Ketenangan Jiwa Membaca dan menghafal al-qur’ān di kalangan mahasiswa tafsir hadis UIN Jakarta: studi kasus Mahasiswa Tafsir Hadis semester 3 dan 5 Tahun 2013

merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Walaupun tanpa disertai dengan pemahaman adalah suatu ibadah 10 . Setiap huruf yang dibaca akan berbuah kebaikan yang setiap kebaikan diberikan sepuluh pahala. 11 Membaca huruf-huruf al- Qur’ān, di samping berbuah pahala juga mendatangkan ketenangan, kelezatan dan obat dihati sebagaimana yang diungkapkan oleh para penghafal yang dijadikan objek penelitian oleh penulis. Pahala juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang untuk menghafal al- Qur’ān karena seperti yang dikatakan juga dalam hadis berikut: ِنْب َبويَأ ْنَع َناَمْثُع ُنْب ُكاحضلا اَنَ ثدَح يِفَنَْْا ٍرْكَب وُبَأ اَنَ ثدَح ٍراشَب ُنْب ُدمَُُ اَنَ ثدَح ُاوُ َ ي ٍووُ ْ َ َنْب ِ للا َدْ َع ُ ْ َِ ااَ يِ َرُ ْلا ٍ ْ َ َنْب َدمَُُ ُ ْ َِ ااَ َووُ : َ لَوَ ِ ْ َلَع ُ للا لَ ِ للا ُاوُوَر َااَ : ِ للا ِباَ ِ ْنِ اً ْرَح َأَرَ ْنَ ِرْشَ ِب ُةَنَ َْْاَ ٌةَنَ َح ِ ِب ُ َلَ ٌ ْرَح ٌ ِ َ ٌ ْرَح ٌ َ َ ٌ ْرَح ٌ ِلَأ ْنِكَلَ ٌ ْرَح اا ُاوُ َأ َ اَِااَثْ َأ . Artinya: “„Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan meriwayatkan bahwa Rasulullahi Ṣhalallahi „alaihi wa salam bersabda, “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah al- Qur’ān, maka dengan bacaannya itu dia berhak mendapatkan satu kebaikan dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan „Alif lam mim’ itu dihitung satu huruf.Akan tetapi, alif satu huruf, dan mim satu huruf.”HR. al-Turmuzī. 12 Dari semua para Informan juga ada salah satu orang yang menghafal al- Qur’ān karena tahu akan hadis ini yaitu Arinal Bellamy. Ia menyatakan bahwa mendapat pahala juga menjadi sebuah alasan yang membuat saya menghafal al- 10 Haya ar-Rasyid, Kiat Mengatasi Kendala Membaca Menghafal al- Qur’ān Jakarta: Pustaka al-Sofwa, 2004, h. 15 11 Muhammad Shohib, ed., Keutamaan al- Qur’ān dalam Kesaksian Hadis Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al- Qur’ān, 2002 , h.xvii. 12 Abū „Isa Muḥammad bin „Isa bin Saurat al-Turmuzi disebut sebagai al-Turmuzi, Sunan al-Turmuzi wa huwa al- Jami’ al-Ṣaḥih, Beirut: Dār al-Fikr, 1980 M, juz 5, h. 175. Qur’ān karena ingat akan pahala yang disebutkan dalam hadis. Sedangkan Hafidzah mengatakan bahwa pahala juga merupakan sebuah manfaat yang di dapatkan seseorang dari membaca, menghafal dan mengamalkan kandungan al- Qur’ān.

C. Pada Kehidupan Peribadatan

Hakikat dari menghafal al- Qur’ān bukanlah terletak pada kemampuan menguasai tetapi pada mengamalkannya. Karena menghafal itu sendiri merupakan dasar untuk memiliki pengetahuan yang akan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengamalkannya tentu saja seorang penghafal al- Qur’ān harus membekali dirinya dengan referensi yang cukup berdasarkan dalil-dalil al- Qur’ān. Dalil-dalil ini nantinya membantu informan menentukan mana yang baik dan mana yang tidak, perbuatan apa yang wajib dilakukan dan perbuatan apa yang patut dihindari. Pengetahuan ini selanjutnya terinternalisasi dan menjadi nilai personal yang mengarahkan individu dan membuat individu peka terhadap berbagai situasi yang dihadapinya. Karena hal itu memudahkan informan untuk membuat penilaian atau situasi atau peristiwa, mampu mengendalikan diri, dan tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu. 13 Sikap yang muncul selanjutnya adalah mampu menahan diri dari apa-apa yang dilarang oleh agama seperti menghindari perkataan yang tidak baik, membatasi diri untuk urusan duniawi, menjaga makanan dan minuman yang di konsumsi. Informan yang ditemui oleh penulis juga condong pada perilaku- 13 Lisya Chairani, M.A.Subandi, Psikologi Santri Penghafal al- Qur’ān Yogyakarta: Penerbit: Pustaka Pelajar, 2010 , hal.258. perilaku yang dianjurkan oleh agama seperti melakukan shalat tepat waktu, melakukan amalan-amalan sunnah seperti berpuasa hari senin dan kamis, shalat sunnah Qabliah dan Ba’diah, shalat tahajud, shalat dhuha, berperilaku hormat kepada yang lebih tua dan menyayanyi yang lebih muda. Disiplin dalam menjalankan kewajibannya baik sebagai mahasiswa dan juga sebagai penghafal al- Qur’ān. Menghafal al- Qur’ān bukanlah aktifitas kognitif semata melainkan sangat di pengaruhi oleh hal-hal di luar proses masuknya informasi ke otak. Dalam berinteraksi dengan kitab suci harus berdasarkan keimanan. Keimanan inilah yang nantinya akan melahirkan daya mantra dan intuisi tentang kehadiran Tuhan dalam diri seseorang. Salah satu pernyataan aspek keimanan adalah dengan meniatkan setiap tindakan dan perbuatan semata-mata untuk memperoleh ridha Allah SWT. Oleh karena itu kelurusan niat menjadi aspek motivasional spiritual yang penting dalam upaya ini. Niat yang menyimpang seringkali dirasakan responden mempengaruhi kemampuannya dalam memanggil kembali informasi yang telah masuk ke otak dan tidak jarang pula para penghafal merasa menjadi sulit berkonsentrasi. Untuk mengatasi hal ini biasanya penghafal akan segera melakukan introspeksi diri dan kembali meluruskan niatnya. Upaya-upaya batin yang biasa dilakukan adalah melakukan puasa sunnah dan beberapa amalan shalat sunnah seperti shalat hajat dan tahajjud. Dalam perspektif sufisme, membaca al- Qur’ān dapat di pandang sebagai salah satu bentuk teknik pembersihan diri, termasuk di dalamnya kontrol diri. Maka wajar saja pada fase tertentu remaja penghafal al- Qur’ān ini pada