Metode Menghafal al- Membaca dan menghafal al-qur’ān di kalangan mahasiswa tafsir hadis UIN Jakarta: studi kasus Mahasiswa Tafsir Hadis semester 3 dan 5 Tahun 2013

muṣḥaf maka jelas akan menjadi sulit untuk mengingat ayat-ayat yang di hafalkan. Keenam, memahami makna ayat, hal terbesar yang bisa membantu seseorang dalam menghafal adalah memahami ayat-ayat yang sedang dihafalkan dan mengerti hubungan antara satu ayat dengan lainya. Karena itu hendaklah membaca tafsir dari ayat yang ingin di hafalkan. Ketujuh, jangan pindah ke surat lain sebelum lancar, maksudnya tidak boleh melanjutkan hafalan ke surat lain sebelum surat yang dihafalkan benar-benar lancar. Kedelapan, memperdengarkan hafalan, hendaknya seseorang yang sedang menghafal tidak boleh terlalu percaya diri akan kebenarannya dalam menghafal. Oleh karena itu, setelah menghafal ia harus memperdengarkan hafalannya kepada orang yang sudah hafal atau kepada orang yang bisa menyimaknya menggunakan m uṣhaf. Kesembilan, berupaya untuk terus menjaga hafalan karena ayat-ayat al- Qur’ān tidak seperti hafalan- hafalan lain seperti syair, puisi, atau karangan karena al- Qur’ān sangat cepat hilang dari ingatan. Kesepuluh, memperhatikan ayat-ayat yang serupa atau mirip. Kita tahu bahwa bayak terdapat dalam al- Qur’ān yang serupa oleh karena itu seorang penghafal harus memberikan perhatian khusus terhadap ayat-ayat yang serupa. Kesebelas, menentukan usia yang baik untuk menghafal, sungguh beruntung orang yang mempergunakan usia paling baik dalam menghafal yaitu mulai dari lima tahun sampai dua puluh tiga tahun. Usia-usia ini merupakan usia yang paling baik dalam menghafal karena setelah usia dua puluh tiga kekuatan daya ingat mulai menurun. Metode-metode ini juga sama seperti yang disebutkan oleh Abdurrahman Abdul Khaliq. 11 Dalam versi lain dijelaskan oleh Moh Fuad Fachrudin ada lima metode cara menghafal al- Qur’an. Pertama, metode waḥdah yaitu metode dimana seorang yang ingin menghafal harus terlebih dahulu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal, setiap ayat di baca berkali-kali hingga sepuluh atau dua puluh kali, sehingga gampang ntuk di hafalkan. Kedua, metode Kit ābah yang berarti menulis. Dalam metode ini penghafal dianjurkan untuk menulis terlebih dahulu, lalu tulisannya dijadikan rujukan untuk di baca dan menghafalnya. Ketiga, metode sima ’i artinya mendengar. Dalam metode ini terlebih dahulu penghafal mendengarkan ayat-ayat yang di hafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat extra, terutama tunanetra atau anak-anak di bawah umur yang belum bisa membaca al- Qur’ān. Keempat, metode gabungan yaitu gabungan dari ketiga metode yang disebutkan sebelumnya, yaitu metode w aḥdah, khiṭābah, dan simā’i. dan metode kelima adalah metode j āma’ yang berarti metode penghafalan al-Qur’ān dengan cara kolektif, dibaca secara bersama sama yang dipimpin oleh oleh seorang guru. 12 Tidak jauh berbeda juga yang di katakan oleh H. Sa’dullah dalam bukunya yang berjudul “9 Cara cepat menghafal al-Qur’ān.” Baginya, metode yang dikenal untuk menghafal al- Qur’ān ada tiga macam yaitu: 11 Abdurrahman Abdul Khaliq, Bagaimana Menghafal al- Qur’ān Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 19991, h. 13-24. 12 Moh Fuad Fachrudin, al- Qur’ān Bahasa dan Agama Jakarta: Kalam Mulia, 1993 , h.55-57. 1. Metode seluruhnya, yakni membaca satu halaman dari baris pertama sampai bsris terakhir secara berulang-ulang sampai hafal. 2. Metode bagian, yaitu orang menghafal ayat demi ayat, atau kalimat demi kalimat yang dirangkaikan sampai satu halaman. 3. Metode campuran, yaitu kombinasi antara metode seluruhnya dengan metode bagian. Mula-mula dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian pada bagian tertentu dihafal tersendiri. Kemudian diulang kembali secara keseluruhan.

D. Pentingnya Seorang Guru Dalam Menghafal

Guru adalah seseorang yang membimbing, mengarahkan dan menyimak penghafal-penghafal al- Qur’ān. Guru dalam menghafal al-Qur’ān sangat diperlukan, karena menghafal sendiri tanpa diperdengarkan kepada seorang Guru kurang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Karena pada umumnya menghafal sendiri itu menurut dirinya sudah baik dan dapat dikuasai dengan lancar hafalannya dengan tidak ada satu huruf pun yang ketinggalan, tetapi setelah diperdengarkan kepada seorang Guru ternyata masih terdapat kesalahan. Kesalahan-kesalahan dalam menghafal al- Qur’ān ini sering terjadi karena lupa merangkaikan ayat-ayat yang serupa pada awalnya tetapi tidak serupa rangkaian selanjutnya. 13 Seperti contoh pada surah an- Nisā 4135. 13 Muhaimin Zen, Bimbingan Praktis Menghafal al- Qur’ānul Karim, Jakarta: PT. Al- Husna Zikra, 1996, h.237.                Ayat ini serupa dengan surah al- Māidah 5:8.          Dan mengingat banyaknya ayat-ayat yang berulang tetapi lain pula rangkaian ayat berikutnya seperti dalam surah ar-Rahman:      Ayat tersebut dalam satu surat jumlahnya ada tiga puluh satu buah ayat dan berlainan rangkaian ayat selanjutnya. Peran guru di dalam proses menghafal al- Qur’ān sangatlah penting, setiap individu yang ingin menghafalkan al- Qur’ān diwajibkan berguru kepada seseorang yang memiliki sanad. Sanad adalah riwayat pendidikan al- Qur’ān yang dimiliki oleh seseorang. Sanad ini menggambarkan kepada siapa saja seseorang berguru dan sampailah silsilah itu kepada Nabi Muhammad. Kejelasan sanad ini ditujukan untuk menjaga kemurnian al- Qur’ān dan sekaligus memberi informasi gaya bacaan apa yang digunakan sesuai dengan pendidikan yang ditempuh oleh seseorang atau guru. Informan yang sejak awal memutuskan atau diarahkan untuk menghafal al- Qur’ān biasanya akan mengumpulkan informasi mengenai siapa yang akan dijadikan guru atau kemana mereka akan berguru. Guru atau yang biasa disebut dengan sebutan Kyai atau bu Nyai ini biasanya tokoh-tokoh yang terkenal kharismatik karena hafalan al- Qur’ān dan ketaqwaannya. Menurut para responden peran guru atau pembimbing membantu menumbuhkan kedisiplinan, meningkatkan minat, membangkitkan motivasi, memberi tauladan, dan juga membenarkan bacaan. Berikut ini pendapat masing-masing para responden mengenai peran seorang gurupembimbing dalam menghafal al- Qur’ān. M. Irfan meng atakan bahwa “atas bimbingan dan motivasi dari ustad, saya mengarungi dunia hafalan, dengan adanya beliau jadi semakin terpompa semangat saya untuk menghafal al- Qur’ān.” Sementara itu rizkiyah mengatakan pendapatnya yang sama juga dengan Irfan bahwa “Dulunya dibimbing sama guru, dan adanya guru saya merasa termotivasi, karena kalau ada guru selain guru itu memperbaiki bacaan saya, saya juga merasa punya tantangan akhirnya saya lebih termotivasi.” Hafidzah Hanifiah, menceritakan proses menghafal seperti ini “Sejak pertama menghafal, sampai proses melancarkan hafalan sekarang ini, saya dibimbing oleh Guru Ustadz Dosen yang sudah lebih dulu menghafal al- Qur’ān. Sebab melalui mereka saya mendapat pelajaran lebih dalam menghafal, serta motivasi untuk saya bisa mempertahankan al- Qur’ān seumur hidup saya.” Lain halnya dengan Nurul yang juga berkata bahwa dia menghafal di bimbing sama guru namun tidak menyebutkan alasannya. Listatik bercerita mengenai awal hafalan seperti ini “saya menghafal itu dapat bimbingan dari Ustadzah lalu setelah di bangku kuliah saya di bimbing sama Dosen. Sebab menghafal itu harus memiliki guru karena kalau tidak ada guru maka siapa yang akan membenarkan atau mengireksi bacaan kita yang salah, sebab guru termasuk dalam enam kategori berhasilnya seseorang yang menuntut ilmu. Sementara itu Arinal Berllamy juga berkata “ Menghafal itu perlu guru teman untuk menyimak bacaan kita. Jika kita sering disimak didengar dan di betulkan maka kita akan tahu letak kesalahan-kesalahan kita. Jika menghafal sendiri dan jarang disimak oleh guru kebanyakan bacaan kita banyak kesalahan dan kita tidak menyadarinya.” Sementara itu tidak jauh berbeda, Ahmad Mahfudz juga berkata “mulai dari awal saya menghafalkan al- Qur’ān selalu ada guru pembimbing untuk menerima hafalan baru atau menyimak hafalan lama saya, di karenakan jika tidak ada guru pembimbing maka kita tidak akan tahu dimana letak kekurangan hafalan kita, baik dari segi tajwid atau dari Makhraj-nya. Oleh karena itu, sangat perlu sekali adanya guru atau pembimbing untuk menjadi pengkoreksi dari hafalan dan bacaan saya.” Dari hasil di atas bisa disimpulkan bahwa hampir semua informan menjawab bahwa peran seorang Pembimbing Guru sangat penting dalam menghafal al- Qur’ān karena dengan adanya Pembimbing Guru mereka bisa termotivitasi dan bisa membenarkan bacaan-bacaan mereka yang salah dalam menghafalkan al- Qur’ān.