Perkembangan Pasar Modern dan Dampaknya Terhadap Petani

19 menentukan apakah mereka akan menanam sayuran pada masa selanjutnya atau tidak Di Afrika Selatan, rantai pasok informal tradisional relatif lebih menguntungkan bagi petani kecil dibandingkan dengan rantai pasok formal modern. Ditambahkan oleh Natawidjaja, dkk. 2006 dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa yang membuat petani sayuran Jawa Barat agak sulit terhubung ke pasar modern antara lain 1 petani terikat pinjaman modal dengan bandar, sehingga mencegah untuk memasarkan produknya ke alternatif pasar lainnya termasuk supermarket. 2 ketiadaan penanganan pasca panen karena apabila petani hanya menjual grade yang bagus grade A dan super pada supplier supermarket tidak ada pihak lain yang mau membeli grade sisanya. 3 rendahnya kepercayaan dan komitmen pada kontrak, supplier supermarket sering mengeluh atas seringnya kejadian pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh petani. 4 ketiadaan informasi harga dan transparansi; petani merasa mereka tidak diberikan informasi yang menyeluruh mengenai kondisi pasar sehingga mereka curiga dan merasa dicurangi. 5 petani merasa volume pemintaan dari supermarket kecil. Respon ini kebanyakan berasal dari petani yang tidak bermitra dengan supplier supermarket dan hanya melakukan perjanjian dengan bandar tradisional. 6 ketiadaan kemitraan dan tidak berfungsinya koperasi petani; jelas bahwa jumlah kelompok tani dan koperasi yang melakukan fungsi pemasaran sangat sedikit. Terdapat gambaran yang buruk terhadap kelompok tani dan koperasi setelah terjadinya revolusi hijau dimana kelompok tani dan koperasi digunakan sebagai alat kebijakan untuk menyalurkan input pertanian, kredit, serta persediaan stok 20 beras nasional sehingga untuk merubah gambaran tersebut menjadi sulit. 7 kurangnya supplier supermarket di area produksi. 8 pembayaran tunda yang dilakukan oleh supermarket juga menjadi masalah dan faktor pembatas, tidak hanya pada petani saja tetapi juga pada supplier karena mereka harus mencari modal dari tempat lain untuk menalanginya. Selanjutnya, produsen skala kecil di pedesaan Uganda yang menghasilkan susu, buah, dan sayuran dihadapkan pada permasalahan jumlah pasokan yang tidak tetap, kualitas produk yang rendah, infrastruktur yang tidak memadai, kurangnya kemampuan dalam berwirausaha, kurangnya pengalaman dalam pemasaran, ketidaktersediaan kredit pertanian, dan kurangnya memahami metode pertanian modem. Namun, potensi produsen skala kecil untuk berkembang tetap ada karena produksi dari keberagaman produk dengan potensi produksi yang tinggi dan ketersediaan produk sepanjang tahun juga berpotensi dalam nilai tambah kebanyakan produk dan beberapa implementasi dari inisiatif pemerintah untuk mendukung mereka. Untuk mengembangkan produsen skala kecil dari buah, sayuran, dan produk susu, pelaku yang terlibat dalam sektor ini harus dilatih untuk meningkatkan kualitas produknya dan pemerintah harus memberikan dukungan dalam hal infrastruktur seperti fasilitas transportasi fasilitas pendingin, dan fasilitas gudang yang memadai untuk meminimalisasi berkurangnya kuantitas produk pasca panen. Produsen skala kecil juga harus difasilitasi dalam pembentukan organisasi produsen dan menyediakan fasilitas kredit untuk 21 meningkatkan produksi. Permintaan supermarket terhadap volume yang besar serta konsisten, kualitas pasokan membuat produsen kecil harus memiliki manajemen yang baik untuk mencapainya hal penting yang harus diperhatikan antaralain keberadaan irigasi yang baik, tempat pengemasan yang higienis, serta rantai pendingin. Petani kecil pun harus melakukan konsolidasi dalam hal pemasarannya melalui kelompok tani sehingga kuantitasnya menjadi besar dan dapat mengurangi biaya transaksi sehingga petani akan mendapat harga produknya yang lebih baik. Kesempatan produsen skala kecil Fresh Fruit and Vegetable untuk masuk dalam rantai pasok supermarket terbatas pada standar kualitas produk yang diminta supermarket dan keterlibatan produsen skala kecil dalam rantai pasok supermarket hanya mungkin apabila terdapat intervensi dari pihak lain. Tetapi, selain hasil penelitian yang menunjukkan bahwa petani kecil kesulitan dalam era globalisasi ini dan pasar modem berdampak negatif pada pasar tradisional, ternyata keberadaan pasar modern juga memberikan peluang-peluang bagi petani untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. Beberapa penelitian mengenai hal tersebut diantaranya : Di Negara Kenya, 1 value chain sayuran telah memberikan peluang untuk para pengolah di daerah perkotaan dan peluang juga bagi pertumbuhan pasar hasil pengolah komoditas pertanian di daerah pedesaan. 2 petani kecil perlu melakukan beberapa hal agar dapat menangkap peluang-peluang tersebut diantaranya: membentuk kelompok-kelompok pemasaran, membuat asosiasi dengan para pengolah atau pedagang-pedagang besar. 3 value chain juga 22 membuka peluang terjadinya transfer pelayanan dari pihak pemerintah ke swasta atau sebaliknya dan dari agricultural extension ke business development yang melibatkan petani kecil dan menengah. 4 pemerintah perlu untuk menyediakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung pihak swasta agar dapat melakukan bisnis komoditas pertanian dan pengolahannya dengan lebih efisien. Hal ini memerlukan adanya investasi besar-besaran pada infrastruktur pemasaran didaerah pedesaan dan realokasi sumberdaya dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan. 5 khusus untuk sayuran, pertumbuhan supermarket chains belum memberikan peran yang berarti di Kenya. Hanya ada 2 persen dari seluruh sayuran, buah dan sayuran yang berakhir dipasarkan pada outlet-outlet di supermarket. Kemudian, baru sekitar 6 rumah tangga di perkotaan yang membeli sayuran dan buah segar di supermarket. Sayuran juga harganya lebih mahal di supermarket dibanding dengan pasar tradisional. 6 walaupun total share dari supermarket cenderung mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu, tetapi perkembangan perdagangan sayuran dan buah segar lebih lamban dibandingkan dengan makanan lain.7 supermarket menjadi semakin penting untuk barang jadi dan komoditas pertanian yang telah diolah, tetapi untuk sayuran dan buah segar, pasar tradisional, kios-kios kecil, dan pasar-pasar terbuka lainnya, tetap merupakan outlet utama. Selanjutnya terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 1 partisipasi petani kecil dan menengah pada value chain modern, misalnya supermarket telah meningkatkan peluang kemampuan akses terhadap kredit mereka sehingga akses terhadap jasa keuangan membesar. 2 Akses terhadap jasa 23 keuangan yang meningkat membuat mereka semakin besar keinginannya untuk meningkatkan kapasitas produksi yang masuk ke dalam value chain modern Di daerah pedesaan Kenya, menyatakan bahwa perbandingan antara petani yang berada pada saluran pasar modern dengan petani yang berada pada saluran tradisional antara lain : 1 petani yang berada pada saluran pasar modern rata-rata luas penguasaan lahannya lebih besar dibandingkan dengan petani yang berada pada saluran tradisional 23-46 acres dan 4-6 acres. Selain itu, lahan yang dimiliki oleh petani yang berada pada saluran pasar modern persentase penggunaan irigasinya jauh lebih besar dibandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh petani yang berada pada saluran tradisional. 2 petani yang berada pada saluran pasar modern memiliki lebih banyak menggunakan pekerja tetap dibandingkan dengan petani yang berada pada saluran tradisional, tetapi rata-rata jumlah pekerja per acre nya lebih banyak di lahan petani saluran tradisional. 3 para petani yang berada di saluran pasar modern memiliki telepon, alat transportasi, dan sebagian besar memiliki sistem irigasi, dan tempat pengepakan. Hal yang berbeda dengan kondisi petani pada saluran tradisional dimana kepemilikan telepon saja kurang lebih hanya sebanyak 30 dari seluruh petani saluran tradisional. Kemudian, Minot dan Devesh Roy 2007 menyatakan bahwa 1 usahatani sayotaTi Tnenyetap tenaga lterja lebih hanyak dibanding usahatani tanaman pangan lainnya. 2 di supermarket harga eceran konsumen untuk produk olahan lebih rendah dibanding harga sayuran dan buah-buahan segar. Penelitian mereka dilakukan di beberapa negara berkembang di Asia dan Afrika. 24 Selanjutnya, Navas 2004 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani kecil Guatemala yang menjual ke pasar modern tiga kali lebih besar dibanding petani yang menjual ke pasar tradisional. Kemudian, petani kecil dan menengah yang terlibat di pasar modern kondisi permodalannya sedang dalam proses menuju modal mandiri berasal dari rumah tangga petani sendiri. Demikian juga dengan Huang et al. 2007 yang menyatakan bahwa petani di China yang menjual hasil usahataninya ke pasar modern, pendapatannya hampir dua kali lipat dibanding petani yang menjual ke pasar tradisional. 25

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Objek dan Tempat Penelitian

Objek penelitian ini adalah petani sayuran di kabupaten Bandung. Daerah Bandung diambil sebagai tempat penelitan karena merupakan salah satu daerah penghasil sayuran terbesar di Jawa barat, dimana pada tahun 2006, persentase produksi sayuran Jawa Barat mencapai 34,5 persen dari total produksi sayuran Indonesia. Selain itu, Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat padat dengan rata-rata kepemilikan serta penguasaan lahan petani sayurannya cenderung semakin sempit. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu metode untuk melakukan penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu PRA Partisipatory Rural Appraisal. Metode ini dilakukan untuk dapat menggali alasan-alasan mengenai fenomena yang terjadi pada usahatani dan pemasaran sayuran yang dilakukan petani. Sehingga diharapkan nantinya akan diperoleh deskripsi yang lebih tajam dan mendalam mengenai kemampuan petani dalam merespon permintaan pasar modern dan tradisional serta dampaknya terhadap usahatani sayuran mereka. Petani sayuran yang akan dipilih adalah mereka yang merespon ke pasar modern dan mereka yang berhubungan dengan pasar tradisional. Masing-masing akan diambil secara sengaja sebanyak 10 orang dari kedua kelompok tersebut, sehingga jumlah petani responden seluruhnya adalah 20 orang. 26

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam. peneliUau kvi adalah da\a primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang diperoleh tersebut, kemudian dianalisis secara deskriptif. Sebagai penunjang, digunakan data sekunder yang berkaitan dengan kedua konsep tersebut. Data sekunder tersebut dapat berasal dari BPS, hasil penelitian sebelumnya, internet, Dinas Pertanian serta Dinas Perdagangan.

3.3, DataInformasi yang diperlukan Operasionalisasi KonsepVariabel

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel No Variabel Sub Variabel Respon Kualitatif Satuan Umur Tahun Banyaknya tanggungan keluarga Orang Tingkat pendidikan Tahun Non-Capital Asset Petani Partisipasi petani dalam kemitraan Yatidak Pengalaman usahatani Tahun Partisipasi petani Ya dalam organisasi Tidak Akses terhadap Ya kredit Tidak Luas lahan yang beririgasi Hektar Aset Petani Kepemilikan asset lain Buah Luas penguasaan lahan Hektar Luas kepemilikan lahan Hektar