Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
57
menjadi sebuah rutinitas dalam keluarga terutama bagi para orang tua agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu mendapatkan rahmat dan bimbingan dari
Tuhan dalam mencapai kehidupan yang harmonis sebagai keluarga Kristiani. Tetapi rata-rata keluarga Kristiani mengalami masalah yang sama yakni masalah membagi
waktu dan niat yang kurang kuat. Dari data di atas, dari 30 orang responden selain 11 orang yang menyatakan kadang-kadang dan 10 orang responden menyatakan bahwa
seluruh anggota keluarga pernah berdoa, membaca dan membahas makna bacaan kitab suci, sisanya yakni 2 orang responden dengan jumlah prosentase 6,7
menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga selalu berdoa, membaca dan membahas makna bacaan Kitab Suci dan 4 orang responden dengan jumlah prosentase 13,3
menyatakan sering. Dari data tersebut, hanya sebagian kecil keluarga yang secara rutin berdoa, membaca dan membahas makna bacaan kitab suci secara bersama-
sama. Pada item no 2, dari 30 orang responden sebanyak 17 orang responden
dengan prosentase 56,7 menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga ayah, ibu, dan anak selalu memberikan dukungan satu sama lain dan 10 orang responden
dengan jumlah prosentase 33,3 menyatakan bahwa mereka sering memberikan dukungan satu sama lain kepada anggota keluarga. Dari data tersebut diketahui
bahwa relasi antar anggota keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh cukup baik karena seluruh anggota keluarga saling mendukung satu sama lain yang merupakan
modal utama untuk menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik bagi keluarga. Sedangkan sisanya yakni 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10
menyatakan hanya kadang-kadang saja seluruh anggota keluarga memberi dukungan satu sama lain. Menurut penulis, antar anggota keluarga saling mendukung
58
merupakan hal yang sudah seharusnya dilakukan dalam keluarga. Data menunjukkan adanya 3 responden yang menyatakan hanya kadang-kadang saja seluruh anggota
keluarga memberikan dukungan satu sama lain merupakan salah satu dampak dari kurangnya keterbukaan antar anggota keluarga yang dialami oleh sebagian keluarga.
Pada item no 3, sebanyak 24 orang responden dengan jumlah prosentase 80 menyatakan bahwa orang tua selalu mendukung anak aktif dalam kegiatan di
Gereja dari 30 orang responden. Data tersebut sesuai dengan fakta yang diamati oleh penulis bahwa orang tua selalu mendukung anak-anaknya terlibat dan aktif dalam
kegiatan di Gereja. Melihat pergaulan anak jaman sekarang, orang tua sudah cukup khawatir kalau anak-anak mereka salah jalan. Oleh karena itu orang tua sangat
mendukung anak-anak aktif dalam kegiatan di Gereja dari pada melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat karena selain iman anak yang berkembang, pergaulan,
pengetahuan, dan pengalaman mereka juga berkembang ke arah yang positif. Dan sisanya yang berjumlah 4 orang dengan prosentase 13,3 menyatakan bahwa orang
tua pernah mendukung anak aktif dalam kegiatan Gereja. Jumlah prosentase tersebut dinyatakan oleh responden anak-anak. Hal ini dapat dipahami karena ada beberapa
orang tua yang menikah beda agama. Tentunya situasi tersebut berpengaruh terhadap pendidikan iman anak karena perhatian dan pendampingan yang dilakukan oleh
orang tua terhadap anak di rumah sangatlah kurang. Dan hal tersebut dapat mengakibatkan tidak berkembangnya iman anak bahkan iman dan identitas
Kristianinya akan semakin kabur jika tidak ada pendampingan serta perhatian dari orang tua.
Pada item no 4, 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan bahwa orang tua selalu mendamping anak dalam proses persiapan
59
penerimaan sakramen inisiasi dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan sering. Selain itu, ada 8 responden dengan jumlah prosentase 26,7
menyatakan hanya kadang-kadang saja dan 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa orang tua pernah mendampingi anak dalam proses persiapan
penerimaan sakramen inisiasi. Data tersebut menunjukkan adanya suatu perbandingan jumlah orang tua yang terlibat dan mendampingi anak dalam proses
persiapan penerimaan sakramen inisiasi dan orang tua yang kurang memberikan pendampingan kepada anak mereka selama proses penerimaan sakramen inisiasi dan
menyerahkan semuanya kepada guru agama atau katekis. Dalam pengamatan penulis, pendampingan proses persiapan penerimaan sakramen sebagian besar
dilakukan oleh guru agama atau katekis. Pendampingan yang dilakukan oleh orang tua di rumah biasanya seperti mengajari doa-doa dan memberitahu tata cara saat
menerima sakramen. Pada item no 5, 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3
menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua mengajak anak untuk sharing tentang pengalamannya. Dan ada 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10
menyatakan bahwa dalam keluarga orang tua hanya pernah mengajak anak untuk sharing pengalamannya. Bahkan ada 1 orang responden dengan dengan jumlah
prosentase 3,3 menyatakan sama sekali tidak pernah. Pernyataan tersebut sesuai dengan pengamatan penulis bahwa keterbukaan antar anggota keluarga di lingkungan
Santo Yusuf Gemuh masih kurang. Menurut penulis, hal tersebut disebabkan karena anak merasa kurang nyaman dan memiliki pandangan yang berbeda dengan orang
tua mereka. Selain itu, orang tua terlalu sibuk dengan tugas dan pekerjaannya sehingga komunikasi antar anggota keluarga masih kurang terjalin. Namun demikian,
60
tabel 2 pada item no 5 juga menunjukkan bahwa ada 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan orang tua selalu mengajak anak untuk sharing
pengalamannya dan ada 8 orang responden dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan bahwa orang tua sering mengajak anaknya sharing tentang
pengalamannya. Pada item no 6, sebanyak 8 orang dengan jumlah prosentase 26,7
menyatakan bahwa orang tua mengajarkan anak tentang doa dan ajaran agama Katolik di rumah dan ada 6 orang yang menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua
mengajarkan doa dan ajaran agama Katolik di rumah. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa hanya sebagian dari orang tua yang selalu mengajarkan kepada anak tentang
doa dan ajaran agama Katolik di rumah. Menurut penulis, anak memang pasti mendapatkan pengajaran tentang doa dan ajaran Katolik di sekolah. Tetapi alangkah
bagusnya kalau orang tua mengajarkan doa-doa kepada anak dengan cara mengajak mereka berdoa setiap malam dan juga memberitahu dan mengajarkan ajaran Katolik
kepada anak dengan cara yang menyenangkan misalnya dengan menggunakan sarana atau fasilitas yang ada di rumah.
Pada item no 7, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,7 menyatakan bahwa orang tua selalu mengajarkan kepada anak untuk
menghargai dan menghormati teman atau orang lain yang beragama lain. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa orang tua mengajarkan kepada anak hidup harmonis
dengan sesama dengan menghargai dan menghormati orang lain. Menurut penulis, hal ini adalah pelajaran yang paling dasar dan yang paling penting yang harus
diajarkan oleh orang tua dalam keluarga. Karena kita hidup bersama dengan orang lain yang memiliki perbedaan dalam segala hal dan anak harus diajarkan dari kecil
61
untuk menghormati orang lain. Tetapi dari 30 responden, ada 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan bahwa orang tua pernah mengajarkan kepada anak
untuk menghargai dan menghormati teman yang bergamaa lain. Menurut penulis, orang tua hanya beberapakali mengajarkan kepada anaknya untuk menghormati
orang lain yang berbeda agama hanya pada saat seperti hari besar agama lain. Pada item no 8, 27 orang responden dengan jumlah prosentase 90
menyatakan bahwa orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki. Dari pernyataan di atas, orang tua
mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur sekaligus mengajarkan tentang kasih Tuhan kepada umatNya. Menurut penulis, dengan mengajari anak bersyukur
kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki anak akan belajar untuk selalu mengingat Tuhan dalam senang maupun susah. Tetapi ada 1 orang responden anak yang
menyatakan bahwa orang tua pernah mengajarkan anak untuk bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki. Menurut penulis, orang tua pastinya ingin selalu
mengingatkan anaknya untuk bersyukur kepada Tuhan setelah ia mendapatkan sesuatu. Tetapi karena kurangnya komunikasi dan kurangnya intensitas berkumpul
dengan seluruh anggota keluarga, pendidikan iman bagi anak kurang diperhatikan. Pada item no 9, 9 orang responden menyatakan bahwa orang tua pernah
menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik seperti pekan suci, paskah, natal dll kepada anak dengan jumlah prosentase 30 dan 5 orang yang
menyatakan kadang-kadang. Dari data di atas, orang tua hanya beberapakali menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik kepada anak.
Bahkan dari 30 responden, ada 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan bahwa orang tua tidak pernah menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam
62
agama Katolik. Menurut penulis, kenyataan di atas mengakibatkan anak tidak mengerti tentang arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik yang ia
rayakan selama ini apalagi bagi anak-anak yang sekolah di sekolah negeri dan jarang mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja. Hal tersebut disebabkan karena orang tua
yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tugas-tugasnya dan bahkan orang tua juga kurang mengetahui arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik. Tetapi
ada 7 orang responden dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa orang tua selalu menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik dan
3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan sering. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa nampaknya tidak semua orang tua melupakan tugas dan tanggung
jawabnya untuk mendidik anak. Tetapi dalam kenyataannya, orang tua masih sering melupakan tugasnya untuk mendidik anak mereka salah satunya dengan menjelaskan
arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik.
c. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan
iman anak. Tabel 3 :
Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak.
N=30
No Pernyataan
Jumlah
10. Seluruh anggota keluarga setiap minggu
pergi Gereja. a.
Selalu b.
Sering c.
Kadang-kadang d.
Pernah 10
6 13
1 33,3
20 43,3
3,3
63
e. Tidak Pernah
- -
11. Seluruh anggota keluarga menonton televisi
dan berkumpul bersama. a.
Selalu b.
Sering c.
Kadang-kadang d.
Pernah e.
Tidak Pernah 5
8 16
1 -
16,7 26,7
53,3 3,3
- 12.
Setiap anggota keluarga saling terbuka satu sama lain dalam berbagai hal.
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
7 5
15 2
1 23,3
16,7 50
6,7 3,3
13. Saling memberikan perhatian ketika ada
yang sedang mengalami kesulitan. a.
Selalu b.
Sering c.
Kadang-kadang d.
Pernah e.
Tidak Pernah 14
10 5
1 -
46,7 33,3
16,7 3,3
- 14.
Relasi antar anggota keluarga kurang harmonis.
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
- -
9 16
5 -
- 30
53,3 16,7
15. Anak memiliki banyak kegiatan dan jarang
ada di rumah.
64
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
3 4
18 1
4 10
13,3 60
3,3 13,3
16. Anak lebih suka bermain dengan teman
sebaya dari pada berkumpul bersama anggota keluarga di rumah
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
2 6
15 4
3 6,7
20 50
13,3 10
17. Orang tua setiap hari sibuk bekerja sehingga
tidak memiliki waktu berkumpul bersama keluarga.
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
4 5
12 7
2 13,3
16,7 40
23,3 6,7
Pada item no 10, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan bahwa kadang-kadang seluruh anggota keluarga setiap minggu
pergi Gereja bersama dan ada 1 responden yang menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga pernah pergi ke Gereja bersama setiap minggu. Pernyataan dari responden
di atas sesuai dengan situasi keluarga yang ada di lingkungan Santo Yusuf bahwa seluruh anggota keluarga jarang pergi ke Gereja secara bersama-sama. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar anak-anak sekolah di luar kota sehingga jarang berada di
65
rumah dan memiliki kegiatan sendiri ketika pulang ke rumah. Selain data tersebut, ada 10 orang responden dengan jumlah prosentase 33,3 menyatakan bahwa
seluruh anggota keluarga selalu pergi ke Gereja setiap minggu bersama-sama dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan sering. Menurut pemahaman
penulis dari data tersebut orang tua rutin pergi ke Gereja setiap minggu bersama dengan anaknya yang masih kecil atau masih usia sekolah dasar atau menengah
pertama. Dari pengamatan penulis, sebagian besar kaum muda lebih menyukai pergi ke Gereja bersama teman-temannya dan bahkan lebih suka pergi ke Gereja di paroki
lain. Pada item no 11, 16 orang responden menyatakan bahwa kadang-kadang
seluruh anggota keluarga menonton televisi dan berkumpul bersama dengan jumlah prosentase 53,3 dan hanya 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 yang
menyatakan pernah menonton televisi dan berkumpul bersama anggota keluarga. Dari pernyataan yang diperoleh, sebagian besar responden menyatakan bahwa
mereka jarang menonton televisi dan berkumpul bersama di rumah. Dari pengamatan penulis, hal ini biasanya dikarenakan para orang tua yang sudah lelah setelah
seharian bekerja dan pada malam harinya langsung istirahat. Sedangkan anak-anak pada malam hari lebih suka nonton tv atau bermain game di dalam kamar. Selain itu,
masih ada 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa mereka selalu menonton televisi dan berkumpul bersama dengan seluruh anggota
keluarga dan ada 8 orang yang menyatakan sering. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa masih ada beberapa keluarga yang menyempatkan waktu untuk menonton
televisi bersama meskipun hanya sebentar dan tidak setiap hari.
66
Pada item no 12, sebanyak 15 orang responden dengan jumlah prosentase 50 menyatakan bahwa kadang-kadang setiap anggota keluarga saling terbuka satu
sama lain dalam berbagai hal, 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan pernah, dan 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan bahwa setiap
anggota keluarga tidak pernah terbuka satu sama lainnya. Dari data tersebut, setiap anggota keluarga masih kurang terbuka satu sama lain. Menurut pemahaman penulis,
hal tersebut terjadi karena setiap anggota keluarga masih ada rasa kurang percaya satu sama lain atau merasa tidak nyaman dan tidak satu pikiran karena berbeda
generasi. Tetapi ada 7 orang responden dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa setiap anggota keluarga selalu terbuka satu sama lain dan 5 orang
responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa antar anggota keluarga sering terbuka satu sama lain. Dari pemahaman penulis, adanya keterbukaan
dalam keluarga terjadi antara orang tua dan anak terutama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar lebih suka bercerita tentang pengalamannya kepada orang
tua mereka karena mereka merasa aman jika bercerita kepada orang tua mereka. Menceritakan pengalaman yang dialami merupakan salah satu bentuk anak mencari
perhatian dari orang tua mereka. Pada item no 13, 14 orang responden dengan jumlah prosentase 46,7
menyatakan bahwa anggota keluarga selalu memberikan perhatian ketika ada yang sedang mengalami suatu permasalahan dan 10 orang dengan jumlah prosentase 33,3
menyatakan sering. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa setiap anggota keluarga memberikan perhatian ketika ada yang
sedang mengalami suatu permasalahan dan hal itu berarti antar anggota keluarga saling menyayangi satu sama lain. Selain itu, ada 5 orang dengan jumlah prosentase
67
16,7 menyatakan bahwa anggota keluarga kadang-kadang memberikan perhatian ketika ada yang mengalami kesulitan dan 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3
menyatakan pernah. Menurut penulis, perhatian merupakan ungkapan kasih sayang kepada orang yang kita sayangi yang biasanya diungkapkan dalam bentuk suatu
tindakan dan perkataan. Tetapi terkadang masih ada anggota keluarga yang malu untuk mengungkapkan perhatiannya kepada anggota keluarga yang lain.
Pada item no 14, sebanyak 16 orang responden dengan jumlah prosentase 53,3 menyatakan bahwa relasi antar anggota keluarga pernah kurang harmonis
dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan kadang-kadang saja relasi antar anggota keluarga kurang harmonis. Dari data yang diperoleh, relasi antar
anggota keluarga tidak selalu harmonis. Menurut penulis, dalam keluarga hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena setiap manusia memiliki perbedaan dalam
cara pandang, pemikiran, pendapat, dan lain hal. Selain pernyataan di atas, 5 responden yang lain menyatakan bahwa relasi antar anggota keluarga selalu
harmonis. Menurut penulis, hal tersebut merupakan suatu bentuk representatif responden mengenai keadaan yang seharusnya dengan kenyataan yang ada.
Pada item no 15, 18 orang responden dengan jumlah prosentase 60 menyatakan bahwa kadang-kadang anak memiliki banyak kegiatan dan jarang ada di
rumah dan 4 orang responden yang lain dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan anak sering memiliki banyak kegiatan dan jarang berada di rumah. dari
data di atas, anak-anak terkadang memiliki banyak kegiatan baik kegiatan dan membuatnya jarang berada di rumah. Menurut penulis, hal tersebut masih dapat
dikatakan wajar terutama bagi anak usia sekolah menengah pertama dan menengah atas yang sedang dalam masa pertumbuhan. Anak-anak usia tersebut masih suka
68
mengeksplor diri mereka dalam berbagai kegiatan yang terkadang menyita waktu mereka. Selain data di atas, ada 3 responden dengan jumlah prosentase 10
menyatakan bahwa anak selalu memiliki banyak kegiatan dan jarang ada di rumah dan 4 responden yang lain menyatakan bahwa anak tidak pernah memiliki kegiatan
dan selalu berada di rumah. menurut penulis, hal tersebut merupakan pernyataan yang bertolak belakang tetapi memiliki masalah yang sama yakni adanya sesuatu
yang salah dengan diri anak tersebut baik dari segi situasi yang ada di rumah, lingkungan sekitar dan pergaulannya. Terutama bagi anak usia sekolah menengah
pertama dan menengah atas masih memerlukan bimbingan dari orang tua karena usia tersebut merupakan usia yang rawan bagi anak terutama bagi pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan rohaninya. Pada item no 16, sebanyak 15 orang responden menyatakan bahwa
kadang- kadang anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berkumpul bersama anggota keluarga di rumah dengan jumlah prosentase 50 dan 4 responden
dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan pernah. Dari data pernyataan yang sudah disebutkan, anak-anak terkadang lebih suka bermain bersama teman sebaya
mereka dari pada berada di rumah bersama anggota keluarga. Anak-anak usia sekolah yang sudah memiliki teman akrab pastilah lebih suka bermain dengan teman
yang sebaya dengan mereka karena dianggap lebih nyaman dan lebih nyambung untuk diajak bicara dibandingkan berkumpul bersama anggota keluarga yang lain di
rumah. Sedangkan responden yang lainnya menyatakan bahwa anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah bersama anggota keluarga
yang lain sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan sering.
69
Pada item no 17, sebanyak 12 orang responden menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu berkumpul
bersama keluarga dengan jumlah prosentase 40 dan 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan pernah. Berdasarkan data tersebut, bahwa orang tua
terkadang jarang berkumpul bersama dengan keluarga karena sibuk bekerja. Itu artinya antar anggota keluarga jarang ada dialog dan bercengkrama bersama. Dan ada
4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan bahwa oraang tua selalu sibuk bekerja dan jarang berkumpul dengan anggota keluarga yang lain serta 5 orang
dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan sering. Sibuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaan yang sudah menjadi tugas mereka, membuat orang tua
kurang mendampingi anak secara intens karena waktu yang seharusnya digunakan untuk berkumpul bersama keluarga digunakan untuk bekerja dan menyelesaikan
pekerjaan yang masih tertunda. Tetapi dari 30 orang responden, ada 2 orang yang menyatakan orang tua tidak pernah terlalu sibuk bekerja sehingga memiliki waktu
berkumpul bersama dengan keluarga.
d. Usulan katekesependalaman iman yang diharapkan umat meningkatkan peran
orang tua dalam pendidikan iman anak.
Tabel 4 : Usulan katekesependalaman iman yang diharapkan umat
untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak N=30
No. Pernyataan
Jumlah
18. Orang tua mengikuti pendalaman
70
iman dan
doa bersama
di lingkungan
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
6 5
12 4
3 20
16,7 40
13,3 10
19. Katekese atau pendalaman iman
bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
14 6
6 3
1 46,7
20 20
10 3,3
20. Katekese atau pendalaman iman
membuat anda lebih dekat dengan Tuhan
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
25 2
2 1
- 83,3
6,7 6,7
3,3 -
21. Katekese atau pendalaman iman
memberikan motivasi untuk lebih bersikap positif
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
22 5
2 1
- 73,3
16,7 6,7
3,3 -
71
22. Katekese atau pendalaman iman
membawa pengaruh positif bagi kehidupan anda
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah
e. Tidak Pernah
17 9
3 1
- 56,7
30 10
3,3 -
23. Katekese atau pendalaman iman
membantu keluarga Kristiani dalam mempererat relasi antar anggota
keluarga a.
Selalu b.
Sering c.
Kadang-kadang d.
Pernah e.
Tidak Pernah 16
9 3
2 -
53,3 30
10 6,7
- 24.
Katekese atau pendalaman iman memberi kesadaran akan tugas dan
tanggung jawab
dalam hidup
sehari-hari a.
Selalu b.
Sering c.
Kadang-kadang d.
Pernah e.
Tidak Pernah 13
8 7
2 -
43,3 26,7
23,3 6,7
-
Pada item no 18, sebanyak 12 orang responden dengan jumlah prosentase 40 menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua mengikuti pendalaman iman dan
doa bersama di lingkungan dan 4 orang responden dengan jumlah prosentase 13,3
72
menyatakan orang tua hanya pernah mengikuti pendalaman iman dan doa di lingkungan. Dari data tersebut, orang tua tidak selalu mengikuti pendalaman iman
dan doa di lingkungan. Menurut penulis, hal tersebut dikarenakan banyak orang tua yang memiliki kesibukan terhadap pekerjaan dan tugas-tugas mereka yang terkadang
membuat mereka lupa akan tugas dan tanggung jawab mereka terhadap keluarga dan sebagai orang Kristiani. Bahkan ada 3 orang dengan jumlah prosentasi 10
menyatakan bahwa orang tua tidak pernah mengikuti pendalaman iman dan doa di lingkungan. Padahal pendalaman iman dapat menambah pengetahuan dan dapat
membuat mereka semakin percaya kepada Tuhan serta diteguhkan dari pengalaman- pengalaman orang lain. Tetapi selain data yang disebutkan di atas, ada 6 orang
responden dengan jumlah prosentase 20 menyatakan bahwa orang tua selalu mengikuti pendalaman iman dan doa lingkungan dan 5 orang dengan jumlah
prosentase 16,7 menyatakan sering. Pada item no 19, 14 orang responden dengan jumlah prosentase 46,7
menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan
sering. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa pendalaman iman selalu bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari. Karena pendalaman iman dengan bertitik tolak
dari pengalaman sehari-hari sangat membantu umat dalam memahami makna dari bacaan kitab suci. Selain itu, ada 6 orang dengan jumlah prosentase 20
menyatakan bahwa pendalaman iman kadang-kadang bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan 3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan pernah. Dari 30
responden, sebagian kecil menyatakan pendalaman iman terkadang bertitik tolak dari
73
pengalaman hidup sehari-hari. Dilihat dari jumlah pernyataan responden, pendalaman iman sebagian besar bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari.
Pada item no 20, sebanyak 25 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman membuat responden lebih dekat dengan Tuhan
dengan jumlah prosentase 83,3 dan 2 responden dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan sering. Dari fakta yang disebutkan di atas, hampir semua responden
menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman membuat responden lebih dekat dengan Tuhan karena tujuan diadakannnya pendalaman iman sejatinya ingin
mendekatkan umat dengan Tuhan. Dari pemahaman penulis, pendalaman iman membantu umat untuk semakin percaya dan semakin mencintai Tuhan dalam segala
peristiwa sehari-hari. Oleh karena itu banyak pendalaman iman yang diadakan di lingkungan-lingkungan bertitik tolak dari pengalaman umat sehari-hari. Selain itu 2
orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan bahwa pendalaman iman membuat mereka kadang-kadang merasa lebih dekat dengan Tuhan dan 1 orang
dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pernah. Dari 30 responden, hanya sebagian kecil saja yang merasa bahwa pendalaman iman tidak selalu membuat
mereka lebih dekat dengan Tuhan. Hal ini berarti sebagian besar umat mengalami manfaat dengan mengikuti pendalaman iman.
Pada item no 21, 22 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman memberikan motivasi untuk selalu bersikap positif dengan jumlah
prosentase 73,3 dan 5 orang dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa pendalaman iman sering memberikan mereka motivasi untuk bersikap positif. Dari
jumlah pernyataan yang disebutkan di atas, sebagian besar responden merasakan manfaat dari pendalaman iman bahwa pendalaman iman membawa pengaruh untuk
74
selalu memberikan motivasi kepada responden untuk bersikap positif dalam hidup sehari-hari. Dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan bahwa
kadang-kadang pendalaman iman memberikan mereka motivasi untuk bersikap positif dalam hidup. Sedangkan 1 orang menyatakan hanya pernah mengalami
pendalaman iman memberikan motivasi kepada dirinya untuk bersikap positif. Akan sangat membantu kalau pendalaman iman dapat memberikan motivasi bagi umat
untuk bersikap positif dalam mencapai hidup yang harmonis dengan sesama dan semua ciptaan-Nya misalnya umat merasa termotivasi untuk menjalin relasi kembali
dengan orang yang ikatan relasinya sempat terputus setelah mengikuti pendalaman iman karena tema yang dibahas sesuai dengan yang dialami.
Pada item no 22, sebanyak 17 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu membawa pengaruh positif bagi kehidupan
responden dengan jumlah prosentase 56,7 dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan sering. Dilihat dari jumlah dan prosentase pernyataan responden,
katekese telah memberi dampak kepada umat. Pengaruh yang dirasakan umat merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh umat pada item no 21. Motivasi untuk
bersikap positif membawa pengaruh bagi umat itu sendiri. Dengan memiliki motivasi untuk bersikap positif, motivasi tersebut akan menjadi sugesti dalam diri umat untuk
selalu bejalar bersikap positif. Dengan begitu umat akan lebih terbantu dalam mengontrol emosi dan pikirannya.
Pada item no 23, sebanyak 16 orang dengan jumlah prosentase 53,3 menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu membantu mereka dalam
mempererat relasi antar anggota keluarga dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan katekese sering membantu mereka dalam mempererat relasi antar
75
anggota keluarga. Dari data di atas, dari 30 responden sebagian besar keluarga di lingkungan Santo Yusuf merasa relasi antar anggota keluarga menjadi semakin erat
melalui pendalaman iman atau katekese. Menurut penulis, pendalaman iman dapat membantu mempererat relasi antar anggota keluarga karena tema dan tujuan yang
bertitik tolak dari permasalahan yang ada di sekitar dapat membantu umat. Kesadaran untuk menjalin relasi yang baik dengan orang lain terutama keluarga
sendiri dapat terjadi apabila umat menghayati dan memaknai pendalaman iman yang diikuti yang pada akhirnya akan menghasilkan kesadaran untuk memperbaiki apa
yang salah dan mempertahankan serta meningkatkan yang benar. Pada item no 24, sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3
dari 30 responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu memberi kesadaran akan tugas dan tanggungjawab dalam hidup sehari-hari. Dan 8
orang dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan bahwa pendalaman iman atau katekese sering kali membuat mereka sadar akan tugas dan tanggungjawab mereka.
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa katekese memberi kontribusi dengan membantu umat menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya baik dalam keluarga, lingkungan
masyarakat dan Gereja kepada sebagian besar umat di lingkungan Santo Yusuf Gemuh. Sedangkan sisanya yakni 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3
menyatakan bahwa mereka hanya kadang-kadang menyadari kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7
menyatakan pernah menyadari kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka dalam hidup sehari-hari setelah mengikuti pendalaman iman atau katekese. Hal itu
berarti masih ada umat yang belum menemukan dan merasakan makna positif dari katekese bagi hidup mereka yang khususnya mengenai tugas dan tanggung jawab
76
mereka dalam hidup baik sebagai orang tua, anak, warga Gereja maupun warga masyarakat. Jumlah responden yang menyatakan bahwa katekese atau pendalaman
iman selalu memberikan mereka kesadaran akan tugas dan tanggungjawab mereka sehari-hari lebih besar dari pada jumlah pernyataan yang lainnya. Menurut penulis,
dari data yang sudah dibahas di atas kontras dengan pengamatan yang diungkapkan penulis di bagian latar belakang penelitian dan data pada tabel 2 dan tabel 3
mengenai tugas dan tanggungjawab orang tua khususnya yang berkaitan dengan pendidikan iman dan tugas dan tanggungjawab anak sebagai orang Kristiani.
2. Kuesioner Terbuka
a. Sejauh mana peran orang tua dalam pendidikan iman anak sudah terwujud
Pada item no 1, semua orang tua dari 15 responden sangat setuju bahwa keadaan yang ada dalam keluarga berpengaruh bagi perkembangan iman anak.
Sebagian besar berpendapat bahwa masalah dalam keluarga akan berpengaruh bagi anak. Oleh karena itu, anak harus selalu diperhatikan dengan tidak memperlihatkan
masalah keluarga kepada anak dan memberi pengertian tentang apa yang terjadi. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menjaga keharmonisan
dalam keluarga karena keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk memulai belajar segala hal karena anak belajar dari apa yang ia lihat. Selain itu, ada
juga responden yang menyatakan bahwa keadaan ekonomi dalam keluarga berpengaruh bagi perkembangan iman anak. Ekonomi keluarga yang kurang
mencukupi kebutuhan keluarga akan membawa pengaruh bagi anak terutama kepercayaan diri untuk bergaul. Ekonomi keluarga yang kurang bisa mencukupi
kebutuhan keluarga akan berpengaruh bagi perkembangan anak bukan hanya dari
77
segi iman tetapi juga dari segi psikologis dan kepribadian. Penting untuk selalu menanamkan pengertian kepada anak mengenai situasi ekonomi keluarga bukan
membicarakan masalah ekonomi di depan anak. Karena dengan menanamkan pengertian bahwa orang tua bekerja mencari uang untuk memenuhi keperluan hidup
termasuk memenuhi kebutuhan anak-anak, maka anak akan belajar menghargai kerja keras orang tuanya dengan rajin belajar agar kerja keras orang tua tidak sia-sia dan
membantu orang tua di rumah. Pada item no 2, sebagian besar responden membina iman anak-anak
mereka dengan mengajak dan mengingatkan untuk selalu berdoa sebelum memulai segala aktivitas, mengajak doa rosario, mengikuti kegiatan-kegiatan baik di Gereja
maupun di lingkungan serta mengikuti misa di Gereja setiap minggu. Selain itu, sebagian orang tua mendidik anak agar selalu berkata jujur dan menghormati orang
lain, mendampingi anak menonton televisi, menyanyikan lagu dari Madah Bakti, membaca Kitab Suci, dan mengajarkan kepada anak agar selalu bersyukur kepada
Tuhan. Kegiatan pembinaan tersebut hanya 5 dari 15 orang responden yang melaksanakan dalam keluarga. Menurut penulis, pendampingan dan pembinaan iman
bagi anak-anak dalam keluarga masih kurang diperhatikan oleh sebagian besar orang tua karena mereka kurang terlibat secara maksimal dalam memberikan
pendampingan bagi pendidikan iman anak-anak mereka. Sebagian besar orang tua hanya mengajak dan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu berdoa dan mengikuti
kegiatan-kegiatan di Gereja maupun di lingkungan. Tetapi hal ini dimengerti oleh penulis karena keterbatasan orang tua dalam segi waktu, pikiran, pengetahuan, dan
materi. Dan pada dasarnya orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anak-
78
anak mereka tetapi karena keterbatasan-keterbatasan tersebut, iman anak jadi tidak bisa berkembang semaksimal mungkin.
b. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan
iman anak Pada item no 3, faktor-faktor yang mendukung orang tua dalam
pendidikan iman anak antara lain: Faktor yang mendukung dari anak yakni anak sekolah di sekolah Katolik,
anak memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, anak bertanggungjawab, anak memiliki tingkah laku yang baik, dan anak memiliki banyak teman sesama
Katolik karena sekolah di sekolah Katolik. Dari pernyataan tesebut, faktor-faktor yang mendukung dari diri anak itu sendiri dapat mendukung orang tua untuk
berperan dalam pendidikan iman anak dalam keluarga karena dengan anak sekolah di sekolah Katolik, pengetahuan dasar mengenai ajaran agama Katolik dll sudah
dipelajari oleh anak di sekolah sehingga orang tua dapat membantunya untuk memahami kembali apa yang sudah diajarkan di sekolah dengan buku-buku yang
sudah ditetapkan oleh sekolah sebagai buku bahan belajar. Dengan anak memiliki tanggungjawab, orang tua dapat memanfaatkannya untuk mendukung dan mengajari
anak untuk membantu Gereja dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja dan di lingkungan dan memberikan pengertian bahwa orang Kristiani kalau sudah dibaptis
maka mendapat tanggung jawab untuk mengemban tugas membantu dalam mengembangkan Gereja. Dengan anak memiliki tingkah laku yang baik, orang tua
dapat memanfaatkan itu untuk mengajari anak belajar menghargai dan menghormati orang lain serta belajar berbagi kepada teman dan sesama yang berkekurangan. Dan
79
dengan anak memiliki teman sesama Katolik, orang tua dapat memberi dorongan dan motivasi kepada anak agar anak dapat semakin terlibat dalam berbagai kegiatan dan
organisasi-organisasi yang ada. Dengan begitu iman yang sudah mulai tertanam dalam diri anak tidak hilang karena salah pergaulan. Menurut penulis, dengan
memanfaatkan faktor-faktor tersebut orang tua dapat mencari dan menemukan cara yang efektif yang dapat membantu anak dalam belajar sehingga anak berkembang
dengan maksimal. Selain dari faktor dari anak, orang tua juga dapat memanfaatkan faktor-
faktor yang mendukung mereka mewujudkan pendidikan iman dalam keluarga antara lain: orang tua dapat mengajari dan membimbing anak-anaknya untuk belajar dan
ikut berdoa bersama dengan orang tua karena mereka memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas. Selain itu orang tua juga dapat membuat jadwal rutin
berdoa di rumah bersama dengan anggota keluarga yang lain. Orang tua juga dapat mengajari anak untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan dan
mengajari serta membimbing anak untuk menghargai segala sesuatu yang ia miliki seperti belajar tepat waktu dll dan tentunnya dengan dampingan dan contoh dari
orang tua karena mereka memiliki disiplin dalam hidup. Faktor pendukung yang paling penting dari orang tua adalah adanya keinginan dan harapan agar anak dapat
menjadi seorang Kristiani yang sejati. Dengan terus mengingat keinginan serta harapan tersebut, orang tua akan termotivasi dan memiliki sugesti dalam dirinya
untuk selalu semangat dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan dan hambatan dalam mendidik anak.
Faktor lain: sebagian besar keluarga memiliki sarana-sarana seperti buku- buku, alat elektronik seperti laptop dan dvd. Dengan memiliki sarana tersebut, orang
80
tua dapat memanfaatkanya untuk memberikan pendidikan misalnya mengenai siapa itu Yesus, para nabi, ajaran Gereja Katolik, bagaimana menjadi putra dan putri Altar
dll dengan menggunakan sarana yang ada sehingga anak dapat lebih terbantu dalam memahami apa yang telah diajarkan kepadanya.
Pada item no 4, faktor-faktor yang menghambat peran orang tua dalam pendidikan iman anak antara lain:
Faktor dari anak yakni anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah, anak suka menonton televisi saat jam doa, anak hobi
bermain komputer, anak memiliki motivasi yang lemah dalam hal belajar, sebagian anak sekolah di sekolah negeri yang kekurangan guru agama Katolik sehingga anak
tidak mendapatkan pelajaran agama, anak banyak memiliki teman yang beragama muslim bagi yang sekolah di sekolah negeri.
Faktor dari orang tua yakni kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Katolik dan pekerjaan orang tua yang menyita waktu. Dan faktor yang lain yakni
lingkungan tempat tinggal yang mayoritas warganya beragama Muslim.
c. Harapan umat dalam rangka meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman.
Pada item no 5, harapan dari responden untuk meningkatkan peran orang
tua dalam pendidikan iman anak antara lain: Adanya sharing pengalaman dari para orang tua mengenai pendidikan
iman anak yang dilaksanakan dalam keluarga. Hal ini menjadi harapan karena orang tua kurang mengetahui cara yang tepat dalam mendidik anak. Dengan diadakannya
sharing antar orang tua, mereka dapat saling bertukar informasi, pengalaman, pengetahuan, menemukan masalah dan mencari solusi dari masalah tersebut
81
bersama-sama. Dengan begitu para orang tua dapat semakin diperkaya untuk menjalankan tugasnya dalam mendidik anak-anak mereka dengan cara yang tepat
dan efektif. Diadakan pendalaman iman anak di lingkungan agar anak memperoleh
pembinaan iman selain yang diperoleh dalam keluarga serta diadakan pendalaman iman khususnya yang membahas tentang tema keluarga agar dapat meningkatkan
peran orang tua dalam pendidikan iman anak. Selain itu harapan agar orang tua dapat saling belajar menjadi teladan yang baik bagi putra-putrinya dengan terlibat dalam
berbagai kegiatan yang positif yang diadakan di Gereja, lingkungan dan masyarakat. Pada item no 6, hampir semua responden setuju bahwa katekese
dipandang sebagai usaha yang tepat untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak. Karena katekese atau pendalaman iman sangat bermanfaat
bagi keluarga terutama bagi orang tua agar dapat memberikan kesadaran akan tugas dan kewajiban dalam membimbing anak dalam hidup bermasyarakat dan
menggereja. Selain itu, pendalaman iman juga memberikan inspirasi dan pengetahuan baru bagi orang tua mengenai cara untuk memberikan pendidikan yang
tepat kepada anak. Dengan materi yang tepat, orang tua dapat terbantu untuk memperdalam iman dan panggilan mereka sebagai orang tua. Dengan begitu orang
tua dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dengan melakukan hal-hal yang positif. Refleksi dari penulis setelah melihat data yang didapatkan bahwa ada
banyak faktor-faktor penghambat yang melatarbelakangi kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga. Kurangnya peran orang tua sebagai
pendidik iman bukan saja dikarenakan faktor-faktor yang menghambat mereka dalam memberikan pendidikan iman dalam keluarga. Tetapi juga orang tua kurang
82
memanfaatkan dan memaksimalkan faktor-faktor yang mendukung mereka dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anak mereka. Tetapi para orang tua
menyadari bahwa peranan orang tua sebagai pendidik iman dalam keluarga sangat penting dalam membantu anak agar berkembang secara terus menerus. Hal itu
terlihat dari harapan-harapan para orang tua untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman.
Dengan melihat harapan umat untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman, sebagai seorang calon katekis penulis disadarkan bahwa
penulis juga ikut bertanggungjawab membantu para orang tua mewujudkan harapan- harapan mereka. Dengan membantu memberikan sumbangan pemikiran melalui
program katekese keluarga, penulis berharap agar umat semakin terbantu untuk menemukan inspirasi untuk meningkatkan peran mereka dalam memberikan
pendidikan iman bagi anak-anak.
E. Kesimpulan
Dari data yang sudah dibahas, kegiatan pendidikan iman dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh paroki Santo Martinus Weleri belum sepenuhnya
terlaksana dan belum maksimal. Dari data yang ada, banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan dan pengamatan penulis. Sebagian data mengenai sejauhmana
peran orang tua dalam pendidikan iman anak yang diisi oleh responden dalam kuesioner tertutup merupakan data yang seharusnya dan bukan yang seadanya.
Faktor-faktor yang menjadi pendukung orang tua dalam pendidikan iman anak yakni faktor dari anak itu sendiri antara lain sebagian anak sekolah di sekolah Katolik, anak
memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, anak bertanggungjawab, anak
83
memiliki tingkah laku yang baik, dan anak memiliki banyak teman sesama Katolik karena sekolah di sekolah Katolik. Sedangkan faktor dari orang tua sendiri antara
lain orang tua memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, orang tua memiliki disiplin dalam hidup, harapan dan keinginan agar anak dapat hidup sesuai
dengan ajaran Kristiani sangat tinggi, dan faktor sarana dan fasilitas. Sebagian besar para orang tua mengalami hambatan yang sama yakni faktor dari anak antara lain
anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah, anak suka menonton televisi saat jam doa, anak hobi bermain komputer, anak memiliki
motivasi yang lemah dalam hal belajar, sebagian anak sekolah di sekolah negeri yang kekurangan guru agama Katolik sehingga anak tidak mendapatkan pelajaran agama,
pergaulan anak dengan teman sebaya yang seiman sangat kurang dan cenderung tertutup, faktor dari orang tua yakni kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama
Katolik dan pekerjaan orang tua yang menyita waktu dan faktor lingkungan tempat tinggal yang mayoritas warganya beragama Muslim.
Oleh karena itu harapan dari orang tua yakni diadakannya kegiatan seperti pendalaman iman atau sharing pengalaman bagi para orang tua agar orang tua
mendapatkan pengetahuan, inspirasi dan masukansaran dari orang lain. Selain itu, orang tua juga mengharapkan diadakannya pendidikan iman anak di lingkungan
paling tidak satu bulan sekali agar anak mendapatkan pembinaan iman selain pendidikan dalam keluarga. Dengan begitu anak memiliki kegiatan yang positif
dibandingkan menjalankan kegiatan yang tidak bermanfaat. Kesimpulan dari penelitian ini akan menjadi titik tolak dalam
penyusunan program katekese dalam upaya meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak.
84