3. Pengusiran expulsion
Kalau dalam pendeportasian orang yang dideportasi disuruh kembali ke Negara dari mana semula dia datang, dalam hal pengusiran, tidak ditentukan
Negara yang harus dituju oleh orang yang diusir. Orang yang diusir itulah yang menentukan sendiri Negara yang hendak ditujunya setelah diusir oleh Negara
tempatnya berada. Namun, alasan pengusiran itu sama seperti pendeportasian, ada beraneka macam, dari yang paling obyektif hingga yang paling subyektif. Boleh
jadi, seperti halnya pendeportasian, orang yang diusir itu terlibat dalam suatu kejahatan di Negara atau Negara-negara lain dan bermaksud untuk mengajukan
permintaan ekstardisi ke Negara tempatnya berada atau Negara yang mengusirnya.
Oleh karena Negara yang mengusir tidak mau repot-repot melayani permintaan ekstradisi atas orang tersebut dari Negara atau Negara-negara yang
memiliki yurisdiksi Negara-negara peminta maka jalan praktis yang ditempuh adalah dengan mengusrinya supaya dalam tempo tertentu sudah meninggalkan
wilayah Negara yang mengusir. Entah Negara mana yang hendak ditujunya adalah urusannya sendiri. Demikian juga tentang apapun yang terjadi atas dirinya
sesudah diusir dan meninggalkan wilayah Negara yang mengusir adalah urusannya sendiri, sebab dia sudah tidak lagi berada di wilayah Negara yang
mengusirnya. Dalam praktek Indonesia, pengusiran oleh pihak eksekutif, misalnya
pemerintah Indonesia mengusir seseorang yang kehadiran atau keberadaannya di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia tidak dikehendaki, maka pemerintah secara sepihak memerintahkan kepada orang asing yang diusir itu supaya meninggalkan wilayah Indonesia
selambat-lambatnya dalam tempo tertentu terhitung dari tanggal perintah pengusiran dikeluarkan. Di samping itu, pengusiran juga dapat dilakukan oleh
pengadilan yang memriksa dan memutuskan perkara yang sedang dihadapinya. Didalam putusannya disamping menjatuhkan hukuman, juga berisi perintah
kepada orang yang bersangkutan untuk meninggalkan wilayah Indonesia dalam tempo tertentu setelah selesai menjalani hukumannya.
4. Penyerahan secara langsung atas seorang pelaku kejahatan di wilayah