Pengalaman usahatani sayuran Hasil produksi dan pemasaran sayuran

35 petani, jumlah tanggungan keluarga dan pelatihanpembinaan. Dengan melihat karakteristik petani yang telah diuraikan sebelumnya, maka hasil produksi sayuran yang diperoleh oleh setiap petani belum optimal. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan pengetahuan petani dalam bercocok tanam sayuran serta ada beberapa yang diakibatkan oleh keterbatasan modal yang mereka miliki. Tabel 5. Produktivitas Sayuran Petani Responden Pertanian Organik IkatBulan Identitas Responden Kangkung Bayam Pakcoy Sawi Daun Ubi Caysin Jabung Kay Ian A 5000 5000 5000 5000 B 1500 1500 1500 1500 C 3000 3000 3000 3000 D 8000 4000 2000 3000 800 E 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Pertanian Anorganik TonMusim Pecay Tomat Cabe Kentang Kubis Bawang Daun Sawi Wortel F 50 G 15 25 15 H 60 24 I 25 40 48 J 10 24 K 50 20 25 40 10 30 L 10 0.02 5 M 10 N 7 O 20 30 1.5 Hampir semua petani sayuran anorganik menjual hasil panennya ke bandar, hanya empat responden petani anorganik yang menjual hasil panennya secara langsung ke pasar induk. Hal tersebut dilakukan karena apabila mereka menjualnya melalui bandar maka mereka tidak akan mengeluarkan biaya angkut dan biaya-biaya yang terkait pemasaran lainnya, semua biaya tersebut ditanggung 36 oleh bandar sehingga dari hasil penjulannya tersebut akan lebih menguntungkan. Sedangkan petani yang langsung menjualnya ke pasar induk karena mereka sekaligus merangkap sebagai bandar pedagang pengumpul. Namun Keempat petani yang merangkap sebagai bandar pun tidak menutup kemungkinan menjualnya melalui bandar untuk beberapa komoditas yang bukan menjadi prioritasnya, karena skala hasilnya pun tidak terlalu banyak. Alasan lainnya yaitu disebabkan oleh kurang fahamnya ceruk pasar untuk komoditas tersebut. Dalam penentuan harganya para petani didasarkan pada harga pasar yang sedang berkembang, dan penentu harga itu adalah bandar. Meskipun demikian tidak terjadi penindasan akan harga terhadap petani oleh para bandar, karena informasi harga yang berkembang selalu diperoleh bandar maupun petani setiap saat. Informasi harga tersebut diperoleh dari para bandar yang senantiasa setiap saat mencek perkembangan harga ke pasar baik secara langsung ke pasar ataupun melalui telepon. Dalam penjualannya hampir untuk setiap jenis komoditas para petani tidak melakukan sistem grade, tetapi dilakukan dengan sistem abresan. Alasannya adalah petani tidak melakukan kegiatan pasca panen seperti sortasi dan grading, dikeranakan apabila dilakukan sistem grade maka jenis komoditas yang berkualitas rendah tidak akan terjual dan hanya menjadi sampah. Jika terjadi hal tersebut maka para petani akan mengalami kerugian. Selain itupun para petani harus menambah biaya untuk upah tenaga kerja untuk tahapan tersebut. Sortasi dan grading dilakukan oleh para bandar, sehingga pemasaran hasil dari bandar ke 37 pasar induk dilakukan dengan sistem grading. Pembayaran dilakukan secara tunai baik dari bandar ke petani ataupun dari pedagang di pasar induk ke para bandar. Gambar 3. Sistem Pemasaran Sayuran Adapun sistem pemasaran yang dilakukan oleh para petani organik di pasarkan secara langsung oleh setiap petani ke pasar modern. Oleh karena itu secara otomatis sebelum disalurkan maka hasil sayuran tersebut dilakukan sortasi dan grading. Komoditas yang tidak masuk kedalam grade yang disyaratkan oleh pihak pasar maka akan disalurkan ke pasar tradisional dengan harga dasar. Dengan alasan hanya sekedar untuk kembali modal, tanpa ada keuntungan pun asalkan tidak mengalami kerugian dan hasil dari sayuran tersebut tidak mubazir menjadi sampah. Sistem penetapan harga dilakukan dengan cara proses tawar menawar antara petani dengan pihak manajemen pasar modern yang didasarkan pada biaya usahatani yang telah dibuat dan diajukan oleh para petaninya. Dengan demikian para petani tidak mengalami kerugian. Sistem pembayaran yang PETANI PEDAGANG PENGEPUL PEDAGANG PASAR INDUK PEDAGANG PASAR LOKAL PEDAGANG KECILKELILING PENGOLAH SUPLIER SUPERMARKET 38 dilakukan oleh pihak manajemen pasar modern tersebut dilakukan dengan sistem giro. Giro tersebut ada yang pencairannya per dua minggu ada pula yang berdasarkan perbandingan misalnya 4 : 1 . Artinya setelah empat kali memasok barang baru uang pembelian cair satu kali.

4.3. Potensi Pengembangan Usahatani Sayuran

Berdasarkan pada kondisi tofografi maka Kabupaten Bandung mempunyai potensi yang cukup bagus untuk pengembangan usahatani sayuran. Kondisi lahan di daerah tersebut memenuhi syarat untuk tumbuhnya sayuran. Selain itu hal yang menunjukan bahwa daerah Bandung berpotensi untuk pengembangan sayuran adalah masih banyak terdapat lahan pertanian yang belum digunakan secara optimal. Selain lahan milik pribadi para petani, petani dapat memperluas lahan garapannya untuk tanaman sayuran dengan cara menyewa lahan milik orang lain. Produksi sayuran di Kabupaten Bandung masih berpotensi untuk terus dikembangkan. Meskipun pada saat ini kondisi pertanian sayuran masih belum optimal dari segi manajemen, sehingga menyebabkan jumlah produksi yang kurang optimal dan terkadang permintaan pasar tidak terpenuhi. Semua itu masih dapat ditanggulangi lagi dengan cara memperbaiki sarana dan prasaran pertanian yang telah ada. Pribadi petani dapat diperbaiki dengan cara memberikan tambahan pengetahuan khususnya mengenai usahatani sayuran baik secara formal maupun informal. Petani akan sangat tertarik apabila diadakan pelatihan dan pembinaan tentang usahatani sayuran baik dari pemerintah atau swasta. Para petani sayuran 39 memiliki motivasi yang tinggi untuk memperbaiki kondisi usahataninya didukung pula oleh usia para petani yang termasuk dalam golongan usia produktif. Selain dari pribadi petani pengembangan produksi sayuran dapat dilakukan dengan menambah luas areal tanaman sayuran. Petani dapat saja dengan mudah memperluas lahan sayuran yang menjadi garapannya, tetapi dalam pelaksanaannya para petani sayuran masih terbentur dengan keterbatasan modal dan faktor teknis. Dengan demikian untuk lebih mengoptimalkan keberlangsungan usahatani sayuran diperlukan adanya bantuan modal dan fasilitas-fasilitas-teknis atau non teknis. Selain itu dalam pengembangan produksi sayuran ini diperlukan adanya kerjasama antara petani, pemerintah, masyarakat dan instansi-instansi lainnya yang terkait dengan usahatani sayuran.

4.4. Kesulitan-kesulitan yang dihadapipetani sayuran

Kondisi petani sayuran di Kabupaten Bandung secara kuantitas memiliki jumlah yang banyak, namun dari segi kualitas teknik budidaya para petani pada umumnya masih sederhana. Maksudnya adopsi terhadap inovasi-inovasi akan teknologi pertanain masih kurang. Meskipun seperti itu kegiatan usaha tani sayuran ini merupakan mata pencaharian utama. Pada dasarnya para petani di Kabupaten Bandung dapat lebih meningkatkan taraf hidup mereka dengan cara menggali nilai tambah yang dimiliki oleh setiap komoditas sayuran tersebut, sehingga mereka tidak hanya menjualnya dalam bentuk sayuran segar melainkan dapat menjualnya dalam bentuk hasil olahan dari sayuran tersebut. Belum mampunya petani dalam memenuhi kebutuhan konsumen disebabkan oleh beberapa aspek antara lain lemahnya penerapan leknologi tepat guna,