Pertumbuhan Pasar Modern dan Tradisional

10 tradisional seperti di kabupaten Bandung 42 pasar modern, 29 pasar tradisional, kota Sukabumi, kota Bogor, kota Depok, dan kota Cimahi. Akibat dari perkembangan pasar modern tersebut, pasar-pasar tradisional yang lokasinya berdekatan dengan mallsupermarkethypermarket mulai kehilangan pembeli sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu perkembangan atau bahkan mematikan usaha pelaku perdagangan eceran di pasar tradisional yang umumnya merupakan pelaku usaha mikro. Sebagai contoh, semenjak kehadiran hypermarket di Jakarta, pasar tradisional di kota tersebut disinyalir merasakan penurunan pendapatan dan keuntungan yang drastis, seperti yang dikemukakan APPSI, bahwa 151 pasar tradisional di Jakarta terancam oleh keberadaan supermarket, sembilan diantaranya sudah tutup. Namun, seharusnya kondisinya tidak demikian mengingat banyak kekhasan yang dimiliki pasar tradisional bila dibandingkan dengan pasar modern, seperti jual-beli dengan tawar-menawar harga dan suasana yang memungkinkan penjual dan pembeli menjalin kedekatan. Selain itu, pasar tradisional mempunyai keuntungan non ekonomi dari sudut pandang kepentingan ekonomi makro, yaitu penyediaan pilihan kesempatan usaha, penyediaan lapangan kerja, dimana pada tahun 2006, di Indonesia terdapat 13.450 pasar tradisional dengan sekitar 12,6 juta pedagang kecil beserta kontribusi outputnya. Sulitnya pasar tradisional bersaing menghadapi pasar modern disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. kondisi fisik pasar tradisional secara umum tertinggal dibandingkan pasar modern yang bersih dan nyaman sehingga konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar modern. Sebagai contoh, di Jakarta berdasarkan catatan PD 11 Pasar Jaya, dari total 151 pasar, hanya 27 pasar yang aspek fisik bangunannya masih baik. Sisanya, 111 pasar dalam kondisi fisik bangunan rusak sedang atau berat dan hanya 13 pasar mengalami rusak ringan; 2. pasar modern berlokasi tidak jauh kurang dari 10 km dari lokasi pasar tradisional yang mengakibatkan semakin banyak konsumen yang beralih ke pasar modern; 3. dengan kekuatan modal, anak perusahaan atau cabang-cabang hypermarket atau supermarket kini mudah diakses warga hingga tingkat kelurahan atau permukiman, sedangkan para pedagang di pasar tradisional umumnya adalah pengusaha mikro. Disamping itu, pendirian cabang-cabang itu berbasis waralaba atau sistem sewa sehingga orang bebas membeli lisensinya ataupun menyewa tempat; serta 4. belum adanya perda yang mengatur mengenai pendirian pasar modem. Selain itu, disebabkan oleh kurangnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional seperti buruknya manajemen pasar, banyaknya retribusi, menjamumya pedagang kaki lima PKL yang dapat mengurangi pelanggan pedagang pasar serta minimnya bantuan permodalan yang tersedia bagi pedagang tradisional yang disebabkan jaminan collateral yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi economies of scale, tidak ada jalinan kerja sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen Wiboonpongse dan Songsak, 2006. 12 Meskipun demikian, pedagang yang menjual makanan segar daging, ayam, ikan, sayur dan buah-buahan masih bisa bersaing dengan supermarket dan hypermarket mengingat banyak pembeli masih memilih untuk membeli kebutuhannya di pasar tradisional. Sebagai contoh, pada tahun 2007 di Pasar Induk Caringin, Bandung, berdasarkan pendapat beberapa pedagang sayuran, penyerapan sayuran oleh Pasar Induk Caringin rata-rata mencapai 500 tonbulan dengan penyaluran hampir 100 persen ke pasar eceran tradisional. Sedangkan, penyaluran ke pasar modern seperti supermarket dan industri relatif jarang dilakukan. Namun, jika dilihat dari tingkat petani, perkembangan penyerapan komoditas oleh pasar modern tersebut relatif semakin berkembang, meskipun penyerapan sayuran oleh pasar tradisional relatif masih mendominasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh penelitian Natawidjaja 2006, bahwa penyerapan sayuran oleh supermarket, industri pengolahan, perdagangan antarpulau masing-masing mencapai 6, 4 dan 5 persen. Sedangkan, untuk pasar tradisional mencapai 75 persen. Keunggulan pasar modern atas pasar tradisional adalah dapat menjual produk yang relatif sama dengan harga yang lebih murah ditambah dengan kenyamanan tempat berbelanja dan keragaman pilihan. Supermarket dan hypermarket juga menjalin kerja sama dengan pemasok besar dan biasanya untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal ini yang menyebabkan supermarket dan hypermarket dapat melakukan efisiensi dengan memanfaatkan skala ekonomi yang besar. Selain itu, supermarket melakukan beberapa strategi harga dan non 13 harga untuk menarik pembeli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SMERU 2007, pasar modern melakukan berbagai strategi harga seperti strategi limit harga, strategi pemangsaan lewat pemangkasan harga predatory pricing serta diskriminasi harga antarwaktu inter-temporal price discrimination, misalnya memberikan diskon harga pada akhir minggu dan pada waktu tertentu. Sedangkan, strategi non harga antara lain dalam bentuk iklan, membuka gerai lebih lama, khususnya pada akhir minggu, bundlingtying pembelian secara gabungan dan parkir gratis. Keberadaan pasar modern dan perkembangannya menurut Kotler 1997 dapat menciptakan beberapa keuntungan, yaitu : 1. dari segi tempat, dimana petani dibantu dalam hal penyediaan tempat atau pasar konsumen dan swalayan berperan sebagai pihak perantara; 2. dari segi waktu, dimana pasar swalayan buka setiap hari sehingga memberi kemungkinan untuk para konsumen berbelanja setiap saat; 3. dari segi kualitas dan kuantitas, sebagai pengecer yang dapat menyediakan sayuran dengan kualitas tinggi dan dapat dibeli dalam jumlah yang sesuai keinginan konsumen; 4. dari beragamnya jenis produk yang ditawarkan, dimana supermarkethypermarket dapat mengumpulkan bermacam-macam produk di satu tempat yang dapat diperoleh konsumen dengan mudah dalam satu kesempatan berbelanja. Hal serupa juga dikemukakan oleh para peneliti terdahulu lainnya mengenai dampak positif dan negatif pasar modern. Menurut Khrisnamurti dan Lusi 2004, 14 supermarket secara umum mempengaruhi petani secara positif. Pertama, supermarket telah mengubah saluran pemasaran dan rangkaian bisnis petani. Kemudian, sistem usahatani petani yang menjual ke pasar modern berbeda dengan petani yang tidak terlibat dengan pasar modern. Selanjutnya, supermarket membuat petani mengenal sayuran dan buah impor.

2.3. Pasar dan Saluran Pemasaran Sayuran

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sayuran. Beberapa provinsi penghasil utama sayuran adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Pasar sayuran utama di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pasar sayuran segar dan olahan. Permintaan sayuran segar sebagian besar diperoleh dari produksi domestik, sedangkan surplusnya diekspor. Berikut merupakan model permintaan dan penawaran sayuran. Gambar 1. Model Permintaan dan Penawaran Sayuran Sumber: Adiyoga, dkk. 2001 Penawaran Domestik Permintaan Domestik Harga Q d Q a Q s Kuantitas 15 Berdasarkan Gambar 1, P w adalah harga dari biaya pemasaran bersih yang diterima pasar dunia. Saat P w lebih besar dari harga domestik tanpa harga pasar P a , sejumlah produksi di ekspor. Penurunan ekspor tersebut dapat disebabkan oleh : 1 pertumbuhan permintaan domestik; 2 penurunan penawaran domestik atau peningkatan biaya unit produksi; dan 3 penurunan harga ekspor sebagai akibat dari jatuhnya permintaan ekpor, peningkatan kompetisi global, atau penurunan efisiensi pemasaran. Dilihat dari segi ekonomi, pemasaran merupakan tindakan atau kegiatan yang produktif, menghasilkan pembentukan kegunaan, yaitu kegunaan tempat, waktu, hak milik dan bentuk sehingga mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta oleh konsumen. Sedangkan, nilai ekonomi akan menentukan nilai barang dan jasa bagi individu-individu. Faktor penting yang membentuk nilai ekonomi adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Menurut William J. Stanton dalam Swastha dan Irawan 1990, pemasaran adalah suatu sistem dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan serta mendistribusikan barang dan jasa dalam memuaskan kebutuhan, baik pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Selian itu, pemasaran dapat pula didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran nilai produk dengan yang lain Saladin, 2004. Secara khusus, pemasaran pertanian dapat didefinisikan sebagai jumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberi kepuasan dari barang atau jasa