83
BAB IV
KERJASAMA ICPO-INTERPOL DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG MELARIKAN
DIRI KELUAR NEGERI
A. Kewenangan ICPO-Interpol sehubungan dengan Yurisdiksinya dengan
negara anggota.
ICPO-INTERPOL tidak memiliki kewenangan penyidikan dalam menangani berbagai kejahatan, maka yang bisa dilakukan ICPO-Interpol hanya
memaksimalkan upaya fasilitasi pemberian informasi apabila terjadi kejahatan internasionaltransnasional. yang dilakukan NCB-Interpol Indonesia saat ini
adalah antara lain berupa terobosan melalui Sistem Komunikasi Kepolisian Global 1-247. Sistem ini merupakan sistem komunikasi yang terkoneksi ke
instansi penegak hukum di 190 Negara anggota ICPO-Interpol untuk berbagi informasi krusial tentang kejahatan dan aktivitas kejahatan selama 24 jam sehari,
7 hari seminggu. Dengan menggunakan I-247, NCB-Interpol Indonesia dapat melakukan pencarian dan pengecekan data dengan akses langsung ke database
Interpol yang memuat data ten-tang teroris, pencarian orang, sidik jari, DNA dokumen perjalanan yang hilang atau dicuri, kendaraan bermotor yang dicuri,
benda seni yang dicuri dan lain-lain.
66
66
Interpol, NCB Indonesia, Kumpulan Naskah Kerjasama antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Asing dan Organisasi Internasional, Jakarta, 2007,
hal 38
Universitas Sumatera Utara
Terobosan lainnya, NCB-Interpol Indonesia juga telah menggunakan sistem elektronik ASEANAPOL Database System e-ADS. Ini adalah suatu
sistem database yang menghubungkan Kepolisian dari Negara-Negara anggota ASEAN
dalam rangka kerjasama penanggulangan kejahatan internasional. E-ADS juga telah diinstalasikan kepada 11 sebelas Polda dengan menggunakan jaringan
intranet POLRI, sehingga diharapkan dapat lebih mempercepat penanganan kejahatan yang terjadi di wilayah-wilayah, khususnya kejahatan transnasional dan
terorisme. Pemasangan jaringan sistem komunikasi e-ADS di Polda-Polda dapat memberikari informasi yang lebih cepat, tepat dan aman mengenai berbagai
kejahatan internasionaltransnasional yang terjadi di kewilayahan kepada NCB khususnya dan POLRI pada umumnya.
1. Metode Penanganan Kejahatan yang dipakai Interpol
Brigjen. Pol Halba Rubis mencontohkan beberapa penanganan dan kemajuan yang dilakukan NCB-Interpol Indonesia terhadap kejahatan terorisme,
narkoba, cyber crime dan berbagai kejahatan lainnya. Antara lain, meningkatkan pertukaran informasiintelijen tentang pelaku kejahatan terorisme, peredaran gelap
narkotika di wilayah perbatasan, kaum militan, kelompok radikal dan daftar target operasi TO pelaku yang beroperasi di kawasan ASEAN. Selain itu
pihaknya juga membuat dan menyebarkan daftar contact agenciespersons;
Universitas Sumatera Utara
memberikan informasi intelijen kepada sesama negara anggota ICPO-Interpol berkaitan dengan terorisme atau aktivitas kejahatan lainnya.
67
NCB-Interpol Indonesia, juga ikut berperan dalam pembentukan Joint Task Force antarnegara ASEAN tentang ASEAN Collaboration on Post Terrorist
Attack. Lewat kerjasama ini, pada suatu kejadian serangan teroris, negara yang bersangkutan dapat meminta bantuan surat edaran, pengejaran dan penahanan
tersangka, dan lain-lain dari negara anggota ASEAN lainnya. Mengenai tentang perjanjian ekstradisi dengan negara lain. Dalam konteks
ini sebenarnya Indonesia sudah memiliki suatu Perundang-undangan nasional yang mengatur permasalahan ekstradisi dengan cukup jelas, yaitu Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan yang berkaitan mengenai proses pelaksanaan kegiatan
ekstradisi, khususnya mengenai perjanjian kerjasama dalam bidang ekstradisi dengan negara-negara lain. Ini karena sampai saat ini pemerintah Indonesia baru
memiliki perjanjian kerjasama ekstradisi dengan 6 negara saja. Jumlah itu sangat sedikit jika di perbandingkan dengan jumlah negara di dunia ini. Kekurangan
tersebut berhubungan dengan masih adanya negara-negara di dunia yang hanya mau mengabulkan permintaan ekstradisi dari suatu negara hanya apabila negara
tersebut telah memiliki perjanjian kerjasama ekstradisi dengan negara-peminta. Sejauh ini, menurut Brigjen Pol Halba Rubis, pihaknya juga telah
mencatat progres perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara ASEAN, seperti
67
www.komisikepolisianindonesia.com, NCB-Interpol Indonesia bersama mengepung kejahatan lintas negara, diakses pada 13 mei 2012
Universitas Sumatera Utara
Malaysia UU RI Nomor 9 Tahun 1974 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Pemerintah RI-Malaysia; Philipina UU RI Nomor 10 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Pemerintah Rl-Philipina; dan Thailand UU RI Nomor 2 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Pemerintah RI-
Thailand. Selain itu juga dengan Australia UU RI Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengesahan Perjanjian Pemerintah RI-Australia mengenai Bantuan Timbal Balik
dalam Masalah Pidana; Hongkong UU RI Nomor 1 Tahun 2001 tentang Pengesahan Persetujuan Pemerintah RI-Hongkong untuk Penyerahan Pelanggar
Hukum yang Melarikan Diri. dengan Korea Selatan UU No. 42 Tahun 2007 dan dengan RRC masih dalam proses ratifikasi.
68
Karena itu, NCB-Interpol Indonesia terus berusaha menjalin hubungan dengan Kepolisian Negara lain. Antara lain melalui kegiatan IFLEC Social
Gathering, suatu pertemuan informal yang merupakan salah satu sarana NCB- Interpol Indonesia dalam rangka saling mengenal lebih dekat dan mempererat
silaturahmi sekaligus mensosialisasikan kegiatan POLRI dengan para perwakilan asing atau LO Kepolisian asing di Indonesia untuk meningkatkan kerjasama
dalam bidang Kepolisian dari masing-masing Negara. Lainnya berupa Joint ASEAN Senior Police Officer Course JASPOC, sebagai implementasi dari salah
satu kesepakatan negara-negara anggota ASEANAPOL, yaitu mengenai pertukaran personil dan capacity building serta tukar pengalaman antara para
anggota kepolisian ASEAN.
68
www.komisikepolisianindonesia.com, NCB-Interpol Indonesia bersama mengepung kejahatan lintas negara, diakses pada 13 mei 2012
Universitas Sumatera Utara
Yang jelas, dilihat dari beban tugas saat ini, volume kerja di bidang kerjasama internasional lebih banyak dibandingkan dengan masalah Interpol.
Karena itulah, lanjutnya, ada wacana akan adanya perubahan struktur NCB- Interpol Indonesia menjadi Divisi Hubungan Internasional, yang dipimpin oleh
Pati Bintang dua dan membawahi Kepala NCB-Interpol Indonesia serta Kepala Pusat Misi Internasional. Perubahan seperti ini dibutuhkan dalam rangka
meningkatkan kinerja NCB-Interpol Indonesia khususnya dan POLRI pada umumnya.
Dengan perubahan itu, diharapkan bisa menjembatani atau mengurangi birokrasi formal. Misalnya, permintaan untuk mengecek rekening seseorang di
bank bisa dilakukan dengan waktu lebih pendek bila lewat kerjasama dengan kepolisian. Terkadang permintaan POLRI direspon, tapi sering juga diulur-ulur
dengan alasan belum memenuhi KUHAP, atau malah dikembalikan dan disarankan untuk melalui jalur Departemen Luar Negeri atau Departemen Hukum
dan HAM. Jadinya panjang prosesnya. Posisi POLRI memang tidak seperti di negara-negara lainnya. Di
Indonesia, polisi merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata. Sedangkan di banyak negara, polisi di bawah naungan Departemen Dalam Negeri. Di Prancis,
malah petugas yang memeriksa paspor adalah polisi, bukan petugas Ditjen Imigrasi. Nah, agar peranan NCB-Interpol Indonesia lebih berjaya guna dan
berhasil guna, tampaknya instansi-instansi terkait seperti Ditjen Bea dan Cukai, Bank Indonesia, Ditjen Imigrasi dan lain-lainnya, perlu dilibatkan dalam
Universitas Sumatera Utara
komposisi pejabat NCB-Interpol Indonesia. Dengan demikian, komunikasi tidak terputus-putus. Artinya, mereka tidak hanya dilibatkan jika ada Sidang Umum
Interpol atau juga Konferensi Aseanapol saja. Lebih dari itu, para pejabat dari berbagai instansi terkait tersebut bisa menjadi penghubung tetap antara POLRI
dan instansi bersangkutan. Karena itulah dapat dilihat bahwa konsep atau Model NCB yang paling
ideal untuk Indonesia adalah model Professional Bureaucracy. Dalam model ini, keteraturan tetap tinggi, tetapi sudah ada pendelegasian keputusan, ada diskresi,
pekerja atau personil adalah profesional, dan adanya jabatan fungsional. Yang mengacu pada Amanat Reformasi Birokrasi, dimana Pembangunan Aparatur
Negara dilakukan melalui Reformasi Birokrasi. Dan, Grand Strategi POLRI telah memasuki tahap II partnership Building, sehingga konsep atau model bagi
NCB-Interpol Indonesia seperti inilah yang paling tepat. INTERPOL memandang satu kasus dari tiga aspek. Aspek hukum,
intelijen dan nuansa politis. Sebagai contoh. Ada orang Australia tertangkap di Bali karena kedapatan dagang narkoba. Kemudian negara Australia meminta agar
warganya itu di pulangkan ke negaranya. Tentunya hal ini tidak bisa dilakukan. Permintaan tersebut harus tetap mengedepankan kedaulatan hukum negara
Indonesia. Maksudnya, orang tersebut harus lebih dulu mengikuti proses hukum sepenuhnya di Indonesia dan setelah divonis dan menjalani hukuman baru di
deportasikan ke negara asalnya.
69
69
Sardjono, op.cit, hal 58
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana kalau terpidana mengajukan permintaan untuk menjalani hukumannya di Australia? Ya dimungkinkan saja melalui proses transfer of
sentence person TSP. Tapi hal itu baru berupa wacana karena sampai sekarang payung hukum TSP belum ada aturannya.
70
Dalam kasus-kasus penegakan hukum yang melibatkan hubungan dua negara, dalam hukum Indonesia juga mengenal apa yang disebut dengan
hubungan timbal balik. Misalnya, Australia minta sesuatu ke Indonesia, lalu apa yang bisa Australia berikan kepada Indonesia? Timbal baliknya apa? Belum ada.
Indonesia sudah minta tujuh warga Australia yang menjadi DPO Indonesia saja sampai sekarang belum terealisasi, jadi Pihak Indonesia juga jangan begitu
gampangnya mengabulkan permintaan mereka.
71
Contoh nyata lagi, di NTB ada warga Negara Belanda yang meninggal. Direskrim Polda NTB melaporkan orang Belanda itu meninggal
karena sakit. Bagi Atase Belanda yang mau kesana harus seizin KaPOLRI dengan perantaraan Interpol. Atau kasus warga Australia yang ditembak di Freeport.
Kalau pihak Australia mau kesana, maka boleh atau tidaknya harus seijin KaPOLRI dan di fasilitasi oleh Interpol.
Contoh lainnya lagi, belum lama ini FBI memberi tahu bahwa berdasarkan laporan polisi Amerika, ada seorang warga Amerika bersama anaknya yang
70
Tara, Jusrida, Optimalisasi Peranan Departemen Hukum dan HAM pada Tim Koordinasi Interpol dalam Rangka Pencegahan dan penanggulangan Kejahatan Transnasional
serta Kendala yang Dihadapi, Jakarta, 2008. Hal 40
71
Supt. Budiman Parangin-angin, Mutual Legal Assistance MLA, Majalah Interpol, 2006, hal. 59
Universitas Sumatera Utara
sedang dalam kasus, masuk ke Indonesia. Setelah diselidiki, rupanya orang itu punya masalah dengan isterinya dan cerai. Keputusan pengadilan memutuskan
anaknya tak boleh dibawa ke luar Amerika. FBI minta orang itu dipulangkan ke Amerika, tapi Pihak Indonesia tidak langsung kabulkan permintaan itu. Sebagai
personel Interpol, harus tahu dulu dasar hukumnya apa. Urusan Imigrasinya bagaimana, lalu aspek politiknya apa seandainya orang tersebut diserahkan ke
pihak Amerika maka harus ada timbal balik atas bantuan tersebut. Personel Interpol mesti berpikir dari aspek itu. Baru setelah jelas, sebagai bentuk dari
hubungan baik dua negara, maka mereka fasilitasi.
72
2. Peranan ICPO-Interpol dalam Ekstradisi
Sebelum seseorang yang dimintakan ekstradisi itu diserahkan oleh Negara yang dimintakan ekstradisi, maka terlebih dahulu orang yang dimintakan itu
dilakukan penangkapan dan dilanjutkan permohonan penahanan sementara. Kemudian baru diajukan permintaan ekstradisi. Berikut ini adalah tahap-tahap
permintaan ekstradisi dari pemerintah Indonesia kepada Negara lain serta kendala-kendala dalam pelakasanaan ekstradisi :
1. Permintaan Ekstradisi dari pemerintah Indonesia a Permintaan penangkapan dan Penahanan oleh POLRI dan Kejaksaan
Dalam UU ekstradisi No. 11979 tidak diatur mengenai tata cara pengajuan permintaan penangkapan dan penahanan kepada Negara
72
Dikutip dari Majalah jagratara, Arif Wachyunadi, Interpol dalam ekstradisi, edisi 53 mei 2010
Universitas Sumatera Utara
lain serta instansi mana saja yang dapat mengajukan permintaan. Hal ini mungkin karena dalam meminta bantuan kepada Negara
lain. Indonesia harus tunduk kepada peraturan yang berlaku di masing-masing Negara. Oleh karena itu, tidak perlu diatur
bagaimana tata cara dan persyaratannya. Dari pengalaman selama ini, dalam meminta bantuan penangkapan dan penahanan ada
Negara yang mengharuskan melalui saluran diplomatic dan juga yang memperbolehkan melalui saluran Interpol atau kedua-duanya.
Biasanya yang berada di luar negeri kepada Sekretariat NCB- Interpol Indonesia adalah penyidik POLRI di Polres. Polda dan
Bareskrim POLRI, sedangkan dari Kejaksaan ada dari Kejaksaan Negeri da nada juga dari Kejaksaan Agung. Pada umumnya,
persyaratan utama untuk penangkapan dan penahanan adalah : 1 Identitas pelaku kejahatan nama lengkap dan alias, tempat tanggal
lahir, kewarganegaraan, no, paspor, foto, sidik jari, nama orang tua 2 Uraian kejahatan dan fakta hasil investigasi dibuat dan
ditandatangani oleh Penyidik. Jika kejahatan yang dilakukan lebih dari satu maka masing-masing kejahatan harus diuraikan.
3 Ketentuan UU yang dilanggar dan bunyi pasal yang disangkakan untuk masing-masing kejahatan.
4 Ancaman hukuman tersangka atau hukuman terpidana untuk masing-masing Kejahatan.
Universitas Sumatera Utara
5 Surat Perintah Penahanan untuk masing-masing Kejahatan 6 Informasi mengenai keberadaan
Permintaan penangkapan melalui Interpol dapat dilakukan dengan Red Notice dan Diffusion yang dikirim langsung ke Sekretariat Jenderal
ICPO-Interpol; Surat Edaran Telegram atau surat faksimili langsung kepada Interpol Negara tempat pelaku kejahatan berada. Sedang melalui
saluran diplomatic biasanya harus melalui surat nota diplomatic. Apabila pelaku kejahatan yang telah ditangkap dan ditahan oleh Negara lain.
KaPOLRI atau Jaksa Agung harus segera mengirimkan berkas persyaratan untuk permintaan penangkapan dan penahanan serta ekstradisi adalah
Penyidik POLRI Kejaksaan atau Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara.
KaPOLRI atau Jaksa Agung Menyampaikan Berkas Persyaratan Ekstradisi kepada Menteri Hukum dan HAM. Yang dapat mengajukan
permintaan ekstradisi kepada Menkumham adalah KaPOLRI dan Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan. KaPOLRI mengajukan permintaan ekstradisi
untuk kasus-kasus tindak pidana yang sedang disidik oleh penyidik POLRI, sedangkan Jaksa Agung mengajukan permintaan ekstradisi untuk
tindak pidana yang disidik oleh Kejaksaan, berkas perkara pidana yang sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum, sedang dalam proses
Pengadilan, sudah diputus oleh Pengadilan dan orang yang sedang menjalani hukuman.
Universitas Sumatera Utara
Apabila orang yang dicari sudah ditangkap dan ditahan oleh Negara Diminta, KaPOLRI atau Jaksa Agung segera menyampaikan
berkas persyaratan dan meminta agar Menkumham mengajukan permintaan ekstradisi kepada Negara Diminta. Persyaratan permintaan
ekstradisi belum tentu sama untuk setiap Negara tergantung kepada ketentuan hukum di masing-masing Negara tetapi pada umumnya hamper
sama. Perbedaan dalam persyaratan hanya untuk pelaku kejahatan dengan status tersangka, yaitu :
a. Pembuktian Prima Facie Case Dalam ekstradisi, Prima Facie Case hanya dilakukan bagi
tersangka yaitu untuk mengecek apakah ada cukup bukti bahwa tersangka telah melakukan kejahatan yang disangkakan kepadanya berdasarkan
hukum Negara Diminta. Seseorang yang berstatus sebagai tersangka dapat diekstradisikan ke Negara Peminta jika mempunyai cukup bukti.
Maksudnya Negara Diminta akan menguji berkas dokumen permintaan ekstradisi di sidang Pengadilan seakan-akan kejahatan tersebut terjadi di
Negara Diminta. Apabila menurut Hakim dokumen-dokumen dalam permintaan ekstradisi tersebut menunjukkan cukup bukti bahwa tersangka
telah melakukan kejahatan sebagaimana yang disangkakan kepadanya maka kemungkinan besar ekstradisi dapat dilakukan Negara yang
menganut system hukum seperti ini antara lain : Singapura dan Hongkong. Oleh karena itu, jika mengajukan permintaan ekstradisi kepada Negara
yang menganut system hukum tersebut, disamping persyaratan umum
Universitas Sumatera Utara
seperti : identitas pelaku, uraian dan fakta setiap kejahatan yang dilakukan undang-undang yang dilanggar dan bunyi pasal yang disangkakan, surat
perintah serta bukti-bukti, seperti : keterangan saksi, hasil pemeriksaan laboratorium, dokumen dan lain-lain masing-masing kejahatan
b. Tanpa Pembuktian Dalam perkara ekstradisi, hakim dalam sidang pengadilan tidak
melakukan pengujian untuk menentukan cukup bukti atau tidak bahwa tersangka telah melakukan kejahatan. Sidang pengadilan pada dasarnya
hanya untuk mengetahui keberatan dan alasan tersangka atas permintaan ekstradisi yang diajukan Negara Peminta. Disamping itu, hakim meminta
keterangan dari orang yang diminta diekstradisikan dan jaksa penuntut, untuk mendapat hal-hal yang kemungkinan bertentangan dengan hak asasi
manusia, keadilan dan hukum di Negara Diminta atau yang dapat merugikan kepentin
gan Negara Diminta. Pengujian “apakah cukup bukti bahwa tersangka telah melakukan kejahatan di Negara Peminta”, akan
dilakukan di sidang Pengadilan Negara Peminta. Oleh karena itu, dalam permintaan ekstradisi tidak perlu disertakan keterangan saksi dan bukti.
Sedang persyaratan untuk terpidana hamper sama di semua Negara, yaitu : idnetitas pelaku kejahatan, uraian kejahatan, surat perintah penangkapan
dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. b Pengajuan Permintaan Ekstradisi oleh Menteri Hukum dan HAM
Universitas Sumatera Utara
Berkas persyaratan ekstradisi yang disampaikan oleh KaPOLRI atau Jaksa Agung diteliti dan jika telah lengkap dan memenuhi ketentuan
Negara Diminta, Depkumham melegalisir, menyegel dan membuat surat permintaan ekstradisi kepada Negara Diminta serta membuat surat kepada
Menteri Luar Negeri agar menyampaikan surat permintaan tersebut kepada Negara DIminta melalui saluran diplomatik.
c Dimonitor Perkembangannya oleh Departemen Luar Negeri Deplu menyampaikan berkas Surat Permintaan Ekstradisi Kedutaan
Negara Diminta. Selanjutnya Deplu memonitor perkembangan proses permintaan ekstradisi sampai dengan pelaksanaan ekstradisi dan
menginformasikannya kepada Menkumham dan instansi terkait. d Penyerahan kepada Pemerintah Indonesia
Dari pengalaman selama ini. Negara Diminta meminta nama petugas yang akan dikirim untuk mengambil orang yang diekstradisikan dan
memberitahukan tanggal
penyerahan. Pemberitahuan
tersebut dilakukan melalui saluran diplomatik dan Interpol, dan NCB-Interpol
Indonesia memberikan nama petugas yang dikirim dan tanggal kedatangan serta nama hotel. Pada tanggal yang ditentukan berangkat
bersama-sama dari hotel denganpetugas Negara Diminta ke tempat penahanan dan diserah terimakan dari petugas Negara Diminta kepada
petugas yang ditunjuk dari POLRI atau Kejaksaan di Bandara Negara Diminta. Sesampainya di Indonesia diserahterimakan dengan Penyidik
Universitas Sumatera Utara
POLRI Penuntut Umum yang menangani perkaranya untuk diproses lebih lanjut.
2. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Ekstradisi Sebagaimana kita ketahui bahwa pada umumnya semua Negara di dunia
ini menyatakan perang terhadap kejahatan. Namun kejahatan terus berkembang. Setiap Negara ingin mengadakan kerjasama dalam
memerangi kejahatan
salah satu
diantaranya adalah
dengan mengekstradisikan pelaku kejahatan namun dalam pelaksanaannya sering
menghadapi berbagai kendala, antara lain : a. Perbedaan Hukum dan Sistem Hukum
Di Indonesia menyimpan uang palsu adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum tetapi di Negara lain seperti di hongkong
menggunakan uang palsu belum tentu tindak pidana karena harus dibuktikan bahwa si pengguna tahu uang tersebut adalah palsu. Jika
pengguna dapat menunjukkan bukti bahwa uang tersebut di beli di Money Changer. Maka pengguna bebastidak bersalah. Di Indonesia,
surat perintah penangkapan untuk tersangka dan terpidana yang melarikan diri dikeluarkan oleh penyidik, sedangkan di Negara lain
dikeluarkan oleh hakim pengadilan atau Jaksa. Kedua hal tersebut dapat menjadi kendala dalam ekstradisi.
b. Perkembangan Hukum
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan hukum di Negara maju dan Negara berkembang tidak sama. Di Negara maju peraturan berkembang sesuai dengan
perkembangan kejahatan. Sedangkan di Negara berkembang lebih banyak mengurusi hal lain atau sibuk korupsi sehingga ketinggalan
dalam perkembangan hukum. Hal ini berpengaruh dalam ekstradisi karena dalam UU dan Perjanjian Ekstradisi disebut daftar kejahatan
yang dapat diekstradisikan. c. Kepentingan Nasional
Indonesia akan menolak kerjasama dengan Negara lain dalam mencegah dan memerangi kejahatan, jika kerjasama tersebut
merugikan kepentingan Indonesia Ipoleksosbudhankam. Demikian juga di Negara lain, misalnya Singapura tahu bahwa banyak koruptor
dari Indonesia dan hasil kejahatannya di Singapura, oleh karena itu Singapura menunda-nunda Perjanjian Ekstradisi dengan Indonesia.
Namun demikian akhirnya pada tanggal 27 April 2007 di Bali telah ditandatangani Perjanjian Ekstradisi oleh Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura. d. Ketiadaan Perjanjian Ekstradisi
Banyak Negara yang menganut “Ekstradisi hanya dapat dilakukan apabila ada Perjanjian Ekstradisi”. Indonesia baru mempunyai
Perjanjian Ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Philipina, Australia, Hongkong, Korea Selatan dan singapura sedangkan pelaku kejahatan
Universitas Sumatera Utara
yang dicari berada di Belanda, Kanada, Amerika Serikat, RRC dan Negara lain yang belum mempunyai Perjanjian Ekstradisi dengan
Indonesia. e. Kurangnya Pemahaman Mengenai Ekstradisi
Karena kurangnya pemahaman dan pengalaman aparat pelaksana di POLRI, Kejaksaan, Pengadilan, Departemen Hukum dan HAM
maupun Departemen Luar Negeri, baik tingkat pusat maupun daerah sering ragu-ragu atau takut melakukan suatu tindakan yang harus
dilaksanakan. Penyidik POLRI mau melakukan penangkapan dan penahanan atas Red Notice DPO Interpol jika ada surat penitipan
tahanan dari
NCB-Interpol Indonesia,
kejaksaan menolak
perpanjangan penahanan karena sudah terbit 20 hari, Departemen Hukum dan HAM mengirim berkas ekstradisi tanpa disegel dan masih
banyak kekurangan-kekurangan lainnya. Selain itu faktor yang menghambat karena Lemahnya bargaining
Power bangsa Indonesia terhadap Negara tertentu sebagai akibat dari kondisi Geostrategi dan Geopolitik Indonesia saat ini. Kelemahan
Bargaining Power Negara Indonesia terhadap Negara-negara tertentu akhirnya digunakan sebagai tempat bersembunyi daripada pelaku
tindak pidana dari Indonesia untuk mengamankan diri, menyelamatkan asset termasuk menghindarkan diri dari jeratan hukum pidana
Indonesia. Kelemahan bargaining Power bangsa Indonesia tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk “memaksa” suatu Negara lain untuk mau membuat dan meratifikasi perjanjian bilateral maupun Multilateral terkait upaya
Ekstradisi maupun Bantuan Timbal balik dalam masalah Pidana.
B. Beberapa kasus penangkapan yang dilakukan oleh ICPO-