Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian

57 menjadi sebuah rutinitas dalam keluarga terutama bagi para orang tua agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu mendapatkan rahmat dan bimbingan dari Tuhan dalam mencapai kehidupan yang harmonis sebagai keluarga Kristiani. Tetapi rata-rata keluarga Kristiani mengalami masalah yang sama yakni masalah membagi waktu dan niat yang kurang kuat. Dari data di atas, dari 30 orang responden selain 11 orang yang menyatakan kadang-kadang dan 10 orang responden menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga pernah berdoa, membaca dan membahas makna bacaan kitab suci, sisanya yakni 2 orang responden dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga selalu berdoa, membaca dan membahas makna bacaan Kitab Suci dan 4 orang responden dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan sering. Dari data tersebut, hanya sebagian kecil keluarga yang secara rutin berdoa, membaca dan membahas makna bacaan kitab suci secara bersama- sama. Pada item no 2, dari 30 orang responden sebanyak 17 orang responden dengan prosentase 56,7 menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga ayah, ibu, dan anak selalu memberikan dukungan satu sama lain dan 10 orang responden dengan jumlah prosentase 33,3 menyatakan bahwa mereka sering memberikan dukungan satu sama lain kepada anggota keluarga. Dari data tersebut diketahui bahwa relasi antar anggota keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh cukup baik karena seluruh anggota keluarga saling mendukung satu sama lain yang merupakan modal utama untuk menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik bagi keluarga. Sedangkan sisanya yakni 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10 menyatakan hanya kadang-kadang saja seluruh anggota keluarga memberi dukungan satu sama lain. Menurut penulis, antar anggota keluarga saling mendukung 58 merupakan hal yang sudah seharusnya dilakukan dalam keluarga. Data menunjukkan adanya 3 responden yang menyatakan hanya kadang-kadang saja seluruh anggota keluarga memberikan dukungan satu sama lain merupakan salah satu dampak dari kurangnya keterbukaan antar anggota keluarga yang dialami oleh sebagian keluarga. Pada item no 3, sebanyak 24 orang responden dengan jumlah prosentase 80 menyatakan bahwa orang tua selalu mendukung anak aktif dalam kegiatan di Gereja dari 30 orang responden. Data tersebut sesuai dengan fakta yang diamati oleh penulis bahwa orang tua selalu mendukung anak-anaknya terlibat dan aktif dalam kegiatan di Gereja. Melihat pergaulan anak jaman sekarang, orang tua sudah cukup khawatir kalau anak-anak mereka salah jalan. Oleh karena itu orang tua sangat mendukung anak-anak aktif dalam kegiatan di Gereja dari pada melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat karena selain iman anak yang berkembang, pergaulan, pengetahuan, dan pengalaman mereka juga berkembang ke arah yang positif. Dan sisanya yang berjumlah 4 orang dengan prosentase 13,3 menyatakan bahwa orang tua pernah mendukung anak aktif dalam kegiatan Gereja. Jumlah prosentase tersebut dinyatakan oleh responden anak-anak. Hal ini dapat dipahami karena ada beberapa orang tua yang menikah beda agama. Tentunya situasi tersebut berpengaruh terhadap pendidikan iman anak karena perhatian dan pendampingan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak di rumah sangatlah kurang. Dan hal tersebut dapat mengakibatkan tidak berkembangnya iman anak bahkan iman dan identitas Kristianinya akan semakin kabur jika tidak ada pendampingan serta perhatian dari orang tua. Pada item no 4, 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan bahwa orang tua selalu mendamping anak dalam proses persiapan 59 penerimaan sakramen inisiasi dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan sering. Selain itu, ada 8 responden dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan hanya kadang-kadang saja dan 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa orang tua pernah mendampingi anak dalam proses persiapan penerimaan sakramen inisiasi. Data tersebut menunjukkan adanya suatu perbandingan jumlah orang tua yang terlibat dan mendampingi anak dalam proses persiapan penerimaan sakramen inisiasi dan orang tua yang kurang memberikan pendampingan kepada anak mereka selama proses penerimaan sakramen inisiasi dan menyerahkan semuanya kepada guru agama atau katekis. Dalam pengamatan penulis, pendampingan proses persiapan penerimaan sakramen sebagian besar dilakukan oleh guru agama atau katekis. Pendampingan yang dilakukan oleh orang tua di rumah biasanya seperti mengajari doa-doa dan memberitahu tata cara saat menerima sakramen. Pada item no 5, 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua mengajak anak untuk sharing tentang pengalamannya. Dan ada 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10 menyatakan bahwa dalam keluarga orang tua hanya pernah mengajak anak untuk sharing pengalamannya. Bahkan ada 1 orang responden dengan dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan sama sekali tidak pernah. Pernyataan tersebut sesuai dengan pengamatan penulis bahwa keterbukaan antar anggota keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh masih kurang. Menurut penulis, hal tersebut disebabkan karena anak merasa kurang nyaman dan memiliki pandangan yang berbeda dengan orang tua mereka. Selain itu, orang tua terlalu sibuk dengan tugas dan pekerjaannya sehingga komunikasi antar anggota keluarga masih kurang terjalin. Namun demikian, 60 tabel 2 pada item no 5 juga menunjukkan bahwa ada 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan orang tua selalu mengajak anak untuk sharing pengalamannya dan ada 8 orang responden dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan bahwa orang tua sering mengajak anaknya sharing tentang pengalamannya. Pada item no 6, sebanyak 8 orang dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan bahwa orang tua mengajarkan anak tentang doa dan ajaran agama Katolik di rumah dan ada 6 orang yang menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua mengajarkan doa dan ajaran agama Katolik di rumah. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa hanya sebagian dari orang tua yang selalu mengajarkan kepada anak tentang doa dan ajaran agama Katolik di rumah. Menurut penulis, anak memang pasti mendapatkan pengajaran tentang doa dan ajaran Katolik di sekolah. Tetapi alangkah bagusnya kalau orang tua mengajarkan doa-doa kepada anak dengan cara mengajak mereka berdoa setiap malam dan juga memberitahu dan mengajarkan ajaran Katolik kepada anak dengan cara yang menyenangkan misalnya dengan menggunakan sarana atau fasilitas yang ada di rumah. Pada item no 7, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,7 menyatakan bahwa orang tua selalu mengajarkan kepada anak untuk menghargai dan menghormati teman atau orang lain yang beragama lain. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa orang tua mengajarkan kepada anak hidup harmonis dengan sesama dengan menghargai dan menghormati orang lain. Menurut penulis, hal ini adalah pelajaran yang paling dasar dan yang paling penting yang harus diajarkan oleh orang tua dalam keluarga. Karena kita hidup bersama dengan orang lain yang memiliki perbedaan dalam segala hal dan anak harus diajarkan dari kecil 61 untuk menghormati orang lain. Tetapi dari 30 responden, ada 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan bahwa orang tua pernah mengajarkan kepada anak untuk menghargai dan menghormati teman yang bergamaa lain. Menurut penulis, orang tua hanya beberapakali mengajarkan kepada anaknya untuk menghormati orang lain yang berbeda agama hanya pada saat seperti hari besar agama lain. Pada item no 8, 27 orang responden dengan jumlah prosentase 90 menyatakan bahwa orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki. Dari pernyataan di atas, orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur sekaligus mengajarkan tentang kasih Tuhan kepada umatNya. Menurut penulis, dengan mengajari anak bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki anak akan belajar untuk selalu mengingat Tuhan dalam senang maupun susah. Tetapi ada 1 orang responden anak yang menyatakan bahwa orang tua pernah mengajarkan anak untuk bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dimiliki. Menurut penulis, orang tua pastinya ingin selalu mengingatkan anaknya untuk bersyukur kepada Tuhan setelah ia mendapatkan sesuatu. Tetapi karena kurangnya komunikasi dan kurangnya intensitas berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, pendidikan iman bagi anak kurang diperhatikan. Pada item no 9, 9 orang responden menyatakan bahwa orang tua pernah menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik seperti pekan suci, paskah, natal dll kepada anak dengan jumlah prosentase 30 dan 5 orang yang menyatakan kadang-kadang. Dari data di atas, orang tua hanya beberapakali menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik kepada anak. Bahkan dari 30 responden, ada 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan bahwa orang tua tidak pernah menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam 62 agama Katolik. Menurut penulis, kenyataan di atas mengakibatkan anak tidak mengerti tentang arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik yang ia rayakan selama ini apalagi bagi anak-anak yang sekolah di sekolah negeri dan jarang mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja. Hal tersebut disebabkan karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tugas-tugasnya dan bahkan orang tua juga kurang mengetahui arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik. Tetapi ada 7 orang responden dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa orang tua selalu menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik dan 3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan sering. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa nampaknya tidak semua orang tua melupakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mendidik anak. Tetapi dalam kenyataannya, orang tua masih sering melupakan tugasnya untuk mendidik anak mereka salah satunya dengan menjelaskan arti dan makna perayaan-perayaan dalam agama Katolik. c. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak. Tabel 3 : Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak. N=30 No Pernyataan Jumlah 10. Seluruh anggota keluarga setiap minggu pergi Gereja. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah 10 6 13 1 33,3 20 43,3 3,3 63 e. Tidak Pernah - - 11. Seluruh anggota keluarga menonton televisi dan berkumpul bersama. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 5 8 16 1 - 16,7 26,7 53,3 3,3 - 12. Setiap anggota keluarga saling terbuka satu sama lain dalam berbagai hal. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 7 5 15 2 1 23,3 16,7 50 6,7 3,3 13. Saling memberikan perhatian ketika ada yang sedang mengalami kesulitan. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 14 10 5 1 - 46,7 33,3 16,7 3,3 - 14. Relasi antar anggota keluarga kurang harmonis. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah - - 9 16 5 - - 30 53,3 16,7 15. Anak memiliki banyak kegiatan dan jarang ada di rumah. 64 a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 3 4 18 1 4 10 13,3 60 3,3 13,3 16. Anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berkumpul bersama anggota keluarga di rumah a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 2 6 15 4 3 6,7 20 50 13,3 10 17. Orang tua setiap hari sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu berkumpul bersama keluarga. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 4 5 12 7 2 13,3 16,7 40 23,3 6,7 Pada item no 10, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan bahwa kadang-kadang seluruh anggota keluarga setiap minggu pergi Gereja bersama dan ada 1 responden yang menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga pernah pergi ke Gereja bersama setiap minggu. Pernyataan dari responden di atas sesuai dengan situasi keluarga yang ada di lingkungan Santo Yusuf bahwa seluruh anggota keluarga jarang pergi ke Gereja secara bersama-sama. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar anak-anak sekolah di luar kota sehingga jarang berada di 65 rumah dan memiliki kegiatan sendiri ketika pulang ke rumah. Selain data tersebut, ada 10 orang responden dengan jumlah prosentase 33,3 menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga selalu pergi ke Gereja setiap minggu bersama-sama dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan sering. Menurut pemahaman penulis dari data tersebut orang tua rutin pergi ke Gereja setiap minggu bersama dengan anaknya yang masih kecil atau masih usia sekolah dasar atau menengah pertama. Dari pengamatan penulis, sebagian besar kaum muda lebih menyukai pergi ke Gereja bersama teman-temannya dan bahkan lebih suka pergi ke Gereja di paroki lain. Pada item no 11, 16 orang responden menyatakan bahwa kadang-kadang seluruh anggota keluarga menonton televisi dan berkumpul bersama dengan jumlah prosentase 53,3 dan hanya 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 yang menyatakan pernah menonton televisi dan berkumpul bersama anggota keluarga. Dari pernyataan yang diperoleh, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka jarang menonton televisi dan berkumpul bersama di rumah. Dari pengamatan penulis, hal ini biasanya dikarenakan para orang tua yang sudah lelah setelah seharian bekerja dan pada malam harinya langsung istirahat. Sedangkan anak-anak pada malam hari lebih suka nonton tv atau bermain game di dalam kamar. Selain itu, masih ada 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa mereka selalu menonton televisi dan berkumpul bersama dengan seluruh anggota keluarga dan ada 8 orang yang menyatakan sering. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa masih ada beberapa keluarga yang menyempatkan waktu untuk menonton televisi bersama meskipun hanya sebentar dan tidak setiap hari. 66 Pada item no 12, sebanyak 15 orang responden dengan jumlah prosentase 50 menyatakan bahwa kadang-kadang setiap anggota keluarga saling terbuka satu sama lain dalam berbagai hal, 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan pernah, dan 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan bahwa setiap anggota keluarga tidak pernah terbuka satu sama lainnya. Dari data tersebut, setiap anggota keluarga masih kurang terbuka satu sama lain. Menurut pemahaman penulis, hal tersebut terjadi karena setiap anggota keluarga masih ada rasa kurang percaya satu sama lain atau merasa tidak nyaman dan tidak satu pikiran karena berbeda generasi. Tetapi ada 7 orang responden dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa setiap anggota keluarga selalu terbuka satu sama lain dan 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa antar anggota keluarga sering terbuka satu sama lain. Dari pemahaman penulis, adanya keterbukaan dalam keluarga terjadi antara orang tua dan anak terutama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar lebih suka bercerita tentang pengalamannya kepada orang tua mereka karena mereka merasa aman jika bercerita kepada orang tua mereka. Menceritakan pengalaman yang dialami merupakan salah satu bentuk anak mencari perhatian dari orang tua mereka. Pada item no 13, 14 orang responden dengan jumlah prosentase 46,7 menyatakan bahwa anggota keluarga selalu memberikan perhatian ketika ada yang sedang mengalami suatu permasalahan dan 10 orang dengan jumlah prosentase 33,3 menyatakan sering. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa setiap anggota keluarga memberikan perhatian ketika ada yang sedang mengalami suatu permasalahan dan hal itu berarti antar anggota keluarga saling menyayangi satu sama lain. Selain itu, ada 5 orang dengan jumlah prosentase 67 16,7 menyatakan bahwa anggota keluarga kadang-kadang memberikan perhatian ketika ada yang mengalami kesulitan dan 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pernah. Menurut penulis, perhatian merupakan ungkapan kasih sayang kepada orang yang kita sayangi yang biasanya diungkapkan dalam bentuk suatu tindakan dan perkataan. Tetapi terkadang masih ada anggota keluarga yang malu untuk mengungkapkan perhatiannya kepada anggota keluarga yang lain. Pada item no 14, sebanyak 16 orang responden dengan jumlah prosentase 53,3 menyatakan bahwa relasi antar anggota keluarga pernah kurang harmonis dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan kadang-kadang saja relasi antar anggota keluarga kurang harmonis. Dari data yang diperoleh, relasi antar anggota keluarga tidak selalu harmonis. Menurut penulis, dalam keluarga hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena setiap manusia memiliki perbedaan dalam cara pandang, pemikiran, pendapat, dan lain hal. Selain pernyataan di atas, 5 responden yang lain menyatakan bahwa relasi antar anggota keluarga selalu harmonis. Menurut penulis, hal tersebut merupakan suatu bentuk representatif responden mengenai keadaan yang seharusnya dengan kenyataan yang ada. Pada item no 15, 18 orang responden dengan jumlah prosentase 60 menyatakan bahwa kadang-kadang anak memiliki banyak kegiatan dan jarang ada di rumah dan 4 orang responden yang lain dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan anak sering memiliki banyak kegiatan dan jarang berada di rumah. dari data di atas, anak-anak terkadang memiliki banyak kegiatan baik kegiatan dan membuatnya jarang berada di rumah. Menurut penulis, hal tersebut masih dapat dikatakan wajar terutama bagi anak usia sekolah menengah pertama dan menengah atas yang sedang dalam masa pertumbuhan. Anak-anak usia tersebut masih suka 68 mengeksplor diri mereka dalam berbagai kegiatan yang terkadang menyita waktu mereka. Selain data di atas, ada 3 responden dengan jumlah prosentase 10 menyatakan bahwa anak selalu memiliki banyak kegiatan dan jarang ada di rumah dan 4 responden yang lain menyatakan bahwa anak tidak pernah memiliki kegiatan dan selalu berada di rumah. menurut penulis, hal tersebut merupakan pernyataan yang bertolak belakang tetapi memiliki masalah yang sama yakni adanya sesuatu yang salah dengan diri anak tersebut baik dari segi situasi yang ada di rumah, lingkungan sekitar dan pergaulannya. Terutama bagi anak usia sekolah menengah pertama dan menengah atas masih memerlukan bimbingan dari orang tua karena usia tersebut merupakan usia yang rawan bagi anak terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan rohaninya. Pada item no 16, sebanyak 15 orang responden menyatakan bahwa kadang- kadang anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berkumpul bersama anggota keluarga di rumah dengan jumlah prosentase 50 dan 4 responden dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan pernah. Dari data pernyataan yang sudah disebutkan, anak-anak terkadang lebih suka bermain bersama teman sebaya mereka dari pada berada di rumah bersama anggota keluarga. Anak-anak usia sekolah yang sudah memiliki teman akrab pastilah lebih suka bermain dengan teman yang sebaya dengan mereka karena dianggap lebih nyaman dan lebih nyambung untuk diajak bicara dibandingkan berkumpul bersama anggota keluarga yang lain di rumah. Sedangkan responden yang lainnya menyatakan bahwa anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah bersama anggota keluarga yang lain sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan sering. 69 Pada item no 17, sebanyak 12 orang responden menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu berkumpul bersama keluarga dengan jumlah prosentase 40 dan 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan pernah. Berdasarkan data tersebut, bahwa orang tua terkadang jarang berkumpul bersama dengan keluarga karena sibuk bekerja. Itu artinya antar anggota keluarga jarang ada dialog dan bercengkrama bersama. Dan ada 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan bahwa oraang tua selalu sibuk bekerja dan jarang berkumpul dengan anggota keluarga yang lain serta 5 orang dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan sering. Sibuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaan yang sudah menjadi tugas mereka, membuat orang tua kurang mendampingi anak secara intens karena waktu yang seharusnya digunakan untuk berkumpul bersama keluarga digunakan untuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaan yang masih tertunda. Tetapi dari 30 orang responden, ada 2 orang yang menyatakan orang tua tidak pernah terlalu sibuk bekerja sehingga memiliki waktu berkumpul bersama dengan keluarga. d. Usulan katekesependalaman iman yang diharapkan umat meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak. Tabel 4 : Usulan katekesependalaman iman yang diharapkan umat untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak N=30 No. Pernyataan Jumlah 18. Orang tua mengikuti pendalaman 70 iman dan doa bersama di lingkungan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 6 5 12 4 3 20 16,7 40 13,3 10 19. Katekese atau pendalaman iman bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 14 6 6 3 1 46,7 20 20 10 3,3 20. Katekese atau pendalaman iman membuat anda lebih dekat dengan Tuhan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 25 2 2 1 - 83,3 6,7 6,7 3,3 - 21. Katekese atau pendalaman iman memberikan motivasi untuk lebih bersikap positif a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 22 5 2 1 - 73,3 16,7 6,7 3,3 - 71 22. Katekese atau pendalaman iman membawa pengaruh positif bagi kehidupan anda a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 17 9 3 1 - 56,7 30 10 3,3 - 23. Katekese atau pendalaman iman membantu keluarga Kristiani dalam mempererat relasi antar anggota keluarga a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 16 9 3 2 - 53,3 30 10 6,7 - 24. Katekese atau pendalaman iman memberi kesadaran akan tugas dan tanggung jawab dalam hidup sehari-hari a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Pernah e. Tidak Pernah 13 8 7 2 - 43,3 26,7 23,3 6,7 - Pada item no 18, sebanyak 12 orang responden dengan jumlah prosentase 40 menyatakan bahwa kadang-kadang orang tua mengikuti pendalaman iman dan doa bersama di lingkungan dan 4 orang responden dengan jumlah prosentase 13,3 72 menyatakan orang tua hanya pernah mengikuti pendalaman iman dan doa di lingkungan. Dari data tersebut, orang tua tidak selalu mengikuti pendalaman iman dan doa di lingkungan. Menurut penulis, hal tersebut dikarenakan banyak orang tua yang memiliki kesibukan terhadap pekerjaan dan tugas-tugas mereka yang terkadang membuat mereka lupa akan tugas dan tanggung jawab mereka terhadap keluarga dan sebagai orang Kristiani. Bahkan ada 3 orang dengan jumlah prosentasi 10 menyatakan bahwa orang tua tidak pernah mengikuti pendalaman iman dan doa di lingkungan. Padahal pendalaman iman dapat menambah pengetahuan dan dapat membuat mereka semakin percaya kepada Tuhan serta diteguhkan dari pengalaman- pengalaman orang lain. Tetapi selain data yang disebutkan di atas, ada 6 orang responden dengan jumlah prosentase 20 menyatakan bahwa orang tua selalu mengikuti pendalaman iman dan doa lingkungan dan 5 orang dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan sering. Pada item no 19, 14 orang responden dengan jumlah prosentase 46,7 menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan sering. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa pendalaman iman selalu bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari. Karena pendalaman iman dengan bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari sangat membantu umat dalam memahami makna dari bacaan kitab suci. Selain itu, ada 6 orang dengan jumlah prosentase 20 menyatakan bahwa pendalaman iman kadang-kadang bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan 3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan pernah. Dari 30 responden, sebagian kecil menyatakan pendalaman iman terkadang bertitik tolak dari 73 pengalaman hidup sehari-hari. Dilihat dari jumlah pernyataan responden, pendalaman iman sebagian besar bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari. Pada item no 20, sebanyak 25 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman membuat responden lebih dekat dengan Tuhan dengan jumlah prosentase 83,3 dan 2 responden dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan sering. Dari fakta yang disebutkan di atas, hampir semua responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman membuat responden lebih dekat dengan Tuhan karena tujuan diadakannnya pendalaman iman sejatinya ingin mendekatkan umat dengan Tuhan. Dari pemahaman penulis, pendalaman iman membantu umat untuk semakin percaya dan semakin mencintai Tuhan dalam segala peristiwa sehari-hari. Oleh karena itu banyak pendalaman iman yang diadakan di lingkungan-lingkungan bertitik tolak dari pengalaman umat sehari-hari. Selain itu 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan bahwa pendalaman iman membuat mereka kadang-kadang merasa lebih dekat dengan Tuhan dan 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pernah. Dari 30 responden, hanya sebagian kecil saja yang merasa bahwa pendalaman iman tidak selalu membuat mereka lebih dekat dengan Tuhan. Hal ini berarti sebagian besar umat mengalami manfaat dengan mengikuti pendalaman iman. Pada item no 21, 22 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman memberikan motivasi untuk selalu bersikap positif dengan jumlah prosentase 73,3 dan 5 orang dengan jumlah prosentase 16,7 menyatakan bahwa pendalaman iman sering memberikan mereka motivasi untuk bersikap positif. Dari jumlah pernyataan yang disebutkan di atas, sebagian besar responden merasakan manfaat dari pendalaman iman bahwa pendalaman iman membawa pengaruh untuk 74 selalu memberikan motivasi kepada responden untuk bersikap positif dalam hidup sehari-hari. Dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan bahwa kadang-kadang pendalaman iman memberikan mereka motivasi untuk bersikap positif dalam hidup. Sedangkan 1 orang menyatakan hanya pernah mengalami pendalaman iman memberikan motivasi kepada dirinya untuk bersikap positif. Akan sangat membantu kalau pendalaman iman dapat memberikan motivasi bagi umat untuk bersikap positif dalam mencapai hidup yang harmonis dengan sesama dan semua ciptaan-Nya misalnya umat merasa termotivasi untuk menjalin relasi kembali dengan orang yang ikatan relasinya sempat terputus setelah mengikuti pendalaman iman karena tema yang dibahas sesuai dengan yang dialami. Pada item no 22, sebanyak 17 orang responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu membawa pengaruh positif bagi kehidupan responden dengan jumlah prosentase 56,7 dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan sering. Dilihat dari jumlah dan prosentase pernyataan responden, katekese telah memberi dampak kepada umat. Pengaruh yang dirasakan umat merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh umat pada item no 21. Motivasi untuk bersikap positif membawa pengaruh bagi umat itu sendiri. Dengan memiliki motivasi untuk bersikap positif, motivasi tersebut akan menjadi sugesti dalam diri umat untuk selalu bejalar bersikap positif. Dengan begitu umat akan lebih terbantu dalam mengontrol emosi dan pikirannya. Pada item no 23, sebanyak 16 orang dengan jumlah prosentase 53,3 menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu membantu mereka dalam mempererat relasi antar anggota keluarga dan 9 orang dengan jumlah prosentase 30 menyatakan katekese sering membantu mereka dalam mempererat relasi antar 75 anggota keluarga. Dari data di atas, dari 30 responden sebagian besar keluarga di lingkungan Santo Yusuf merasa relasi antar anggota keluarga menjadi semakin erat melalui pendalaman iman atau katekese. Menurut penulis, pendalaman iman dapat membantu mempererat relasi antar anggota keluarga karena tema dan tujuan yang bertitik tolak dari permasalahan yang ada di sekitar dapat membantu umat. Kesadaran untuk menjalin relasi yang baik dengan orang lain terutama keluarga sendiri dapat terjadi apabila umat menghayati dan memaknai pendalaman iman yang diikuti yang pada akhirnya akan menghasilkan kesadaran untuk memperbaiki apa yang salah dan mempertahankan serta meningkatkan yang benar. Pada item no 24, sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3 dari 30 responden menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu memberi kesadaran akan tugas dan tanggungjawab dalam hidup sehari-hari. Dan 8 orang dengan jumlah prosentase 26,7 menyatakan bahwa pendalaman iman atau katekese sering kali membuat mereka sadar akan tugas dan tanggungjawab mereka. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa katekese memberi kontribusi dengan membantu umat menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat dan Gereja kepada sebagian besar umat di lingkungan Santo Yusuf Gemuh. Sedangkan sisanya yakni 7 orang dengan jumlah prosentase 23,3 menyatakan bahwa mereka hanya kadang-kadang menyadari kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka dan 2 orang dengan jumlah prosentase 6,7 menyatakan pernah menyadari kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka dalam hidup sehari-hari setelah mengikuti pendalaman iman atau katekese. Hal itu berarti masih ada umat yang belum menemukan dan merasakan makna positif dari katekese bagi hidup mereka yang khususnya mengenai tugas dan tanggung jawab 76 mereka dalam hidup baik sebagai orang tua, anak, warga Gereja maupun warga masyarakat. Jumlah responden yang menyatakan bahwa katekese atau pendalaman iman selalu memberikan mereka kesadaran akan tugas dan tanggungjawab mereka sehari-hari lebih besar dari pada jumlah pernyataan yang lainnya. Menurut penulis, dari data yang sudah dibahas di atas kontras dengan pengamatan yang diungkapkan penulis di bagian latar belakang penelitian dan data pada tabel 2 dan tabel 3 mengenai tugas dan tanggungjawab orang tua khususnya yang berkaitan dengan pendidikan iman dan tugas dan tanggungjawab anak sebagai orang Kristiani. 2. Kuesioner Terbuka a. Sejauh mana peran orang tua dalam pendidikan iman anak sudah terwujud Pada item no 1, semua orang tua dari 15 responden sangat setuju bahwa keadaan yang ada dalam keluarga berpengaruh bagi perkembangan iman anak. Sebagian besar berpendapat bahwa masalah dalam keluarga akan berpengaruh bagi anak. Oleh karena itu, anak harus selalu diperhatikan dengan tidak memperlihatkan masalah keluarga kepada anak dan memberi pengertian tentang apa yang terjadi. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga karena keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk memulai belajar segala hal karena anak belajar dari apa yang ia lihat. Selain itu, ada juga responden yang menyatakan bahwa keadaan ekonomi dalam keluarga berpengaruh bagi perkembangan iman anak. Ekonomi keluarga yang kurang mencukupi kebutuhan keluarga akan membawa pengaruh bagi anak terutama kepercayaan diri untuk bergaul. Ekonomi keluarga yang kurang bisa mencukupi kebutuhan keluarga akan berpengaruh bagi perkembangan anak bukan hanya dari 77 segi iman tetapi juga dari segi psikologis dan kepribadian. Penting untuk selalu menanamkan pengertian kepada anak mengenai situasi ekonomi keluarga bukan membicarakan masalah ekonomi di depan anak. Karena dengan menanamkan pengertian bahwa orang tua bekerja mencari uang untuk memenuhi keperluan hidup termasuk memenuhi kebutuhan anak-anak, maka anak akan belajar menghargai kerja keras orang tuanya dengan rajin belajar agar kerja keras orang tua tidak sia-sia dan membantu orang tua di rumah. Pada item no 2, sebagian besar responden membina iman anak-anak mereka dengan mengajak dan mengingatkan untuk selalu berdoa sebelum memulai segala aktivitas, mengajak doa rosario, mengikuti kegiatan-kegiatan baik di Gereja maupun di lingkungan serta mengikuti misa di Gereja setiap minggu. Selain itu, sebagian orang tua mendidik anak agar selalu berkata jujur dan menghormati orang lain, mendampingi anak menonton televisi, menyanyikan lagu dari Madah Bakti, membaca Kitab Suci, dan mengajarkan kepada anak agar selalu bersyukur kepada Tuhan. Kegiatan pembinaan tersebut hanya 5 dari 15 orang responden yang melaksanakan dalam keluarga. Menurut penulis, pendampingan dan pembinaan iman bagi anak-anak dalam keluarga masih kurang diperhatikan oleh sebagian besar orang tua karena mereka kurang terlibat secara maksimal dalam memberikan pendampingan bagi pendidikan iman anak-anak mereka. Sebagian besar orang tua hanya mengajak dan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu berdoa dan mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja maupun di lingkungan. Tetapi hal ini dimengerti oleh penulis karena keterbatasan orang tua dalam segi waktu, pikiran, pengetahuan, dan materi. Dan pada dasarnya orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anak- 78 anak mereka tetapi karena keterbatasan-keterbatasan tersebut, iman anak jadi tidak bisa berkembang semaksimal mungkin. b. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak Pada item no 3, faktor-faktor yang mendukung orang tua dalam pendidikan iman anak antara lain: Faktor yang mendukung dari anak yakni anak sekolah di sekolah Katolik, anak memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, anak bertanggungjawab, anak memiliki tingkah laku yang baik, dan anak memiliki banyak teman sesama Katolik karena sekolah di sekolah Katolik. Dari pernyataan tesebut, faktor-faktor yang mendukung dari diri anak itu sendiri dapat mendukung orang tua untuk berperan dalam pendidikan iman anak dalam keluarga karena dengan anak sekolah di sekolah Katolik, pengetahuan dasar mengenai ajaran agama Katolik dll sudah dipelajari oleh anak di sekolah sehingga orang tua dapat membantunya untuk memahami kembali apa yang sudah diajarkan di sekolah dengan buku-buku yang sudah ditetapkan oleh sekolah sebagai buku bahan belajar. Dengan anak memiliki tanggungjawab, orang tua dapat memanfaatkannya untuk mendukung dan mengajari anak untuk membantu Gereja dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja dan di lingkungan dan memberikan pengertian bahwa orang Kristiani kalau sudah dibaptis maka mendapat tanggung jawab untuk mengemban tugas membantu dalam mengembangkan Gereja. Dengan anak memiliki tingkah laku yang baik, orang tua dapat memanfaatkan itu untuk mengajari anak belajar menghargai dan menghormati orang lain serta belajar berbagi kepada teman dan sesama yang berkekurangan. Dan 79 dengan anak memiliki teman sesama Katolik, orang tua dapat memberi dorongan dan motivasi kepada anak agar anak dapat semakin terlibat dalam berbagai kegiatan dan organisasi-organisasi yang ada. Dengan begitu iman yang sudah mulai tertanam dalam diri anak tidak hilang karena salah pergaulan. Menurut penulis, dengan memanfaatkan faktor-faktor tersebut orang tua dapat mencari dan menemukan cara yang efektif yang dapat membantu anak dalam belajar sehingga anak berkembang dengan maksimal. Selain dari faktor dari anak, orang tua juga dapat memanfaatkan faktor- faktor yang mendukung mereka mewujudkan pendidikan iman dalam keluarga antara lain: orang tua dapat mengajari dan membimbing anak-anaknya untuk belajar dan ikut berdoa bersama dengan orang tua karena mereka memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas. Selain itu orang tua juga dapat membuat jadwal rutin berdoa di rumah bersama dengan anggota keluarga yang lain. Orang tua juga dapat mengajari anak untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan dan mengajari serta membimbing anak untuk menghargai segala sesuatu yang ia miliki seperti belajar tepat waktu dll dan tentunnya dengan dampingan dan contoh dari orang tua karena mereka memiliki disiplin dalam hidup. Faktor pendukung yang paling penting dari orang tua adalah adanya keinginan dan harapan agar anak dapat menjadi seorang Kristiani yang sejati. Dengan terus mengingat keinginan serta harapan tersebut, orang tua akan termotivasi dan memiliki sugesti dalam dirinya untuk selalu semangat dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan dan hambatan dalam mendidik anak. Faktor lain: sebagian besar keluarga memiliki sarana-sarana seperti buku- buku, alat elektronik seperti laptop dan dvd. Dengan memiliki sarana tersebut, orang 80 tua dapat memanfaatkanya untuk memberikan pendidikan misalnya mengenai siapa itu Yesus, para nabi, ajaran Gereja Katolik, bagaimana menjadi putra dan putri Altar dll dengan menggunakan sarana yang ada sehingga anak dapat lebih terbantu dalam memahami apa yang telah diajarkan kepadanya. Pada item no 4, faktor-faktor yang menghambat peran orang tua dalam pendidikan iman anak antara lain: Faktor dari anak yakni anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah, anak suka menonton televisi saat jam doa, anak hobi bermain komputer, anak memiliki motivasi yang lemah dalam hal belajar, sebagian anak sekolah di sekolah negeri yang kekurangan guru agama Katolik sehingga anak tidak mendapatkan pelajaran agama, anak banyak memiliki teman yang beragama muslim bagi yang sekolah di sekolah negeri. Faktor dari orang tua yakni kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Katolik dan pekerjaan orang tua yang menyita waktu. Dan faktor yang lain yakni lingkungan tempat tinggal yang mayoritas warganya beragama Muslim. c. Harapan umat dalam rangka meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman. Pada item no 5, harapan dari responden untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak antara lain: Adanya sharing pengalaman dari para orang tua mengenai pendidikan iman anak yang dilaksanakan dalam keluarga. Hal ini menjadi harapan karena orang tua kurang mengetahui cara yang tepat dalam mendidik anak. Dengan diadakannya sharing antar orang tua, mereka dapat saling bertukar informasi, pengalaman, pengetahuan, menemukan masalah dan mencari solusi dari masalah tersebut 81 bersama-sama. Dengan begitu para orang tua dapat semakin diperkaya untuk menjalankan tugasnya dalam mendidik anak-anak mereka dengan cara yang tepat dan efektif. Diadakan pendalaman iman anak di lingkungan agar anak memperoleh pembinaan iman selain yang diperoleh dalam keluarga serta diadakan pendalaman iman khususnya yang membahas tentang tema keluarga agar dapat meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak. Selain itu harapan agar orang tua dapat saling belajar menjadi teladan yang baik bagi putra-putrinya dengan terlibat dalam berbagai kegiatan yang positif yang diadakan di Gereja, lingkungan dan masyarakat. Pada item no 6, hampir semua responden setuju bahwa katekese dipandang sebagai usaha yang tepat untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak. Karena katekese atau pendalaman iman sangat bermanfaat bagi keluarga terutama bagi orang tua agar dapat memberikan kesadaran akan tugas dan kewajiban dalam membimbing anak dalam hidup bermasyarakat dan menggereja. Selain itu, pendalaman iman juga memberikan inspirasi dan pengetahuan baru bagi orang tua mengenai cara untuk memberikan pendidikan yang tepat kepada anak. Dengan materi yang tepat, orang tua dapat terbantu untuk memperdalam iman dan panggilan mereka sebagai orang tua. Dengan begitu orang tua dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dengan melakukan hal-hal yang positif. Refleksi dari penulis setelah melihat data yang didapatkan bahwa ada banyak faktor-faktor penghambat yang melatarbelakangi kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga. Kurangnya peran orang tua sebagai pendidik iman bukan saja dikarenakan faktor-faktor yang menghambat mereka dalam memberikan pendidikan iman dalam keluarga. Tetapi juga orang tua kurang 82 memanfaatkan dan memaksimalkan faktor-faktor yang mendukung mereka dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anak mereka. Tetapi para orang tua menyadari bahwa peranan orang tua sebagai pendidik iman dalam keluarga sangat penting dalam membantu anak agar berkembang secara terus menerus. Hal itu terlihat dari harapan-harapan para orang tua untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman. Dengan melihat harapan umat untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman, sebagai seorang calon katekis penulis disadarkan bahwa penulis juga ikut bertanggungjawab membantu para orang tua mewujudkan harapan- harapan mereka. Dengan membantu memberikan sumbangan pemikiran melalui program katekese keluarga, penulis berharap agar umat semakin terbantu untuk menemukan inspirasi untuk meningkatkan peran mereka dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anak. E. Kesimpulan Dari data yang sudah dibahas, kegiatan pendidikan iman dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh paroki Santo Martinus Weleri belum sepenuhnya terlaksana dan belum maksimal. Dari data yang ada, banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan dan pengamatan penulis. Sebagian data mengenai sejauhmana peran orang tua dalam pendidikan iman anak yang diisi oleh responden dalam kuesioner tertutup merupakan data yang seharusnya dan bukan yang seadanya. Faktor-faktor yang menjadi pendukung orang tua dalam pendidikan iman anak yakni faktor dari anak itu sendiri antara lain sebagian anak sekolah di sekolah Katolik, anak memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, anak bertanggungjawab, anak 83 memiliki tingkah laku yang baik, dan anak memiliki banyak teman sesama Katolik karena sekolah di sekolah Katolik. Sedangkan faktor dari orang tua sendiri antara lain orang tua memiliki kebiasaan berdoa sebelum memulai aktivitas, orang tua memiliki disiplin dalam hidup, harapan dan keinginan agar anak dapat hidup sesuai dengan ajaran Kristiani sangat tinggi, dan faktor sarana dan fasilitas. Sebagian besar para orang tua mengalami hambatan yang sama yakni faktor dari anak antara lain anak lebih suka bermain dengan teman sebaya dari pada berada di rumah, anak suka menonton televisi saat jam doa, anak hobi bermain komputer, anak memiliki motivasi yang lemah dalam hal belajar, sebagian anak sekolah di sekolah negeri yang kekurangan guru agama Katolik sehingga anak tidak mendapatkan pelajaran agama, pergaulan anak dengan teman sebaya yang seiman sangat kurang dan cenderung tertutup, faktor dari orang tua yakni kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Katolik dan pekerjaan orang tua yang menyita waktu dan faktor lingkungan tempat tinggal yang mayoritas warganya beragama Muslim. Oleh karena itu harapan dari orang tua yakni diadakannya kegiatan seperti pendalaman iman atau sharing pengalaman bagi para orang tua agar orang tua mendapatkan pengetahuan, inspirasi dan masukansaran dari orang lain. Selain itu, orang tua juga mengharapkan diadakannya pendidikan iman anak di lingkungan paling tidak satu bulan sekali agar anak mendapatkan pembinaan iman selain pendidikan dalam keluarga. Dengan begitu anak memiliki kegiatan yang positif dibandingkan menjalankan kegiatan yang tidak bermanfaat. Kesimpulan dari penelitian ini akan menjadi titik tolak dalam penyusunan program katekese dalam upaya meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak. 84

BAB IV USAHA MENINGKATKAN KESADARAN

AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI Pada bab IV ini penulis akan memaparkan suatu model katekese dalam rangka membantu meningkatkan kesadaran orang tua dalam peranannya terhadap pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki Santo Martinus Weleri. Model katekese yang penulis rasa cocok adalah katekese model Shared Christian Praxis karena dengan model ini, orang tua dapat saling bertukar pengalaman, memperoleh wawasan, di samping itu peserta juga dibantu menemukan inspirasi dalam menentukan tindakan yang tepat untuk mendidik iman anak-anak mereka. Bab IV ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis kepada keluarga-keluarga Kristiani di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki Santo Martinus Weleri dengan memberikan sumbangan pemikiran melalui program katekese dengan model Shared Christian Praxis. Pada bab ini penulis akan membahas mengenai katekese model Shared Christian Praxis, di antaranya mengenai pengertian dan langkah-langkah dalam proses katekese model Shared Christian Praxis. Kemudian penulis akan mengusulkan 4 tema program katekese serta menunjukkan contoh persiapan katekese model Shared Christian Praxis yang akan dilaksanakan ± 2 dua bulan. 85

A. Katekese Keluarga Model Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu

Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Iman. Katekese model Shared Christian Praxis merupakan katekese yang bertitik tolak dari pengalaman hidup peserta. Dengan bertolak pada pengalaman peserta sehari-hari, katekese model Shared Christian Praxis ini diharapkan dapat membantu peserta dalam menjalankan tugas dan peranannya dalam mendidik anak- anak mereka. 1. Komponen Shared Christian Praxis Menurut Thomas H. Groome yang bukunya disadur oleh Heryatno Wono Wulung 1997: 2-4, komponen dari katekese model Shared Christian Praxis terdiri dari: a. Shared Istilah shared menunjuk pengertian komunikasi iman yang timbal balik antar peserta, sikap partisipasi aktif dan kritis, terbuka pada kedalaman diri serta kehadiran sesama maupun rahmat Tuhan. Istilah ini juga menekankan proses katekese yang menggarisbawahi aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan, dan solidaritas . Dalam “sharing”, semua peserta diharapkan secara terbuka siap mendengar dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Dalam “sharing” juga terkandung hubungan antara pengalaman hidup peserta dengan tradisi dan visi Kristiani. 86 b. Christian Christian menunjuk salah satu komponen penting SCP yaitu mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Dengan begitu kekayaan iman Gereja diharapkan dapat berkembang menjadi pengalaman iman jemaat. Komponen ini menekankan pengalaman hidup umat Kristiani sepanjang sejarah tradisi dan visi Gereja yaitu terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Dalam konteks ini tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia. Baik tradisi maupun visi Kristiani sama-sama mengutamakan nilai-nilai kerajaan Allah yang betul-betul dihidupi dan terus diusahakan. c. Praxis Praxis mengacu pada tindakan manusia yang memiliki tujuan untuk tercapainya suatu transformasi hidup di mana di dalamnya terdapat suatu kesatuan antara teori dan praktek yaitu kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kristis yaitu keterlibatan baru. 2. Langkah-langkah Katekese Model SCP Menurut Sumarno 2005: 19-22 langkah-langkah SCP dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Langkah 0: Pemusatan Aktivitas. 87 Bagian ini bertujuan untuk mendorong umat menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkrit peserta yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka. b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual. Langkah pertama ini membantu peserta mengungkapkan pengalaman hidup faktual yang sesuai dengan kenyataan. Isi dari langkah I ini adalah pengalaman peserta atau kehidupan dan permasalahan yang ada di sekitar peserta. Dan sharing adalah salah satu cara yang dipakai oleh peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya. c. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual. Langkah II ini bertujuan untuk memperdalam sharing pengalaman peserta melalui refleksi kristis sehingga peserta menemukan inti dari pengalamannya demi perkembangan hidup beriman yang lebih baik. Refleksi pada langkah ini menyatukan tiga mata waktu yaitu refleksi pengalaman masa lampau, pengalaman masa sekarang dan pengalaman masa yang akan datang. d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau. Langkah ini bertujuan mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang mempunyai konteks dan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Tradisi dan visi 88 Kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. e. Langkah IV: Interpretasi Dialektis Antara Tradisi dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani. Langkah ini mengajak peserta berdasar nilai Tradisi dan visi Kristiani peserta untuk sampai pada pemaknaan akan nilai hidup, sikap-sikap pribadi yang tidak baik akan dihilangkan, dan nilai-nilai hidup yang baru akan dikembangkan. Peserta secara aktif dan kreatif mempribadikan nilai-nilai Kristiani dengan cara memperteguh identitas kekristenan yang sudah diyakini. Langkah ini juga bertujuan untuk menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan visi peserta dengan nilai tradisi dan visi Kristiani. Interpretasi tersebut dapat melahirkan kesadaran, sikap-sikap, dan niat-niat baru sebagai jemaat Kristiani yang memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup mereka. f. Langkah V: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Ini. Langkah ini mengajak peserta agar sampai pada keputusan baru yang mengarah pada aksi konkrit yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah. Dengan kata lain langkah ini bertujuan untuk mendorong peserta pada keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia; pertobatan pribadi dan sosial yang berkelanjutan. 89

B. Usulan Program Katekese Keluarga bagi Orang Tua dalam Rangka

Meningkatkan Kesadaran akan Peran Penting Orang Tua bagi Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh. 1. Latar Belakang Program Katekese Keluarga Pendidikan iman anak dalam keluarga sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu pendidikan iman anak dalam keluarga perlu dilakukan secara terus menerus agar anak-anak tidak tersesat dan memiliki bekal atau pondasi dalam menjalani hidup sehari-hari di tengah masyarakat. Orang tua sebagai pendidik paling utama memiliki tugas dan tanggungjawab untuk mendidik dan merawat anak-anak mereka. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting karena dapat menentukan baik dan buruknya perkembangan anak dalam berbagai faktor di masa depan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa sebagian besar keluarga Kristiani di lingkungan Santo Yusuf Paroki Santo Martinus menyatakan bahwa pendidikan iman anak dalam keluarga belum terwujud sepenuhnya di dalam keluarga mereka. Dari hasil penelitian, kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan mengenai ajaran agama dan cara yang tepat dalam mendidik iman anak-anak mereka. Melihat permasalahan yang ada, penulis memilih katekese keluarga sebagai usulan program untuk membantu para orang tua dalam mewujudkan harapan mereka untuk meningkatkan peranan mereka dalam memberikan pendidikan iman bagi anak-anak di dalam keluarga. Usulan program ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian dalam bab sebelumnya. Penulis memilih katekese keluarga karena katekese keluarga bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

Dokumen yang terkait

Katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta.

1 25 209

Upaya peningkatan tanggungjawab keluarga Katolik di Paroki Santo Petrus Pekalongan terhadap pendidikan iman anak.

0 4 153

Upaya peningkatan hidup rohani keluarga kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Yogyakarta melalui katekese keluarga.

0 1 150

Katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta

0 15 207

Bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga Katolik di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository

0 2 132

PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu S

0 0 146

Peran pendampingan orang tua dalam sekolah minggu terhadap perilaku iman anak di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi - USD Repository

0 6 182

Upaya meningkatkan pelaksanaan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga di Kring Santo Yohanes Paroki Santo Mikael Gombong Keuskupan Purwokerto - USD Repository

0 1 134

Peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan ST. Monika Paroki Wates - USD Repository

0 2 145

Sumbangan katekese keluarga terhadap peningkatan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri - USD Repository

0 0 146