bustamin, M.Si

(2006-2013); dan sekarang yang menjadi Ketua Jurusan adalah Dr. Lilik Ummi Kaltsum

M. Ag.

2. Visi dan Misi Prodi

“Visi Prodi Tafsir Hadis adalah mengintegrasikan kajian klasik dengan modern dalam mengembangkan ilmu Tafsir dan Hadis yang berdimensi etis,

spritual serta kemanusiaan guna untuk mengantarkan program Tafsir Hadis

menjadi program terkemuka dan dapat mengantarkan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta menjadi Internasional Research University pada tahun 2015”.

Misi Prodi Hadis adalah melaksanakan pengajaran, pendidikan dan

pengembangan ilmu Tafsir dan Hadis baik yang bersifat teoritik maupun aplikatif,

memelihara tradisi keilmuan sekaligus mendorong penemuan sistem pengetahuan

modern, mengintegrasikan ilmu agama Islam dengan ilmu pengetahuan umum,

melaksanakan penelitian dengan pendekatan Tafsir Hadis untuk pengembangan

3

Pedoman Akademik FakultasUshuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005/2006, h. 38.


(14)

keilmuan dan kemasyarakatan serta memberikan kontribusi dalam upaya

mewujudkan perdamaian dunia serta kesejahteraan umat manusia.4

B. Profil Mahasiswa B. 1 Secara Umum

Untuk mendapatkan profil mahasiswa Tafsir Hadis secara umum penulis

langsung mengambil data dari Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data

(PUSTIPANDA) Universitas Islam Negeri UIN Jakarta. Penulis mendapatkan

profil mahasiswa Tafsir Hadis dari angkatan 2011-2012, angkatan 2012-2013, dan

angkatan 2013-2014 sebagai berikut.

Tabel 2.1

Jumlah Mahasiswa dan jenis Sekolah Mahasiswa Tahun Akademik 20115

No. Jenis Sekolah Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Orang 2 Orang 6 Orang

2. Madrasah Aliyah Swasta (MAS) 19 Orang 7 Orang 26 Orang

3. Madrasah Aliyah Khusus (MAK) 4 Orang - 4 Orang

4. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Orang 1 Orang 3 Orang

4

Borang Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (Universitas Islam Negeri Syarif Hiyatullah (UIN) Jakarta, 2011), h.2.

5

Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PUSTIPANDA) UIN Syarif Hidayatullah, Rabu, 26, Februari, 2014, Jakarta.


(15)

5. Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) 4 Orang 1 Orang 5 Orang

6. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Orang - 2 Orang

7. Pondok Pesantren 15 Orang 6 Orang 21 orang

8. Tidak Terdefinisi6 58 Orang 32 Orang 90 Orang

Dari tabel ini, bisa diketahui berapa banyak mahasiswa/i Tafsir Hadis pada

tahun akademik 2011/2012 yaitu sebanyak 157 orang dari berbagai macam jenis

sekolah seperti Madrasah Alisyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta

(MAS), Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN), Sekolah Menengah Atas

Swasta (SMAS), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Khusus

(MAK), dan Pondok Pesantren yang lulus dengan jenis seleksi yang

bermacam-macam seperti SPMB7, PTAIN8, PMDK9, dan hasil kerja sama yaitu melalui

berbagai macam jenis beasiswa10 dan pindahan dari perguruan tinggi lain.

6

Jenis data yang tak terdefinisi ini berarti data yang berkaitan dengan jenis sekolah itu tidak ada dan dikarenakan mahasiswa tersebut masuk melalui jalur selain SPMB mandiri.

7

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. 8

Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri. 9

Penelusuran Minat dan Kemampuan. 10

Contohnya seperti beasiswa prestasi bagi calon mahasisswa yang dari Madrasah Aliyah, Pesantren maupun Sekolah Menengah Umum.


(16)

Tabel 2.2

Jumlah Mahasiswa dan Jenis Asal Sekolah Mahasiswa Tahun Akademik 201211

No. Jenis Sekolah Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Orang 1 orang 3 Orang

2. Madrasah Aliyah swasta (MAS) 1 Orang 2 Orang 3 Orang

3. Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) 1 Orang - 1 Orang

4. Tidak Terdefinisi 66 Orang 50 Orang 11 Orang

Dari tabel 2.2 ini, bisa di ketahui jumlah mahasiswa Tafsir Hadis pada

tahun akademik 2012 yaitu sebanyak 123 orang yakni 70 orang laki-laki dan 53

orang perempuan dari berbagai jenis sekolah yaitu Madrasah Aliyah Swasta

(MAS), Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Sekolah Menengah Atas Swasta

(SMAS).

Sedangkan pada tahun akademik 2013 jumlah mahasiswa Jurusan Tafsir

Hadis mencapai 155 orang yang terdiri dari 86 orang laki-laki dan 69 orang

perempuan. Namun, untuk jenis sekolah dari masing-masing mahasiswa tidak di

11

Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PUSTIPANDA) UIN Syarif Hidayatullah, Rabu, 26, Februari, 2014, Jakata.


(17)

ketahui secara terperinci seperti pada tahun 2011 dan tahun 2012.12 Mereka juga

lulus dari berbagai macam jenis seleksi yang diadakan oleh kampus yaitu

PTAIN13, SNMPTN14 Tertulis, SNMPTN Undangan, dan PMDK15 Khusus.

B.2 Secara Khusus (Mahasiswa yang Menghafal al-Qur’ān)

Hasil penelusuran penulis dari Kajur bahwa Secara khusus, mahasiswa

Tafsir Hadis yang menghafal al-Qur’ān secara keseluruhan di jurusan Tafsir Hadis ada 20 orang. Penulis memperoleh informasi dari Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

sebagai Ketua Jurusan sekaligus pembimbing mahasiswa/i yang menghafal

al-Qur’ān. Karena keterbatasan waktu penulis, maka tidak semua mahasiswa

penghafal bisa dijadikan subyek penelitian. Penulis hanya bisa bertemu dengan

tujuh orang diantaranya tiga orang laki-laki dan empat orang perempuan. Dari

semua mahasiswa/i yang dijadikan informan semuanya berasal dari madrasah

aliyah dan pernah belajar dan tinggal di Pondok Pesantren. Sebagai berikut profil

dari masing-masing informan:

12

Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PUSTIPANDA) UIN Syarif Hidayatullah, Rabu, 26, Februari, 2014, Jakata.

13

Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri. 14

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Seleksi ini diselenggarakan Perhimpunan Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.

15

Penelusuran Minat dan Kemampuan. Seleksi ini berlaku bagi calon Mahasiswa yang berprestasi, baik dari Madrasah Aliyah, Pesantren maupun Sekolah Menengah Umum.


(18)

Pertama,Arinal Belamy, semester tiga yang di wawancara pada hari Senin, tanggal 23 bulan Desember. Arinal berasal dari Desa Kwaron, Diwek, Jombang,

Jawa Timur. Menyelesaikan pendidikan Aliyah dan pesantrennya di Madrasatul

Qur’ān Tebuireng Jombang. Kedua, Nurul yang saat ini juga masih semester tiga, menyelasaikan pendidikan Aliyahnya di Madrasah Aliyah Perguruan Mualimat

(MAPM) Cukir Diwek, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Nurul juga pernah

tinggal di Pondok Pesantren Darul Falah V.16 Ketiga, Rizkiyah mahasiswa Tafsir

Hadis semester lima yang berasal dari Padang Lawas, Barumun, Sumatra Utara.

Sebelum masuk ke UIN, Ia menyelesaikan pendidikan Aliyah dan pernah

pesantren di MAS al-Mukhlisin Sibuhuan, Medan.17

Keempat, Hafidzah saat ini sudah semester tiga. Telah diwawancara pada

hari senin tanggal 23 Desember tahun 2013. Ia berasal dari Serpong, Tangerang

Selatan, Banten. Hafidzah pun sebagaimana 3 penghafal sebelumnya, ia

menyelesaikan pendidikan Aliyah dan Pesantren sama yaitu Pondok Pesantren

Dārul Huffazh. Kelima, Listatik juga merupakan mahasiswa Tafsir Hadis semester

tiga. Listatik berasal dari Solokuro, Lamongan, Jawa Timur. Ia menyelesaikan

16

Wawancara pribadi pada hari Senin, tanggal 23 Desember 2013. 17


(19)

pendidikan Aliyahnya di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Thalabah Lamongan, dan

berasal dari pondok pesantren Tarbiyatut Thalabah Lamongan.18

Keenam, Irfan mahasiswa semester tiga yang berasal dari Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Sebelum masuk UIN Ia menamatkan pendidikan Aliyahnya di

MANU TBS Kudus dan pernah juga tinggal di Pondok Pesantren Tahfidz

Yanbu'ul Qur’ān Remaja (PTYQR).19 Terakhir, Ahmad Mahfudz berasal dari Madura, saat ini juga sudah semester tiga. Ia lulus dari MA Mambaul Ulum

Bata-Bata, dan pernah pesantren di tempat yang sama yaitu Mambaul Ulum Bata-Bata-Bata,

Sumenep, Madura, Jawa Timur.20

18

Wawancara pribadi pada hari Selasa, tanggal 7 Junuari 2014. 19

Wawancara pribadi pada hari Senin, tanggal 23 Desember 2013. 20


(20)

20

terlebih dahulu bagaimana al-Qur’ān yang diucapkan bisa dihafalkan dan ditulis. Orang menyebutnya dengan sisi historis kajian al-Qur’ān. maka akan lebih baik jika mengingat kembali al-Qur’ān dari aspek historisnya. al-Qur’ān diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi yang ummĭ2 melalui malaikat Jibril, kemudian disampaikan oleh Nabi SAW. kepada para sahabat. Setiap kali Nabi Muhammad SAW. mengajarkan al-Qur’ān kepada para sahabat, mereka langsung menghafalnya, selain ada beberapa sahabat yang mampu menulis kemudian mereka mencatat di pelepah-pelepah kurma, batu, tulang, sobekan kain, semua itu mereka beri nama ṣuhuf.3 Dengan demikian hafalan para sahabat lebih terjaga. Nabi Muhammad SAW sendiri salalu melakukan tadarus al-Qur’ān bersama malaikat Jibril, pada bulan Ramadhan. Lalu kebiasaan ini diikuti oleh para sahabat.4

Dalam sejarah disebutkan bahwa para sahabat itu adalah orang-orang yang memberikan perhatian paling besar terhadap al-Qur’ān, dan juga merupakan

1

Kata metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. dalam bahasa Inggris kata ini ditulis „method’ dan bangsa Arab menerjemahkannya dengan “thariqat” dan “manhaj”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; atau cara kerja yang bersistem untuk pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.

2

Penjelasan ini bisa di lihat di artikel: Eva Nugraha, Konsep al-Nabīy al-Ummī dan Implikasinya dalam Penulisan Rasm (Jakarta: Fakultas ushuliddin UIN Syarif Hidayatullah, 0ktober 2011), Vol.XII, No. 2, h.101.

3Abū „Abdullah az-Zanjani, Tarikh al-Qur’ān

, Penerjemah Kamaluddin Marzuki anwar (Bandung: Penerbit Mizan, 1986), cet.1, h.65.

4

Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’ān (Jakarta: Bimi Aksara, 1994), h.5-6.


(21)

pelaku-pelaku ajaran al-Qur’ān di bawah bimbingan Nabi Muhammad SAW. Sahabat yang mengajarkan al-Qur’ān adalah orang-orang yang hafal al-Qur’ān di antaranya adalah Ubay ibn Ka’ab (w. 642), Mu’ādz ibn Jabāal (w. 639), Zayd ibn Tsabit (w.), dan Abu Zayd al-Anṣhari (w. 15H).5 Hingga saat ini, perhatian terhadap al-Qur’ān tidak pernah memudar dibuktikan oleh banyaknya umat Nabi Muhammad SAW yang memilih untuk mempelajari, menghafal dan mengamalkan al-Qur’ān.6

A. Metode Membaca al-Qur’ān

Metode membaca al-Qur’ān yang akan dipaparkan dalam sub bab ini adalah metode Jibril. Istilah ini dilatarbelakangi oleh perintah Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan al-Qur’ān yang telah dibacakan oleh Malaikat Jibril. Allah SWT berfirman:













apabila Kami telah selesai membacakannya (yakni Jibril) Maka ikutilah bacaannya itu. (al-Qiyāmah: 18)

Intisari tehnik dari metode Jibril pada ayat ini adalah talqin-taqlid (menirukan), metode ini bersifat teacher centris, dimana posisi guru sebagai sumber belajar atau pusat informasi dalam proses pembelajaran. Tehnik dasar metode Jibril bermula dengan membaca satu ayat lalu ditirukan oleh seluruh

5

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’ān (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), cet.1, h.151.

6 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwasannya al-Qur’ān tidak akan memudar karena hingga saat ini masih banyak umat Islam yang mampu menghafal al-Qur’ān.


(22)

siswa. Begitupun ayat selanjutnya sampai para siswa dapat menirukan bacaan guru dengan persis. Dalam hal ini profesional dan kredibilitas yang mampu di bidang pembelajaran membaca al-Qur’ān dan tajwid yang baik dan benar harus dimiliki oleh seorang Guru.

Metode ini juga seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW terhadap para sahabatnya yakni, Nabi SAW mentalqinkan atau membacakan ayat

al-Qur’ān di hadapan para Sahabat dan kemudian diikuti oleh para sahabat dengan

bacaan yang persis. Dengan demikian juga Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada para Sahabat untuk belajar dan mengajarkan al-Qur’ān dengan cara yang sama.

Dikisahkan bahwa metode ini juga digunakan oleh Imam al-Jazary. Ketika itu beliau sedang berkunjung ke Mesir. Saat itu diminta untuk mengajar al-Qur’ān pada masyarakat. Karena banyaknya orang yang mengaji maka beliau tidak bisa mengajarkan mereka satu persatu. Dari situlah beliau menggunakan metode Jibril yakni dengan cara menyuruh seseorang membaca satu ayat, lalu ditirukan oleh semua orang. Selanjutnya, giliran orang di samping orang pertama disuruh membaca ayat berikutnya dan ditirukan oleh yang lainnya. Begitupun seterusnya hingga semua orang kebagia giliran membaca. Secara langsung terjadi proses tasbih (membenarkan bacaan yang salah) dan waktu pembelajaran berlangsung efisien.

Dalam penerapannya, metode Jibril mempunyai karakteristik tersendiri yaitu dengan menggunakan dua tahap, Tahqiq dan Tartil.


(23)

1) Tahap Tahqiq adalah pembelajaran membaca al-Qur’ān dengan pelan dan mendasar. Tahap ini biasanya dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf dengan tepat dan benar sesuai dengan makhroj dan sifat-sifat huruf.

2) Tahap Tartil adalah pembelajaran membaca al-Qur’ān dengan durasi sedang dan bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan mengenalkan sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibacakan Guru, lalu ditirukan para murid secara berulang-ulang. Disamping pendalaman artikulasi, dalam tahap tartil juga diperkenalkan praktek hukum-hukum ilmu tajwid.

Dengan adanya dua tahap (tahqiq dan tartil) tersebut, maka metode Jibril dapat dikategorikan sebagai metode gabungan dari:

a) Metode sintesis (tarkibiyah) yang dimulai dengan pengenalan lambang dan bunyi huruf pada santri, dilanjutkan dengan merangkai huruf menjadi kata, dan merangkai kata menjadi kalimat.

b) Metode analisis (tahliliyah) yaitu dengan penyajian kata atau kelimat yang kemudian diuraikan unsur-unsurnya. Artinya, metode Jibril bersifat komprehensif, karena mampu mengakomodir kedua macam metode membaca. Karena itu metode Jibril bersifat fleksibel, dimana metode Jibril dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi, sehingga memudahkan guru dalam menghadapi problematika pempelajaran al-Qur’ān.


(24)

Sebagai sebuah metode yang menggunakan tehnik dasar talqin-taqlid, maka dalam hubungannya dengan pembelajaran ilmu tajwid, metode Jibril menggunakan metode Jam’iy (metode gabungan) yakni menggabungkan metode A’radh yaitu sisw mendengar bacaan dari gurunya dan metode talqin yaitu siswa membaca sedangkan guru mendengardan membenarkan jika salah.

Selain itu, tehnik tasbih juga terdapat dalam metode Jibril yaitu dimana siswa membaca dan guru hanya mendengarkan serta membenarkan jika ditemui adanya bacaan siswa yang salah.

Begitu pentingya keberadaan guru yang profesional dan memahami metodologi pembelajaran membaca al-Qur’ān, sehingga pendekatan metode jibril adalah pendekatan teacher-centris dimana eksistensi guru sebagai sumber ilmu haruslah seorang yang mampu memberi teladan yang baik dan benar.

Secara umum, jenjang pendidikan yang digunakan dalam penerapan metode Jibril terbagi menjadi tiga macam yaitu:

1) Tingkat Pemula yaitu seseorang yang belum pernah mengenal dan memepelajari baca tulis huruf Arab (Hijaiyah). Skill yang dikenalkan pada tingkat pemula adalah membaca dan menulis. Kedua skill ini tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran karena keduanya merupakan bagian dari skill bahasa. Oleh karena itu, penerapan yang tepat dalam tingkat pemula adalah mendengar, berucap, membaca, dan menulis.

2) Tingkat Menengah yaitu seseorang yang sudah mengenal huruf arab (Hijaiyah) dan bisa membacanya namun belum mampu membaca dengan


(25)

baik dan benar. Pada tingkat ini harus terus melatih para siswa dalam berucap teutama makharijul huruf dan sifat-sifatnya. Tingkat menengah ini disebut juga dengan tahap tahqiq yakni membaca secara pelan-pelan dan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan tiap huruf secara jelas agar sesuai dengan makhraj dan sifatnya.

3) Tingkat Lanjutan yaitu orang yang sudah fasih membaca al-Qur’ān dan tidak terdapat kesalahan ketika membaca. Tingkat lanjut ini disebut juga dengan tahap tartil yakni membaca ayat-ayat al-Qur’ān dengan artikulasi yang benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf , mampu membaca dengan irama lambat, sedang dan cepat, bisa melagukan ayat dengan nada indah serta merenunngkan kandungannya.7

B. Hal Yang Mendukung Keberhasilan Menghafal

Ada beberapa hal yang sangat mendasari dan mendukung keberhasilan seseorang ketika menghafalkan al-Qur’ān, yaitu yang dikemukakan oleh M. Samsul Ulum sebagai berikut:

1) Memiliki niat yang ikhlas atau tekad yang kuat karena Allah. Niat atau tekad yang kuat maka penghafal tidak akan terpengaruh oleh hal-hal yang dapat mengganggunya dalam mencapai keberhasilan.

2) Menanamkan sifat sabar. Maksudnya tidak tergesa-gesa dengan keinginan untuk cepat selesai tetapi harus memulai dari ayat demi ayat, surat demi surat, serta sanggup mengulanginya hingga benar bacaannya. Berupaya

7

Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, ed., Bunga rampai mutiara al-Qur,ān, (Jakarta: Pimpinan Pusat Jam’iyatul Qurra’walHuffazh, 2006), h.1-8.


(26)

untuk tidak patah semangat karena berbagai hal yang membuatnya tidak bergairah lagi dalam melanjutkan hafalan maka harus menanamkas sifat sabar dalam dirinya.

3) Bersifat istiqamah (terus-menerus) atau konsisten dalam melaksanakan proses hafalan.

4) Mencari pembimbing/ guru yang cocok dan tepat. 5) Selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT.

Akan sangat baik apabila beberapa hal ini diperhatikan dengan baik seorang dalam menghafal al-Qur’ān. Karena akan menjadi pendukung dalam membantu seorang untuk menjaga ayat al-Qur’ān yang sudah dihafalkan.

C. Metode Menghafal al-Qur’ān

Sebelum membahas tentang metode dalam menghafal al-Qur’ān maka terlebih dahulu penulis akan menyampaikan beberapa strategi dalam menghafal yang sebenarnya sangat banyak. Bahkan setiap orang mampu membuat atau mencari sendiri strategi-startegi atau metode yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing pribadi.

Bagi seseorang yang ingin atau sedang menghafal al-Qur’ān, namun telah memiliki kesibukan tertentu seperti sekolah, kuliah, atau bekerja maka akan memiliki kesibukan ganda. Karena itu, harus melakukan metode-metode yang dapat mendukung sehingga tidak menghambat keberhasilannya. Adapun strategi-strategi yang dikemukakan oleh M. Samsul Ulum sebagai berikut8:

1. Manajemen Waktu.

8

M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya al-Qur’ān (Malang: Penerbit UIN Malang Perss, 2007), h.134-136.


(27)

Dalam menghafal, seorang penghafal harus menyediakan waktu khusus untuk menghafal atau mengulang hafalannya. Misalnya bagi pemula, minimal harus menyadiakan waktu kurang lebih satu jam dalam sehari untuk menambah atau mengulang hafalannya dan dapat memilih waktu yang luang/ tenang (baik pagi, siang, sore, maupun malam).

2. Manajemen Kegiatan.

Penghafal harus mampu mengatur segala aktivitas yang berkaitan dengan dirinya, selama menghafal hendaknya memilih aktivitas kegiatan-kegiatan yang tidak menguras tenaga atau pikiran (memilih kegiatan yang memiliki nilai lebih penting atau yang sifatnya lebih wajib) sehingga tidak mengganggu jadwal khusus hafalan.

3. Manajemen Qalbu

Sebagai seorang muslim memang sudah seharusnya menjaga hatinya, sama halnya juga dengan dengan seorang penghafal al-Qur’ān maka harus menjaga hatinya dari hal-hal yang dapat mengendorkan semangat, memancing emosi, menimbulkan pikiran kacau, dan lain-lain agar tida mengganggu dirinya dalam menghafal. Maka sebaiknya carilah hal-hal yang menumbuhkan motivasi, memberian semangat, dan membuat pikiran tenang yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Metode penghafalan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan oleh para penghafal al-Qur’ān. Ada beberapa teknik atau metode menghafal

al-Qur’ān antara lain; metode talqīn yaitu guru membaca lebih dahulu lalu murid


(28)

atau mengulang hafalan, mengkaji makna dari ayat-ayat yang di hafal, mempelajari tajwid (perbaikan bacaan dan hukumnya) dan menggunakan terjemahan al-Qur’ān untuk menghafal.9

Abū Anas bin „Alī bin Ḥusain Abū Luz dalam bukunya yang berjudul

Penyimpangan Terhadap al-Qur’ān10 menyebutkan beberapa metode yang baik juga dalam menghafal al-Qur’ān di antaranya: pertama ikhlas, orang yang mau menghafal al-Qur’an wajib berniat dengan ikhlas dan memperbaiki tujuan, menjadikan hafalan al-Qur’ān hanya untuk Allah semata, mencapai ridha-Nya serta mendapat pahala dari Allah. Kedua, memperbaiki ucapan dan bacaan, hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan seorang yang baik dan lancar bacaannya serta hafalannya.

Ketiga, membuat target atau membatasi hafalan setiap hari, misalnya menargetkan 1 atau 2 halaman, 1/8 juz dan seterusnya semampu kita. Setelah itu memulai hafalan setelah memberi batasan dan memperbaiki dengan mengulang-ulang bacaan. Keempat, tidak menambah hafalan sebelum hafalan yang sebelumnya benar-benar sempurna. Kelima, pergunakan satu jenis muṣḥaf dalam menghafal, hal ini disebabkan manusia itu menghafal dengan penglihatan sebagaimana ia menghafal dengan mendengar. Sesungguhnya bentuk dan letak-letak ayat dalam muṣḥaf itu akan dapat terekam dalam ingatan disebabkan sering membaca dan melihatnya. Sedangkan apabila menghafal dengan sering mengganti

9

Mahmud Mustofa, Sekelumit Rahasia al-Qur’ān, h.50.

10Abū Anas bin „Alī bin Husain Abu Luz, Penyimpangan Terhadap al-Qur’ān. Penerjemah Ahmad Amin Sjihab, Muraja’ah, Aman Abdurrahman (Jakarta: Darul Haq, 2002), h. 98-111.


(29)

muṣḥaf maka jelas akan menjadi sulit untuk mengingat ayat-ayat yang di hafalkan.

Keenam, memahami makna ayat, hal terbesar yang bisa membantu seseorang dalam menghafal adalah memahami ayat-ayat yang sedang dihafalkan dan mengerti hubungan antara satu ayat dengan lainya. Karena itu hendaklah membaca tafsir dari ayat yang ingin di hafalkan. Ketujuh, jangan pindah ke surat lain sebelum lancar, maksudnya tidak boleh melanjutkan hafalan ke surat lain sebelum surat yang dihafalkan benar-benar lancar. Kedelapan, memperdengarkan hafalan, hendaknya seseorang yang sedang menghafal tidak boleh terlalu percaya diri akan kebenarannya dalam menghafal. Oleh karena itu, setelah menghafal ia harus memperdengarkan hafalannya kepada orang yang sudah hafal atau kepada orang yang bisa menyimaknya menggunakan muṣhaf. Kesembilan, berupaya untuk terus menjaga hafalan karena ayat-ayat al-Qur’ān tidak seperti hafalan-hafalan lain seperti syair, puisi, atau karangan karena al-Qur’ān sangat cepat hilang dari ingatan.

Kesepuluh, memperhatikan ayat-ayat yang serupa atau mirip. Kita tahu bahwa bayak terdapat dalam al-Qur’ān yang serupa oleh karena itu seorang penghafal harus memberikan perhatian khusus terhadap ayat-ayat yang serupa. Kesebelas, menentukan usia yang baik untuk menghafal, sungguh beruntung orang yang mempergunakan usia paling baik dalam menghafal yaitu mulai dari lima tahun sampai dua puluh tiga tahun. Usia-usia ini merupakan usia yang paling baik dalam menghafal karena setelah usia dua puluh tiga kekuatan daya ingat


(30)

mulai menurun. Metode-metode ini juga sama seperti yang disebutkan oleh Abdurrahman Abdul Khaliq.11

Dalam versi lain dijelaskan oleh Moh Fuad Fachrudin ada lima metode cara menghafal al-Qur’an. Pertama, metode waḥdah yaitu metode dimana seorang yang ingin menghafal harus terlebih dahulu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal, setiap ayat di baca berkali-kali hingga sepuluh atau dua puluh kali, sehingga gampang ntuk di hafalkan. Kedua, metode Kitābah yang berarti menulis. Dalam metode ini penghafal dianjurkan untuk menulis terlebih dahulu, lalu tulisannya dijadikan rujukan untuk di baca dan menghafalnya.

Ketiga, metode sima’i artinya mendengar. Dalam metode ini terlebih dahulu penghafal mendengarkan ayat-ayat yang di hafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat extra, terutama tunanetra atau anak-anak di bawah umur yang belum bisa membaca al-Qur’ān. Keempat, metode gabungan yaitu gabungan dari ketiga metode yang disebutkan sebelumnya, yaitu metode waḥdah, khiṭābah, dan simā’i. dan metode kelima adalah metode jāma’ yang berarti metode penghafalan al-Qur’ān dengan cara kolektif, dibaca secara bersama sama yang dipimpin oleh oleh seorang guru.12

Tidak jauh berbeda juga yang di katakan oleh H. Sa’dullah dalam bukunya yang berjudul “9 Cara cepat menghafal al-Qur’ān.” Baginya, metode yang dikenal untuk menghafal al-Qur’ān ada tiga macam yaitu:

11

Abdurrahman Abdul Khaliq, Bagaimana Menghafal al-Qur’ān (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 19991), h. 13-24.

12

Moh Fuad Fachrudin, al-Qur’ān Bahasa dan Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993) , h.55-57.


(31)

1. Metode seluruhnya, yakni membaca satu halaman dari baris pertama sampai bsris terakhir secara berulang-ulang sampai hafal.

2. Metode bagian, yaitu orang menghafal ayat demi ayat, atau kalimat demi kalimat yang dirangkaikan sampai satu halaman.

3. Metode campuran, yaitu kombinasi antara metode seluruhnya dengan metode bagian. Mula-mula dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian pada bagian tertentu dihafal tersendiri. Kemudian diulang kembali secara keseluruhan.

D. Pentingnya Seorang Guru Dalam Menghafal

Guru adalah seseorang yang membimbing, mengarahkan dan menyimak penghafal-penghafal al-Qur’ān. Guru dalam menghafal al-Qur’ān sangat diperlukan, karena menghafal sendiri tanpa diperdengarkan kepada seorang Guru kurang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Karena pada umumnya menghafal sendiri itu menurut dirinya sudah baik dan dapat dikuasai dengan lancar hafalannya dengan tidak ada satu huruf pun yang ketinggalan, tetapi setelah diperdengarkan kepada seorang Guru ternyata masih terdapat kesalahan. Kesalahan-kesalahan dalam menghafal al-Qur’ān ini sering terjadi karena lupa merangkaikan ayat-ayat yang serupa pada awalnya tetapi tidak serupa rangkaian selanjutnya.13 Seperti contoh pada surah an-Nisā 4/135.

13

Muhaimin Zen, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’ānul Karim, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996), h.237.


(32)





























Ayat ini serupa dengan surah al-Māidah/ 5:8.

















Dan mengingat banyaknya ayat-ayat yang berulang tetapi lain pula rangkaian ayat berikutnya seperti dalam surah ar-Rahman:













Ayat tersebut dalam satu surat jumlahnya ada tiga puluh satu buah ayat dan berlainan rangkaian ayat selanjutnya.

Peran guru di dalam proses menghafal al-Qur’ān sangatlah penting, setiap individu yang ingin menghafalkan al-Qur’ān diwajibkan berguru kepada seseorang yang memiliki sanad. Sanad adalah riwayat pendidikan al-Qur’ān yang dimiliki oleh seseorang. Sanad ini menggambarkan kepada siapa saja seseorang berguru dan sampailah silsilah itu kepada Nabi Muhammad. Kejelasan sanad ini ditujukan untuk menjaga kemurnian al-Qur’ān dan sekaligus memberi informasi gaya bacaan apa yang digunakan sesuai dengan pendidikan yang ditempuh oleh seseorang atau guru.

Informan yang sejak awal memutuskan atau diarahkan untuk menghafal

al-Qur’ān biasanya akan mengumpulkan informasi mengenai siapa yang akan

dijadikan guru atau kemana mereka akan berguru. Guru atau yang biasa disebut dengan sebutan Kyai atau bu Nyai ini biasanya tokoh-tokoh yang terkenal kharismatik karena hafalan al-Qur’ān dan ketaqwaannya. Menurut para responden


(33)

peran guru atau pembimbing membantu menumbuhkan kedisiplinan, meningkatkan minat, membangkitkan motivasi, memberi tauladan, dan juga membenarkan bacaan. Berikut ini pendapat masing-masing para responden mengenai peran seorang guru/pembimbing dalam menghafal al-Qur’ān.

M. Irfan mengatakan bahwa “atas bimbingan dan motivasi dari ustad, saya mengarungi dunia hafalan, dengan adanya beliau jadi semakin terpompa semangat saya untuk menghafal al-Qur’ān.” Sementara itu rizkiyah mengatakan pendapatnya yang sama juga dengan Irfan bahwa “Dulunya dibimbing sama guru, dan adanya guru saya merasa termotivasi, karena kalau ada guru selain guru itu memperbaiki bacaan saya, saya juga merasa punya tantangan akhirnya saya lebih

termotivasi.” Hafidzah Hanifiah, menceritakan proses menghafal seperti ini

“Sejak pertama menghafal, sampai proses melancarkan hafalan sekarang ini, saya dibimbing oleh Guru/ Ustadz/ Dosen yang sudah lebih dulu menghafal al-Qur’ān. Sebab melalui mereka saya mendapat pelajaran lebih dalam menghafal, serta motivasi untuk saya bisa mempertahankan al-Qur’ān seumur hidup saya.” Lain halnya dengan Nurul yang juga berkata bahwa dia menghafal di bimbing sama guru namun tidak menyebutkan alasannya.

Listatik bercerita mengenai awal hafalan seperti ini “saya menghafal itu

dapat bimbingan dari Ustadzah lalu setelah di bangku kuliah saya di bimbing sama Dosen. Sebab menghafal itu harus memiliki guru karena kalau tidak ada guru maka siapa yang akan membenarkan atau mengireksi bacaan kita yang salah, sebab guru termasuk dalam enam kategori berhasilnya seseorang yang menuntut ilmu. Sementara itu Arinal Berllamy juga berkata “Menghafal itu perlu guru/


(34)

teman untuk menyimak bacaan kita. Jika kita sering disimak (didengar dan di betulkan) maka kita akan tahu letak kesalahan-kesalahan kita. Jika menghafal sendiri dan jarang disimak oleh guru kebanyakan bacaan kita banyak kesalahan dan kita tidak menyadarinya.”

Sementara itu tidak jauh berbeda, Ahmad Mahfudz juga berkata “mulai dari awal saya menghafalkan al-Qur’ān selalu ada guru pembimbing untuk menerima hafalan baru atau menyimak hafalan lama saya, di karenakan jika tidak ada guru pembimbing maka kita tidak akan tahu dimana letak kekurangan hafalan kita, baik dari segi tajwid atau dari Makhraj-nya. Oleh karena itu, sangat perlu sekali adanya guru atau pembimbing untuk menjadi pengkoreksi dari hafalan dan bacaan saya.”

Dari hasil di atas bisa disimpulkan bahwa hampir semua informan menjawab bahwa peran seorang Pembimbing/ Guru sangat penting dalam menghafal al-Qur’ān karena dengan adanya Pembimbing/ Guru mereka bisa termotivitasi dan bisa membenarkan bacaan-bacaan mereka yang salah dalam menghafalkan al-Qur’ān.


(35)

35

Dengan dihafalnya tiap-tiap ayat atau halaman al-Qur’ān tersebut bukan berarti hafalan itu sudah dijamin melekat di dalam ingatan seseorang untuk selamanya. Secara teori, kekuatan hafalan rata-rata bisa bertahan 6 (enam) jam. Kerena itu, seseorang yang menghafal al-Qur’ān harus berprinsip apa yang sudah dihafal tidak boleh lupa lagi. Untuk bisa mencapai hal demikian, selain harus harus benar-benar baik sewaktu menghafanya, ia juga harus menjaga hafalannya yaitu dengan cara mengulang-ulang dan memelihara hafannya itu. Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa menghafal al-Qur’ān itu ibarat berburu di hutan, apabila pemburu memusatkan perhatiannya pada binatang yang ada di depannya dan tidak memerhatikan hasil buruannya maka akan lepas kembali. Begitu pula orang yang menghafal al-Qur’ān, kalau pusat perhatiannya tertuju hanya kepada materi baru yang akan yang akan dihafal itu saja, sedangkan materi yang sudah dihafal ditinggalkan, maka akan sia-sia karena hafalannya akan hilang dari ingatan.1

Dalam Surah Al-Hijr/15:9 Allah SWT telah menjamin pemeliharaan

al-Qur’ān ini dengan ungkapan yang tegas dan memberikan jaminan tentang

1 Muhaimin Zen, Akhmad Mustafid, ed., Bunga rampai mutiara al-Qur,ān, (Jakarta: Pimpinan Pusat Jam’iyatul Qurra’walHuffazh, 2006), h. 94


(36)

kesucian dan kemurnian al-Qur’ān selama-lamanya.2 Sebagaimana yang dicantumkan di bawah ini:























Artinya:“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’ān, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

Ayat ini sebagai bantahan atas ucapan mereka yang meragukan sumber datangnya al-Qur’ān. Karena itu ia dikuatkan dengan kata sesungguhnya dan dengan menggunakan kata kami yakni Allah swt yang akan menjadi pemelihara otentisitas dan kekekalannya.

Bentuk jamak yang digunakan ayat ini yang menunjuk Allah swt., baik pada kata naḥnu nazzalnā maupun dalam hal pemeliharaan al-Qur’an, mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah swt., yakni malaikat Jibril as., dalam menurunkannya dan kaum muslimin dalam pemeliharaannya.

Kaum muslimin juga ikut memelihara otentisitas al-Qur’ān dengan benyak cara yaitu dengan menghafalnya, menulis dan membukukannya, merekam dengan berbagai alat misalnya kaset, CD dan lain-lain. Sejak dahulu hingga sekarang ini sekian banyak orang bahkan anak-anak sebelum dewasa telah mampu menghafal al-Qur’ān, bahkan sekian banyak di antara mereka yang menghafalnya adalah orang-orang yang tidak memahami artinya. Bahkan tidak

2

Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’ān (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h.3.


(37)

jarang mereka yang berhasil meraih juara dalam musabaqah tilawatil Qur’ān adalah pemuda-pemuda yang bahasa ibunya bukan bahasa al-Qur’ān.3

Yang akan dipaparkan pada sub bab-sub bab berikut adalah a). Metode yang digunakan untuk menjaga hafalan bagi yang belum hafal sampai 30 juz, b). Metode yang digunakan untuk menjaga hafalan bagi yang sudah hafal 30 juz, c). Kemampuan Individu dalam mempertahankan hafalan, d). Hambatan-hambatan dalam menghafal.

A. Metode Menjaga Hafalan Bagi Yang Belum Khatam 30 Juz4

1) Takrīr (mengulang-ulang) sendiri, Yaitu hafalan yang baru harus selalu di-takrir sendiri minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu satu minggu. Sedangkan hafalan yang lama harus ditakrir setiap hari atau dua hari sekali. Artinya semakin banyak hafalan harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan untuk Takrīr. 2) Takrīr (mengulang-ulang) dalam shalat, seorang yang menghafal

al-Qur’ān hendaknya bisa memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan

dalam shalat, baik sebagai imam atau untuk shalat sendiri. Selain menambah keutamaan, cara sekalian juga akan menambah kemantaban hafalan. Selalu mengulang hafalan al-Qur’ān dalam shalat sangat efektif, karena saat kita shalat seluruh pikiran benar-benar harus konsentrasi agar bacaan kita tidak ada kesalahan.

3

M. Qraish Shihab, Tafsir al-Miṣbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ān, volume 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet.1, h.95.

4


(38)

3) Takrīr (mengulang-ulang) bersama, seorang penghafal juga perlu melakukan Takrīr bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam Takrīr ini, setiap orang membaca materi yang ditetapkan secara bergantian, dan ketika seorang membaca maka yang lain mendengarkan.

4) Takrir (mengulang-ulang) kepada Guru, seorang penghafal harus memperdengarkan bacaan atau hafalannya kepada Guru atau seorang yang bisa mendengarkan dan membenarkan bacaan penghafal ketika salah.

B. Metode Yang Digunakan Untuk Menjaga Hafalan Bagi Yang Sudah Khatam 30 Juz

1) Beristiqamah mengulang dalam shalat lima waktu maupun shalat-shalat sunnah. Maksudnya setiap malaksanakan shalat-shalat baik sunnah maupun wajib harus selalu mamakai ayat-ayat al-Qur’ān dari surah al-Baqarah sampai dengan surah an-Nās secara berurutan sesuai muṣḥaf al-Qur’ān.

2) Beristiqamah mengulang baik di dalam shalat maupun di luar shalat, seperti yang disebutkan di atas bahwa alangkah baiknya seorang mengulang hafalan ketika shalat. Selain itu di luar shalat pun ia harus mengulangnya contohnya pada waktu sebelum tidur, atau waktu tengah malam setelah tahajud.


(39)

3) Khatam seminggu sekali. Apabila sudah hafal hingga juz 30 maka harus bisa meluangkan waktu untuk bisa beristiqamah Takrīr sehingga bisa khatam seminggu sekali, atau dalam 2 minggu sekali, atau minimal sebulan sekali.

4) Mengikuti sima’an atau Tasmi’5, seorang hafidz atau hafidzah disarnkan untuk mengikuti acara sima’an baik yang di selenggarakan oleh forum orang-orang yang menghafal al-Qur’ān. Karena dengan cara ini juga kita akan tau betapa pentingnya al-Qur’ān sehingga umat Islam menjaganya melalui hafalan.

5) Mengikuti perlombaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga masyarakat sendiri.

C. Kemampuan Individu Dalam Mempertahankan Hafalan

Proses penjagaan pertama diawali dengan menjaga kelurusan niat. Hal ini menjadi penting mengingat niat merupakan motif dasar yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kelurusan niat ini pula yang nantinya menentukan apakah seseorang yang menghafal al-Qur’ān akan mendapatkan barokah atau justru mendapatkan keburukan dari menghafal

al-Qur’ān. Ketidak mampuan menjaga niat inilah yang menyebabkan seseorang akan

putus di tengah jalan sebelum khatam atau menghafal sampai 30 juz.

5Membaca al-Qur’ān


(40)

Setelah menjaga kelurusan niat maka proses penjagaan selanjutnya dengan bermacam-macam cara seperti selalu berupaya untuk mengulang ayat-ayat ketika shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnah dan di lakukan secara istiqamah.

Beristiqamah membaca al-Qur’ān dalam shalat selalu dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. sebagaimana dijelaskan pada hadits yang dijelaskan oleh al-Imam Muslim yang bersumber dari sahabat Hudzaifah. Nabi Muhammad SAW. dalam Shalat malamnya pada rakaat pertama surah al-Baqarah, dilanjutkan surah an-Nisā dan disambung dengan surah al-Imrān. Nabi Muhammad SAW membaca tiga surah yang panjang di dalam satu rakaat jika di perhatikan Nabi membaca 5 juz 2 lembar 5 baris atau 52 lembar 5 baris 104 halaman. Bisa dibayangkan, berapa banyak Nabi membaca al-Qur’ān dalam shalat malamnya kalau satu rakaat saja 5 juz. Padahal menurut riwayat Nabi saw selalu melaksanakan shalat malam ditambah witir 3 rakaat.6

Semua informan menekankan bahwa mengulang adalah satu-satunya cara untuk melanggengkan (mempertahankan) hafalan. Pada saat menghafal biasanya

terlebih dahulu membaca dengan menggunakan muṣhaf al-Qur’ān dan biasanya

yang digunakan adalah al-Qur’ān Muṣhaf Utsmani. Al-Qur’ān jenis ini pada setiap halamannya diawali dan di akhiri dengan ayat yang utuh. Artinya satu ayat tidak terputus ke halaman yang lain. Hal ini memudahkan untuk melakukan penghitungan ayat yang telah di hafalkan. Selanjutnya ayat yang tadi dibaca secara binnaẓri (membaca dengan melihat Muṣhaf), diulang beberapa kali tergantung pada kemampuan setiap informan.

6Sa’dullah, 9 Cara Cepat Menghafal al-Qur’ān


(41)

Listatik mengaku bahwa setiap harinya paling tidak mengulang ayat-ayat yang sudah di hafalkan. Sedangkan Nurul merasa harus diulang secara continue, lain dengan Hafidza yang mengaku bahwa ia memberi target wajibsehari minimal mengulang 2 juz yang dibaca ketika shalat, Secara mandiri, dan dibaca di depan pembimbing atau seorang guru hafal al-Qur’an. Rizkiya sering mengulang, sedangkan Irfan berkata “mengusahakan untuk mengulang 5 juz perhari”. Sedangkan Arinal juga berkata “sering di muraja’ah atau di deres (mengulang hafan) di simak (didengarkan), dan ikut khataman. Dan Ahmad Mahfudz bercerita bahwa dalam menjaga hafalan al-Qur’ān yaitu “dengan cara membuat target muraja’ah setiap harinya, yang mana hal ini saya lebih prioritaskan setiap hari ketimbang menambahkan hafalan. Karena jika hafalan yang sebelumnya tidak lancar maka ketika menambahkan hafalan maka yang sudah dihafalkan belum tentu lancar”.

Tabel berikut menjelaskan jumlah juz serta berapa lama para mahasiswa/i menghafal al-Qur’ān. Dengan melihat tabel ini maka kita akan melihat dan tahu jumlah hafalan dari masing-masing mahasiswa/i dan waktu yang ditempuh dalam menghafal.

Tabel 4.1 Waktu Menghafal dan Jumlah Hafalan Informan No Nama Semester Jumlah Hafalan

(Juz)

Lama Menghafal (Tahun)

1. Mahfudz 3 (Tiga) 15 Juz 1,5 Tahun

2. Arinal Bellamy 3 (Tiga) 30 Juz 4 Tahun

3. Hafidzah 3 (Tiga) 30 Juz 4 Tahun


(42)

5. M. Irfan 3 (Tiga) 30 juz 2 Tahun

6. Nurul 3 (Tiga) 24 Juz 4 Tahun

7. Rizkiyah 5 (Lima) 10 Juz 3 Tahun

Sumber:wawancara langsung dengan para informan.

Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua mahasiswa/i yang dijadikan sebagai informan sudah menghafal hingga juz 30. Tapi ada yang 24 juz, 15 juz, 10 juz, dan 6 juz. Begitu juga dengan lama waktu yang ditempuh dalam menghafal yang berbeda-beda. Perbedaan-perbadaan ini disebabkan oleh kemampuan masing-masing individu dalam menghafal. Hal ini juga berkaitan dengan lingkungan atau tempat mereka menghafal seperti pesantren, dan ada yang memang tinggalnya di Pesantren yang dikhususkan untuk menghafal al-Qur’ān.

Mereka semua sudah mulai menghafal al-Qur’ān sebelum masuk UIN yaitu semenjak duduk dibangku Madrasah Aliyah, lalu dilanjutan lagi sampai sekarang bagi yang belum mencapai juz 30.

D. Hambatan-hambatan Dalam Menghafal

Apapun status seseorang dalam hidup ini tidak akan lepas dari berbagai problem atau hambatan yang mungkin menyesakkan hati. Kiranya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menghafal al-Qur’ān itu berat dan melelahkan. Ungkapan ini tidak untuk menakut-nakuti namun sudah sepantasnya seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu yang tinggi nilainya baik di mata Allah maupun di mata manusia, ia harus berjuang keras, tak kenal lelah, sabar dan tabah dalam menghadapi segala rintangan yang menghadangnya.


(43)

Hambatan atau problematika dalam menghafal al-Qur’ān ini terbagi dua macam yaitu yang pertama, hambatan internal contohnya cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya, tidak dapat merasakan kenikmatan al-Qur’ān, hati yang kotor dan banyak maksiat, tidak sabar, malas, putus asa, kurangnya semangat, dan niat yang tidak ikhlas. Kedua, hambatan eksternal contohnya tidak mampu membaca dengan baik, tidak mampu mengatur waktu, tidak mengulang ayat yang sudah dihafal, tidak ada pembimbing.7

Masing-masing informan juga mengakui bahwa dalam menghafal juga terdapat banyak hambatan-hambatan yang dihadapi contohnya malas, jenuh, bosan, keinginan untuk mengenal lawan jenis, galau atau suasana hati yang tidak mendukung untuk menghafal. Berikutnya adalah faktor kesehatan maksudnya apabila kita sedang dalam kondisi tidak sehat maka akan terbengkalai aktivitas kita sama halnya dengan orang yang sedang menghafal juga tentunya harus sehat baik jasmani maupun rohani. Terakhir adalah faktor lingkungan. Dengan adanya hambatan-hambatan ini tentu ada macam-macam cara untuk mencegahnya.

berikut adalah hambatan-hambatan yang dirasakan oleh semua informan berikut cara pencegahan dari masig-masing. Pertama, Ahmad Mahfudz

menyatakan bahwa “hambatan yang saya rasakan dalam menghafalkan al-Qur’ān

itu bervariasi bentuknya, ada yang hanya rasa malas dan ada juga yang berbentuk wanita. Wanita inilah yang sulit saya hadapi dan saya cegah walaupun ada beberapa saat bisa saya hadapi dengan cara tidur dan berusaha tidak mengingatnya sehingga ketika menghafal tidak lagi terbayang akan orang itu. Sedangkan kalau

7

Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat sukses menjadi Hafizh Qur’ān da’iyah, (Bandung: Penerbit Asy Syaamil press& Grafika, 2000), 73-100.


(44)

untuk malas itu bisa saya atasi dengan saya mengambil contoh dari semangat teman-teman sekitar saya yang juga sama sedang menghafalkan al-Qur’ān.”

Arinal Bellamy, “malas caranya yaaa harus dipaksa, dan ingat akan faktor

pendorong dan motivasi yang membuat kita ingin menghafal al-Qur’ān maka Insya Allah kita akan jadi semangat lagi. Tempat, maksudnya apabila merasa jenuh di kamar maka pilihlah masjid untuk menghafal karena di kamar mungkin masih bisa terganggu sama teman-teman yang ada di dekat kita. Kesehatan, yakni harus menjaga kesehatan karena apabila sakit maka kita tidak akan bias fokus untuk menghafal. Terakhir adalah keinginan untuk mendekati lawan jenis itu biasanya menyebkan kita akan merasa kesulitan dalam menghafal.”

Selain itu Listatik mengatakan“banyaknya kegiatan selain menghafal, solusinya kita harus bisa menilai mana yang lebih manfaat untuk harus kita ikuti dan tetap berpartisipasi dalam kegiatan itu dan mana yang tidak harus, ingin mengenal teman lawan jenis, solusinya kita tetap ada komitmen untuk menjaga dari hal-hal kemaksiatan”. Sementara itu Nurul hanya berkata demikian, “hambatan yang paling utama adalah malas dan cara mencegahnya adalah dengan mengingat target, selanjutnya meluaskan waktu khusus untuk menghafal.”

Sedangkan Hafidzah, “hambatan pertama adalah malas maka saya tidak paksakan menghafal melainkan mencari sarana penyemangat dahulu. Kedua, jenuh maka perbanyak baca-baca buku keistimewaan menghafal al-Qur’ān agar kembali semangat. Ketiga, galau maka solusinya adalah perbanyak istighfar, shalat sunnah, dan muraja’ah atau mengulang-ngulang hafalan.” Rizkiyah, juga merasakan bahwa hambatan dalam menghafal tidak lain seperti yang sudah


(45)

disebutkan oleh para responden yang lain dan Ia berkata seperti ini “hambatan dalam menghafal adalah malas dan cara mencegahnya dengan pergi melihat teman-teman yang menghafal al-Qur’ān dan memaksa diri untuk mencegah malas, sulit menghafal/ tidak fokus,cara menghafalnya selalu berusaha fokus.” Yang terakhir adalah Irfan, “hambatan dan solusi: yang saya rasakan, semakin tambah hafalan saya, semakin tambah pula hasrat negatif saya, alhamdulillāh, karena diawali dengan niat yg tinggi, hambatan itu bisa terlewati.”

Abu „Abd „Rahman mengemukakan pendapatnya mengenai hambatan

-hambatan yang menyebabkan seorang yang menghafal al-Qur’ān merasa kesulitan dalam menghafal sebagai berikut8:

Pertama, banyak berbuat dosa dan maksiat, Hal ini akan membuat seseorang mudah melupakan al-Qur’ān dan membuat hatinya buta dari mengingat Allah, membaca dan menghafal al-Qur’ān. Kedua, tidak sering mengulang hafalannya. Ketiga, terlalu banyak memikirkan urusan duniawi, yang ini akan membuat hati sangat tergantung kepadanya, yang pada akhirnya tidak dapat menghafal dengan mudah. Keempat, memperbanyak hafalan dalam waktu singkat, kemudian melanjutkan hafalan ke ayat berikutnya sebelum memantapkan hafalan ayat-ayat sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua informan merasakan hambatan-hambatan yang bervariasi dan mereka juga mempunyai cara-cara untuk mencegahnya hingga mereka bisa menghafalkan

8Abu „Abd Rahman, Pedoman Menghayati dan Menghafal al-Qur’ān

(Jakarta: Hadi Press, 1997), h. 62.


(46)

seluruh isi al-Qur’ān yakni 30 juz walaupun tidak semua responden hafal hingga 30 juz.


(47)

47

disertai dengan amal Shaleh dan keikhlasan maka ini merupakan kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Orang-orang tersebut akan mendapatkan anugerah dari Allah berupa ingatan yang kuat dan pikiran yang cemerlang. Dari hasil penelusuran penulis ditemukan bahwa para penghafal lebih teliti. Beberapa temuan lainnya adalah: (1) Dengan menghafal al-Qur’ān biasanya seseorang akan lebih berprestasi tinggi dari pada orang yang tidak hafal al-Qur’ān, (2) Akan menjadi pribadi yang berakhlaq baik. dalam al-Qur’ān banyak sekali ayat-ayat hukum maka tentu seorang penghafal al-Qur’ān akan dengan cepat pula menjawab suatu permasalahan yang bersangkutan dengan hukum.1

Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian penulis yang dilakukan terhadap para mahasiswa Tafsir Hadis yang menghafal al-Qur’ān mengenai dampak atau hal-hal yang dialami setelah menghafal baik ketenangan jiwa, mendapatkan pahala, dampak pada kehidupan akademik dan peribadatan.

A. Ketenangan Jiwa

Membaca al-Qur’ān merupakan obat hati bagi umat Islam, sebab ada lima perkara yang menjadikan hati seorang menjadi tentram. Salah satunya adalah membaca al-Qur’ān dan merenungi maknanya. Makna yang terkandung di dalam ayat al-Qur’ān berisi tentang pengetahuan yang begitu banyak, dalam hal ini

1Sa’dullah,


(48)

Qur’ān juga dijadikan sebagai rujukan bagi umat Islam dalam memecahkan suatu masalah.

Ketenangan jiwa merupakan salah satu manfaat yang diperoleh seseorang dalam menghafal al-Qur’ān.2 Hal ini berdasarkan firman Allah Ar-ra’d 13/ 28:





Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan para penghafal

al-Qur’ān merasakan menjadi orang yang berbeda setelah menghafal. Hidupnya

lebih terarah, tenang, aman, merasa lebih baik dari sebelumnya dan merasa selalu dijaga sama Allah SWT. misalnya, jika sebelum menghafal seringkali terbesit keinginan untuk berbuat tidak baik tetapi setelah menghafal mereka merasakan seperti ada sebuah alarm di hati sebagai pengingat untuk tidak berbuat hal-hal

yang melanggar syar’i3

.

Sama halnya juga dengan jawaban-jawaban para informan yang dijadikan objek oleh peneliti seperti yang dikatakan oleh Arinal Bellamy sebagai berikut

“Setelah menghafal al-Qur’ān yang pastinya jadi jarang galau lagi, setelah itu

juga hati kita akan tenang”4. Listatik juga berkata demikian, “saya juga merasaka

n

2

Haya ar-Rasyid, Kiat mengatasi kendala membaca & menghafal al-Qur’ān (Jakarta: Pustaka al-Sofwa, 2004), h.17.

3

Lisya Chairani, M.A.Subandi, Psikologi Santri Penghafal al-Qur’an (Yogyakarta: Penerbit: Pustaka Pelajar, 2010), hal.216.

4


(49)

ketenangan dan ketentraman dalam hidup”.5

Sementara itu Rizkiyah mengaku

seperti ini, “hati saya menjadi tenang, dan saya merasa di permudah dalam

kehidupan ini, dan saya merasa mendapatkan ilmu di kala membaca artinya”6

Ahmad Mahfudz pun berkata demikian pada hari Kamis, 02 Januari 2014, “

al-Qur’ān di dalam kehidupan saya sangat penting, dikarenakan padatnya kegiatan

dan aktivitas yang saya lakukan setiap hari membuat saya mengharuskan adanya refresing dan al-Qur’ān sangat pas ketika di jadikan sebagai penenang fikiran saya ketika sudah beraktifitas.” Sedangkan Irfan7, Nurul8, dan Hafidzah9, mereka tidak menyebutkan akan ketenangan hati atau jiwa namun mereka menjawab bahwa setelah mereka hafal al-Qur’ān hidup mereka jadi lebih terarah dan merasakan hal-hal yang baik dan positif.

B. Pahala Yang Didapat

Membaca dan menghafal al-Qur’ān merupakan ibadah kepada Allah SWT karena dengan itu kita akan mendapatkan pahala dari-Nya. Al-Qur’ān adalah kitab suci yang tidak hanya mengandung tuntunan hidup bagi manusia baik dalam berhubungan dengan Allah sang pencipta maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan mahluk ciptaan Allah lainnya. Membaca al-Qur’ān

5

Wawancara pribadi dengan Listatik, Jakarta, l 7 Januari, 2014. 6

Wawancara pribadi dengan Rizkiyah, Jakarta, 23 Desember 2013. 7

Wawancara pribadi dengan Irfan, Jakarta, 23 Desember 2013. 8

Wawancara pribadi dengan Nurul, Jakarta, 25 Desember 2013. 9


(50)

merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Walaupun tanpa disertai dengan pemahaman adalah suatu ibadah10.

Setiap huruf yang dibaca akan berbuah kebaikan yang setiap kebaikan diberikan sepuluh pahala.11 Membaca huruf-huruf al-Qur’ān, di samping berbuah pahala juga mendatangkan ketenangan, kelezatan dan obat dihati sebagaimana yang diungkapkan oleh para penghafal yang dijadikan objek penelitian oleh penulis.

Pahala juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang untuk menghafal al-Qur’ān karena seperti yang dikatakan juga dalam hadis berikut:

ِنْب َبويَأ ْنَع َناَمْثُع ُنْب ُكاحضلا اَنَ ثدَح يِفَنَْْا ٍرْكَب وُبَأ اَنَ ثدَح ٍراشَب ُنْب ُدمَُُ اَنَ ثدَح

ُاوُ َ ي ٍووُ ْ َ َنْب ِ للا َدْ َع ُ ْ َِ ااَ يِ َرُ ْلا ٍ ْ َ َنْب َدمَُُ ُ ْ َِ ااَ َووُ

:

َ لَوَ ِ ْ َلَع ُ للا لَ ِ للا ُاوُوَر َااَ

:

))

ِ للا ِباَ ِ ْنِ اً ْرَح َأَرَ ْنَ

ِرْشَ ِب ُةَنَ َْْاَ ٌةَنَ َح ِ ِب ُ َلَ

ٌ ْرَح ٌ ِ َ ٌ ْرَح ٌ َ َ ٌ ْرَح ٌ ِلَأ ْنِكَلَ ٌ ْرَح اا ُاوُ َأ َ اَِااَثْ َأ

((.

Artinya: “„Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan meriwayatkan bahwa RasulullahiṢhalallahi „alaihi wa salam bersabda, “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur’ān), maka dengan bacaannya itu dia berhak mendapatkan satu kebaikan dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan „Alif lam mim’ itu (dihitung) satu huruf.Akan tetapi, alif satu huruf, dan mim satu huruf.”(HR. al-Turmuzī).12

Dari semua para Informan juga ada salah satu orang yang menghafal

al-Qur’ān karena tahu akan hadis ini yaitu Arinal Bellamy. Ia menyatakan bahwa

mendapat pahala juga menjadi sebuah alasan yang membuat saya menghafal

10

Haya ar-Rasyid, Kiat Mengatasi Kendala Membaca & Menghafal al-Qur’ān (Jakarta: Pustaka al-Sofwa, 2004), h. 15

11

Muhammad Shohib, ed., Keutamaan al-Qur’ān dalam Kesaksian Hadis (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ān, 2002) , h.xvii.

12Abū „Isa Muḥammad bin „Isa bin Saurat al-Turmuzi (disebut sebagai al-Turmuzi), Sunan al-Turmuzi wa huwa al-Jami’ al-Ṣaḥih, (Beirut: Dār al-Fikr, 1980 M), juz 5, h. 175.


(51)

Qur’ān karena ingat akan pahala yang disebutkan dalam hadis. Sedangkan Hafidzah mengatakan bahwa pahala juga merupakan sebuah manfaat yang di dapatkan seseorang dari membaca, menghafal dan mengamalkan kandungan

al-Qur’ān.

C. Pada Kehidupan Peribadatan

Hakikat dari menghafal al-Qur’ān bukanlah terletak pada kemampuan menguasai tetapi pada mengamalkannya. Karena menghafal itu sendiri merupakan dasar untuk memiliki pengetahuan yang akan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengamalkannya tentu saja seorang penghafal al-Qur’ān harus membekali dirinya dengan referensi yang cukup berdasarkan dalil-dalil al-Qur’ān. Dalil-dalil ini nantinya membantu informan menentukan mana yang baik dan mana yang tidak, perbuatan apa yang wajib dilakukan dan perbuatan apa yang patut dihindari. Pengetahuan ini selanjutnya terinternalisasi dan menjadi nilai personal yang mengarahkan individu dan membuat individu peka terhadap berbagai situasi yang dihadapinya. Karena hal itu memudahkan informan untuk membuat penilaian atau situasi atau peristiwa, mampu mengendalikan diri, dan tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu.13

Sikap yang muncul selanjutnya adalah mampu menahan diri dari apa-apa yang dilarang oleh agama seperti menghindari perkataan yang tidak baik, membatasi diri untuk urusan duniawi, menjaga makanan dan minuman yang di konsumsi. Informan yang ditemui oleh penulis juga condong pada

13

Lisya Chairani, M.A.Subandi, Psikologi Santri Penghafal al-Qur’ān (Yogyakarta: Penerbit: Pustaka Pelajar, 2010) , hal.258.


(52)

perilaku yang dianjurkan oleh agama seperti melakukan shalat tepat waktu, melakukan amalan-amalan sunnah seperti (berpuasa hari senin dan kamis, shalat sunnah Qabliah dan Ba’diah, shalat tahajud, shalat dhuha), berperilaku hormat kepada yang lebih tua dan menyayanyi yang lebih muda. Disiplin dalam menjalankan kewajibannya baik sebagai mahasiswa dan juga sebagai penghafal

al-Qur’ān.

Menghafal al-Qur’ān bukanlah aktifitas kognitif semata melainkan sangat di pengaruhi oleh hal-hal di luar proses masuknya informasi ke otak. Dalam berinteraksi dengan kitab suci harus berdasarkan keimanan. Keimanan inilah yang nantinya akan melahirkan daya mantra dan intuisi tentang kehadiran Tuhan dalam diri seseorang. Salah satu pernyataan aspek keimanan adalah dengan meniatkan setiap tindakan dan perbuatan semata-mata untuk memperoleh ridha Allah SWT. Oleh karena itu kelurusan niat menjadi aspek motivasional spiritual yang penting dalam upaya ini.

Niat yang menyimpang seringkali dirasakan responden mempengaruhi kemampuannya dalam memanggil kembali informasi yang telah masuk ke otak dan tidak jarang pula para penghafal merasa menjadi sulit berkonsentrasi. Untuk mengatasi hal ini biasanya penghafal akan segera melakukan introspeksi diri dan kembali meluruskan niatnya. Upaya-upaya batin yang biasa dilakukan adalah melakukan puasa sunnah dan beberapa amalan shalat sunnah seperti shalat hajat dan tahajjud. Dalam perspektif sufisme, membaca al-Qur’ān dapat di pandang sebagai salah satu bentuk teknik pembersihan diri, termasuk di dalamnya kontrol diri. Maka wajar saja pada fase tertentu remaja penghafal al-Qur’ān ini pada


(53)

akhirnya dapat merasakan adanya makna pada proses menghafal al-Qur’ān. Pemaknaan dan pengalaman spiritual inilah yang mengantarkan remaja-remaja penghafal al-Qur’ān dapat merasakan kehadiran yang maha kuasa dan merasa dijaga langsung oleh Allah SWT.14

Berikut merupakan dampak yang dirasakan oleh para responden. Pertama, M. Irfan Apri Syahrial bahwasannya setelah ia menghafal al-Qur’ān ada beberapa dampak positif yang Ia rasakan di antaranya banyak keberkahan yang datang dalam kehidupan sehari-hari seperti di hindarkan dari kecelakaan, dimudahkan rezekinya dan disukai banyak teman. Sementara itu Rizkiyah, merasakan kalau hatinya menjadi tenang, dan merasa di permudah dalam kehidupannya. Sedangkan Hafidza merasa semakin mudah memperoleh harta “dari arah mana pun”, makin mudah dalam membaca dan mentadaburi al-Qur’ān, jadi di hormati dan di hargai sama orang lain, dan disamping itu semua mendapat pahala dari Allah SWT.

Nurul mengaku bahwa dampak yang dirasakan mungkin lebih ke keinginannya yaitu menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi pribadi yang

Qur’āni. Listatik berkata, ia bisa menemukan ketenangan dan ketentraman dalam

hidup. Sedangkan Arinal Bellamy bercerita bahwa Ia merasa lebih dekat dengan Allah SWT, menjadi orang yang selalu ingat akan Allah, setelah itu hati menjadi tenang, dan juga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menjaganya

14

Lisya Chairani, M.A.Subandi, Psikologi Santri penghafal al-Qur’ān (Yogyakarta, Penerbit: Pustaka Pelajar, 2010), hal.260.


(54)

kembali. Yang terakhir Ahmad Mahfudz berkata “aktifitas sehari-hari saya serasa lebih mudah ketimbang sebelum saya menghafalkan al-Qur’ān”.

Kemudian ketika ditanya mengenai sejak kapan masing-masing memulai atau mengawali niatnya untuk menjadi seorang penghafal al-Qur’ān yang nantinya memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga hafalan mereka. Maka bermacam-macam pula jawaban mereka sepertiini: Pertama, Ahmad Mahfudz menjawab sepertiini, “Saya menempuh 15 juz selama satu setengah tahun. Namun karena ada beberapa kendala jadi saya tidak melanjutkan untuk menambah hafalan dan memilih hanya muraja’ah dulu.

Kedua, Arinal Ballamy menjawab “Saya mulai menghafal semenjak kelas 1 (satu) Madrasa Aliyah. Ketiga, Hafidzah “Sejak kelas 6 (enam) Sekolah Dasar saya sudah menghafal. Keempat, Listatik “sejakkelas 3 (tiga) Madrasah Aliyah”. Kelima, Rizkiyah sama seperti Arinal yakni sejak kelas 1 (satu) Madrasah Aliyah. Keenam, Irfan “saya menghafal semenjak kelas 1 Aliyah”, ketujuh, Nurul “saya mulai menghafal ketika kelas 2 aliyah”.

Namun tidak bisa dipastikan bahwa semua responden bisa menahan diri untuk tidak bisa menghindar dari hhal yang tidak diperbolehkan dalam

al-Qur’an seperti ketika ditanya mengenai apakah mereka pernah melaksanakan

perbuatan yang di larang dalam al-Qur’an? Maka seperti ini jawaban dari masing-masing: Ahmad Mahfudz menjawab “pernah, yaitu: “pacaran”. Sedangkan Hafidzah, Arinal Bellamy dan Listatik memberikan jawaban yang sama yakni “pernah, yaitu berbohong”. Sementara itu lain halnya dengan Rizkiyah yang


(55)

dan berusaha menaati perintah al-Qur’an”. Yang terakhir adalah Irfan yang

menjawab “sering, yaitu berbohong karena terpaksa”.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa semua informan bisa menemukan ketenangan dan ketentraman jiwa setelah mereka menghafal

al-Qur’an, menemukan hal-hal yang tidak mereka dapat sebelumnya misalkan ilmu

mereka menjadi lebih bertambah, mendapatkan rezeki yang tak terduga sebelumnya, dan merasa lebih di permudah dalam semua urusan.

Selanjutnya kita bisa melihat bahwa mereka memulai hafalan rata-rata ketika sedang duduk di Bangku Madrasah Aliyah (MA) namun ada juga yang menghafal sejak kelas 6 SD. Tetapi seperti yang sudah diketahui bahwa mereka juga belum bisa meninggalkan dosa-dosa kecil setelah menghafal yakni masih ada yang berpacaran dan ada juga yang berbohong namun terdapat salah satu diantara mereka juga yang selalu berusaha untuk menjauhi perbuatan-perbuatan tersebut dan berusaha meneladani perintah Allah dalam al-Qur’an.

D. Pada Kehidupan Akademik.

Setelah uraian di atas mengenai pengaruh/ dampak menghafal al-Qur’ān seperti ketenangan jiwa, pahala yang didapat, pengaruh/ dampak pada kehidupan peribadatan para responden maka selanjutnya yang akan dibahas pada sub bab ini adalah dampak akademik pada kehidupan para informan.


(1)

6. Iya, minimal itu baca ayatnya. Kalau saya pribadi membaca buku tafsir dan memahami kandungan-kandungan ayat.

7. Sehari menghafal 1 kaca/halaman. Murojaah (mengulang hafalan) 2 juz. Nderes 5 juz per hari.

8.

a. Dengan melihat teman yang lebih rajin dari pada kita akan merasa greget jadi pengen lebih rajin dari pada dia.

b. Ingat pahala & keutamaan orang-orang Hafizul Qur‟ān c. Dinasehati orang tua jadi semangat lagi

d. Dinasehati guru, ustad, teman, jadi semangat lagi e. Baca buku-buku motivasi tentang keutamaan al-Qur‟ān. 9. Malas, caranya yang harus dipaksa, jika kembali ke faktor-faktor

No.8 kita akan jadi semangat lagi :

a. Teman yang malas, kalau bergaul dengan teman yang malas maka kamu akan tertular jadi jangan sembarang pilih teman. Pilih lah teman yang rajin.

b. Lingkungan, jangan sering-sering dikamar. Dikamar malah akan membuat kita malas& ngobrol sama teman-teman. Solusi: sering-seringlah di Masjid atau cari tempat yang nyaman.

c. Kesehatan, Bersyukurlah jika masih sehat. Jika sakit, akan terhambat dalam menghafal.

d. Dan yang terakhir wanita/cowok bagi cewek. Udah deh, kalau uda ada hubungan sama lawan jenis, menghafal akan susah bangat.

10. Sering-sering di Murojaah (diulangi) dideres (dibaca) di simak, dan ikut hataman.

11.

a. Yang pastinya, jadi jarang galau lagi

b. Setelah hatam al-Qur‟ān, jadi punya tanggung jawab besar menjaga hafalan.


(2)

c. Setelah membaca al-Qur‟ān, hati kita akan tenang, pengobat galau.

d. Kalau murojaah sendiri malam-malam, senyum sepi di masjid. Rasanya tuh subhanallah nikmat bangat.

e. Jika kita uda khatam al-Qur‟ān, kita akan merasa lebih dekat dengan Allah SWT.

f. Tentunya kita akan selalu ingat Allah, karena al-Qur‟ān itu ada dzikir. Kita membaca al-Qur‟ān itu seperti dzikir. 12. Iya pernah dengar, jadi orang yang Hafiz, Insyallah akan ikut

membantu ke 2 orang tuanya, dan keluarga dekatnya.

13. Pernah dengar. Mudah-mudahan al-Qur‟ān menjadi safaat kita di Akhirat.

14. Itu Hadis Favorit Para Huffaz, dan tentunya Hadis itu Shohih. 15. 4 tahun

16. 1 MA 17. 4,00 18. Pernah

19. “Sebenarnya gak juga sih kalau seorang penghafal al-Qur‟ān itu memiliki nilai akademis yang bagus, banyak juga ko‟ anak yang hafal al-Qur‟ān tapi nilai akademisnya biasa saja. Begitupun sebalioknya ada yang tidak menghafal al-Qur‟an tapi memiliki prestasi yang luarb biasa. Tapi saya juga mengalami sendiri waktu masih di pesantren dulu kebanyakan yang hafal al-Qur‟an pasti nilai sekolahnya juga bagus”.


(3)

Nama : Ahmad Mahfudz Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Semester : III

Asal Sekolah : MA Mamba‟ul Ulum Bata-Bata Asal Pesantren : PPS. Mambaul Ulum Bata-Bata Asal Daerah (Prov/Kab/Kec) : Jawa Timur/ Sumenep / Guluk-guluk Kondisi Daerah :Desa /Kota

Adapun kondisi daerah tempat saya tinggal sangat mendukung ketika saya menghafalkan al-qur‟an dikarenakan tempat desa saya masih lumayan asri dan tidak begitu tercemar oleh polusi, sehingga ketika saya menghafalkan al-qur‟an sangan mendukung. Sebab masih tenang dan aman.

Hari/Tanggal wawncara :Kamis, 2 Januari 1014

__________________________________________________________________ 1. Al-Qur‟ān di dalam kehidupan saya sangat penting, dikarenakan padatnya kegiatan dan aktivitas yang saya lakukan setiap hari membuat saya mengharuskan adanya refresing dan qur‟an sangat pas ketika dijadikan sebagai penenang fikiran saya ketika sudah beraktifitas. Serta al-qur‟an juga menjadi hal penting yang harus ada dalam kehidupan saya karena menjadi obat dalam segala problem yang ada.

2. Tahapan saya menghafalkan al-qur‟an yaitu dari juz pertama ke juz berikutnya, dikarenakan menurut saya lebih enak memulai sesuatu dari depan. Selain dibagian awal merupakan bagian yang lebih mudah dibandingkan juz terakhir yang terlalu banyak surah dan ayat yang


(4)

pendek-pendek. Sebab saya lebih mudah menghafalkan ayat yang panjang ketimbang ayat yang pendek.

3. Alhamdulillah sejauh ini masih 15 juz.

4. Mulai dari awal saya menghafalkan al-Qur‟ān selalu ada guru pembimbing untuk menerima hafalan baru atau menyimak hafalan lama saya, dikarenakan jika tidak ada guru pembimbing maka kita tidak akan tahu dimana letak kekurangan hafalan kita, baik dari segi tajwid atau dari makhrajnya. Sehingga sangat perlu sekali adanya gurur pembimbing untuk menjadi pengkoreksi dari hafalan dan bacaan saya.

5. Diperlukannya sifat itu dikarenkan setiap proses pasti ada ujiannya, begitu pula dengan penghafal al-Qur‟ān. Sehingga sangat perlu adanya sifat itu, karena al-Qur‟ān itu lebih mudah ketika menghafalkan ketimbang murajaahnya (begitulah yang saya alami dan sebagian teman saya rasakan). Jadi bisa dikatakan menjaga hafalan al-Qur‟ān itu lebih sulit ketimbang menambahkan hafalan.

6. Ketika menghafalkan atau murajaah al-qur‟an biasanya saya itu tidak langsung mentadabburi kandungan dan makna ayat al-qur‟an tersebut dikarenakan saya tidak begitu menguasai dalam bidang bahasa arab, sehingga terkadang saya hanya bisa sebagian ayat saja yang saya tadabburi.

7. Cara saya dalam menghafalkan al-qur‟an yaitu 1 lembar perhari dengan menggunakan Qur‟ān pojok, diakarenakan menggunakan Qur‟ān pojok lebih baik menurut saya ketimbang yang tidak pojok. Dikarenkan qur‟an pojok itu ukuran lembarannya akan menjadi sama seterusnya.


(5)

8. Adapun faktor yang mendorong saya menghafalkan Qur‟ān itu adalah orang tua dan teman saya, serta beberapa orang yang sudah hafal al-Qur‟ān. Saya rasa orang menghafal Qur‟ān itu enak, bisa baca al-Qur‟ān dimana saja disuka walaupun tanpa pegang al-Qur‟ān. Itulah yang saya fikirkan dahulu sebelum memulai menghafalkan al-Qur‟ān.

9. Hambatan yang saya rasakan dalam menghafalkan al-Qur‟ān itu berfariasi bentuknya, ada yang hanya rasa malas dan ada juga yang berbentuk wanita. Serta wanita inilah yang sulit saya hadapi dan saya cegah walaupun ada beberapa saat bisa saya hadapi dengan cara tidur dan berusaha tidak mengingatnya sehingga ketika menghafal tidak lagi terbayang akan orang itu. Sedangkan kalau untuk malas itu bisa saya atasi dengan saya mengambil ibrah dari semngat teman2 sekitar saya yang juga sama sedang menghafalkan al-Qur‟ān.

10.Cara saya dalam menjaga hafalan al-Qur‟ān yaitu dengan cara membuat target murajaah setiap harinya, yang mana hal ini saya lebih prioritaskan setiap hari ketimbang menambahkan hafalan. Karena jika hafalan yang sebelumnya tidak lancar maka ketika menambahkan hafalan maka yang sudah dihafalkan belum tentu lancar.

11.Manfaat yang paling besar yang saya rasakan yaitu ketika saya belajar pelajaran dan menjalani aktifitas sehari-hari serasa lebih mudah ketimbang sebelum saya menghafalkan al-Qur‟ān.

12.Iya 13. Iya 14.Iya


(6)

15. Saya menempuh 15 juz selama satu setengah tahun. Namun karena ada beberapa kendala jadi saya tidak melanjutkan untuk menambah hafalan dan memilih hanya muraja‟ah dulu.

16.Saya mulai menghafal sejak kelas 2 aliyah. 17.IPK terakhir: 3,75

18.Iya pernah, misalnya berpacaran

19. “Dapat nilai bagus itu tidak lain karena kekuasaan Allah kepada makhluknya. Namun ketika itu juga saya sedang menghafal al-Qur‟ān jadi saya lebih mudah ketika belajar dan menjawab soal-soal ujian pada saat itu”.