Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PENGGUNA ALAT KONTRASEPSI PRIA (VASEKTOMI) DI WILAYAH

KECAMATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Oleh

HAPOSAN ARIZONA SILALAHI 117032217/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PENGGUNA ALAT KONTRASEPSI PRIA (VASEKTOMI) DI WILAYAH

KECAMATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAPOSAN ARIZONA SILALAHI 117032217/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI

TERHADAP PENGGUNA ALAT KONTRASEPSI

PRIA (VASEKTOMI) DI WILAYAH

KECAMATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Haposan Arizona Silalahi Nomor Induk Mahasiswa : 117032217

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 24 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa M.S, Ph.D Anggota 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H 3. Drs. Tukiman, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP PENGGUNA ALAT KONTRASEPSI PRIA (VASEKTOMI) DI WILAYAH

KECAMATAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Haposan Arizona Silalahi 117023317/IKM


(6)

ABSTRAK

Pemakaian alat kontrasepsi vasektomi di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi lainnya dengan proporsi 1,61%. Rendahnya pemakaian kontrasepsi vasektomi terkait dengan pengetahuan, motivasi, dan keyakinan pasangan usia subur.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pengetahuan, motivasi dan sikap keyakinan pria PUS (Pasangan Usia Subur) terhadap penggunaan metode kontrasepsi vasektomi pada akseptor KB di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah desain studi case control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor vasektomi yang berjumlah 100 orang sebagai kelompok kasus dan tidak akseptor vasektomi berjumlah 100 orang sebagai kelompok kontrol. Data diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner dan di analisis dengan uji statistik regresi logistik ganda pada α=5%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pria PUS tentang manfaat program KB akan memengaruhi mereka dalam memilih metode/ alat kontrasepsi vasektomi, motivasi tinggi juga akan memengaruhi pria PUS untuk menggunakan jenis kontrasepsi vasektomi. Keyakinan pria PUS tentang penggunaan kontrasepsi juga memengaruhi untuk penggunaan jenis kontrasepsi Vasektomi. Dari uji regresi logistik ganda ternyata yang mempunyai peluang terhadap penggunaan vasektomi adalah pengaruh motivasi dan keyakinan dengan prediksi 44,0%. Disarankan agar pemerintah melalui BKKBN meningkatkan sosialisasi manfaat vasektomi bagi pria PUS melalui media telekomunikasi (Televisi, Radio, Koran, Majalah).


(7)

ABSTRACT

The use of vasectomy in the subdistrict area of the City of Pematangsiantar was the least (1.61%) compared with the other kinds of contraceptives. The underutilization of vasetomy is related to the knowledge, motivation and confidence of the couple in reproductive age.

The purpose of this study with case-control design was to analyze the influence of the knowledge, motivation, attitude and confidence of the male of the couple in reproductive age on the use of vasectomy method by the acceptors of Family Planning in the subdistrict area of the City of Pematangsiantar in 2013. The population of this study was all of the 100 vasectomy acceptors as case group and 100 non-vasectomy acceptors as control group. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α 5%.

The result of this study showed that the knowledge of the male of the couple in reproductive age about the benefit of Family Planning program, high motivation and confidence would influence them in choosing the vasectomy method/contraceptives. The result of multiple logistic regression tests showed that the motivation and confidence with prediction of 44.0% had opportunity to influence the use of vasectomy method in the male of the couple in reproductive age. The government, through the National Family Planning Board, is suggested to improve the socialization of the benefit of vasectomy for the male of the couple in reproductive age through media of telecommunication (Television, Radio, Newspaper, Magazine).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, Atas segala limpahan dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) diwilayah Kecamatan kota Pematangsiantar tahun 2013 “

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan, dan meluangkan


(9)

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H, dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. dr. Ria Telaumbanua, M.Kes selaku Direktur RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, yang telah membantu memberikan izin belajar dan dukungan, terimakasih atas izin dan dukungannya.

9. Kepala BP2KB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) serta jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.

10. Kepada istriku tercinta Liswati Meldaria, SH dan ketiga anakku tersayang yang merupakan sumber motivasi dan inspirasiku: Helena Chika Valencia Hanisa Silalahi, Feivel Arif Mangatur Silalahi, Leandromora Aril Ezequiel


(10)

Silalahi. Terimakasih ya ma.. atas dukungan dan pengorbananmu, semoga keluarga kita semakin berbahagia dengan selesainya pendidikan ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 yang memberi dukungan bagi penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Haposan Arizona Silalahi 117032217/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Haposan Arizona Silalahi, lahir di Pematangsiantar, pada tanggal 28 Juni 1968, beragama Kristen Protestan, anak ke-2 dari 9 bersaudara dari pasangan ayahanda Dermawan Silalahi dan Ibunda Almarhumah Komariah Sidabutar.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri no:124385 di Pematangsiantar selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri no.3 di Pematangsiantar selesai tahun 1984. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri no.1 di Pematangsiantar selesai 1987. Selanjutnya Program S1 Kedokteran Umum di Fakultas Kedokteran Umum Universitas Trisakti Jakarta selesai Tahun 1998.

Penulis mulai bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) di kota Pematangsiantar di kota Pematangsiantar sejak 2003 sampai sekarang. Penugasan kerja penulis sampai saat ini di RSUD Djasamen Saragih kota Pematangsiantar.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan studi tahun 2013.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 14

1.3 Tujuan Penelitian... 14

1.4 Hipotesis ... 14

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Pengertian Perilaku... 16

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 17

2.2 Pengertian Pengetahuan ... 19

2.2.1 Jenis-jenis Pengetahuan ... 20

2.3 Pengertian Motivasi ... 22

2.3.1 Teori Motivasi... 23

2.3.2 Jenis-jenis Motivasi... 24

2.4 Keyakinan... 26

2.5 Sejarah Keluarga Berencana... . 27

2.6 Amanat Internasional... 29

2.7 Sistem dan Alat Reproduksi Pria ... 31

2.7.1 Bagian Luar ... 31

2.7.2 Bagian Dalam ... 31

2.8 Fungsi Organ/Alat Reproduksi Pria ... 32

2.8.1 Fungsi Organ Luar ... 32

2.8.2 Fungsi Organ Dalam ... 32

2.9 Proses Reproduksi Pria ... 33

2.10 Cara KB Pria ... 34

2.10.1 Pengertian Kontrasepsi Metode Operasi Pria/Vasektomi . 35 2.10.2 Peserta Vasektomi ... 36

2.10.3 Keuntungan Kontrasepsi PriaVasektomi ... 36

2.10.4 Kerugian Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 36


(13)

2.10.6 Persiapan Pre-Operatif Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 37

2.10.7 Prosedur Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 38

2.10.8 Perawatan Post-Operatif Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 39

2.10.9 Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) ... 39

2.10.10 Prosedur VTP ... 39

2.10.11 Efektivitas Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 39

2.10.12 Efek Samping dan Komplikasi Vasektomi ... 40

2.10.13 Efek Sistemik dari Kontrasepsi Pria Vasektomi ... 42

2.10.14 Efek Psikologis dari Kontap Pria Vasektomi ... 42

2.11 Landasan Teori ... 42

2.12 Kerangka Konsep ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45

3.2.2 Waktu Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel... 46

3.3.1 Populasi ... 46

3.3.2 Sampel ... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1 Data Primer ... 48

3.4.2 Data Sekunder ... 48

3.4.3 Data Tertier ... 48

3.4.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48

3.4.4.1 Uji Validitas ... 49

3.4.4.2 Uji Reliabilitas ... 49

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 49

3.5.1 Aspek Pengukuran ... 49

3.6 Metode Pengukuran ... 51

3.6.1 Variabel Independen... 51

3.6.2 Variabel Dependen ... 52

3.7 Metode Analisa Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 56

4.1.1 Sejarah Perkembangan ... 57

4.1.2 Visi dan Misi ... 57

4.1.3 Gambaran Kepala Keluarga (KK) di Wilayah Kota Pematangsiantar Berdasarkan Kecamatan ... 58

4.1.4 Gambaran PUS (Pasangan Usia Subur) dan Akseptor KB di Wilayah Kota Pematangsiantar tahun 2012 ... 58


(14)

4.1.5 Gambaran Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) Peserta KB Baru di Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun

2012 ... 59

4.1.6 Gambaran Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) Terhadap Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun 2012 ... 59

4.1.7 Gambaran Pencapaian Peserta KB Baru s/d Desember 2012 Kota Pematangsiantar Tahun 2012 ... 60

4.2 Analisis Univariat ... 61

4.2.1 Karakteristik Responden ... 61

4.3 Data Khusus ... 65

4.3.1 Pengetahuan Pria PUS tentang Penggunaan KB Pria Vasektomi ... 65

4.3.2 Motivasi Pria PUS tentang Penggunaan KB Pria Vasektomi ... 66

4.3.3 Keyakinan Pria PUS terhadap Penggunaan KB Pria Vasektomi ... 66

4.4 Analisis Bivariat ... 67

4.4.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 67

4.4.2 Pengaruh Motivasi terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 68

4.4.3 Pengaruh Keyakinan terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 69

4.5 Analisis Multivariat ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1 Karakteristik Pria PUS yaitu Umur, Pendidikan, Suku, Jumlah Anak, Lama Menikah, Pendapatan ... 74

5.2 Pengaruh Pengetahuan Pria PUS terhadap Penggunaan Vasektomi di Wilayah Kecamatan Siantar Marihat dan Siantar Sitalasari ... 74

5.3 Pengaruh Motivasi Pria PUS terhadap Penggunaan Vasektomi di Wilayah Kecamatan Siantar Marihat dan Siantar Sitalasari ... 77

5.4 Pengaruh Keyakinan Pria PUS terhadap Penggunaan Vasektomi di Wilayah Kecamatan Siantar Marihat dan Siantar Sitalasari .... 81


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1 Aspek Pengukuran ... 51 3.2 Dasar Perhitungan Studi Kasus Kontrol ... 55 4.1 Gambaran Kepala Keluarga di Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun

2012 ... 58 4.2 Gambaran Pasangan Usia Subur di wilayah Kota Pematangsiantar

Tahun 2012 ... 58 4.3 Gambaran Perkiraan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru Kota

Pematangsiantar Tahun 2012 ... 59 4.4 Gambaran Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) terhadap Jenis

Kontrasepsi Kota Pematangsiantar Tahun 2012... 60 4.5 Gambaran Pencapaian Peserta KB Baru Kota Pematangsiantar Tahun

2012 ... 60 4.6 Distribusi Umur Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kecamatan

Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 62 4.7 Distribusi Pendidikan PUS di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari

dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 62 4.8 Distribusi Jumlah Anak PUS di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari

dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 63 4.9 Distribusi Suku PUS di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan

Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 64 4.10 Distribusi Lama Menikah PUS di Wilayah Kecamatan Siantar

Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 64 4.11 Distribusi Pendapatan PUS di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari


(17)

4.12 Distribusi Pengetahuan PUS terhadap Penggunaan KB Pria Vasektomi di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013... 65 4.13 Distribusi Motivasi PUS terhadap Penggunaan KB Pria Vasektomi di

Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 66 4.14 Distribusi Keyakinan PUS terhadap Penggunaan KB Pria Vasektomi di

Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 67 4.15 Hubungan Pengetahuan terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria

(Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 68 4.16 Hubungan Motivasi terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria

(Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 69 4.17 Hubungan Keyakinan terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria

(Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 69 4.18 Variabel-variabel Kandidat Model Multivariat ... 70 4.19 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Pengetahuan,

Motivasi, dan Keyakinan terhadap Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi) di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 71 4.20 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang

Akan Masuk dalam Model Faktor yang Memengaruhi Penggunaan KB Pria Vasektomi di Wilayah Kecamatan Siantar Sitalasari dan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2013 ... 71


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep ... 44


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 89

2. Master Data... 99

3. Output Olahan Data SPSS ... 109

4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 130


(20)

ABSTRAK

Pemakaian alat kontrasepsi vasektomi di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi lainnya dengan proporsi 1,61%. Rendahnya pemakaian kontrasepsi vasektomi terkait dengan pengetahuan, motivasi, dan keyakinan pasangan usia subur.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pengetahuan, motivasi dan sikap keyakinan pria PUS (Pasangan Usia Subur) terhadap penggunaan metode kontrasepsi vasektomi pada akseptor KB di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah desain studi case control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor vasektomi yang berjumlah 100 orang sebagai kelompok kasus dan tidak akseptor vasektomi berjumlah 100 orang sebagai kelompok kontrol. Data diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner dan di analisis dengan uji statistik regresi logistik ganda pada α=5%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pria PUS tentang manfaat program KB akan memengaruhi mereka dalam memilih metode/ alat kontrasepsi vasektomi, motivasi tinggi juga akan memengaruhi pria PUS untuk menggunakan jenis kontrasepsi vasektomi. Keyakinan pria PUS tentang penggunaan kontrasepsi juga memengaruhi untuk penggunaan jenis kontrasepsi Vasektomi. Dari uji regresi logistik ganda ternyata yang mempunyai peluang terhadap penggunaan vasektomi adalah pengaruh motivasi dan keyakinan dengan prediksi 44,0%. Disarankan agar pemerintah melalui BKKBN meningkatkan sosialisasi manfaat vasektomi bagi pria PUS melalui media telekomunikasi (Televisi, Radio, Koran, Majalah).


(21)

ABSTRACT

The use of vasectomy in the subdistrict area of the City of Pematangsiantar was the least (1.61%) compared with the other kinds of contraceptives. The underutilization of vasetomy is related to the knowledge, motivation and confidence of the couple in reproductive age.

The purpose of this study with case-control design was to analyze the influence of the knowledge, motivation, attitude and confidence of the male of the couple in reproductive age on the use of vasectomy method by the acceptors of Family Planning in the subdistrict area of the City of Pematangsiantar in 2013. The population of this study was all of the 100 vasectomy acceptors as case group and 100 non-vasectomy acceptors as control group. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α 5%.

The result of this study showed that the knowledge of the male of the couple in reproductive age about the benefit of Family Planning program, high motivation and confidence would influence them in choosing the vasectomy method/contraceptives. The result of multiple logistic regression tests showed that the motivation and confidence with prediction of 44.0% had opportunity to influence the use of vasectomy method in the male of the couple in reproductive age. The government, through the National Family Planning Board, is suggested to improve the socialization of the benefit of vasectomy for the male of the couple in reproductive age through media of telecommunication (Television, Radio, Newspaper, Magazine).


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasio nal. Program keluarga Berencana yang mengedepankan hak– hak reproduksi, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan gender telah disepakati oleh semua Negara pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994. Salah satu tugas pokok pembangunan KB menuju pembangunan keluarga sejahtera adalah melalui upaya pengaturan kelahiran yang dapat dilakukan dengan pemakaian kontrasepsi. The International Conference on Population and Development (ICPD) 1994 menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak – hak reproduksi yaitu bagian dari hak – hak asasi yang universal (Nafis, 2011).

Hak–hak reproduksi yang paling pokok adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang akan dilahirkan, serta memilih upaya untuk mewujudkan hak–hak tersebut. Sejak Tahun 2004 BKKBN mulai menggalakan Program KB Pria di Indonesia, dengan tekad yang kuat untuk mengajak kaum pria ber–KB. Peningkatan keikutsertaan Pria dalam ber-KB merupakan salah satu dari banyaknya sasaran yang akan dicapai dalam program jangka panjang untuk mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera ( BKKBN, 2006).


(23)

Program KB Nasional merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial, yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Dimana pendekatan KB awalnya lebih ditujukan pada aspek demografi dengan prioritas utama adalah pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas (TFR). Namun sejak program KB Nasional diterapkan, yang menjadi sasaran pertama pada saat diterapkan adalah kaum perempuan. Dimana kaum perempuan yang harus diatur kehamilannya dengan tujuan untuk mengendalikan pertambahan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat beranggapan bahwa perempuanlah yang hamil dan melahirkan karena itu untuk mengendalikannya maka kaum perempuan harus diatur kehamilannya. Selama itu pula akses informasi KB paling banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Hal ini terlihat dari sejak program KB diterapkan yang menjadi objek sasaran adalah kaum perempuan. Terbukti alat konterasepsi sebagian besar diarahkan untuk kaum perempuan (Nafis, 2011).

Ketika kesetaraan gender mulai disosialisasikan, perempuanlah yang paling banyak berperan sebagai peserta KB sedangkan kesertaan pria sebagai akseptor belum signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data pencapaian keikutsertaan pria sebagai peserta baru KB pria secara nasional masih sangat rendah yaitu 1,5 persen yang terdiri dari pemakai kondom 0,9 % dan vasektomi 0,2 %. Proporsi ini sungguh sangat rendah dibandingkan perempuan yang mencapai 55,9 % dari total 57,4 % peserta KB (BPS, 2008).


(24)

Konferensi Internasional tentang Kependuduk an dan Pembangunan (ICPD, 1994) menyepakati perubahan paradigma dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender. Hasil pertemuan konferensi ini disepakati oleh anggota termasuk Indonesia. Oleh karena itu program KB Nasional di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang didalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan usia subur baik istri atau suami dalam mencapai tujuan reproduksinya. (BKKBN, 2006).

Sensus penduduk dimulai pada tahun 1930 pada masa pemerintahaan Hindia Belanda dengan jumlah penduduk sebanyak 60,7 juta jiwa. Sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1961 dengan jumlah penduduk sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Indonesia berjumlah 119,2 juta jiwa, tahun 1980 penduduk Indonesia 146,9 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa dan pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa (Nafis, 2011).

Pencatatan sensus penduduk tahun 2010 bahwa penduduk Indonesia distribusinya masih terkonsentrasi sebesar 58 % di pulau Jawa dan di pulau Sumatra sebesar 21 %, selebihnya terdapat di pulau-pulau lainnya. Ada 3 Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyaknya yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah semuanya berada di pulau Jawa. Sedangkan Provinsi Sumatra Utara menduduki peringkat keempat terbanyak jumlah penduduknya.


(25)

Secara nasional Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia pertahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) adalah sebesar 1,49 %. Dengan LPP sebesar ini, jika tidak ada pengurangan pada tahun-tahun mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 diprediksikan mencapai 365 juta jiwa lebih. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar ini menggambarkan masih banyak pasangan memiliki anak lebih dari dua di Indonesia. Dengan kata lain masih banyak terdapat keluarga besar di Indonesia. Sangat disayangkan kualitasnya masih rendah, dapat dilihat pada peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada diurutan nomor 108 dari 188 negara (Nafis, 2011).

Sebagai pembanding negara Cina sukses menekan laju pertumbuhan penduduknya sejak tahun 1995, dengan rata-rata kelahiran per tahun sekitar 21 juta jiwa, dan pertumbuhan penduduk tahunan 14 juta jiwa, hampir 20 juta penduduk usia kerja setiap tahun. Sampai sekarang jumlah penduduk Cina telah mencapai 1,2 miliar jiwa. Manfaat ini dibuktikan dari perubahan paradigma dari pendekatan pelayanan KB satu anak setiap keluarga digeser ke pendekatan kualitas penduduk yang membawa Cina menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita yang sangat tinggi, dengan proporsi sturktur penduduk usia dibawah 10 tahun sangat rendah dan negara ini telah mencapai jendela peluang demografi (Widyaiswara, 2012).

Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program KB nasional selain dengan adanya peran istri peran serta laki-laki juga sangat diharapkan. Laporan BKKBN pada tahun 2012 menargetkan PPM (Perkiraan Permintaan Masyarakat) peserta KB baru jenis kontrasepsi pria (vasektomi) secara nasional


(26)

sebanyak 27.440 dengan pencapaian sampai akhir Desember 2012 sebanyak 27.680. Proporsinya terhadap PPM sebanyak 100,87 %, tetapi bila dilihat per-mix (per- jenis) kontrasepsi secara keseluruhan maka proporsinya hanya 0,29 %. Kemudian Program KB nasional di tingkat provinsi yaitu provinsi Sumatera Utara menargetkan PPM peserta KB baru jenis kontap (vasektomi) sebanyak 2.958, dengan tingkat pencapaian pada tahun 2012 sebanyak 4.871. Proporsinya terhadap PPM 164,67 %, tetapi bila dilihat per-mix (per-jenis) kontrasepsi secara keseluruhan proporsinya masih rendah yaitu 1,72 %. Selanjutnya program KB nasional di kota Pematangsiantar menargetkan PPM peserta KB vasektomi sebanyak 43 dengan pencapaian sampai akhir tahun 2012 sebanyak 134. Proporsinya terhadap PPM 311 %. Tetapi bila dilihat per-mix (per-jenis) kontrasepsi secara keseluruhan maka proporsinya hanya 1,61 %. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi pada dasarnya tidak terlepas dari sosialisasi program KB yang selama ini dilaksanakan hanya mengarah kepada wanita sebagai sasaran.

Upaya kerja keras BKKBN secara nasional melaksanakan program kerja di tahun 2012 dinilai berhasil walaupun belum maksimal. Sebab dari hasil sementara Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengisyaratkan bahwa indikator pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) yang menjadi tanggung jawab BKKBN seperti TFR belum tercapai. Dari data target indikator TFR (Total Fertilitty Rate / rata-rata wanita subur melahirkan anak hidup ) yang dicanangkan pemerintah melalui BKKBN sebesar 2,1 ditahun 2012 yang tercapai hingga tahun 2012 hanya 2,6. (Widodo, 2013).


(27)

Perwakilan BKKBN provinsi Sumatera Utara ditargetkan untuk tahun 2012 TFR-nya 3,8 hasil capaian yang didapat terjadi penurunan menjadi 3,0 . Capaian ini merupakan penurunan yang paling tinggi dari 33 provinsi di Indonesia. Hasil kerja keras ini membuat BKKBN provinsi Sumut meraih juara 1 terbaik Nasional pengelolaan program Keluarga Berencana (Wanda, 2013).

Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013 telah ditetapkan tema pembangunan nasional yaitu memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat yang dijabarkan menjadi 11 prioritas nasional, termasuk didalamnya prioritas kesehatan. Pengendalian penduduk termasuk dalam fokus untuk mencapai prioritas peningkatan kualitas SDM sebagai prasyarat menuju penduduk tumbuh seimbang tahun 2015. Adapun sasaran RKP tahun 2013 di bidang pengendalian penduduk dan KB adalah:

a. Peserta baru KB meningkat menjadi 7,5 juta dan KB aktif 29 juta. b. Peserta baru KB miskin meningkat menjadi 3,97 juta.

c. Peserta KB aktif miskin meningkat menjadi 12,8 juta. d. Peserta baru KB mandiri meningkat menjadi 3,5 juta.

e. Meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta (Widodo, 2013).

Vasektomi adalah salah-satu jenis KB pria yang permanen dimana operasinya lokal dan tidak memerlukan bius umum dan aman. Kenyataannya peserta vasektomi lebih sedikit dibandingkan tubektomi (sterilisasi wanita). Seorang ahli bedah Inggris tahun 1894 yang pertama kali melakukan vasektomi dengan cara menutup kedua


(28)

saluran sperma (vasdeferens ) sehingga tidak dapat lagi menghamili pasangannya. Di Amerika Serikat vasektomi adalah pilihan KB yang sangat populer tercatat pada tahun 1960 sebanyak 45000 telah vasektomi kemudian tahun1970 tercatat 750000 pria menjalani vasektomi (Gema, 2006).

Lalu mengapa vasektomi belum familiar di Indonesia? Dari hasil survei lebih beralasan klasik yaitu larangan keluarga, kurang pengetahuan, kurang informasi, kurang dukungan, kurang kemitraan, kurang dana dana tenaga, serta kurang komitmen. Apa kata pria Indonesia ? “Hanya ada 2 pilihan yaitu kondom katanya tidak nyaman dan bisa lepas di dalam sedangkan vasektomi menakutkan dan bisa mengganggu fungsi seksual”. Dan apa kata perempuan Indonesia ? “Saya sudah mohon suami untuk ber-KB tapi suami bilang itu urusan perempuan, tolong suami dikonseling KB pria dan bukan hanya perempuan saja!” Dilain pihak perempuan juga berkata : “Saya tidak ingin suami di vasektomi sebab membuatnya bebas bermain dengan perempuan lain”. Alasan di ataslah memengaruhi rendahnya partisipasi pria ber-KB

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tetentu. Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Pria yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk berperan serta dalam penggunaan alat KB. Sikap dapat dirumuskan sebagai pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk merespon terhadap objek atau situasi tertentu. Ajzen, menjelaskan sikap adalah disposisi untuk berespon


(29)

favorable (menyenangkan) atau unfavorable (tidak menyenangkan) terhadap benda, orang, kejadian yang kemudian diekspresikan dalam bentuk kognitif (pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, pandangan), afektif (perasaan dan emosi) dan konatif (kecenderungan bertindak). Ketiga komponen ini secara bersama-sama dapat membentuk sikap yang utuh bagi pria dalam menggunakan alat KB.

Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo. S, 2010).

Antara pengetahuan dan keyakinan perlu dibedakan, walaupun keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat. Baik pengetahuan maupun keyakinan, keduanya merupakan jawaban mental seseorang dalam hubungannya dengan objek tertentu yang disadari sebagai ‘ada’ atau terjadi. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Dalam hal pengetahuan, objek yang disadari harus ‘ada’ sebagaimana adanya. Sedangkan dalam keyakinan, objek yang disadari sebagai ‘ada’ tersebut tidak perlu harus ada. Oleh karena itu, pengetahuan tidak sama dengan keyakinan, karena keyakinan dapat saja keliru tetapi sah sebagai keyakinan. Tetapi untuk pengetahuan tidak demikian, pengetahuan dapat salah atau keliru, bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat sebagai pengetahuan. Statusnya berubah menjadi keyakinan saja (Notoatmodjo, 2010).


(30)

Keyakinan seseorang terhadap program KB juga sangat cenderung memengaruhinya untuk mengikuti program KB tersebut. Keyakinan tersebut dapat timbul melalui pengetahuan seseorang tentang program KB, selain mengetahui alat-alat KB itu sendiri, juga memahami bagaimana akibat positif dan akibat negatif yang terjadi dalam keikutsertaan program KB. Semakin banyak akibat positif dari program KB yang diketahui oleh seseorang maka cenderung akan meningkatkan keyakinannya untuk ikutserta dalam program KB, sebaliknya jika semakin banyak akibat negatif dari program KB yang diketahui oleh seseorang maka cenderung akan memengaruhinya untuk tidak mengikutinya.

Untuk meningkatkan keyakinan seseorang maka perlu juga adanya dukungan maupun pandangan dari orang-orang yang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Seperti pandangan suami, istri, ayah, ibu, sahabat, teman kerja, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lainnya tentang keharusan ataupun ketidakharusan individu untuk mengikuti program KB tersebut. Ketika banyak orang yang mendukung seseorang untuk mengikuti program KB maka hal tersebut akan cenderung meningkatkan keyakinannya untuk mengikuti program KB. Namun jika banyak orang yang kurang mendukungnya maka si individu tersebut akan takut ataupun menjadi tidak yakin terhadap program KB karena dia kurang mendapatkan dukungan dari orang sekitar sehingga dia kurang yakin untuk mengikuti program KB. Akibatnya tingkat keyakinan seseorang terhadap program KB sangat memengaruhinya untuk mengikuti program KB tersebut termasuk penentu seseorang agar mau menjadi akseptor vasektomi.


(31)

Saat ini tingkat keyakinan pria untuk mengikuti program KB masih tergolong rendah, terlihat dari hasil survey yang telah dilakukan bahwa kebanyakan peserta KB adalah perempuan. Salah satu penyebab masih rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB adalah karena informasi tentang manfaat ber-KB pria belum banyak dipahami oleh masyarakat dan pada umumnya masih ada pandangan bahwa KB merupakan urusan wanita saja. Hal ini dapat menggambarkan bahwa tingkat keyakinan pria terhadap program KB masih rendah karena kurangnya pengetahuan yang diperoleh dan kurangnya dukungan dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Didalam diri seseorang terdapat ‘kebutuhan’ atau ‘keinginan’ terhadap kesehatannya, kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan ‘situasi diluar’ kesehatan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan terobosan baru dalam berbagai bentuk upaya untuk meningkatkan partisipasi pria ber-KB diantaranya melalui pemberian informasi kepada calon pengantin, bahwa program KB tidak hanya diperuntukkan bagi wanita saja namun juga bagi pria, baik dari segi kepedulian maupun dalam penggunaan kontrasepsi karena hal ini merupakan kepentingan bersama (Ekarini, 2008).

Resiko KB hormonal yang digunakan akseptor wanita tidak hanya menimbulkan keluhan ringan akan tetapi sampai dapat menimbulkan keluhan berat


(32)

yang membahayakan jiwa. Harapan kedepannya dapat dijelaskan kepada kaum bapak pasangan usia subur untuk tergerak ikut berpartisipasi KB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 memperoleh data penggunaan KB kontrasepsi hormonal pada wanita lebih tinggi daripada kontrasepsi non-hormonal yaitu sebesar 86,78 %. Beberapa efek samping dari penggunaan metode KB hormonal antara lain adalah sebagai berikut : KB jenis suntik adalah pendarahan yang tidak menentu, terjadinya amenorhea, berat badan naik, sakit kepala, spotting, methoragia, keputihan dan hematoma. Sementara untuk penggunaan metode KB pil mempunyai efek samping diantaranya nausea, nyeri payudara, gangguan haid, hipertensi, jerawat dan penambahan berat badan. Penggunaan pil KB dalam jangka waktu yang panjang akan memicu terjadinya stroke (Surachmat, 2005). Demikian juga dengan metode KB susuk mempunyai efek samping diantaranya gangguan haid, sakit kepala, mual, mulut kering, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan. Efek samping KB yang telah disebutkan diatas menjadi salah satu penyebab pemicu terjadinya penyakit diantaranya penyakit kanker pada alat reproduksi, penyakit susunan saraf dan hipertensi, dimana hipertensi turut berperan pemicu terjadinya penyakit jantung (Hartanto, 2004).

Dalam upaya menurunkan angka kesakitan pada ibu yang salah satunya karena efek samping penggunaan KB hormonal, pemerintah diharapkan melalui program KB nasional yang berorientasi pada kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi untuk memberikan perhatian serius khususnya kepada pria sebagai suami agar turut serta menjadi pengguna alat kontrasepsi. Sebaiknya penggunaan alat


(33)

kontrasepsi bagi pasutri (pasangan suami istri) merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (BPS, 2008).

Menurut pandangan TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA, keterlibatan suami/pria dalam KB adalah hanya memberikan kesempatan kepada istri untuk peduli kesehatan reproduksinya, berperan menentukan kehamilan, jumlah anak, jarak kelahiran. Tetapi untuk ikut MOP (metode operasi pria) yaitu vasektomi, pasangan usia subur suami (pria) masih banyak yang belum berminat. TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA kurang menganjurkan karena tidak tidak mudah masyarakat menerima agar pria berpartisipasi aktif dalam program KB yang diakibatkan oleh berbagai alasan dan rumor adanya kekhawatiran setelah vasektomi mereka akan kehilangan kejantanannya. Juga adanya salah persepsi dan pandangan yang negatif bahwa vasektomi itu adalah pengebirian (BKKBN, 2006). Berdasarkan pandangan tersebut maka keyakinan pria untuk ber-KB menjadi rendah karena dipengaruhi oleh asumsi negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya, hal inilah yang membuat pengguna KB Pria menjadi sangat rendah di masyarakat.

Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti KB pria erat kaitannya dengan pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap program KB pria tersebut. Pada takaran normatif, indikator keberhasilan suatu program dalam mengembangkan misi tujuan program adalah memanfaatkan motivasi tepat guna secara luas yang dapat diterima


(34)

oleh masyarakat dalam mewujudkan tujuan program KB nasional. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila semua stake holder dapat termotivasi dari hulu sampai hilir. Progaram KB pria memiliki stake holder antara lain pria itu sendiri, istri, keluarga, petugas lapangan KB, instansi terkait lainya yang harus mampu bersinergi untuk mewujudkan keberhasilan program (BKKBN, 2007).

Penduduk di wilayah Kota Pematangsiantar dimana PUS (pasangan usia subur) yang merupakan bagian dari penduduk Kota Pematangsiantar dengan perkiraan pada tahun 2012 sejumlah 36.585 PUS. Penentuan perkiraan ini bersumber dari Rakerda program KB Nasional provinsi Sumatera Utara Maret 2012. Peran serta PUS pria ber-KB sangat diharapkan untuk turut berperan aktif dalam menyukseskan program KB nasional kota Pematangsiantar. Pemerintah kota Pematangsiantar melalui BP2KB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga) terus berupaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya program KB dengan intensitas dan frekuensinya makin ditingkatkan. Dengan tujuan terciptanya keluarga berkualitas, karena landasan utama terbentuknya masyarakat yang baik adalah sebuah keluarga. Upaya itu mulai berjalan dilihat dari hasil pencapaian peserta KB baru sampai dengan bulan Desember 2012 Kota Pematangsiantar untuk MOP/Vasektomi sejumlah 134 akseptor. Hasil capaian ini melebihi target PPM tahun 2012 sejumlah 43 akseptor, meningkat sekitar 311 %. Tetapi yang menjadi permasalahan dari 8 kecamatan di Pematangsiantar 7 kecamatan tidak mencapai target dan hanya 1 yang mencapai target bahkan melebihi target program KB nasional Kota Pematangsiantar. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap pengguna kontrasepsi


(35)

mantap pria MOP (Vasektomi) di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar Tahun 2013.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa dari 8 kecamatan, 7 kecamatan di kota Pematangsiantar rendah pencapaian target MOP (vasektomi) dan hanya 1 kecamatan saja yang mencapai target bahkan melebihi target program KB Nasional Kota Pematangsiantar? 2. Apakah ada pengaruh pengetahuan,motivasi dan keyakinan terhadap pengguna

kontrasepsi mantap pria MOP (vasektomi) yang menyebabkan atau memengaruhi tidak tercapainya target di 7 kecamatan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pengetahuan,motivasi dan keyakinan terhadap pengguna alat kontrasepsi pria (vasektomi) di seluruh wilayah kecamatan Kota Pematangsintar.

1.4Hipotesis

1. Pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pengguna alat kotrasepsi pria MOP (vasektomi) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar.

2. Motivasi mempunyai pengaruh terhadap pengguna alat kontrasepsi pria MOP (vasektomi) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar.


(36)

3. Keyakinan mempunyai pengaruh terhadap pengguna alat kontrasepsi pria MOP (vasektomi ) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis diharapkan dimanfaatkan pengelola program dan penentu kebijakan dalam hal ini BP2KB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Kota Pematangsiantar dalam merancang kegiatan operasional dan menentukan kebijakan untuk meningkatkan peserta MOP (vasektomi) menjadi salah-satu upaya menurunkan angka fertilitas.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu (Sunaryo, 2004). Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat adanya rangsangan (stimulus) baik dari dalam dirinya sendiri (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Pada hakekatnya perilaku individu mencakup perilaku yang tampak (overt behaviour) dan perilaku yang tidak tampak (inert behavior atau covert behavior). Perilaku yang tampak adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut (Ngalim, 1999).

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, serta keunikan dari setiap individu (Notoatmodjo, 2003). Tiap individu adalah unik, dimana mengandung arti bahwa manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, dan motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan


(38)

pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan cita-citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda pula (Sunaryo, 2004; Ngalim, 1999).

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi ( predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo. S, 2003; Green, 2000).

1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factor) Terwujud dalam: a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2003).

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004; Ngalim, 1999). Tingkatan respon adalah menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible) (Sunaryo, 2004; Ngalim, 1999).


(39)

c. Nilai-nilai

Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang ( Green, 2000 ). d. Kepercayaan/KeyakSinan

Seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya ( Green, 2000 ).

e. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterprestasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2003 ).

2. Faktor-faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bias sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling factor)


(40)

mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku

2.2Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal atau pengetahuan (knowledge) adalah hasil yang diketahui manusia atau sekedar menjawab. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Bila suatu pengetahuan itu ternyata salah dan keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan, tetapi berubah statusnya menjadi keyakinan saja (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adala dan potensi untuk menindaki, yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan


(41)

berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut potensi untuk menindaki. (Meliono, 2007).

Sesorang akan dapat menterjemahkan suatu objek apabila dapat merespon suatu rangsangan melalui panca indera yang baik yang kemudian diterjemahkan dengan penalaran sebagai bahan pengalaman sehingga mereka menjadi tahu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2010).

2.2.1 Jenis-jenis Pengetahuan

Beberapa jenis-jenis pengetahuan adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan Implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan diam seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Seseorang yang memiliki pengetahuan implisit biasanya tidak menyadari bahwa dia sebenarnya memilikinya dan juga bagaimana pengetahuan itu bisa menguntungkan orang lain. Untuk mendapatkannya, memang dibutuhkan pembelajaran dan keterampilan, namun tidak lantas dalam bentuk-bentuk yang tertulis. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan dan budaya yang bahkan kita tidak menyadarinya. (Meliono, 2007).


(42)

b. Pengetahuan Eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya. Dia telah diartikulasikan ke dalam bahasa formal dan bisa dengan relatif mudah disebarkan secara luas. Informasi yang tersimpan di ensiklopedia (termasuk Wikipedia) adalah contoh yang bagus dari pengetahuan eksplisit (Meliono, 2007).

c. Pengetahuan Empiris

Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribad berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tenta (Meliono, 2007).

d. Pengetahuan Rasionalisme

Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam


(43)

empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi (Meliono, 2007).

2.3 Pengertian Motivasi

Motivasi dalam bahasa latin adalah moreve diartikan adanya kekuatan dorongan dari dalam diri manusia untuk menggerakkan kita bertindak atau berprilaku tertentu. Pengertian motivasi selalu berhubungan dengan kebutuhan, keinginan, hasrat, dorongan dan tujuan. Tanggapan terhadap kebutuhan diwujudkan dalam bentuk tindakan pemenuhan kebutuhan yang hasilnya orang tersebut merasa puas. Apabila belum direspon (dipenuhi) maka selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai terpenuhi kebutuhan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Mempelajari motivasi tidaklah mudah karena motivasi adalah suatu konsep psikologi yang tidak kasat mata. Artinya kita tidak dapat melihat motivasi secara langsung. Hanya dapat mengetahui motivasi seseorang dengan menyimpulkan perilaku, perasaan, dan perkataannya ketika dia ingin mencapai tujuannya. Selain itu adalah konsep yang kompleks karena manusia adalah mahluk yang kompleks. Bahkan tidak semua motivasi itu kita sadari. Penganut Freudian mengatakan bahwa hal yang kita tekan ke alam bawah sadar, atau istilah psikoanalisa disebut represi dapat memotivasi perilaku kita (Notoatmodjo, 2010).

Teori Mc.Gregor maupun teori motivasi kontemporer, mengartikan motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut


(44)

memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "Saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Perkataan ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat. 2.3.1 Teori Motivasi

Teori Motivasi terdiri dari dua aliran, yaitu :

a. Teori yang mengkaji motivasi dengan mempelajari kebutuhan yang mendorong seseorang bertingkah laku tertentu (content theory)

b. Teori yang mengkaji motivasi dengan memahami proses berpikir yang ada untuk dapat menyemangati seseorang untuk berperilaku tertentu (process theory).

a) Teori Kebutuhan (Content Theory)

Salah satu teori motivasi yang terkenal oleh teori kebutuhan hierarki dari Maslow. Maslow membagi 2 kategori besar yaitu kebutuhan tingkat dasar dan tingkat tinggi. Secara lebih rinci Maslow membagi kebutuhan menjadi 5 tingkatan yaitu :

i. Kebutuhan fisiologis misalnya kebutuhan untuk makan dan minum, tidur, dan sebagainya.


(45)

iii. Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai; mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk sosial dimana setiap manusia selalu hidup berkelompok untuk mencintai dan dicintai.

iv. Kebutuhan untuk dihargai; yaitu kebutuhan untuk diakui di lingkungannnya.

v. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan yang paling sulit dipenuhi dimana seseorang telah mampu sehingga merasa dia sudah memahami potensi dirinya dan mengembangkannya dengan cara unik.

b) Teori Tentang Keadilan

Teori ini mengatakan, jika seseorang merasa diperlakukan tidak adil maka dia tidak akan termotivasi untuk melakukan tugasnya. Teori ini didasari adanya fenomena perbandingan sosial dimana seseorang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Teori harapan termasuk dalam teori ini. Dimana motivasi seseorang melakukan sesuatu tergantung dari : 1) Seberapa yakin orang itu terhadap hubungan antara usaha dan

keberhasilan.

2) Hubungan antara keberhasilan dengan imbalan yang diterima. 3) Seberapa bernilainya imbalan tersebut baginya (Notoatmodjo, 2007). 2.3.2 Jenis-jenis Motivasi

Untuk memahami lebih dalam lagi tentang motivasi, motivasi dibagi menjadi dua jenis motif, yaitu motif biologis dan motif sosial. Motif biologis ialah motif yang tidak dipelajari dan sudah ada sejak lahir, misalnya rasa lapar, haus dan seks.


(46)

Sedangkan motif sosial adalah motif yang kita pelajari, misalnya motif untuk mendapatkan penghargaan, motif untuk berkuasa. (Notoatmodjo, 2007).

Beragam pendekatan dalam mempelajari motivasi yaitu :

1) Pendekatan Instink, awalnya untuk mempelajari motivasi harus mempelajari instink. Sebab instik adalah pola perilaku yang kita bawa sejak lahir diturunkan secara biologis. Mendasari adanya instink menyelamatkan diri dan instink untuk hidup. Seks adalah salah satu contoh dari instink untuk hidup, karena terkait dengan fungsi reproduksi (Notoatmodjo, 2007).

2) Pendekatan Pemuasan Kebutuhan, teori ini menjelaskan motivasi dalam suatu gerak sirkuler. Dalam perilaku kesehatan, penyakit yang menimbulkan ketidakseimbangan akan lebih mudah diintervensi karena pada dasarnya manusia selalu menghindar dari keadaan tidak nyaman. Itulah sebabnya lebih mudah memotivasi seseorang untuk berhenti merokok setelah terserang stroke atau serangan jantung daripada mereka yang belum terserang penyakit.

3) Pendekatan Insentif, mempelajari motif yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan atau disebut sebagai motif ekstrinsik. Insentif merupakan stimulus yang menarik seseorang melakukan sesuatu perilaku tertentu. Imbalan yang menarik akan mendatangkan sesuatu yang meyenangkan.

4) Pendekatan Arousal, mencari jawaban atas tingkah laku yang bertujuan memelihara atau meningkatkan rasa ketegangan. Manusia selalu berusaha mengurangi jika stimulus atau aktivitas terlalu tinggi. Namun jika terlalu rendah maka manusia akan mencari stimulasi atau aktivitas.


(47)

5) Pendekatan Kognitif, menjelaskan bahwa motivasi merupakan hasil dari pikiran, harapan dan tujuan seseorang. Dalam pendekatan ini dibedakan antara motif intrinsik dengan motif ekstrinsik. Motif intrinsik mendorong seseorang melakukan perilaku guna memenuhi kesenangannya bukan karena ingin mendapatkan pujian. Sedangkan motif ekstrinsik timbul melakukan perbuatan karena ingin mendapatkan penghargaan atau imbalan (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Keyakinan

Keyakinan mengandung arti yang lebih luas daripada agama. Manusia pada dasarnya tidak mampu menghadapi tantangan kehidupan dilingkungannya.Oleh karena itu manusia berusaha mencari perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yakin mampu mengendalikan permasalahan kehidupannya. Keyakinan dalam konteks agama, adalah sebagai sebahagian dari suatu asas pembangunan moral. Adapun keyakinan itu dinyatakan berkedudukan-memihak, karena ia senantiasa melibatkan penekanan, penuntutan, dan jangkauan daripada seseorang individu mengenai kebenaran sesuatu. Keyakinan sering diperoleh dari orangtua, kakek, atau nenek. Seseorang akan menerima keyakinan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2007).

Keyakinan merupakan variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat keyakinan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan (McKenzie, 2006).


(48)

Menurut penelitian Ramdhania (2008), dari 53 responden yang diteliti 91,4% yakin untuk pergi ke pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan sudah mulai timbul, walaupun di beberapa daerah tingkat keyakinan masyarakat terhadap petugas kesehatan masih rendah. Mereka masih percaya dengan dukun, karena kharismatik dukun itu yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang berobat dan meminta tolong pada dukun. Petugas kesehatan dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan tidak kharismatik.

2.5 Sejarah Keluarga Berencana

Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal yang baru, karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno, dan India. Hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu itu cara-cara yang dikaji masih kuno dan primitif. Demikian juga zaman Nabi-Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran, namun dengan cara-cara sederhana (Manuaba, 2010).

Dalam sejarah manusia yang berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan antara persetubuhan suami dan istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan diduga disebabkan oleh sesuatu yang masuk atau termakan oleh wanita atau disebabkan pengaruh matahari atau bulan atau hal-hal lainnya. Maka metode cara keluarga berencana yang


(49)

pertama dilakukan adalah jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil (Manuaba, 2010).

Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmah tentang cara menjarangkan kehamilan seperti mengeluarkan air mani dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak, memakai alat-alat sederhana yang dapat menghalangi sperma dengan memasukkan rumput atau kain perca ke vagina.

Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip berhuruf hiroglif mengenai bagaimana cara menjarangkan kehamilan, dan menurut Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dari Persia juga telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kehamilan (Prawiroharjo, 1997).

Di Indonesia, sejak dulu menggunakan jamu untuk mencegah kehamilan, dan Irian Jaya terkenal karena obat alaminya yang dapat menjarangkan kehamilan, sedangkan di Bali sendiri hanya ada nama untuk empat anak, supaya menganjurkan keluarga agar hanya ada empat anak (Manuaba, 2010).

Keluarga berencana modern di Indonesia dikenal sejak tahun 1953, mulai diperkenalkan kepada masyarakat oleh ahli kesehatan, kebidanan, tentang adanya obat pencegah kehamilan (BKKBN, 2004).

Pada tanggal 23 Desember 1957, dibentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), yaitu pelopor pergerakan keluarga berencana dan masih aktif di bawah naungan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai KB di Indonesia


(50)

yang berdiri tahun 1970. Fungsi BKKBN adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus, kebijaksanaan, pengawas pelaksanaan dan evaluasi.

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, edukasi, konseling dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan serta meningkatkan peran serta pria/suami ber-KB (BKKBN, 2006).

2.6 Amanat Internasional

Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Confrency Populations Development/ICPD) di Kairo tahun 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang didalamnya terkandung pengertian bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat Internasional ini tertuang dalam Program Aksi tentang Hak-Hak Reproduksi dan Kesehatan Reproduksi yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi,


(51)

paksaan, dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak, dan waktu melahirkan mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut, yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan pada : 1) Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria

dan wanita berbagi tanggung jawab dan peran secara simbang untuk mencapai kepuasaan kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan.

2) Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksi akan membentuk ikatan yang lebih kuat antara mereka dan keturunannya.

3) Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mempunyai peranan penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau yang digunakan istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya seperti saat melahirkan (BKKBN, 2007).


(52)

2.7 Sistem dan Alat Reproduksi Pria 2.7.1 Bagian Luar

a) Zakar (penis) adalah suatu alat yang berbentuk silindris yang dalam keadaan tidak tegang/normal panjangnya 6-8 cm, dimana didalamnya terdapat saluran kencing.

b) Kantong zakar (scrotum) adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang, terletak dibelakang zakar, diantaranya kedua paha dan berisi dua buah testis (buah zakar).

2.7.2 Bagian Dalam

i. Buah zakar atau testis berjumlah dua buah, yang terletak dalam scrotum, berbentuk bulat telur yang merupakan kelenjar seks utama pria.

ii. Epididimis merupakan saluran berkelok-belok seperti spiral yang terletak disamping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh saluran yang disebut vas deverens.

iii. Saluran mani (vas deverens) terdiri dari dua buah (kiri-kanan) yang berasal dari testis masuk ke dalam tali mani.

iv. Saluran kantung air mani adalah kelenjar tubuler terletak di sebelah kanan dan kiri di belakang leher kandung kencing. Saluran dari vecisa seminalis (saluran kantong air mani) bergabung dengan ductus deferens untuk membentuk saluran enjakulator.

v. Kelenjar prostat (glandula prostate) terletak di bawah kandung kencing dan mengelilingi saluran kencing. Kelenjar ini terdiri dari kelenjar majemuk,


(53)

saluran-saluran dan otot polos. Bentuknya seperti buah kenari dan beratnya kurang lebih 20 gram. Pada orangtua biasanya kelenjar ini membesar dan hal ini akan membendung saluran kencing sehingga mengalami gangguan waktu kencing.

vi. Kelenjar cowperi adalah kelenjar yang menghasilkan cairan mukus, bening, dan bersifat basa.

2.8 Fungsi Alat/Organ Reproduksi Pria 2.8.1 Fungsi Organ Luar

1. Penis berfungsi sebagai penyalur sperma melalui proses senggama.

2. Testis berfungsi untuk memproduksi hormon testosteron mempengaruhi metabolisme dalam tubuh, seperti produksi sel dalam darah, pembentukan masa tulang dan otot, perkembangan kelenjar prostat dan pertumbuhan rambut.

2.8.2 Fungsi Organ Dalam

1 . Buah zakar mempunyai dua fungsi:

a. Memproduksi spermatozoa (sel mani) yang merupakan sel reproduksi pria b. Memproduksi hormon androgenik, khususnya testosteron yang dialirkan

dalam darah. Hormon ini memberi sifat kejantanan (sifat seks sekunder) kepada pria dewasa, misalnya suara yang besar, pertumbuhan rambut di dada dan sebagainya.

2. Epididimis berfungsi:


(54)

b. Sebagai lumbung pertama sperma.

c. Mengeluarkan getah/cairan yang berguna untuk perkembangan dan proses pematangan spermatozoa

d. Mengabsorsi cairan testis yang mengandung sperma.

3. Saluran mani (vas deferens) berfungsi untuk sebagai tempat penyimpanan air mani sebelum disemprotkan.

4. Saluran kantong air mani untuk menyimpan sperma dan menghasilkan cairan yang kaya dengan zat gula (mungkin untuk makanan sperma)

5. Kelenjar prostat (glandula prostate) berfungsi untuk mempertahankan hidupnya sperma.

6. Kelenjaran cowperi untuk menghasilkan cairan mukus, cairan basa yang digunakan sebagai pelicin saat bersenggama.

7. Saluran kencing (uretra) untuk menyaluran air mani dan air kencing. Air kencing dan air mani tidak mungkin keluar secara bersamaan karena secara refleks diatur oleh sebuah klep yang terletak di muara pertemuan saluran kencing dan air mani.

2.9 Proses Reproduksi Pria

Menurut Manuaba, sperma yang sehat masuk ke rahim wanita dalam masa subur kemungkinan besar akan bertemu dengan sel telur dan berhasil membuahi sel telur, menjadi embrio, dan menjadi janin yang siap dilahirkan (Manuaba, 2010).


(55)

Produk organ reproduksi pria antara lain:

1. Air mani terdiri atas cairan kental yang berwarna keputih-putihan. Setiap ejakulasi dipancarkan 2-5 mililiter air mani yang setiap ml mengandung 20-120 juta sel mani (spermatozoa). Air mani bersifat basa dan dalam lingkungan ini sperma dapat hidup untuk ±3 hari.

2. Sel mani (spermatozoa), dibuat di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor yang panjangnya antara 50-60 mikron (1/20mm). Pada bagian kepala terdapat suatu ‘selubung’ yang menutupi ⅔ bagian daerah kepala dan disebut akrosom. Selubung ini mengandung enzim yang digunakan untuk penetrasi sel telur dalam proses pembuahan. Spermatozoa bergerak dengan ekornya seperti berenang dengan kecepatan 2-4 mm/menit sehingga waktu yang digunakan untuk bergerak dari mulut rahim ke saluran telur 1-2 jam. Spermatozoa hidup hanya 8 jam saat di vagina, tetapi saat berada di tuba dapat hidup 2-3 hari.

2.10 Cara KB Pria

Tidak dapat dipungkiri negara manapun di dunia hanya mengenal ada dua macam metode KB pria yang dapat dipercaya dan relatif lebih aman, yakni kondom dan vasektomi sedangkan senggama terputus dan pantang berkala tidak termasuk (Endang, 2002). Hal ini ditegaskan oleh Gema (2006), cara pengaturan kelahiran bagi pria yang ada saat ini belum lengkap, hanya ada senggama terputus, kondom, dan


(56)

vasektomi. Cara berkala (kalender sistem) dan senggama terputus merupakan cara alamiah atau sederhana yang perlu kehati-hatian.

Banyak pakar Internasional yang menggolongkan cara ini sebagai salah satu cara ber-KB yang dianjurkan meskipun cara ini bukan sebagai partisipasi pria semata, akan tetapi memerlukan kesepakatan suami-istri.

Cara KB pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah pemakaian Kondom dan Vasektomi (Metode Operasi Pria) serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami seperti : senggama terputus (coitus interruptus), perhitungan haid/sistem kalender, pengamatan lendir vagina serta pengukuran suhu badan. Selain daripada itu terdapat berbagai cara KB yang masih dalam taraf penelitian seperti : Vasoklusi, dan penggunaan bahan dari tumbuh-tumbuhan.

2.10.1 Pengertian Kontrasepsi Metode Operasi Pria/Vasektomi

Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi.

Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan, penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri, sehingga pada waktu bersenggama sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur yang mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan lebih ringan dari pada sunat ataupun khinatan pada pria dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45


(57)

menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat di dalam kantong buah zakar.

2.10.2 Peserta Vasektomi

1. Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau melakukan vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling tentang vasektomi.

2. Mendapat persetujuan dari isteri :

a. Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani b. Umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun

c. Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya

d. Menandatangani formulir persetujuan (informed consent) 2.10.3 Keuntungan Kontrasepsi Pria Vasektomi

1) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan 2) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

3) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja 4) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit

5) Tidak mengganggu hubungan seksual

6) Secara kultural sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan paramedis wanita.

2.10.4 Kerugian Kontrasepsi Pria Vasektomi


(58)

ii. Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali senggama agar sel mani menjadi negatif.

iii. Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu.

iv. Diperlukan suatu tindakan operatif.

v. Kadang kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi. vi. Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa,

yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusivas deferens, dikeluarkan. Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi pria (Hartanto, 2004).

2.10.5 Kontra-Indikasi Kontrasepsi Pria

1) Penyakit sekitar organ kelamin (genital): infeksi kulit lokal, misalnya Scabie, infeksi traktus genitalia, kelainan skrotum, hernia inguinalis

2) Penyakit sistemik: penyakit-penyakit perdarahan, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner yang baru.

3) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil (Hartanto, 2004).

2.10.6 Persiapan Pre-Operatif Kontrasepsi Pria Vasektomi 1) Rambut pubis sebaiknya dicukur.


(59)

2.10.7 Prosedur Kontrasepsi Pria Vasektomi

Prosedur kontap-pria meliputi beberapa langkah tindakan :

1) Identifikasi dan isolasi vas deferens, kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid- scrotum, berbeda dengan pembuluh darah.

2) Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan : kulit scrotum tebal, vas deferens yang sangat tipis, spermatic cord yang tebal, testis yang tidak turun, otot cremaster berkontraksi dan menarik testis keatas.

3) Dilakukan mobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan telunjuk atau memakai klem (doek-klem atau klem lainnya).

4) Dilakukan penyuntikkan anestesi lokal lalu insisi scrotum secara horizontal atau vertikal, dapat dilakukan secara tunggal, di garis tengah (scrotalraphe).

5) Memisahkan lapisan-lapisan superfisial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat diisolasi. Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididymis. Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat diikat dengan chromic catgut (ini yang paling sering dilakukan). Dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma.

6) Penutupan luka insisi, pada insisi 1 cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja.


(60)

2.10.8 Perawatan Post-Operatif Kontrasepsi Pria Vasektomi 1) Istirahat 1-2 jam di klinik.

2) Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari. 3) Kompres dingin/es pada skrotum.

4) Analgetika (pereda nyeri).

5) Memakai penunjang skrotum (scrotal support) selama 7-8 hari. 6) Luka operasi jangan kena air selama 24 jam.

7) Dipersilakan berbaring selama 15 menit. 8) Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka.

9) Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik. 2.10.9 Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)

Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut calon akseptor kontap-pria akan tindakan operasi (yang umumnya dihubungkan dengan pemakaian pisau operasi), dan juga untuk lebih menggalakkan penerimaan/pelaksanaan kontap-pria, di indonesia sekarang telah di perkenalkan dan telah dilaksanakan metode vasektomi tanpa pisau (VTP) (Hartanto, 2004).

2.10.10 Prosedur VTP

Persiapan pre-operatif : cukur rambut pubis, untuk lebih menjamin sterilitas, tidak perlu puasa sebelumnya, mencari, mengenal dan fiksasi vas deferens, kemudian dijepit dengan klem khusus yang ujungnya berbentuk tang catut. Lalu disuntikkan anestesi lokal, dilakukan penusukkan pada garis tengah skrotum dengan alat berujung bengkok dan tajam untuk membuat luka kecil, yang kemudian disebarkan sekitar 0,5


(61)

cm. Akan terlihat vas deferens yang liat dan keras seperti kawat baja. Selaput pembungkus vas deferens disisihkan ke tepi, akan tampak jelas saluran sperma (vas deferens) yang berwarna putih mengkilap bagai mutiara, selanjutnya dilakukan oklusi vas deferens dengan ligasi dan reseksi pada vas deferens, kemudian penutupan luka operasi.

2.10.11 Efektifitas Kontrasepsi Pria Vasektomi 1) Angka kegagalan: 0–22 % umumnya < 1%.

2) Kegagalan kontap-pria umumnya disebabkan oleh :

i. Senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa.

ii. Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umunya terjadi setelah pembentukkan granuloma spermatozoa.

iii. Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.

iv. Jarang yaitu Duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat lebih dari satu vas deferens pada satu sisi), (Hartanto, 2004).

2.10.12 Efek Samping dan Komplikasi Kontrasepsi Pria Vasektomi Komplikasi Minor :

1) Ecchymosis, terjadi pada 2 s/d 65 %. Penyebabnya : pecahnya pembuluh darah kecil sub-kutan sehingga terjadi perembesan darah dibawah kulit. Tidak memerlukan terapi dan akan hilang sendiri dalam 1 – 2 minggu post-operatif.

2) Pembengkakan (0,8 – 67 %). 3) Rasa sakit/rasa tidak enak.


(62)

4) Terapi butir 2 dan 3 : kompres es, analgetika. Komplikasi Mayor:

1) Hematoma insidens : < 1%, terjadi pembentukkan masa bekuan darah dalam kantung skrotum yang berasal dari pembuluh darah yang pecah.

2) Infeksi jarang terjadi,hanya kira-kira pada < 2%. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tempat : Insisi, Vasdeferens, Epididymis.

3) Sperma granuloma adalah suatu abses non-bakterial, yang terdiri dari spermatozoa, sel-sel epitel dan lymphocyt, dan merupakan suatu responsin flammatoir terhadap spermatozoa yang merembes ke dalam jaringan sekitarnya. Penyebab dan timbulnya sperma granuloma merembes dan bocornya spermatozoa ke dalam jaringan sekitarnya, yang disebabkan oleh: Absorpsi dari benang jahitan sebelum terbentuk jaringan parut. Oklusi yang tidak kuat dari vas deferens selama operasi. Ikatan jahitan terlalu keras sehingga memotong vas deferens. Tekanan yang meninggi belakang ujung vas deferens yang dipotong. Infeksi vas deferens sehingga timbul nekrosis jaringan. Diagnosa sperma granuloma, rasa sakit yang tiba-tiba dan pembengkakan pada lokasi operasi setelah 12 minggu. Terapi sperma granuloma umumnya akan menghilang sendiri atau dapat dilakukan kompres, istirahat dan pemberian analgetika. Apabila granuloma besar dan sangat sakit, harus dilakukan eksisi. Efek samping sperma granuloma bisa menyebabkan rekanalisasi vas deferens, karena terbentuk saluran saluran didalam granulomanya.


(63)

2.10.13 Efek Sistemik dari Kontrasepsi Pria Vasektomi

Tidak ditemukan efeksistemik dari prosedur kontap pria. Fungsi kelenjar prostat, seminal vesicles dan kelenjar urethra tidak mengalami perubahan sebagai akibat dari kontap pria karena fungsi mereka ditentukan oleh kadar androgen di dalam darah (yang tidak berubah karena kontap pria) tidak ditemukan efek kontap pria terhadap timbulnya penyakit jantung, karsinoma, penyakit paru paru, saraf, gastrointestinal dan endokrin (Hanafi,2004).

2.10.14 Efek Psikologis dari Kontap Pria Vasektomi

Problem psikologis terjadi pada <15 % dari akseptor kontap pria, dengan keluhan rasa takut yang timbul setelah menjadi kontap pria yang meliputi rasa takut “trauma” tubuh berkurangnya kekuatan fisik tubuh, rasa lelah, insomnia, sakit kepala, depressi, berat badan menurun, rasa takut “trauma” seks seperti libido menurun, rasa takut “trauma” akan kehilangan anak, terutama di daerah/negara dengan mortalitas anak yang tinggi, rasa takut “trauma” moral, adanya konflik yang berhubungan dengan agama, kebudayaan, dan ketakutan bahwa pria yang telah menjalani kontap-pria akan melakukan perbuatan serong/penyelewengan.

2.11 Landasan Teori

Adapun landasan teori dari penelitian ini adalah:

1. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang dijumpai dan diperoleh manusia baik sebagai informasi yang dipahami akal budinya berpotensi melakukan arah


(64)

tindakan. Sebagian besar pengetahuan berasal dari indera penglihatan dan pendengaran.Beberapa jenis pengetahuan yaitu:

a. Pengetahuan Implisit, tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi,prinsip. Biasanya sulit ditransfer ke orang lain baik secara lisan ataupun tertulis. b. Pengetahuan Eksplisit, telah didokumentasikan dalam wujud nyata berupa

media diartikulasikan dalam bahasa formal dan mudah disebarluaskan.

c. Pengetahuan Empiris, lebih menekankan pengamatan dan pengalaman pribadi.

d. Pengetahuan Rasionalisme, diperoleh melalui pemikiran logis akal budi. 2. Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau

berperilaku tertentu. Pendekatan instink adalah salahsatu cara pendekatan mempelajari motivasi.Seks adalah instink untuk hidup berkaitan dengan fungsi reproduksi. Apabila seseorang (suami) mengerti jelas akan manfaat vasektomi maka timbul motivasi ber-KB.

3. Keyakinan adalah suatu kepercayaan tertentu manusia yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit. Semakin tinggi keyakinan suami akan manfaat ber-KB terhadap kesehatannya maka makin yakin suami untuk ikut ber-KB.

4. Vasektomi adalah metode operasi pria diantara berbagai jenis ber-KB yang didominasi istri.Tingkat keberhasilan vasektomi tinggi , dan efek samping yang ditimbulkannya kecil. Oleh karena itu pemerintah semakin gencar


(65)

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ber-Kb khusus pria (suami) karena sangat bermanfaat untuk membentuk keluarga berkualitas.

2.12 Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan arah dari alur penelitian ini adalah seperti tergambar dalam kerangka konsep dibawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengetahuan, Motivasi, dan Keyakinan terhadap Pengguna dan tidak Pengguna Alat Kontrasepsi Pria (Vasektomi)

Karateristik Responden/akseptor KB Pria terhadap:Umur, Tingkat Pendidikan, Suku

Bangsa, Jumlah Anak, Lama Menikah, Pendapatan

Peserta MOP/Vasektomi

Tidak Peserta MOP/Vasektomi Pengetahuan

Responden Pria/Suami

Motivasi Responden Pria/Suami

Variabel Independen Variabel Dependen

Keyakinan Responden Pria/Suami


(1)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Pengetahuan 1.247 .659 3.584 1 .058 3.480 .957 12.656

Motivasi(1) -2.813 .606 21.587 1 .000 .060 .018 .197

Motivasi(1) by Pengetahuan

-.890 .822 1.173 1 .279 .411 .082 2.056

Constant 1.204 .465 6.690 1 .010 3.333

Step 2a Pengetahuan .683 .404 2.867 1 .090 1.980 .898 4.368

Motivasi(1) -3.333 .404 67.924 1 .000 .036 .016 .079

Constant 1.513 .404 14.050 1 .000 4.539

a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, Motivasi, Motivasi * Pengetahuan .

Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 Pengetahuan -88.287 3.557 1 .059

Motivasi -99.918 26.819 1 .000

Motivasi * Pengetahuan -87.093 1.169 1 .280

Step 2 Pengetahuan -88.555 2.924 1 .087

Motivasi -135.128 96.070 1 .000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a Variables Motivasi(1) by Pengetahuan 1.188 1 .276


(2)

Langkah III Model Akhir

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 200 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 200 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 200 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

Kasus 0

Kontrol 1

Categorical Variables Codings

Frequency

Parameter coding

(1)


(3)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Jenis Responden

Percentage Correct Kasus Kontrol

Step 0 Jenis Responden Kasus 0 100 .0

Kontrol 0 100 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .141 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pengetahuan 6.950 1 .008

Motivasi(1) 90.880 1 .000


(4)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.

Step 1 Step 103.073 2 .000

Block 103.073 2 .000

Model 103.073 2 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 174.186a .403 .537

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 1.188 2 .552

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Jenis Responden = Kasus Jenis Responden = Kontrol

Total Observed Expected Observed Expected


(5)

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Jenis Responden = Kasus Jenis Responden = Kontrol

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 40 41.306 8 6.694 48

2 49 47.694 14 15.306 63

3 6 4.694 20 21.306 26

4 5 6.306 58 56.694 63

Classification Tablea

Observed

Predicted

Jenis Responden

Percentage Correct Kasus Kontrol

Step 1 Jenis Responden Kasus 89 11 89.0

Kontrol 22 78 78.0

Overall Percentage 83.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Pengetahuan .683 .404 2.867 1 .090 1.980 .898 4.368

Motivasi(1) -3.333 .404 67.924 1 .000 .036 .016 .079

Constant 1.513 .404 14.050 1 .000 4.539


(6)

Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 Pengetahuan -88.555 2.924 1 .087