Upaya peningkatan hidup rohani keluarga kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Yogyakarta melalui katekese keluarga.

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “ UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO MELALUI KATEKESE”. Latar belakang penulisan skripsi ini adalah berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan kehidupan rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo. Keluarga-keluarga Kristiani masih sibuk dengan masing-masing pekerjaannya sehingga jarang melaksanakan kegiatan rohani dalam keluarga. Menanggapi situasi tersebut penulis sangat tertarik untuk menulis skripsi ini untuk memberi sumbangan pemikiran kepada keluarga-keluarga Kristiani sekaligus memberi dukungan dan semangat di dalam meningkatkan hidup rohani di tengah masing-masing keluarganya agar semakin dekat dengan Yesus dan melaksanakan karya pewartaan Yesus di tengah-tengah dunia.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan melalui katekese keluarga. Untuk menanggapi permasalahan tersebut maka penulis mengumpulkan data hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani. Oleh karena itu penulis menyebarkan kuesioner dan wawancara yang berhubungan dengan judul skripsi kepada keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus. Di samping itu diperlukan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang diharapkan untuk membantu keluarga-keluarga dalam mengembangkan hidup rohani dalam keluarga-keluarga, lingkungan dan Gereja.

Untuk menindaklanjuti keprihatinan tentang hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani penulis membuat usulan program pembinaan dalam keluarga Kristiani melalui katekese keluarga. Katekese keluarga dapat membantu keluarga-keluarga untuk kembali sadar dan berbenah diri serta memberikan pandangan kepada keluarga bahwa hidup rohani dalam keluarga sangat penting, dimana dapat terjalin komunikasi yang baik, saling meneguhkan, menguatkan dan membuat keluarga bisa ikut terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan Gereja.


(2)

ABSTRACT

The title of this minithesis is DO EFFORTS IN DEVELOPING SPIRITUAL LIFE OF THE CHRISTIAN FAMILIES IN THE ST. PAUL COMMUNITY MAGUWOHARJO PARISH MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA THROUGH CATECHISM. The background of writing this minithesis is based on my concern on the life of the christian families in the community of st. Paul Maguwoharjo. The families are rushing outside along day so it is not easy for them even to find a single minute for prayer. From this point of view, I am interested to do my research and try to put more ideas how to build a family prayer up in such situation and how to motivate them in developing their families' spiritual life so they can come close to Jesus in prayer any time they want and take part in Jesus' mission in the world.

The main issue in this minithesis is how to develop the spiritual life of christisn families in community through a family catechism. To answer the main issue, I have to collect the details of spiritual life of the Christian families. I have to distribute questionnare and making interview in accord with my title of minithesis to the Christian families in st. Paul community Maguwoharjo. In addition, I do a library research to get more new ideas and thoughts in which can help the families in developing their spiritual life in the community and in the Church.

As an action plan regarding my concern about the spiritual life of the christisn families, I make a suggestion of doing an impressive christian families program through family catechism. Family catechism can help families to realize and get ready, open a new thoughts as well to them that spiritual life in a family is very important in bringing families to a good communication and deepest faith.


(3)

UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTO PAULUS MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE KELUARGA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Sophia Nona Puka

NIM: 101124057

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS), khususnya

Provinsi Maria Ratu Para Rasul Kalimantan

Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.

Komunitas Roh Suci SSpS Yogyakarta, Keluarga, Sahabat dan


(7)

MOTTO

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes 55:8)

“Tuhan adalah Gembalaku” (Mzm 23:1)


(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “ UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO MELALUI KATEKESE”. Latar belakang penulisan skripsi ini adalah berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan kehidupan rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo. Keluarga-keluarga Kristiani masih sibuk dengan masing-masing pekerjaannya sehingga jarang melaksanakan kegiatan rohani dalam keluarga. Menanggapi situasi tersebut penulis sangat tertarik untuk menulis skripsi ini untuk memberi sumbangan pemikiran kepada keluarga-keluarga Kristiani sekaligus memberi dukungan dan semangat di dalam meningkatkan hidup rohani di tengah masing-masing keluarganya agar semakin dekat dengan Yesus dan melaksanakan karya pewartaan Yesus di tengah-tengah dunia.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan melalui katekese keluarga. Untuk menanggapi permasalahan tersebut maka penulis mengumpulkan data hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani. Oleh karena itu penulis menyebarkan kuesioner dan wawancara yang berhubungan dengan judul skripsi kepada keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan St. Paulus. Di samping itu diperlukan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang diharapkan untuk membantu keluarga-keluarga dalam mengembangkan hidup rohani dalam keluarga-keluarga, lingkungan dan Gereja.

Untuk menindaklanjuti keprihatinan tentang hidup rohani keluarga-keluarga Kristiani penulis membuat usulan program pembinaan dalam keluarga Kristiani melalui katekese keluarga. Katekese keluarga dapat membantu keluarga-keluarga untuk kembali sadar dan berbenah diri serta memberikan pandangan kepada keluarga bahwa hidup rohani dalam keluarga sangat penting, dimana dapat terjalin komunikasi yang baik, saling meneguhkan, menguatkan dan membuat keluarga bisa ikut terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan Gereja.


(11)

ABSTRACT

The title of this minithesis is DO EFFORTS IN DEVELOPING SPIRITUAL LIFE OF THE CHRISTIAN FAMILIES IN THE ST. PAUL COMMUNITY MAGUWOHARJO PARISH MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA THROUGH CATECHISM. The background of writing this minithesis is based on my concern on the life of the christian families in the community of st. Paul Maguwoharjo. The families are rushing outside along day so it is not easy for them even to find a single minute for prayer. From this point of view, I am interested to do my research and try to put more ideas how to build a family prayer up in such situation and how to motivate them in developing their families' spiritual life so they can come close to Jesus in prayer any time they want and take part in Jesus' mission in the world.

The main issue in this minithesis is how to develop the spiritual life of christisn families in community through a family catechism. To answer the main issue, I have to collect the details of spiritual life of the Christian families. I have to distribute questionnare and making interview in accord with my title of minithesis to the Christian families in st. Paul community Maguwoharjo. In addition, I do a library research to get more new ideas and thoughts in which can help the families in developing their spiritual life in the community and in the Church.

As an action plan regarding my concern about the spiritual life of the christisn families, I make a suggestion of doing an impressive christian families program through family catechism. Family catechism can help families to realize and get ready, open a new thoughts as well to them that spiritual life in a family is very important in bringing families to a good communication and deepest faith.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus, atas

segala berkat dan bimbingan-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripi ini dengan baik. Kasih Allah begitu indah. Ia

telah mendampingi, menyertai dan hadir nyata dalam diri setiap pribadi yang dengan

caranya sendiri telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Skripsi

ini berjudul “UPAYA PENINGKATAN HIDUP ROHANI KELUARGA

-KELUARGA KRISTIANI DI LINGGKUNGAN SANTO PAULUS

MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA

MELALUI KATEKESE KELUARGA.

Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan

hidup rohani dalam keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus

Maguwoharjo. Mereka perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan hidup

rohani. Penyusunan skripsi dimaksudkan untuk membantu keluarga-keluarga di

lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo dalam meningkatkan hidup rohani di

tengah-tengah keluarganya sehingga mereka juga ikut ambil bagian dalam kegiatan

di lingkungan dan di Gereja.

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,M.Ed, selaku kaprodi dan dosen


(13)

penulis baik dalam menempu studi di IPPAK maupun dalam penulisan skripsi

ini mulai dari penyusunan hingga pertanggungjawaban skripsi ini.

2. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, SJ. selaku dosen penguji II dan DPA yang

dengan caranya sendiri telah mendukung dan memberi semangat dalam

penulisan skripsi ini

3. Bapak Drs. L. Bambang Hendrato, Y.M.Hum. selaku dosen penguji III yang

selalu setia memberi dukungan, sapaan dan motivasi dalam penulisan skripsi

ini.

4. Kongregasi SSpS, secara khusus Tim Pimpinan Propinsi Maria Ratu Para Rasul

Kalimantan, yang memberi kepercayaan, dukungan baik spiritual, moril maupun

finansial kepada penulis selama masa studi dan penulisan skripsi di IPPAK

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

5. Untuk Tim Pimpinan Propinsi Maria Bunda Allah Jawa dan para suster di

komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang dengan caranya masing-masing

telah mendukung, mendoakan dan memberi motivasi kepada penulis selama

studi hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Bapak Lumaksono selaku ketua lingkungan beserta bapak-bapak dan ibu-ibu di

lingkungan St. Paulus Maguwoharjo, yang telah meluangkan waktu, memberi

kesempatan kepada penulis mengadakan penelitian dan memberikan semangat

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat cinta,

perhatian, doa dan dukungan selama ini

8. Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2010, yang telah mendukung

secara spiritual dn moril maupun dalam bentuk apa saja sampai terselesainya


(14)

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN………...xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan………..7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. HIDUP ROHANI DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI ZAMAN SEKARANG ... 9

A. Hidup Rohani ... 10

1. Pengertian Hidup Rohani ... 10

2. Bentuk-bentuk Kegiatan Hidup rohani ... 12

a. Doa Pribadi dan Bersama ... 12

b. Mengikuti Perayaan Ekaristi ... 13

c. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci ... 14

d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman ... 14

e. Ikut Ambil Bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah ... 14

f. Refleksi Harian ... 15


(16)

3. Tujuan Hidup Rohani ... 16

a. Meningkatkan Relasi dengan Tuhan ... 16

b. Memupuk Relasi Kasih dengan Sesama Manusia ... 16

c. Membangun Sikap Peduli Terhadap Semesta ... 16

B. Keluarga Kristiani ... 17

1. Pengertian Keluarga Kristiani ... 17

2. Pokok-Pokok Keluarga Kristiani ... 18

a. Keluarga adalah Komunitas Pribadi-pribadi dalam Cinta Kasih ... 18

b. Keluarga adalah Persekutuan Pembela Kehidupan ... 19

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 20

1) Persekutuan (Koinonia) ... 21

2) Liturgi (Leiturgia) ... 21

3) Pewartaan Injil (Kerygma) ... 22

4) Pelayanan (Diakonia) ... 23

5) Kesaksian Iman (Martyria) ... 23

d. Keluarga adalah “Sel Terkecil Masyarakat ” ... 23

e. Tanggung Jawab Keluarga Kristiani ... 24

f. Tujuan Keluarga Kristiani ... 26

1) Kesejahteraan Keluarga ... 26

2) Demi Keturunan ... 28

3) Perkembangan Pribadi ... 29

g. Tugas Keluarga Kristiani ... 30

1) Membentuk Kesatuan Pribadi-Pribadi ... 30

(a) Cinta Kasih Sebagai Asas Kekuaran Persatuan ... 30

(b) Persatuan Utuh Suami-Istri ... 30

(c) Kesatuan Persekutuan Sami-Istri yang Tak Terceraikan ... 31

(d) Persatuan Keluarga yang Lebih Luas ... 31

(e) Hak-hak serta Peranan Wanita ... 32

(f) Kaum Wanita dan Masyarakat ... 32

(g) Pria Sebagai Suami dan Ayah ... 32

(h) Hak-hak Anak ... 33


(17)

a) Penerus Hidup ... 33

(1) Bekerjasama dalam Kasih Allah Pencipta ... 33

(2) Ajaran dan kaidah Gereja, sudah lama tetapi selalu Baru ... .34

(3) Gereja Membela Kehidupan ... 34

b) Pendidikan ... 35

(1) Hak dan Kewajiban Orang Tua untuk Mendidik ... 35

(2) Mendidik Menuju Nilai-Nilai Hakiki Hidup Manusia ... 35

(3) Hubungan dengan Para Pelaksana Pendidikan yang lain .. 36

3) Turut Serta Mengembangkan Masyarakat ... 36

(a) Keluarga sebagai sel masyarakat yang pertama dan amat penting ... 36

(b) Hidup Berkeluarga Sebagai Pengalaman Hidup Bersatu dan Berbagi Rasa ... 37

(c) Peranan Sosial dan Politis ... 37

(d) Masyarakat Melayani Keluarga ... 38

(e) Piagam Hak-Hak Keluarga ... 38

(f) Rahmat dan Tanggungjawab Keluarga Kristiani ... 39

(g) Menuju Tatanan Internasional yang Baru ... 39

4) Turut Serta Dalam Hidup dan Perutusan Gereja ... 40

(a) Keluarga dalam Misteri Gereja ... 40

(b) Peranan Gereja yang Khusus dan asli ... 40

C. Makna Hidup Rohani Keluarga Kristiani di Zaman Sekarang ... 41

BAB III. PENGHAYATAN HIDUP ROHANI KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN ST. PAULUS MAGUWOHARJO PAROKI MARGANINGSIH KALASAN YOGYAKARTA ... 44

A. Keadaan Umum Umat di lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 44

1. Letak Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 44

2. Jumlah dan Situasi Umat Katolik ... 46

3. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Lingkungan St. Paulus ... 47

4. Kesulitan-Kesulitan yang Dihadapi oleh Umat di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 49 B. Gambaran Hidup Rohani Keluarga Kristiani di


(18)

Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 51

C. Penelitian Pelaksanaan Hidup Rohani Keluarga di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo Melalui Katekese Umat ... 53

1. Desain Penelitian ... 53

a. Latar Belakang Penelitian ... 53

b. Tujuan Penelitian ... 55

c. Jenis Penelitian ... 56

d. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ... 56

e. Responden Penelitian ... 56

f. Waktu dan Tempat ... 57

g. Variabel Penelitian ... 57

2. Laporan Hasil Penelitian Penghayatan Hidup Rohani Keluarga-Keluarga di Lingkungan St. Paulus Maguwoharjo ... 58

a. Gambaran Kegiatan Rohani pada Umumnya ... 59

b. Gambaran tentang Keluarga Kristiani Menghayati Panggilannya sebagai Gereja Domestik ... 62

c. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penghayatan Hidup Rohani Keluarga Kristiani ... 63

3. Laporan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 65

a. Keluarga Menyediakan Waktu untuk Berdoa Bersama dalam Keluarga ... 65

b. Seluruh Keluarga Ikut Terlibat dalam Kegiatan Doa Lingkungan dan Pendalaman Iman ... 66

c. Hambatan dan Faktor Pendukung yang Dialami dalam Melaksanakan Doa Bersama dalam Keluarga ... 66

d. Keluarga Memiliki Kebiasaan Doa Bersama Saat Ulang Tahun Kelahiran dan Ulang Tahun Perkawinan ... 67

e. Seluruh Keluarga Ikut Terlibat dalam Kegiatan di Gereja dan Lingkungan ... 67

4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 71

BAB IV. KATEKESE KELUARGA SEBAGAI JALAN UNTUK MENINGKATKAN HIDUP ROHANI KELUARGA KRISTIANI ... 73


(19)

A. Katekese ... 73

1. Pengertian Katekese ... 73

2. Tujuan Katekese ... 75

3. Pelaku Katekese ... 77

a. Para Uskup ... 77

b. Para Imam ... 78

c. Para Biarawan/Biarawati ... 78

d. Para Katekis Awam ... 78

e. Keluarga ... 78

f. Seluruh Umat ... 79

B. Katekese Keluarga ... 79

1. Pengertian Katekese Keluarga ... 79

2. Tujuan Katekese ... 80

3. Kekhasan Katekese keluarga ... 81

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pendamping dalam Ketekese Keluarga ... 83

a. Keadaan Keluarga ... 83

b. Tema ... 83

c. Materi Katekese ... 83

d. Sasaran atau peserta katekese keluarga ... 84

e. Waktu dan tempat katekese keluarga ... 84

C. Proses Katekese Keluarga ... 85

1. Pengungkapan Pengalaman ... 85

2. Refleksi Pengalaman Hidup ... 85

3. Pendalaman Kitab Suci ... 85

4. Penerapan Sabda Tuhan dalam Situasi konkrit ... 86

5. Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit………...86

D. Usulan Program Katekese Keluarga ... 86

1. Latar Belakang Pemilihan Program………...86

2. Tujuan dan Pembinaan Hidup Rohani………..87

3. Rumusan Tema dan Tujuan………...87

E. Matriks Program………..89


(20)

BAB V. PENUTUP ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA………...110

LAMPIRAN……….. Lampiran I: Surat Izin Penelitian………...(1)

Lampiran II: Bukti Pelaksanaan Penelitian………(2)

Lampiran III: Angket Penelitian………(3)

Lampiran IV: Contoh Jawaban Responden………...(5)

Lampiran V: Pertanyaan Wawancara……….(7)

Transkip VI: Transkip Hasil Wawancara………..(8)

Lampiran VII: Teks Cerita………(12)


(21)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH A. Singkatan Kitab Suci

Luk : Lukas

Kor : Korintus

Mzm : Mazmur

Kej : Kejadian

B. Singkatan Dokumen-Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechest Tradendae Anjuran Apostolik Paus Yohanes II kepada para

uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini,

tanggal 16 Oktober 1979

FC : Familiaris Consortio Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada

para uskup, imam-imam dan umat beriman seluruh Gereja Katolik 22

November 1981

GS : Gaudium et Spes merupakan dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja

dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan II, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja

tanggal 21 November 1964

KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia

KHK : Kitab Hukum Kanonik

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

LBI : Lembaga Biblika Indonesia

ME : Marriage Encounter (Gerakan dari Gereja Katolik untuk

pasangan suami/istri


(22)

PIA : Pendampingan Iman Anak


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup rohani adalah hidup yang dijiwai oleh Roh Tuhan atau relasi pribadi dengan Tuhan, sehingga manusia mengalami ketenangan dan kedamaian hati. Supaya mencapai kematangan hidup rohani, orang harus berjuang meluangkan waktu untuk membangun relasi dengan Tuhan, diri sendiri dan sesama. Namun situasi perkembangan kehidupan yang semakin modern membuat orang semakin sibuk. Waktu menjadi hal yang sangat berharga sehingga membuat orang merasa takut kehilangan waktu. Bahkan ada yang tak mau lagi meluangkan waktu untuk membangun relasi dengan Tuhan. Membangun relasi dengan Tuhan menjadi tidak teratur lagi sehingga hal ini membuat orang mengalami krisis iman, krisis panggilan, dan lain sebagainya. Artinya hidup rohani yang sebenarnya menjadi hal yang mendasar bagi hidup manusia menjadi hilang dan kabur.

Hidup rohani merupakan kekuatan yang berasal dari Allah. Setiap umat beriman yang telah dipermandikan mendapat kekuatan dari Allah yaitu melalui Yesus Kristus berkat sakramen permandian. Yang menjadi persoalan adalah apakah setiap pribadi berusaha untuk menjaga, memelihara dan memperkembangkan hidup rohaninya. Untuk memperkembangkan sesuatu dibutuhkan sarana dan cara tertentu, demikian juga dalam kehidupan rohani, bila cara dan sarana tidak diperhatikan, maka tidak akan terjadi perkembangan dan hidup rohani pun akan mati.

Dalam hidup rohani, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pribadi mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini bisa terjadi karena lingkungan yang mendukung, dan juga usaha pribadi itu sendiri yang mengembangkannya. Maka hal ini bisa menjadi kekuatan untuk saling menguatkan


(24)

dan membantu satu sama lain. Misalnya mengingatkan dan memberi perhatian pada sesama untuk memperhatikan hidup doa. Ataupun kita tetap memberi suasana batin yang membantu orang lain untuk tetap menjalin hubungan pribadinya dengan Tuhan.

Saling membantu dalam memperkembangan hidup rohani bukan tugas pribadi masing-masing tetapi tanggung jawab kita bersama. Maka secara bersama-sama kita perlu menyediakan waktu untuk mengadakan kegiatan yang mendukung perkembangan hidup rohani tersebut. Misalnya kegiatan Bakti Sosial untuk membantu mereka yang lemah miskin dan yang menderita. Kemudian menyediakan waktu secara khusus untuk mengadakan kegiatan rekoleksi bersama sebagai bentuk rasa syukur sekaligus menjadi kesempatan untuk berbagi pengalaman iman dan merefleksikan setiap kegiatan rohani yang dilaksanakan.

Kehidupan rohani menyangkut relasi pribadi manusia dengan Tuhan. Untuk membangun relasi yang semakin mendalam dengan Tuhan, maka manusia terus menerus menyediakan waktu untuk membangun relasi dan memupuknya dengan cara berdoa, membaca Kitab Suci, mengikuti perayaan Ekaristi, ibadat lingkungan, meditasi serta devosi-devosi dan juga ikut terlibat dalam kegiatan menggereja.Untuk memperkembangkan hidup rohani, tentunya manusia tidak sendirian. Maka kehadiran sesama menjadi sangat penting dalam hal mengembangakan hidup rohani. Hal ini bisa dimulai dari keluarga. Karena keluarga memberi arti mendalam bagi perkembangan dan pertumbuhan seseorang. Keluarga merupakan tempat utama dan pertama dalam hidup seseorang. Maka, keluarga menjadi jantung dan persemaian nilai-nilai hidup Kristiani. Dari keluargalah diharapkan lahir orang-orang yang mengalami dan kemudian mewartakan kabar gembira di tengah-tengah masyarakat.


(25)

Keluarga Kristiani pada dasarnya merupakan persekutuan hidup antara ayah, ibu dan anak-anak yang hidup berdasarkan cinta kasih, saling memberi, saling menerima, saling membantu dan saling menolong satu sama lain sehingga tercapai kesejahteraan bersama atau pribadi. Dalam keluarga Kristiani iman masing-masing anggota keluarga harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan dikembangkan sehingga makin hari makin menjadi mendalam. Kegiatan yang dilaksanakan dalam keluarga yang dapat menumbuh kembangkan hidup rohani anggota keluarga adalah doa bersama seperti membaca dan merenungkan Kitab Suci, merayakan ulang tahun anak atau ulang tahun perkawinan, rekoleksi, doa bersama sebelum dan sesudah sarapan dan lain sebagainya. Pada dasarnya keluarga terdiri dari pribadi-pribadi. Oleh karena itu keluarga merupakan sekolah hidup bersama yang utama dan pertama, sebagai komunitas cinta, keluarga bergerak dan berkembang dengan memberikan dirinya. Kebersamaan dan cinta yang merupakan bagian dari suka-duka hidup keluarga adalah guru yang baik karena mengajarkan keterlibatan dan perhatian kepada masyarakat sekitarnya.

Keluarga merupakan sekolah hidup bersama. Jadi, dengan membangun persekutuan pribadi-pribadi yang otentik dan dewasa, keluarga menjadi sekolah hidup bersama yang pertama dan tak tergantikan. Keluarga Kristiani diharapkan menjadi contoh bagi keluarga-keluarga yang lain dengan sikap saling menghormati, memupuk martabat pribadi pada masing-masing anggota, sikap memberi dengan sukarela dan tulus hati.

Setiap keluarga Kristen juga dipanggil untuk mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah dalam keluarganya. Panggilan di sini memang lebih ditekankan pada suatu panggilan khusus dalam Gereja seperti menjadi imam, biarawan dan biarawati. Justru dalam keluargalah


(26)

panggilan-panggilan semacam ini tumbuh. Ini suatu tugas dan peran yang luhur bagi keluarga. Oleh karena itu, mereka harus memperkaya diri sendiri dan seluruh keluarga dengan nilai-nilai rohani dan moral, seperti semangat keagamaan yang mendalam dan penuh keyakinan, kesadaran merasul dan menggereja, dan pengertian jelas mengenai apa itu panggilan. Untuk mencapai kehidupan keluarga Kristiani yang lebih baik, Gereja berusaha membantu untuk meningkatkan kehidupan rohani di dalam keluarga. Salah satu usaha untuk meningkatkan iman dalam keluarga Kristiani ialah melalui katekese keluarga yang akan penulis uraikan sebagai berikut:

Katekese keluarga adalah usaha saling tolong menolong secara terus menerus untuk memperdalam iman mereka sendiri dalam keluarga antara orang tua dan anak-anak melalui doa bersama, membaca dan merenungkan Kitab Suci, saling berbagi pengalaman iman. Katekese keluarga mau membangkitkan kesadaran tentang tugas orangtua dalam hidup iman dari hari ke hari, baik dalam hubungan mereka maupun dengan anak-anaknya (Egong, 1983:24).

Dari rumusan tersebut dapat dimengerti bahwa katekese keluarga merupakan salah satu katekese umat. Katekese keluarga merupakan komunikasi iman dalam keluarga dan antar keluarga. Melalui katekese, keluarga berusaha untuk menciptakan keluarga Kristiani yang saling bekerjasama sebagai bagian dari Gereja yang lebih luas. Katekese keluarga berusaha untuk menumbuhkan persekutuan hidup Kristiani dalam keluarga yang dapat memberikan pengaruh pada perkembangan manusia secara keseluruhan sebagai umat Allah.

Melalui katekese, umat mengungkapkan pengalaman hidupnya sehari-hari yang dihayati sesuai dengan Injil. Mereka saling memberi dan memperoleh kekuatan dan keuntungan dalam tugas sebagai pendidik bagi anggota keluarganya. Dengan berkomunikasi dalam katekese setiap keluarga saling membantu dalam


(27)

perkembangan hidup beriman serta dapat saling memperoleh pengetahuan dan pengalaman dengan seluruh anggota keluarganya. Jadi katekese keluarga ialah katekese yang diadakan di lingkungan untuk para orang tua sekaligus menjadi katekese dari para orang tua kepada anak-anaknya. Dalam berkatekese peserta memiliki rasa saling percaya, terbuka dan mengungkapkan pendapatnya dengan bebas serta berani untuk mendengarkan orang lain.

Dalam dunia modern sekarang ini banyak perubahan-perubahan yang terjadi yang membawa dampak bagi kehidupan manusia termasuk juga dalam kehidupan keluarga-keluarga Kristiani. Ada keluarga Kristiani yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai Kristiani namun sebagian besar menjadi ragu, dan bimbang tentang makna hidup keluarga sehingga mereka mudah putus asa dan ingin menyerah bahkan ada yang mulai menjauhkan diri dari kehidupan menggereja. Orang ke Gereja, ikut kegiatan di lingkungan atau kegiatan rohani lainnya hanyalah sekedar rutinitas bahkan dalam keluarga tidak ada kegiatan rohani yang menumbuh kembangkan iman anggota keluarga. Anggota keluarga lebih senang dengan dunianya sendiri dan bahkan mengabaikan orang lain disekitarnya.

Berdasarkan pengalaman di lingkungan Santo Paulus, situasi yang demikian ternyata juga dialami oleh keluarga Kristiani. Penulis juga pernah mendengarkan sharing pengalaman yang dibagikan oleh beberapa keluarga Kristiani bahwa yang menjalankan kegiatan rohani hanya sebagian keluarga. Maka hal ini menjadi keprihatinan penulis. Untuk itu penulis mau menganalisis sejauh mana keterlibatan keluarga Kristiani dalam kegiatan kerohanian. Karena kegiatan rohani yang dijalankan hanya sekedar rutinitas, ketika ada kegiatan di Gereja atau lingkungan yang ikut terlibat hanya orang-orang tertentu saja sedangkan yang lain sibuk dengan pekerjaan atau tugas rumah. Melihat realitas di atas maka penulis ingin mengkaji hal


(28)

tersebut dengan menulis skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hidup Rohani Keluarga Kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Kalasan Yogyakarta melalui Katekese Keluarga”

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang kehidupan keluarga-keluarga Kristiani maka penulis akan membahas dalam tulisan ini permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran hidup rohani keluarga Kristiani menurut pandangan Gereja Katolik ?

2. Sejauh mana keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Kalasan Yogyakarta telah menghayati hidup rohaninya ?

3. Bagaimana katekese keluarga dapat digunakan untuk meningkatkan hidup rohani keluarga Kristiani di lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Kalasan Yogyakarta

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Menggambarkan hidup rohani keluarga Kristiani dalam kenyataan hidup sehari-hari

2. Mengetahui sejauhmana keluarga Kristiani menghayati hidup rohaninya ? 3. Bagaimana katekese keluarga dapat meningkatkan hidup rohani keluarga? D. Manfaat Penulisan


(29)

Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kehidupan rohani keluarga kristiani melalui katekese umat.

Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan kepada keluarga Kristiani untuk lebih memperhatikan kehidupan rohani dalam keluarganya agar iman keluarga semakin bertumbuh.

2. Menambah pengetahuan penulis tentang kehidupan keluarga Kristiani melalui katekese keluarga.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah deskripsi analisis, yaitu menggambarkan apa yang penulis dapatkan berdasarkan studi pustaka dan penelitian di lapangan serta mengumpulkan data berdasarkan penyebaran angket dan wawancara kepada umat di lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganinsih Kalasan Yogyakarta kemudian dilaporkan, dianalisis dan dibuat kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini:

1. BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan

2. BAB II menguraikan pentingnya keluarga Kristiani dalam meningkatkan hidup rohani keluarga.

3. BAB III menggambarkan sejauhmana keluarga-keluarga Kristiani telah menghayati hidup rohani di lingkungan St. Paulus. Pada bab ini bagian pertama memaparkan gambaran umum lingkungan santo Paulus, jumlah umat


(30)

lingkungan St. Paulus, Situasi Lingkungan Santo Paulus, Permasalahan di lingkungan Santo Paulus, kegiatan hidup rohani. Bagian kedua menyampaikan hasil penelitian pembahasan serta kesimpulan.

4. BAB IV Katekese keluarga sebagai jalan untuk meningkatkan hidup rohani keluarga Kristiani.


(31)

BAB II

HIDUP ROHANI DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI ZAMAN SEKARANG

Salah satu panggilan hidup manusia adalah berkeluarga. Panggilan hidup yang luhur ini dikehendaki oleh Allah. Cinta kasih suami istri itu disempurnakan dengan cinta kasih Allah dalam sakramen perkawinan. Agar cinta kasih itu langgeng dibutuhkan kesetiaan yang tiada hentinya yang terus menerus perlu diusahakan. Keluarga sebagai Gereja domestik mempunyai tanggung jawab utama dan pertama dalam mendidik anak-anak.

Gereja Domestik menunjukan bahwa wajah Gereja semesta ditentukan oleh kualitas hidup beriman keluarga-keluarga Kristiani. Jika setiap keluarga Kristiani mampu menghidupi semangat Kristus, mereka berpeluang menjadi contoh bagi keluarga-keluarga lain. Bahkan, Paus Paulus VI menekankan keluarga Kristiani berkewajiban menjadi “penginjil bagi keluarga-keluarga lain”. Di mana keluarga mampu menghadirkan Kristus di tengah umat lain melalui pelayanan dan kesaksian hidup mereka. Keluarga Kristiani juga diharapkan mampu mewartakan kabar gembira tentang kerajaan Allah, namun pertama-tama hendaknya melalui keluarga-keluarganya sendiri dan setelah itu baru ke orang lain (Sarasehan Membangun Keluarga, 2013: 2).

Seperti terjadi pada kebanyakan keluarga dalam dunia modern mereka kurang memperhatikan kehidupan rohani dalam keluarganya sehingga kehidupan iman semakin melorot. Meskipun ada beberapa keluarga mencoba tetap setia pada iman akan Yesus Kristus, tetapi ada keluarga yang menjadi bimbang dengan hidup keluarganya, bahkan ada banyak keluarga yang menjadi ragu-ragu dan hampir tak sadar akan makna hidup berkeluarga di zaman ini.


(32)

Melihat realitas seperti ini keluarga Kristiani perlu mengembangkan hidup rohani dalam keluarganya. Hidup rohani merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia karena menyangkut tujuan hidup manusia. Melalui hidup rohani manusia bisa bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama maupun doa pribadi, refleksi dan ikut terlibat aktif dalam kegiatan menggereja baik di lingkungan, wilayah maupun di paroki. Melalui kegiatan ini setiap anggota keluarga akan mengalami dan merasakan hidup aman, damai dan menyertakan Tuhan dalam seluruh peristiwa hidup.

A. Hidup Rohani

1. Pengertian Hidup Rohani

Kata rohani berasal dari kata Ibrani ruah yang berarti nafas. Adanya hidup dalam tubuh manusia sering dihubungkan dengan adanya nafas sehingga manusia sebagai makhluk rohani berarti manusia sanggup berhubungan dengan Sang Sumber hidupnya. Makna rohani lebih dipusatkan pada kesanggupan untuk berhubungan dengan Tuhan dan menyadari kehadiran Yang Ilahi dalam hidupnya. Manusia dipanggil untuk mengenal Dia yang hadir dalam batinnya (Heuken, 2005: 120).

Hidup rohani juga menyangkut “roh” (spirit). Roh mengacu pada

keseluruhan diri sejati.Siapa diri kita tercermin dalam sikap terhadap Tuhan. Aspek rohani menyangkut segala sesuatu yang bersifat “immaterial” dan tak terlihat secara fisik, karena itu kehidupan rohani menyangkut sikap hati, jiwa atau roh secara keseluruhan terhadap Tuhan (Hidya Tjahya, 2011: 60).

Alkitab menyebutkan suatu unsur yang mutlak perlu bagi kerohanian manusia. Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus mengemukakan bahwa manusia rohani digambarkan sebagai orang yang menerima roh yang berasal dari Allah. Roh ini adalah tenaga aktif Allah, dan bekerjanya roh tersebut merupakan syarat mutlak untuk mengetahui hal-hal rohani. Dengan demikian,


(33)

seseorang bisa menguji dan memahami segala sesuatu dari sudut pandang rohani.Orang yang tidak memiliki roh Allah disebut manusia jasmani, yang menganggap hal-hal rohani sebagai kebodohan (1 Kor 2: 12-15).

Maka, meski kita memiliki kesanggupan untuk bertindak dan berpikir seperti Allah karena diciptakan menurut gambar-Nya, kerohanian yang sejati tidak bisa dikembangkan melalui hikmat manusia semata, kesadaran akan kesanggupan pribadi, atau prestasi pribadi saja. Untuk itu diperlukan Roh Kudus Allah. Orang yang menolak kehadiran Roh Allah, tetapi memilih untuk mengejar keinginannya sendiri, digambarkan sebagai orang yang tidak rohani.

Roh mendorong setiap orang beriman untuk semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang semakin rohani dalam segala hal. Proses kehidupan manusia adalah riwayat rohani masing-masing dan berlangsung terus sampai manusia meninggalkan dunia ini. Walaupun hidup rohani manusia bersifat pribadi dan unik, namun terdapat persamaan, rahmat panggilan, cita-cita rohani dan bakat-bakat kodrati yang merupakan dasar kemanusiaan.

Manusia zaman sekarang ada yang begitu mencintai imannya akan Yesus dan sebaliknya ada yang menolak dan tampak jauh dari Tuhan, namun demikian Roh Kudus tetap bekerja dalam diri manusia. Yang diperlukan sekarang ini ialah kaum Kristiani yang mau menjumpai dan mengalami kasih Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. Karena itu dalam kehidupan rohaninya, umat Kristiani perlu menjalin relasi yang dekat dengan Tuhan. Bila manusia berkehendak untuk sampai kepada Allah melalui Yesus Kristus maka niatnya harus dilaksanakan dengan seluruh jiwa raganya, dalam setiap tindakan dalam kehidupan sehari-hari, dalam pekerjaannya dan di tengah sesama dan di tengah lingkungan keluarganya.


(34)

2. Bentuk- Bentuk Kegiatan Hidup Rohani dalam Keluarga

Untuk mencapai hidup rohani yang semakin matang dan mendalam masing-masing pribadi perlu mempererat hubungannya dengan Tuhan: antara lain dengan mendengarkan sabdaNya dalam Injil melalui hatinya, semakin menghidupkan dan meningkatkan cara berdoa. Berdoa merupakan kegiatan manusia yang paling mulia. Dalam doa segala segi kehidupan dan iman seseorang menyatu, lalu dihantarkan kepada Tuhan. Panggilan pribadi didengar dan dipertajam dalam doa, karena Tuhan memanggil kita sebagai anak-Nya yang disayangi-Nya. Oleh karena itu, sebagai anak tugas kita adalah menyapa Tuhan dengan berterimakasih, mengeluh, memuji atau meminta namun terutama dengan mendengarkan-Nya dalam hati. Dengan demikian, Tuhan sendirilah yang menuntun kita dalam dan melalui berbagai peristiwa hidup kita (Heuken, 2002: 12).

Konferensi Waligereja Indonesia dalam buku Pedoman Pastoral Keluarga, 2011 menyatakan bahwa setiap keluarga Katolik harus memperhatikan kehidupan iman anggota keluarganya karena keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman Katolik. Cara yang dilakukan bersama dalam keluarga agar kehidupan iman dan rohaninya semakin berkembang antara lain:

a. Doa Pribadi dan doa bersama

Dalam keluarga perlu dibiasakan untuk berdoa secara teratur, baik secara pribadi maupun secara bersama. Doa pribadi yang teratur oleh masing-masing anggota keluarga, dapat dilakukan terutama sebelum dan sesudah tidur dan sebelum dan sesudah makan. Sedangkan doa bersama di dalam keluarga dapat dilakukan terutama ketika ada anggota keluarga yang merayakan ulang tahun, sedang bersedih, atau sedang menghadapi tugas penting. Maka dalam kaitan dengan doa pribadi dan doa bersama, perlu dijelaskan bahwa berdoa adalah komunikasi dengan Tuhan,


(35)

sehingga setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya melalui doa-doa spontan. Dalam berdoa keluarga juga perlu menggunakan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario dan lain-lain (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:35)

b. Mengikuti Perayaan Ekaristi

Sejak dini keluarga perlu ikut ambil bagian secara aktif dalam perayaan liturgi, terutama Ekaristi supaya dapat mengenal dan mencintai Tuhan. Hari Raya Natal dapat digunakan sebagai moment untuk memperkenalkan kepada anak-anak, Pribadi Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Sebaiknya anak juga dilibatkan dalam persiapan perayaan tersebut, misalnya dengan menghias pohon natal atau membantu membuat gua natal.

Perayaan ekaristi khusus untuk anak-anak sangat membantu mereka untuk terlibat di dalamnya. Lagu-lagu yang sederhana, kotbah yang menarik dan mudah dimengerti, dapat memikat perhatian anak. Dengan cara demikian mereka dibiasakan untuk terlibat dalam perayaan ekaristi. Mungkin pada awalnya anak-anak hanya menirukan sikap orang tua. Selanjutnya mereka dapat mengungkapkan iman dalam ekaristi.

Bila mereka sudah mampu memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan ekaristi yaitu sebagai perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan Diri-Nya dan memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya. Maka menyambut tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan sendiri. Juga perlu dijelaskan bahwa perayaan ekaristi adalah perayaan syukur atas karya keselamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus (seri puskat no, 22, 40).


(36)

c. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci

Keluarga Kristiani mempunyai kebiasaan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Melalui pembacaan Kitab Suci, keluarga mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan yang berpuncak dalam diri Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya, sehingga anggota keluarga dapat menimba inspirasi untuk hidup iman melalui teladan hidup Yesus dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:35)

d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman

Untuk membantu keluarga dalam memberikan pendidikan iman dan menumbuhkan sikap hidup menggereja dalam diri keluarga Kristiani, maka keluarga Kristiani harus terlibat aktif dalam kegiatan menggereja baik di lingkungan, wilayah, maupun paroki. Maka, sejak kecil, anak-anak sebaiknya didorong untuk terlibat kegiatan kelompok pembinaan iman, seperti Sekolah Minggu, Pembinaan Iman Anak dan Remaja. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut di atas, iman anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, anak juga dapat menghayati kebersamaan hidup sebagai anggota Gereja (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:35)

e. Ikut Ambil Bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah

Rekoleksi, retret, ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah-buah yang baik. Maka keluarga Kristiani hendaknya mendorong dan mendukung seluruh anggota keluarganya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka. Melalui kegiatan-kegiatan ini setiap anggota keluarga akan semakin terlibat aktif dalam


(37)

kegiatan di keluarga dan Gereja dan saling terbuka satu dengan yang lain (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:35)

f. Refleksi Harian

Refleksi harian merupakan hal yang paling penting dalam hidup manusia, karena dengan refleksi manusia dapat menemukan siapa dirinya sesungguhnya dengan segala situasi hidup yang dialami dan dirasakan, sehingga dapat memaknai hidup ini begitu berati. Demikian pula dalam hidup berkeluarga, setiap anggota keluarga mampu merefleksikan setiap pengalaman yang mereka alami dalam hidup sehari-hari sehingga mereka mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan setiap anggota keluarganya agar hidup mereka semakin sempurna dimana ada cinta kasih timbal balik.

g. Terlibat dalam Perkumpulan Keluarga Katolik (ME)

Marriage Encounter atau yang disingkat dengan ME adalah sebuah gerekan dari

Gereja Katolik untuk pasangan suami istri, atau sebuah program yang biasanya diberikan pada akhir pekan dimana para pasutri mendapat kesempatan untuk melatih teknik berkomunikasi dengan kasih yang dapat mereka gunakan sampai akhir hayat. Hal tersebut adalah sebuah kesempatan untuk dapat melihat sejauh mana hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan Tuhan. Selain itu merupakan kesempatan untuk berbagi perasaan, harapan, dan mimpi-mimpi dari mereka.

Weekend dalam Marriage Encounter merupakan kesempatan untuk membangun komunikasi antara suami istri. Weekend memberikan suasana yang kondusif bagi pasutri untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari tekanan hidup sehari-hari, sekaligus mendukung mereka untuk memusatkan perhatiaan pada satu sama lain dan hubungan mereka. (Gema Warta).


(38)

3. Tujuan Hidup Rohani

a. Meningkatkan Relasi dengan Tuhan

Hidup merupakan anugerah indah dari Tuhan yang harus selalu terasa indah bila kita hayati sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh Tuhan. Hal yang paling penting yang harus selalu disadari oleh manusia adalah bahwa Tuhan senantiasa mengasihi dan menyayangi semua makhluk-Nya, termasuk manusia tanpa batas. Tuhan adalah kasih dan kasih-Nya yang telah kita terima dengan cuma-cuma hendak dibagikan kepada semua makhluk ciptaan sehingga mereka pun mengalami kasih Tuhan. Sebagai balasannya manusia perlu belajar untuk lebih percaya kepada Tuhan dan menjalin relasi yang dekat dengan Tuhan agar manusia dapat bersatu erat dengan Tuhan dan kembali seutuhnya kepada Tuhan (Hidya Tjahya, 2011: 24). b. Memupuk Relasi Kasih dengan Sesama Manusia

Manusia adalah citra Allah. Ia diciptakan oleh Allah menurut gambar dan rupa-Nya (Kej 1: 26-27). Kasih menjadi dasar bagi Allah untuk menciptakan manusia dan selanjutnya menyelamatkan manusia. Oleh kasih Allah itu, manusia dapat hidup.Maka, sebagai makhluk pribadi sekaligus sebagai mahkluk social, manusia harus menjalin relasi yang penuh kasih dengan sesama manusia. Dengan itu, manusia dapat hidup dengan aman, damai dan tenteram bersama dengan sesamanya. c. Membangun Sikap Peduli terhadap Alam Semesta

Akal budi yang menjadi nilai lebih dari manusia yang adalah “gambar dan rupa” Allah (Kej 1:26) mewajibkan manusia untuk terlibat untuk menjaga keutuhan dan kelestarian lingkungan. Dengan akal budinya manusia dituntut untuk memelihara alam. Oleh karena itu, manusia adalah rekan kerja Allah. Meskipun dalam pemahaman ekologis, manusia memiliki asal usul yang sama dengan segala sesuatu yang ada di dunia, namun manusia adalah makhluk yang istimewa. Keistimewaan


(39)

manusia terletak pada aspek kesadaran diri (self consciousness) yang memampukan manusia untuk membuat distingsi antara yang baik dan yang buruk bagi keberlangsungan hidup ciptaan di dunia ini.

Atas dasar itu, maka peran, kedudukan dan tugas manusia adalah menjadi mitra kerja Allah yang bersama-sama memelihara dan menjaga alam semesta. Manusia menjadi kolaborator Allah dalam karya penciptaan, bukan menggantikan kedudukan dan peran Allah (Surip, 2010:28)

B. Keluarga Kristiani

1. Pengertian Keluarga Kristiani

Keluarga Kristiani adalah suatu institusi yang dibentuk melalui sakramen perkawinan. Nilai-nilai yang menggerakan keluarga itu adalah nilai iman, harapan dan kasih yang ditimba dari Kitab Suci dan Ajaran Gereja. Sebagai suatu komunitas iman, Keluarga Kristiani yang terdiri dari ayah, ibu, anak dipandang sebagai suatu perwujudan, pewahyuan dan penampakkan yang istimewa dari komunitas Gereja. Dalam kesehariannya, mereka selalu bersama-sama baik itu dalam kesusahan maupun dalam kebahagiaan. Keluarga menjadi besar karena hadirnya sanak saudara di dalamnya yang selalu memberikan dukungan dan memberikan rasa aman (Konferensi Waligereja Indonesia,1996: 54)

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap

manusia dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi” (communion personarum)

yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta kasih (Pedoman Pastoral Keluarga 2011:10). Kasih sejati yang selalu hadir dalam keluarga akan membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Maka setiap pribadi dalam keluarga harus


(40)

mewujudkan cinta kasih dalam tindakan konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan seluruh keluarga.

Gaudium et Spes, art. 48 menyatakan bahwa Keluarga Kristiani merupakan

“Gambaran dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan Gereja”. Gambaran dan partisipasi yang dimaksudkan dalam rumusan ini adalah gambaran dan partisipasi sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan perjanjian cinta kasih kepada Kristus dan kepada Gereja, karena perjanjian cinta kasih dalam sebuah keluarga harus selalu berlandaskan pada cinta kasih akan Kristus yang telah mempersatukan mereka dalam Gereja dan menjadikan sebuah keluarga menjadi keluarga yang Kristiani. Jika gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih antara Kristus dan Gereja sudah terwujud maka Keluarga Kristiani dapat dibangun dengan baik.

Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri.Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.

2. Pokok-Pokok Keluarga Kristiani

a. Keluarga adalah Komunitas Pribadi-Pribadi dalam Cinta kasih

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap mnusia

dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi”(communion personarum) yang

hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta-kasih. Kasih sejati dalam keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Setiap pribadi dalam keluarga semestinya mewujudkan cinta-kasih melalui tindakan


(41)

konkret untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan seluruh anggota keluarganya.

Cinta-kasih merupakan kekuatan keluarga yang utama, karena tanpa cinta-kasih keluarga tidak akan mengalami kerukunan dalam hidup dan tidak dapat berkembang serta menyempurnakan diri sebagai persektuan pribadi-pribadi. Pada hakekatnya setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dikasihi dan mengasihi. Maka keluarga mempunyai tugas yang utama, yakni menghayati dirinya sebagai persekutuan hidup yang dilandasi cinta-kasih dan berusaha terus menerus untuk mengembangkan hidup rukun antaranggota keluarganya (Pedoman Pastoral Keluarga, 2010: 10).

b. Keluarga adalah Persekutuan Pembela Kehidupan

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan “menurut gambar-Nya” (bdk. Kej 1:26-28). Laki-laki dan perempuan itu kemudian diberkati oleh Allah. “Pemberkatan” ini memang dapat diartikan sebagai “pemberkatan nikah” karena laki-laki dan perempuan yang diberkati itu kemudian diberi tugas untuk “beranakcucu” dan “menguasai bumi”. Hal ini mau menegaskan bahwa Keluarga yang dibangun adalah sebuah persekutuan yang diutus oleh Tuhan untuk menjada pembela kehidupan (Purwa Hadiwardoyo,1988: 12-13).

Laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah untuk menjadi satu daging dan ikut ambil bagian dalam karya perutusan-Nya. Salah satunya adalah dengan melahirkan anak dan mendidik anak. Melahirkan dan mendidik anak adalah tugas suami-istri yang paling istimewa dan tak tergantikan. Anak-anak yang dilahirkan merupakan buah cinta antara suami istri maka anak-anak harus diterima dengan penuh sukacita. Orang tua harus mendidik dan membantu mereka untuk bertumbuh dalam segala segi aspek sehingga menjadi anak yang baik bagi keluarga, Gereja dan masyarakat (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 12).


(42)

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Gereja merupakan sebuah keluarga. Sebaliknya keluarga adalah Gereja. Keluarga Kristiani tidak hanya merupakan bagian dari seluruh Gereja, namun juga merupakan sebuah Gereja, artinya : dalam Keluarga Kristiani, nampak adanya unsur paguyuban atau persekutuan iman. Ada kemiripan antara Gereja dan Keluarga (Paus Paulus VI 1994: 17).

Keluarga merupakan tempat bertumbuh dan berkembangnya cinta kasih Allah. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga dipanggil untuk mengambil bagian dalam pewartaan kasih Allah baik dalam keluarga maupun di luar keluarga. Selain itu keluarga Kristiani sebagai Gereja rumah tangga merupakan persekutuan orang beriman yang saling mencintai dan mendukung satu sama lain (Kila ,2005: 7). Dalam hidup sehari-hari anggota keluarga juga melaksanakan tiga tugas Kristus yakni sebagai imam, nabi dan raja.

Yang dimaksud dengan tiga tugas Kristus adalah tiga tugas yang melekat dalam diri semua orang yang telah dibaptis. Sejak seseorang menerima baptisan dan menjadi anggota Gereja, ia mengemban tugas sebagai imam, nabi dan raja (bdk. KHK 204 art. 1).

Tugas sebagai imam, nabi dan raja juga diemban oleh keluarga Kristiani sebagai Gereja Rumah Tangga. Dasar dari tiga tugas Kristus dalam keluarga Kristiani adalah Baptisan yang telah diterima oleh semua anggotanya. Selain itu, suami-isteri juga dapat mengemban tugas ini berkat Sakramen Perkawinan yang mereka terima. Di dalam janji perkawinan, mereka sepakat untuk membentuk keluarga yang berdasarkan Injil.

Sebagai nabi, keluarga Kristiani mempunyai tugas berpegang teguh pada kebenaran dan hidup menurut kebenaran yang telah ditetapkan oleh Kristus melalui


(43)

Gereja-Nya. Keluarga Kristiani diajak untuk turut aktif dalam setiap karya pewartaan baik melalui katekese atau kesaksian hidup sehari-hari. Sebagai imam, keluarga Kristiani diajak untuk terus berpartisipasi dalam kehidupan sakramen dan liturgi terutama sakramen Ekaristi dan sakramen tobat. Selain itu keluarga Kristiani juga diajak untuk hidup kudus dengan mengasihi Allah dan mengasihi sesama atas dasar kasih terhadap Allah. Sebagai raja, keluarga Kristiani diajak dalam tugas pelayanan, pelayanan pastoral dan persaudaraan dengan semua orang.

Keluarga Kristiani bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusia, melainkan juga komunitas basis Gerejawi. Sebagai komunitas basis Gerejawi, keluarga Kristiani dipanggil untuk ikut ambil dalam karya penyelamatan Allah dengan melaksanakan lima tugas Gereja yaitu:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ (consortium totius vitae) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua pihak dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan (bdk. KHK 1055 art. 1). Ciri pokok dari persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat maupun sakit. (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 15).

2) Liturgi (Leiturgia)

Liturgi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, “leitourgia”, yang berarti ‘kerja’ atau ‘pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa’. Dalam perkembangan selanjutnya, leitourgia mendapat arti kultis yakni pelayanan ibadat. Dalam liturgy juga mengandung kerja bersama. Kerja sama ini memiliki makna


(44)

peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih. Jadi liturgy adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus (Martasudjita,1999: 18-27).

Kepenuhan hidup umat beriman Katolik tercapai dalam sakramen-sakramen dan hidup doa. Melalui sakramen-sakramen dan hidup doa, keluarga bertemu dan berdialog dengan Allah. Relasi antara Kristus dengan Gereja terwujud nyata dalam Sakramen Perkawinan, yang menjadi dasar panggilan dan tugas perutusan suami istri. Suami istri mempunyai tanggungjawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya, dengan setia akan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah sehingga mereka dapat merasakan hidup dalam kedamaian dan saling meneguhkan (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011:16).

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan mewartakan Sabda Allah.“ Keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disalurkan dan memancarkan sinarnya”. Orangtua tidak sekadar menyampaikan Injil kepada anak-anak, melainkan dari anak-anak mereka juga mampu menyampaikan Injil. Keluarga Kristiani menerima injil dalam bentuk penghayatan yang mendalam. Sabda Allah termuat dalam Kitab Suci yang tidak selalu dipahami, maka keluarga sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pendalaman Kitab Suci (Pedoman Pastoral Keluarga, 201: 16).


(45)

4) Pelayanan (Diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdiaannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta kasih dan semangat pelayanan, keluarga Katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri (Pedoman Pastoral keluarga, 2011:17). 5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung risiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum. Dalam situasi sulit apapun keluarga Kristiani harus tetap setia mempertahankan imannya akan Yesus dan berani menjadi saksi iman ditengah situasi yang tidak menentu (Pedoman Pastoral Keluarga, 201:17).

d. Keluarga adalah “ Sel Terkecil Masyarakat”

Gereja juga mengakui, bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat, karena di sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun. Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun. Oleh karena itu keluarga Katolik diharapkan dapat menyumbangkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya.

Dalam hidup bermasyarakat keluarga Katolik hendaknya mempunyai sikap terbuka, toleran, dan menghargai pluralitas yang ada. Pluralitas ini tidak hanya


(46)

dalam masyarakat tapi juga ditemukan dan dialami oleh keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan keterlibatan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan prinsip solidaritas. Solidaritas dapat terwujud dalam semangat gotong-royong, keluarga secara konkret menyumbangkan keutamaan hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur (Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 17).

e. Tanggungjawab Keluarga Kristiani

Setiap keluarga pasti memiliki peran dan tanggungjawabnya yang khas. Peran ini bisa berbeda-beda dalam setiap jenjang usia perkawinan. Keluarga yang baru saja terbentuk pasti memiliki peran dan tanggungjawab berbeda bila dibandingkan dengan keluarga yang sudah lama dibangun. Peran dan tanggungjawab keluarga yang baru saja dibangun bisa jadi berkisar di level adaptasi. Mereka berada dalam proses pengenalan dan penyesuaian dalam segala aspek kehidupan pasangannya, baik fisik, karakter, sosial maupun spiritualitas.

Peran keluarga dalam kehidupan menggereja dan masyarakat semakin diakui dan dirasakan oleh semua pihak. Keberadaannya sebagai “sel pertama dan utama Gereja dan masyarakat” sangat mewarnai dan menentukan kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Kehadiran dan keterlibatan anggota keluarga sangat menentukan terbangunnya kehidupan bersama yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Dalam kehidupan dan tugas perutusan Gereja, keluarga memegang peranan yang sangat penting bagi masa depan pewartaan Injil.

Agar dapat melaksanakan tugas perutusannya keluarga perlu mempersiapkan anggota-anggotanya, terutama anak-anak melalui pendidikan, baik mengenai iman Katolik maupun nilai-nilai kemanusiaan, karena keluarga adalah sekolah yang pertama dan utama bagi mereka. Anak-anak perlu dibimbing menjadi pribadi


(47)

Katolik yang dewasa dan memiliki kepedulian serta kesediaan mengambil bagian dalam pembangunan kehidupan bersama.

Oleh karena itu, keluarga Kristiani dipanggil untuk secara aktif dan bertanggung jawab ikut serta menjalankan perutusan Gereja dengan hidup dalam “persekutuan mesra dan penuh cinta kasih”. Selain itu, keluarga Kristiani juga dapat berpartispasi aktfi dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Peran serta keluarga dalam misi Gereja harus mengikuti pola persekutuan dimana suami-istri serentak sebagai pasangan dan orangtua serta anak-anak selaku keluarga, menghayati pengabdian mereka kepada Gereja dan dunia. Mereka harus sehati sejiwa dalam iman dengan semangat merasul bersama yang menjiwai mereka melalui kesanggupan mereka untuk menjalankan karya pengabdian kepada Gereja maupun pengabdian mereka dalam hidup bermasyarakat.

Selain itu keluarga Kristiani harus membangun Kerajaan Allah dalam sejarah melalui kenyataan sehari-hari, yang berkaitan dengan status hidupnya serta kekhasannya. Dengan kata lain, dalam cinta kasih antara suami dan istri, serta antara anggota keluargalah, cinta kasih yang dihayati beserta seluruh kekayaannya yang luar biasa berupa nilai-nilai dan tuntutannya dapat diwartakan kepada sesame sehingga merekapun dapat merasakan kasih Allah (FC, art. 78).

Dalam rencana Allah keluarga tidak hanya menemukan jatidirinya, tetapi juga menemukan tugas perutusannya, yakni apa yang akan ia laksanakan dalam hidupnya sehari-hari yakni mewartakan kasih Allah dalam hidup konkret. Keluarga diharapkan mampu mengembangkan misi untuk selalu menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih kepada semua orang, agar manusia dapat mengalami kasih Allah.


(48)

Keluarga Kristiani wajib membentuk diri menjadi Gereja yang missioner, Gereja hidup berdasarkan cinta kasih yang berwawasan luas. Orangtua berkewajiban mendidik dan membentuk semangat berdoa sejak dini dan membangun jalinan hati dengan Allah lewat doa-doa bersama dalam keluarga. Selain itu juga semangat dalam mewartakan Injil pun sudah harus diterapkan di rumah, dengan melatih mereka membaca Kitab Suci sebelum makan bersama dan mengadakan lomba membaca Kitab Suci di rumah dengan menyediakan hadiah-hadiah khusus, terutama pada hari ulang tahun setiap anak (Kila, 2005: 10).

f. Tujuan Keluarga Kristiani 1) Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan pribadi tiap-tiap orang di dalam masyarakat pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat; bahkan keselamatan keluarga sering kali merupakan keselamatan masyarakat. Hal terpenting dalam membina sebuah keluarga adalah kejujuran dan kewajaran. Dengan kata lain, Keluarga harus dibina dalam sebuah sikap yang terbuka. Open management membuat rencana atau pembagian kerja, tatatertib keluarga dan anggaran belanja bersama (Budyapranata, 1991 : 19-20).

Selain yang sudah disebut di atas, tujuan mendasar keluarga adalah mau menciptakan bonum coniugum (kesejahteraan pasangan). Tujuan ini terjabarkan dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran dan pendidikan anak-anak), bonum fidei (membangun kesetiaan pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit), serta bonum sacramenti (menciptakan kesucian dan keluhuran martabat perkawinan agar menjadi tanda kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia) (Sutarno, 2013: 26). Hal ini ditegaskan dalam KHK 1055 art. 1 “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara


(49)

mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri (bonum coniugum) serta kelahiran anak dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat Sakramen”.

Tujuan perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri, bermakna bahwa perkawinan menjadi sarana untuk saling memberi dan menerima secara lebih. Semua dilakukan untuk memberikan rasa nyaman dan kesejahteraan pasangannya. Keutamaan untuk saling memberi dan menerima itu, satu sisi untuk kesejahteraan mereka dan di sisi lain, terbuka untuk prokreasi demi kelangsungan kelompok dan diri. Secara Kristiani, prokreasi menjadi sarana untuk ikut serta dalam karya Allah bagi dunia.

Dengan menekankan hubungan pribadi antar suami istri, KV II mengoreksi pandangan dari masa lampau, yang menganggap keturunan sebagai tujuan utama dalam perkawinan. (GS, art. 50) Perkawinan diadakan bukan hanya demi adanya keturunan saja. Hubungan seksual antara suami istri mempunyai nilai yang tidak hanya berkaitan dengan prokreasi (GS, art. 49), tetapi pertama-tama demi kesejahteraan suami dan istri. Namun demikian, anak-anak merupakan karunia perkawinan yang paling luhur (GS, art. 50).

Tujuan ini sejak awal harus disadari oleh pasangan suami istri. Perbedaan pandangan, budaya, dan agama harus memberi warna positif sehingga keluarga bisa sehat, harmonis, dan stabil. Tujuan ini pasti akan berhadapan dengan tantangan. Namun, ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan dapat menjadikan keluarga berkualitas dan bisa meraih tujuan yang dicanangkan (Sutarno, 2013: 26).


(50)

2) Demi Keturunan

Kitab Kej 1:28 mengatakan “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi dan taklukanlah itu…”Melalui sabda di atas, Allah menghendaki agar manusia (pria dan wanita) memiliki keturunan. Oleh karena itu perkawinan bukan sekedar untuk kebahagian suami dan istri melainkan atas dasar cinta mereka berdua inilah tumbuh keturunan. Yang diperhatikan adalah bahwa “berkembang biaknya manusia”. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa persetubuhan diadakan bukan sekedar menuruti hawa nafsu, melainkan dengan kesadaran dan tanggung jawab bahwa itu merupakan pelaksanaan dari Sabda Tuhan. Maka, setiap persetubuhan antar suami-isteri harus terbuka pada keturuan. Prokreasi atau hubungan suami-isteri bukan tujuan tunggal atau utama perkawinan, namun tetap merupakan suatu tugas luhur. Maka prokreasi pun bukan peristiwa alam, melainkan peristiwa pribadi, yang dijalankan dengan tanggung jawab manusiawi dan Kristiani serta penuh hormat dan patuh taat kepada Allah.

Disini orang perlu berembug dan berusaha bersama guna membentuk pendirian yang sehat, sambil mengindahkan baik kesejahteraan mereka sendiri maupun kesejahteraan anak-anak, baik yang sudah lahir maupun yang diperkirakan masih akan ada. Sementara itu hendaknya mereka mempertimbangkan juga kondisi-kondisi zaman dan status hidup mereka yang bersifat jasmani maupun rohani. Akhirnya mereka perlu memperhitungkan juga kesejahteraan dan kerukunan keluarga, masyarakat serta Gereja sendiri (GS, art. 50). Dalam mempertimbangkan semua kepentingan itu, mungkin akan timbul konflik lagi antara keinginan mempunyai anak di satu pihak, dan kemampuan ekonomi keluarga, kesehatan dan kekuatan psikis ibu serta keadaan masyarakat di pihak lain. Lebih lagi, dapat timbul konflik


(51)

antara keinginan mengungkapkan kemesraan kasih dalam perkawinan dan tanggungjawab untuk tidak menambah jumlah anak (GS, art. 51).

Apabila hubungan suami istri ini diletakkan dalam konteks penciptaan, maka menjadi jelas juga bahwa sifat monogam dan tak terceraikan itu sangat terkait dengan cita-cita Kitab Suci atau masuk dalam rencana Allah yang menghendaki manusia untuk menjadi citra-Nya, “...menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita ...”(lih. Kej.1:26), yaitu Tritunggal yang sekaligus Maha Esa karena dipersatukan oleh kasih yang sempurna.

Yang khas dari perkawinan adalah bahwa ikatan mereka adalah ikatan cinta kasih.Ikatan cinta kasih inilah yang mendasar dan merupakan jiwa perkawinan. Cinta bukan semata-mata dorongan nafsu, rasa tertarik, melainkan hubungan pribadi yang mendorong mereka untuk bersatu dan saling menyerahkan diri demi kebahagiaan yang lain (Budyapranata,1981:17-18).

3) Perkembangan Pribadi

Cinta itu memperkembangkan dan mengisi hidup manusia. Hal ini menjadi jelas bahwa setiap manusia sangat membutuhkan cinta, dimengerti dan diterima dalam seluruh hidupnya, sekurang-kurangnya oleh satu orang yang diharapkan. Keluarga Kristiani mampu menjadi teladan dalam hal mencintai setiap anggota keluarganya dengan utuh, mereka saling menghargai dan menerima setiap keunikan dalam keluarganya sehingga menjadi anggota keluarga yang benar-benar harmonis. Tuhan menciptakan pria dan wanita bertujuan untuk melengkapi satu dengan yang lain sehingga apa yang menjadi milik suami harus juga menjadi milik istri demikian juga dengan anak-anak (Budyapranata, 1998:17-18).


(52)

g. Tugas Keluarga Kristiani

Sinode para uskup yang dilaksanakan tanggal 26 September-25 Oktober 1980 menekankan empat tugas umum bagi keluarga Kristiani yakni:

1) Membentuk Kesatuan Pribadi-pribadi

(a) Cinta Kasih sebagai Asas Kekuatan Persatuan

Keluarga yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pribadi: suami dan isteri, orangtua dan anak-anak. Tugas seluruh anggota keluarga adalah dengan setia menghayati kenyataan persekutuan, disertai usaha terus menerus untuk mengembangkan rukun hidup yang otentik antara pribadi-pribadi.

Seluruh anggota keluarga dalam hidup bersama harus tetap menjaga satu sama lain dan mengingat bahwa tujuan hidup adalah cintakasih. Tanpa cintakasih keluarga tidak mengalami hidup rukun dan berkembang sebagai persekutuan pribadi-pribadi. Manusia tidak dapat hidup tanpa cintakasih karena hidup tidak ada artinya bila cintakasih tidak dapat diungkapkan dan dibagikan kepada orang lain (FC, art. 18). (b) Persatuan Utuh Suami-Istri

Keluarga terbentuk karena hubungan cinta kasih antara pria dan wanita, yang dengan ketulusannya saling memberikan diri dalam kehidupan perkawinan (bdk. KHK. 1057 art. 2). Hanya pribadi-pribadi yang cakap dan dewasalah yang mampu mengatakan, saya akan setia kepadamu dalam kesatuan ini sepanjang seluruh hidup saya”. Hal ini nampak dalam janji perkawinan yang mereka ikrarkan. Dalam hubungan cinta suami-istri itulah, Gereja menemukan juga salah satu lambang persatuannya dengan Kristus. Kasih suami-istri menggambarkan cinta Kristus kepada mempelai-Nya, yakni Gereja. Ada relasi timbal balik yakni di satu pihak


(53)

persatuan Gereja mendukung persatuan suami istri, dan di lain pihak persatuan suami isteri turut membentuk persatuan Gereja.

Persatuan yang pertama ialah: yang dijalin dan berkembang antara suami dan isteri: berdasarkan perjanjian pernikahan pria dan wanita ”bukan lagi dua, melainkan satu daging”. Mereka dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam persekutuan mereka melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling menyerahkan diri seutuhnya (FC, art. 19).

(c) Kesatuan Persekutuan Suami-Isteri yang Tak Terceraikan

Persatuan suami-istri tidak hanya berciri monogam (unitas) tetapi juga tak terceraikan (indisolubilitas). Hal ini berarti bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak terceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun, kecuali oleh kematian. Ciri tak terceraikan ini mengarah pada ”pemberian diri timbal balik” antar suami istri demi kesejahteraan keluarga. Persatuan suami istri maupun kesejahteraan anak-anak mewajibkan suami-istri untuk setia seutuhnya-utuhnya dan menuntut adanya kesatuan yang tak terceraikan antara mereka(FC, art. 19)

(d) Persatuan Keluarga yang Lebih Luas

Persatuan suami-istri merupakan landasan pembangunan persatuan keluarga yang lebih luas, persatuan orang tua dan anak-anak, persatuan saudara laki-laki dan saudara perempuan, persatuan sanak saudara dan anggota-anggota yang lain dalam rumah tangga.

Keluarga Kristiani dipanggil untuk mengalami persatuan yang baru dan sejati yang kodrati dan manusiawi. Persatuan keluarga dapat dilestarikan dan disempurnakan dengan semangat berkorban yang besar. Semangat berkorban menuntut dari masing-masing anggota keluarga untuk bersikap terbuka, siap sedia,


(54)

saling memahami, bersabar serta memiliki sikap pengampunan karena keluarga dipanggil oleh Allah untuk membawa perdamaian, kegembiraan dan sukacita (FC, art. 21)

(e) Hak-hak Serta Peranan Wanita

Karena keluarga adalah dan harus selalu menjadi persatuan dan persekutuan pribadi-pribadi, keluarga menemukan cinta kasih sumber dan daya dorong yang tetap untuk menyambut, menghormati, dan meningkatkan anggotanya masing-masing dalam martabatnya yang luhur sebagai pribadi, yakni sebagai citra Allah yang hidup.

Sinode memberi perhatian istimewa kepada kaum wanita, hak-hak dan peranan mereka dalam keluarga dan masyarakat. Penting digarisbawahi martabat dan tanggung jawab wanita yang sederajat dengan pria. Kesamaan ini diwujudkan secara unik dalam pemberian diri timbal balik antara suami dan istri dan pemberian diri kepada anak-anaknya (FC, art. 22)

(f) Kaum Wanita dan Masyarakat

Dengan menghormati secara semestinya perbedaan panggilan pria dan wanita, Gereja haruslah dalam hidupnya sendiri meningkatkan sebaik mungkin kesamaan hak-hak dan martabat mereka. Tujuannya adalah demi kebaikan semua keluarga, Gereja dan masyarakat. Wanita harus mencapai kepenuhan kemanusiaan kewanitaannya yang sejati, yang harus diungkapkan dalam kegiatannya, di dalam keluarga maupun di luar keluarga, tanpa mengabaikan perbedaan-perbedaan adat istiadat dan kebudayaan (FC, art. 23).

(g) Pria sebagai Suami dan Ayah

Di dalam persatuan persekutuan suami-istri dan keluarga, pria dipanggil untuk menghayati karisma dan peranannya sebagai suami dan ayah. Cinta kasih suami-istri


(55)

yang sejati mengandaikan dan menuntut bahwa seorang suami mempunyai penghormatan yang mendalam pada martabat istrinya yang sederajat (bdk. 1 Kor 7:3-4). Cinta kasih kepada istrinya sebagai ibu anak-anak mereka dan cinta kasih kepada anak-anak sendiri merupakan bagi suami cara kodrati untuk memahami dan memenuhi peranannya sebagai ayah (FC, art. 25)

(h) Hak-hak Anak

Anak yang dilahirkan merupakan buah cinta suami istri. Oleh karena itu, anak memiliki hak untuk dicintai dan dikasihi oleh orangtuanya. Maka tugas suami isteri sebagai orangtua adalah mendidik anak-anaknya dengan mengembangkan penghargaan yang dalam atas martabat pribadi mereka dan penghormatan yang besar serta kepedulian yang murah hati atas hak-hak mereka. Dengan kata lain, orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan baik agar mereka dapat berkembang dalam iman dan moral Kristiani.

Dengan memupuk dan mengembangkan kepedulian yang penuh kasih sayang dan kekuatan kepada setiap anak yang datang ke dunia ini, Gereja memenuhi suatu tugas asasi: sebab Gereja dipanggil untuk melaksanakan perinta Kristus Tuhan yang menempatkan anak pada pusat Kerajaan Allah (FC, art. 26)

2. Melayani Kehidupan a) Penerusan Hidup

(1) Bekerja Sama dalam Kasih Allah Pencipta

Allah menciptakan pria dan wanita menurut gambar dan rupa-Nya sendiri dan memahkotai serta menyempurnakan karya tangan-Nya. Ia memanggil mereka untuk ambil bagian yang istimewa dalam kasih-Nya dan dalam Kuasa-Nya sebagai pencipta dan Bapa, dengan bekerja sama dan bertanggung jawab dalam meneruskan anugerah hidup manusiawi: “Allah memberkati mereka, lalu berfirman kepada


(56)

mereka, ‘beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu” (Kej 1:28). Maka tugas pokok keluarga ialah melayani dan meneruskan hidup, mewujudkan dalam sejarah berkat sejati Allah yakni meneruskan citra ilahi dari orang ke orang dengan menurunkan anak (FC, art. 28)

(2) Ajaran dan Kaidah Gereja, Sudah Lama Tetapi Selalu Baru

Cinta kasih suami istri merupakan partisipasi unik dalam misteri hidup dan kasih Allah sendiri. Gereja mengetahui bahwa ia menerima perutusan istimewa menjaga dan melindungi martabat luhur perkawinan dan tanggungjawab besar untuk meneruskan hidup manusia. Untuk itu Gereja perlu menegaskan dan memperjelaskan ajaran dan kaidah Gereja yang sudah lama tetapi selalu baru tentang perkawinan dan tentang penerusan hidup manusia sehingga setiap suami dan istri tetap terbuka dan jujur dalam membina rumah tangga diwarnai dengan cinta kasih (FC, art. 29)

(3) Gereja Membela Kehidupan

Dengan perkembangan zaman yang semakin maju membuat manusia ikut terlibat dalam menguasai alam, bukannya memberi harapan yang baik tetapi menyebabkan kegelisahan yang makin besar tentang masa depan. Ada yang bertanya tentang kehidupan “apakah baik untuk hidup atau lebih baik tidak pernah lahir? Orang-orang saling bersaing, menganggap diri mereka lebih hebat, saling menjatuhkan satu sama lain dan mengejar harta jasmani dan menolak kekayaan rohani, karena di hati mereka tidak ada lagi Allah yang cinta kasih-Nya lebih kuat dari pada ketakutan-ketakutan dunia.

Melihat realitas ini Gereja dipanggil untuk memperlihatkan kepada setiap orang, dengan keyakinan yang jelas dan lebih kuat untuk mendukung hidup manusia.Meingat maraknya aborsi, euthanasia dan program kontrasepsi, Gereja


(57)

mengajak Keluarga Kristiani untuk membela kehidupan dan melawan setiap serangan, bagaimanapun situasi dan taraf perkembanganya

Orang tua diharapkan agar mendidik anak-anaknya agar mereka dapat bertumbuh dewasa dan beriman, serta mempunyai keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan di dalam masyarakat sehingga mereka tidak dengan mudah meninggalkan imannya akan Kristus (FC, Art. 30).

b) Pendidikan

(1) Hak dan Kewajiban Orangtua untuk Mendidik

Tugas untuk memberikan pendidikan berakar dalam panggilan utama orang-orang yang menikah untuk ambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Hak dan kewajiban orangtua untuk memberikan pendidikan adalah hal yang esensial, sebab berhubungan dengan meneruskan hidup manusia. Pendidikan bagi anak-anaknya merupakan salah satu hal yang penting dan juga ditekankan dalam Konsili Vatikan II. Konsili Vatikan II menyatakan bahwa, “suami-isteri yang mengemban martabat serta tugas kebapaan dan keibuan, akan melaksanakan dengan tekun kewajiban memberi pendidikan terutama di bidang keagamaan, yang memang pertama-tama termasuk tugas mereka” (GS, art. 48). Dari kutipan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan anak merupakan hal yang penting dan orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Hal ini juga ditegaskan dalam dokumen GE, art. 3 yang mengatakan, “karena mereka meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, maka orangtua mengemban tugas mahaberat: yaitu mendidik putera-puterinya dan sebab itu mereka harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama”.

(2) Mendidik Menuju Nilai-nilai Hakiki Hidup Manusia.

Di tengah-tengah kesulitan-kesulitan karya pendidikan yang kerap kali makin besar, orang tua harus dengan penuh percaya dan berani melatih nilai-nilai


(1)

Responden I:

Tidak semua ikut terlibat, kadang ibu dan kadang saya (Ayah), kalau saya sibuk ibu yang hadir dan sebaliknya ayah. Kalau anak-anak saat libur biasanya mereka ikut, tapi kalau tidak ya tidak bisa hadir.

Responden II:

Tidak semua ikut terlibat, Cuma saya (ibu) yang bisa meluangkan waktu untuk hadir dan terlibat dalam kegiatan doa. Sedangkan anak, suami dan menantu jarang karena sibuk dengan masing-masing tugas.Sekarang saya (ibu) kurang ikut terlibat karena harus menjaga cucu yang masih kecil.

Responden III:

Kalau seleuruh keluarga itu jarang sekali ikut terlibat dalam doa bersama, biasanya hanya saya (ibu) yang terkadang meluangkan waktu untuk hadir dalam kegiatan doa bersama ( kalau ada kesempatan).

Responden IV:

Sering ikut terlibat dalam doa lingkungan dan pendalaman kalau ada waktu kami bisa ikut karena pulang kerja sore hari. Kalau bapak jarang dan hampir tidak ikut terlibat dalam doa di lingkungan, sedangkan anak-anak saat libur diajak untuk ikut.

Responden V

Kami jarang terlibat suster. Kalau ada waktu kami dan keluarga bisa ikut hadir dalam kegiatan doa dan pendalaman iman. Kami sadar bahwa hampir kegiatan rohani kami tidak terlibat dan lebih fokus dengan pekerjan kami.

3. Hambatan dan kesulitan apa saja yang bapak ibu alami dalam melaksanakan doa bersama dalam keluarga?

Responden I:

Hambatan dan kesulitan yang kami alami adalah. Sibuk dengan masing-masing pekerjaan dan kebutuhan social di masyarakat, jadwal yang bertabrakan, adik-adik pulang sekolah sore hari sehingga lelah untuk doa bersama dalam keluarga.


(2)

Responden II:

Waktu yang tidak pas dan juga tidak pernah melaksanakan doa bersama dalam keluarga sehingga sulit untuk memulai. Selain itu pekerjaan anggota keluarga yang berbeda-beda sehingga waktu untuk berkumpul sangat jarang.

Responden III:

Bagi kami, waktu itu ada sehingga ada kesempatan bagi kami meluangkan waktu untuk doa bersama. Selain itu kami berbeda pekerjaan sehingga jarang untuk berdoa bersama.

Responden IV:

Pertama-tama kami merasakan kesulitan karena waktu yang kurang pas, pekerjaan yang berbeda-beda dan dalam keluarga tidak ada komunikasi misalnya saling mengajak untuk doa bersama.

Responden V:

Kurang membicarakan tentang kegiatan rohani dalam keluarga sehingga doa bersama dan kegiatan rohani lain tidak berjalan. Selain itu kami lebih sibuk dengan pekerjaan kami sehingga melupakan hal yang paling penting yakni kegiatan rohani.

4. Apakah keluarga memiliki kebiasaan untuk doa bersama saat ulang tahun kelahiran dan ulang tahun perkawinan?

Responden I:

Pasti ada, karena kami merasa bersyukur atas rahmat kehidupan yang telah Tuhan berikan kepada anak-anak dan keluarga kami, dan juga bersyukur atas rahmat perkawinan dan kesetiaan kami sebagai suami dan istri

Responden II:

Doa bersama ulang tahun ada dimana kami sekeluarga saling mendoakan, misalnya anak mendoakan ibunya, demikian sebaliknya, namun biasanya yang merayakan ulang tahun Cuma anak-anak, sedangkan kami berdua jarang dan terkadang kami juga lupa merayakan ulang tahun perkawinan


(3)

Responden III:

Ya ada kami selalu meluangkan waktu untuk doa bersama sebagia ungkapan syukur dan terimakasi kepada Tuhan, atas rahmat yang telah Ia limpahkan kepada keluarga kami.

Responden IV:

Kalau untuk anak-anak pasti ada dibuat doa bersama dalam keluarga. Tapi kalau untuk kami berdua jarang dilakukan dan kecenderungan doa sendiri-sendiri. Responden V:

Selalu ada, saat ulang tahun kami berkumpul bersama satu keluarga untuk merayakan perayaan syukur atas kelahiran anak-anak kami dengan doa bersama, dan kami orang tua ya terkadang kami rayakan tapi terkadang tidak karena kami merasa tidak terlalu penting.

5. Apakah bapak ibu dan anak-anak ikut terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan di Gereja?

Responden I:

Sebisa mungkin kami ikut terlibat, seperti koor bersama, jaga malam saat hari raya Natal dan Tahun baru, namun anak-anak jarang ikut terlibat.Biasanya bergantian dengan ibu.

Responden II:

Biasanya yang ikut terlibat hanya saya (ibu), sedangkan bapak dan anak-anak jarang ikut terlibat, mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka.Sekarang saya juga jarang terlibat karena harus menjaga cucu saya.

Responden III

Jarang ikut terlibat karena sudah punya anak kecil jadi waktu lebih banyak dengan anak dan keluarga.Bapak dan anak-anak juga jarang, tapi kalau ada kesempatan kami ikut kegiatan bersama.


(4)

Responden IV:

Ikut terlibat juga kalau ada waktu.Anak-anak ikut terlibat dalam kegiatan PIA, kegiatan doa-doa ibu lingkungan, mengunjungi orang-orang sakit.Hanya bapak yang tidak ikut terlibat, dia sibuk dengan pekerjaannya.

Responden V:

Kami biasanya ikut terlibat ketika ada waktu, bebas dari pekerjaan dan anak-anak libur sekolah.Kegiatan yang kami ikut bersama adalah latihan koor dan anak-anak juga terlibat menjadi putra dan putri altar.


(5)

Lampiran VII: Teks Cerita

Suatu ketika di sebuah sekolah diadakan pementasan drama.Pentas drama itu meriah dengan pemain yang semuanya siswa/siswi sekolah itu sendiri.Setiap anak mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang diperankannya.Semuanya tampak serius, sebab pak guru memberi hadiah kepada anak-anak yang tampil terbaik dalam pentas. Sementara di depan panggung, semua orang tua murid ikut hadir dan menyemarakkan acara itu. Lakon drama berjalan dengan sempurna.Semua anak tampil dengan maksimal.Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, ada juga yang menjadi nelayan dengan jala yang sampirkan di bahu. Di sudut sana, tampak pula seorang anak dengan dengan raut muka ketus, sebab dia kebagian peran pak tua yang pemarah, sementara di sudut lain, terlihat anak dengan wajah sedih, layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orang tua dan guru kerap terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung.Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Itu berarti, sudah saatnya pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak tampak berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama yanh terbaik. Dalam komat kamit mereka berdoa supaya pak Guru menyebutkan nama mereka, dan mengundang ke atas panggung untuk menerima hadiah. Para orang tua pun ikut berdoa, membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik.Saat yang dinanti-nantikan pun tiba. Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia menyebutkan sebauh nama. Ahha…ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah-lah yang menjadi juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira,

“ Aku menang…..” Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi kedua orang tuanya yang tampak bangga. Tepuk tangan terdengar lagi.Kedua orang tua itu menatap sekeliling dan keseluruh hadirin.Mereka sangat bangga. Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia bertanya kepada sang jagoan. “ Nak, kamu memang hebat. Kami pantas mendapatkannya.Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus sekali. Apa rahasianya, sehingga kamu bias tampil sebaik ini?” Sang anak menjawab, “Terimakasih atas hadiahnya, pak. Sebenarnya saya harus berterimakasih kepada Ayah saya. Karena dari Ayalah saya belajar berteriak dan menjadi pemarah.Kepada Ayalah saya meniru perilaku ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka bukan hal yang sulit untuk menjadi pemarah seperti Ayah.”

Tampak sang Ayah mulai tercenung. Sang anak melanjutkan.“ Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini, jadi peran ini, adalah peran yang mudah buat saya.” Suasana senyap. Begitupun kedua orang tua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk. Jika sebelummya mereka bangga, kini keadaannya berubah.Mereka berdiri seakan sebagai terdakwa di muka pengadilan.Mereka belajar sesuatu hari itu.Ada yang perlu diluruskan dalam perilaku mereka.Setiap anak adalah


(6)

Lampiran VIII: Teks Injil

Lukas 2:41-52

Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya paskah.Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencarai Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah, Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-kecerdasan-Nya. Dan ketika orang tua-kecerdasan-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “ Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari

Engkau.”Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu

tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.


Dokumen yang terkait

Katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta.

1 25 209

Upaya membangun keluarga Kristiani melalui pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

0 6 139

SKRIPSI POKOK PEWARTAAN PAULUS DALAM SURAT RASUL PAULUS KEPADA JEMAAT DI GALATIA UNTUK KATEKESE UMAT DI LINGKUNGAN SANTO ANTONIUS PADUA PAROKI KALASAN YOGYAKARTA

0 5 171

UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN IMAN KRISTIANI KAUM MUDA MILIRAN, PAROKI BACIRO, YOGYAKARTA, MELALUI KATEKESE SKRIPSI

0 2 188

Upaya menumbuhkan hidup doa dalam keluarga-keluarga kristiani umat lingkungan Santa Maria stasi Majenang paroki Santo Stefanus Cilacap melalui katekese umat - USD Repository

0 0 137

Pendampingan iman keluarga kawin campur beda agama dalam menghayati hidup perkawinan kristiani di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 144

UPAYA MENINGKATKAN PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI UMAT STASI KEDAMIN DARAT HULU PAROKI HATI MARIA TAK BERNODA PUTUSSIBAU KALIMANTAN BARAT MELALUI KATEKESE KELUARGA

0 0 155

Upaya untuk meningkatkan keharmonisan keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali melalui Katekese - USD Repository

0 0 185

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT

0 0 137

Peranan sakramen perkawinan untuk membentuk kehidupan keluarga Katolik ideal di Lingkungan Paulus Gatak Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta - USD Repository

0 0 158